• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring dan Evaluasi Hasil Pemugaran Gapura Royal Palace Angkor Thom Kamboja (Tahap I)

DAFTAR PUSTAKA

B. Bahan Lukisan dinding gua Prasejarah

Pada umumnya lukisan gua prasejarah di Maros dan Pangkep hanya memiliki dua warna yaitu merah dan hitam. Warna merah yang digunakan dalam pembuatan lukisan umumnya dapat dihasilkan dari oker (ochre) atau oksida besi (Fe2O3 (haematite) yang bersumber dari bahan batuan mineral, sedangkan warna hitam biasanya menggunakan bahan arang (McCarthy, 1979 ; Lerol Gourham, 1981 dalam Permana, 2008). Selain itu, pada lukisan gua juga terdapat warna coklat, yang diperkirakan bukan merupakan warna aslinya. Semula lukisan gua yang menggambarkan lukisan tangan ini diperkirakan berwarna merah, namun kemudian berubah menjadi coklat akibat pengaruh cuaca dan proses kimiawi pada batuan dinding gua. Warna merah yang tetap bertahan terutama terdapat pada batuan yang sangat keras dan terlindung dari proses Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur, Volume 9, Nomor 1, Juni 2015, Hal 62-71

pelapukan dan perusakan alamiah (Permana, 2008) Dugaan bahwa warna merah menggunakan hematit didasarkan atas temuan hematit yang terdapat di Gua Burung 2 dan Pattae. Temuan hematit di Gua Burung 2 diperoleh pada penggalian yang dilakukan oleh I.C. Glover pada tahun 1973. Hematit ini ditemukan pada berbagai lapisan bersama-sama dengan temuan batu inti dan alat serut. Hematit yang ditemukan berupa pecahan seperti batu merah dan tampak adanya alur-alur yang diduga sebagai akibat dari usaha manusia untuk memanfaatkannya (Glover, 1981 dalam Restiyadi, 2007). Hematit di Gua Pattae ditemukan oleh Van Heekeren tahun 1950. Selain itu ditemukan pula alat-alat batu berupa mikrolit, serpih, mata panah dan kapak genggam Sumatera. Kapak genggam Sumatera ini diduga pernah digunakan sebagai bahan pukul atau batu giling karena pada beberapa bagiannya tempak bekas-bekas warna merah (Heekeren, 1965 dalam Restiyadi, 2007). Hematit bukanlah pewarna instan yang siap dipakai, akan tetapi diperlukan sebuah proses pengolahan terlebih dahulu yaitu proses dari hematit padat ke pewarna cair. Melalui temuan hematit dan adanya tanda-tanda pengerjaan yang ditemukan oleh Glover dan Heekeren, dapat diduga adanya persiapan-persiapan (praproduksi) sebelum produksi lukisan gua (Restiyadi, 2007).

Hematit adalah mineral bentuk besi (III) oksida (Fe 2 O 3,), salah satu dari beberapa oksida besi. Hematit adalah mineral, berwarna hitam atau perak untuk baja abu-abu, cokelat muda sampai cokelat kemerahan, atau merah. Tanah liat seukuran kristal hematit dapat dikelompokkan sebagai mineral sekunder yang dibentuk oleh proses pelapukan dalam tanah, dan bersama dengan oksida besi atau oxyhydroxides seperti goethite, bertanggung jawab atas warna merah (http://en.wikipedia.org/wiki/ Hematite, 2009)

Dugaan hematit sebagai bahan lukisan di gua-gua prasejarah telah dibuktikan dengan uji laboratorium terhadap sampel bahan lukisan. Hasil uji memperlihatkan bahwa bahan lukisan tidak hanya satu unsur yang dominan, tetapi terdiri dari beberapa unsur. Pada uji laboratorium tersebut, unsur Fe yang diduga sebagai pembentuk warna merah selalu ada dalam setiap hasil uji tetapi jumlahnya tidak begitu besar. Uji laboratorium yang telah dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Uji menggunakan metode Atomic Absorption Spect

Gambar 1. Salah satu lukisan di Gua Bulu Ballang, Pangkep. Sumber : BK Borobudur

Gambar 2. Lukisan cap tangan di gua Jing Maros Sumber : BK Borobudur

Gambar 3. Beberapa jenis lukisan di gua Sumpang Bita Pangkep. Sumber BK Borobudur

Gambar 4. Lukisan warna hitam di gua Sampeang, Maros. Sumber : BK Borobudur.

(AAS) dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Uniiversitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM). Uji dengan metode AAS dilakukan untuk melihat unsur yang terkandung dalam sampel dan bersifat kuantitatif. Sampel yang diuji meliputi (Tabel 1)

1. Lapisan merah dari gua Karassa 2. Lapisan merah dari gua Kassi 3. Lapisan merah dari gua Jari E 4. Lapisan merah dari gua Pattae

Uji ini memperlihatkan bahwa kandungan oksida besi (Fe) selalu ada dalam setiap sampel lapisan merah dan memiliki peran dalam pembentukan warna.

2. Selain uji laboratorium, juga dilakukan analisis unsur terhadap sampel bahan lukisan di laboratorium kimia Balai Konservasi Borobudur. Sampel yang diuji 4 buah yang hasilnya dapat diuraikan sebagai berikut (Tabel 2). Hasil analisis unsur memperlihatkan bahwa unsur yang saling mengikat adalah adalah CO3, Mg dan Fe, untuk warna merah diduga dari unsur Fe dan unsur Al. Unsur Al lebih banyak dibandingkan unsur Fe. Dari data di atas juga menunjukan adanya campuran antara gibsum dan carbonat dilihat dari adanya SO4 dan Ca.

Tabel 1. Komposisi unsur-unsur lapisan merah pada lukisan gua

NO KODE SAMPEL PARAMETER HASIL PENGUKURAN (ppm)

I II III 1 1 Fe 1204,606 1241,807 1241,807 2 Pb 4,721 4,323 3,924 3 TiO2 98,675 100,331 100,331 4 2 Fe 968,999 944,198 1006,200 5 Pb 21,056 22,251 20,657 6 TiO2 100,331 98,675 103,642 7 3 Fe 627,104 633,304 614,703 8 Pb 19,064 18,665 19,462 9 TiO2 57,285 58,940 57,285 10 4 Fe 392,495 323,295 323,295 11 Pb 0,705 0,944 1,024 12 TiO2 90,397 90,397 88,742

Tabel 2. Komposisi unsur-unsur lapisan merah di lukisan gua

No Parameter yang dianalisis Kode Sampel

O1 O2 O3 O4 1 SiO2 4,52 3,96 3,83 3,76 2 Ca 3,85 2,00 1,87 9,92 3 Mg 3,89 2,63 2,16 8,49 4 Al 10,93 6,71 5,27 4,52 5 Fe 6,61 2,81 3,13 2,03 6 SO4 0,31 2,31 5,29 4,30 7 CO3 43,67 41,36 42,73 47,79 Keterangan:

O1 : Lapisan merah gua Karassa O2 : Lapisan merah gua Kasssi O3 : Lapisan merah gua Jari E

O4 : Lapisan merah Gua Pattae di bawah lukisan

3. Uji laboratorium dengan menggunakan EDS (Electro Dispersive Spectro Fotometer). Uji ini dilakukan di Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) Bandung. Sampel bahan lukisan diambil dari Gua Jari E dan gua Sumpang Bita.

Dari data pada tabel 1, tabel 2 dan gambar 5 dan gambar 6 di atas, menunjukkan bahwa lapisan merah bahan lukisan menunjukan adanya senyawa CaCO3, CaSO4, serta unsur Al, Fe. Unsur Pb juga terdapat pada sampel lukisan. Adanya unsur Pb yang teroksidasi dengan Oksigen menjadi Pb O pada sampel lapisan merah bahan lukisan, menunjukkan bahwa selain unsur Fe merupakan unsur utama dari bahan hematit memberikan dugaan bahwa senyawa Pb O ini juga memberikan peran dalam pembentukan warna merah pada bahan lukisan.

C. Sumber Bahan Lukisan Gua Prasejarah

Berdasarkan data laboratorium yang telah dilakukan, menunjukan bahwa dalam lapisan merah bahan lukisan gua terdapat 2 (dua) unsur yang diperkirakan sebagai unsur pembentuk warna merah yaitu unsur Fe yang jika teroksidasi menjadi Fe2O3, dan unsur Pb yang jika teroksidasi menjadi PbO.

Mineral yang mengandung unsur Fe adalah hematit dan bahan ini banyak ditemukan di sekitar lingkungan gua prasejarah. Salah satu bahan yang diduga sebagai hematit adalah batuan merah yang ditemukan di sekitar situs gua Sumpang Bita (Pangkep). Hasil uji laboratorium dengan XRF terhadap batuan merah menunjukkan bahwa kandungan unsur Fe cukup dominan, tetapi juga mengandung mengandung unsur Pb.

Batuan merah juga banyak di lingkungan Taman Prasejarah Leang-Leang (Maros). Berdasarkan hal

Gambar 5. Hasil EDS sampel lapisan merah Gua Jari E (perbesaran 2500 x)

Gambar 6 Hasil uji EDS sampel lapisan merah Gua Sumpang Bita (perbesaran 1000 x)

tersebut kemungkinan besar batuan merah digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan lukisan gua di Maros dan Pangkep. Dalam penggunaannya, bahan utama dicampur dengan bahan lain dalam bahan organik yang ada dilingkungan sekitar gua, yang berfungsi sebagai bahan perekat, sehingga dapat menempel kuat di dinding gua.

D. Bahan Restorasi Lukisan Gua

Bahan untuk restorasi lukisan gua penting untuk segera dirumuskan mengingat selama ini restorasi lukisan gua jarang dilakukan karena belum ditemukannya bahan pengganti yang efektif untuk diterapkan dalam lukisan dinding gua. Pada tahun 1985 dan 1986 Samidi melakukan restorasi lukisan di gua Pettee Kere (Maros) dan gua Sumpang Bita (Pangkep) Maksud dari restorasi ini adalah untuk memperbaiki lukisan yang telah hilang oleh pengelupasan kulit batu, agar tetap diperoleh gambaran yang utuh mengenai bentuk lukisan. Dengan demikian restorasi lukisan hanya diterapkan pada permukaan batu yang telah mengelupas (Samidi, 1985 dan Samidi, 1986).

Restorasi lukisan di gua Pettee Kere dan gua Sumpang Bita, zat warna yang digunakan untuk restorasi adalah hematit (oker merah), seperti halnya yang masih digunakan untuk pembuatan lukisan pada rumah tradisional di Sulawesi Selatan (Toraja). Media perekatnya

menggunakan dua bahan alternatif yaitu perekat tradisional tuak dan resin sintetis Ciba EP-IS. Untuk membuat garis-garis digunakan warna tua (campuran kental), sedangkan untuk bagian tengah lukisan digunakan warna yang lebih muda (agak encer). Untuk membedakan dengan luksian yang asli, garis dibuat putus-putus (Samidi, 1985).

Restorasi lukisan gua yang telah dilakukan oleh Samidi (1985 dan 1986) dengan menggunakan heamatif yang dicampur dengan bahan kimia (Resin Ciba EP_IS, pelarut Paraloid B-72 dan Ethyl acetat) hasilnya kurang memuaskan karena terlihat lukisan hasil restorasi lebih mengkilat dan berbeda dengan lukisan aslinya. Penggunaan bahan kimia dikhawatirkan akan berdampak negatif baik pada lukisan maupun lingkungan. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan uji coba untuk mencari bahan rekontruksi lukisan gua dengan menggunakan campuran bahan alami. Diharapkan menghasilkan bahan yang aman, baik pada lukisan gua dan lingkungan serta warna yang digunakan tidak mencolok seperti pada campuran menggunakan bahan kimia. Dalam membuat bahan restorasi lukisan gua, bahan utama yang digunakan batuan NAMA SAMPEL PARAMETER

(UNSUR) SATUAN HASIL UJI

Batuan Merah dari sekitar situs gua Sumpang Bita Cr % 0,870 ± 0,013 Fe % 20,970 ± 0,010 Pb μg/g 604,000 ± 4,000 Ca μg/g 1711,000 ± 33,000 Ti % 1,7840 ± 0,0022

Gambar 7. Batuan merah yang berasal dari sekitar situs gua Sumpang Bita

Gambar 8 Restorasi lukisan gua Pette Kere menggunakan heamatif dengan Resin Ciba EP-IS (lingkaran biru) dan dengan Tuak (arah panah)

Gambar 9 Restorsi lukissan gua Pette Kere menggunakan hematit dengan pelarut Paraloid B-72 dan larutan ethyl acetat (lingkaran biru)

merah yang berasal dari situs Sumpang Bita. Jika hanya menggunakan bahan utama saja yang merupakan bahan anorganik, tidak bisa rekat terlalu lama di batuan kars. Untuk merekatkan pada batuan kars diperlukan bahan lain yang sifatnya organik. Bahan organik ini diambil dari tumbuhan yang hidup di sekitar lingkungan gua-gua prasejarah Maros Pangkep.

Untuk mendapatkan bahan rekonstruksi lukisan gua, dilakukan uji laboratorium terhadap batuan merah yang dicampur bahan alami. Beberapa uji coba yang dilakukan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Uji pertama dilakukan pada tahun 2008 di Laboratorium Balai Pelestarian Cagar Budaya Makasar dan Laboratorium Balai Konservasi Borobudur. Batuan merah yang telah dihaluskan dicampur dengan 8 larutan yang mana satu sampel dicampur dengan satu larutan, dengan 6 larutan merupakan larutan organik. Kedelapan larutan tersebut adalah

a. Larutan buah asam jawa 10 % b. Larutan cuka

c. Air buah kalla (buah siwalan) segar d. Air buah kalla (buah siwalan) prementasi e. Larutan daun sirih

f. Larutan buah pinang

g. Larutan daun sirih + larutan buah pinang h. Aquades

Setelah pengaplikasian di atas batu kars, kemudian lukisan dibiarkan selama 1 minggu agar lukisan benar-benar melekat kuat sebelum dilakukan tahap berikutnya yaitu ageing test. Ageing test merupakan tes penuaan yang menerapkan kondisi ekstrim terhadap obyek yang meliputi panas, oksigen, sinar matahari, getaran, dan lain-lain untuk mempercepat proses penuaan normal item. Hal ini digunakan untuk membantu menentukan efek jangka panjang dari tingkat yang diharapkan terhadap tekanan dalam waktu pendek, biasanya dalam suatu

laboratorium dengan metode uji standar terkontrol. Hal ini digunakan untuk memperkirakan umur suatu produk atau masa pakai ketika umur aktual data tidak tersedia.

Kegiatan ageing test yang dilakukan dalam pengujian percobaan lukisan adalah meliputi 3 tahap untuk satu siklus yaitu pemanasan dalam oven, perendaman dalam air dan kering angin. Waktu yang digunakan untuk masing-masing tahap adalah selama 24 jam.

Metode ageing test meliputi : a. Pemanasan dalam oven

Pemanasan dalam oven merupakan tahap pertama yang dilakukan setelah percobaan lukisan dibiarkan selama 1 minggu supaya lukisan benar-benar kering. Suhu pemanasan dalam oven adalah 70o C selama 24 jam.

b. Perendaman

Perendaman merupakan tahapan berikutnya setelah tahap pengeringan dengan oven selama 24 jam. Pada tahap terlihat bahwa bahan lukisan ketika mulai dimasukkan kedalam air menunjukkan terjadinya pengelupasan untuk semua bahan percobaan

c. Kering angin

Setelah perendaman dalam air selama 24 jam kemudian dikering anginkan ditempat terbuka selama 24 jam.

Dari 8 sampel bahan lukisan yang diuji, terlihat bahwa 2 buah sampel lapisan merahnya masih dalam keadaan baik beradaptasi dengan batuan kars. Sampel tersebut adalah sampel nomer 5 (batuan merah + larutan daun sirih) dan sampel

Gambar 10. . Restorasi Lukisan gua Sumpang Bita menggunakan hematit dengan pelarut Paraloid B-72 dengan larutan ethyl acetat (lingkaran biriu)

nomer 6 (batuan merah + larutan buah pinang). 2. Uji coba kedua dilakukan di Laboratorium Balai

Konservasi Borobudur pada tahun 2011. Batuan merah yang telah dihaluskan dicampur dengan campuran air daun sirih, gypsum dan getah nangka dengan komposisi pada Tabel 4. Pemilihan getah nangka yang merupakan perekat alami sebagai bahan tambahan dalam percobaan bahan lukisan ini, adalah melihat pada kondisi di lapangan dimana apabila batang atau ranting dan juga buahnya dilukai akan mengeluarkan cairan getah yang apabila mengering menjadi kemerahan. Pohon nangka berdasarkan hasil observasi vegetasi yang ada di sekitar lingkungan gua prasejarah merupakan salah satu tumbuhan epindemik.

Setelah pengaplikasian di atas batu kars, kemudian lukisan dibiarkan selama 1 minggu agar lukisan benar-benar melekat kuat sebelum dilakukan tahap berikutnya yaitu ageing test. Hasil uji dengan ageing test memperlihatkan bahwa bahan campuran batuan merah dengan getah nangka dan daun sirih, memperlihatkan hasil yang efektif dan warna yang dihasilkan hampir mendekati dengan warna lukisan yang ada di gua-gua prasejarah.

Hasil observasi lapangan memperlihatkan bahwa warna lukisan gua prasejarah di Maros Pangkep tidak hanya berwarna merah, tapi ada juga lukisan gua menggunakan bahan berwarna hitam. Bahan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah bahan organik yaitu arang, yang diperoleh dari kawasan gua-gua Prasejarah Belae, Pangkep. Pada uji coba di Laboratorium

Gambar 12. Kondisi akhir setelah uji ageing tes

No Komposisi campuran Ket

1 Batuan merah + Campuran daun sirih + Gypsum A

2 Batuan merah + daun sirih B

3 Batuan merah + daun sirih + Gypsum yang dilarutkan dengan air C

4 Batuan merah + Daun sirih + Getah Nangka + Larutan gypsum D

5 Batuan merah + Daun sirih + Getah Nangka E

Tabel 4

Gambar 13. Proses pengambilan getah pada buah nangka

Gambar 14

A B C

D

E

Dokumen terkait