• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk daun kepel, akuades, heksana, etil asetat, kloroform metanol, etil asetat, pelarut DMSO, silika gel, media trypticase soy broth (TSB), bakteri S. epidermidis, tetrasiklin, TCC, dan pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck.

Peralatan yang digunakan adalah peralatan gelas, cawan porselen, oven, eksikator, neraca analitik, penguap putar, bejana kromatografi, kromatografi kolom, autoklaf, inkubator, 96- well plates, spektrofotometer UV-tampak (Shimadzu), dan FTIR (Brucker).

Metode

Metode penelitian yang akan dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yaitu penentuan kadar air, kadar abu, penentuan ekstrak dengan maserasi, uji flavonoid ekstrak daun kepel, fraksinasi ekstrak dengan eluen terbaik menggunakan kromatografi kolom. Uji aktivitas antimikroba dari semua fraksi yang diperoleh. Selanjutnya, penentuan

senyawa yang terkandung dalamfraksi teraktif dengan spekrtofotometer UV-tampak dan FTIR.

Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Daun kepel (Stelechocarpus burahol) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Cilacap pulau Jawa Indonesia. Identifikasi dan spesimen contoh disimpan di Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Penentuan Kadar Air (AOAC 2006) Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 ºC selama 30 menit lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g contoh daun kepel dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105 ºC selama 3 jam sampai diperoleh bobot konstan, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Penetapan kadar air ini dilakukan berdasarkan penentuan jumlah bobot kering contoh. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (triplo).

Kadar air (%) =  100% A

B A Keterangan:

A = bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B = bobot contoh setelah dikeringkan (g) Penentuan Kadar Abu (AOAC 2006)

Cawan porselin dikeringkan di dalam tanur listrik bersuhu 600 °C selama 30 menit. Selanjutnya cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobot kosongnya. Sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 °C sampai contoh menjadi abu. Setelah abu berwarna putih, cawan yang berisi abu diangkat dari dalam tanur dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Penentuan kadar abu dilakukan sebanyak tiga kali ulangan (triplo).

Kadar abu (%) = 100% A B Keterangan: A = bobot contoh (g) B = bobot abu (g) Ekstraksi (Sukadana 2009)

Serbuk daun kepel dimaserasi dengan metanol sebanyak 3 kali selama 24 jam. Ekstraksi dilakukan dengan perbandingan 1 g serbuk daun kepel : 10 mL metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dipekatkan dengan penguap putar vakum pada suhu 60 °C sampai diperoleh ekstrak kental metanol. Ekstrak kental metanol disuspensikan kedalam campuran pelarut metanol:air (7:3) kemudian dipartisi dengan n-heksana 25 mL. Ekstrak n-heksana yang diperoleh diuapkan sampai kental, sedangkan bagian metanol:air dipartisi dengan 25 mL kloroform sehingga didapat ekstrak metanol:air dan ekstrak kloroform yang selanjutnya masing-masing ekstrak tersebut diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental metanol:air dan ekstrak kental kloroform. Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh (ekstrak kental n-heksana, ekstrak kental kloroform dan ekstrak kental metanol:air) dilakukan uji fitokimia flavonoid. Ekstrak yang positif flavonoid dilanjutkan untuk dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik kromatografi kolom.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 g ekstrak daun kepel yang diperoleh ditambahkan 10 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan 0.5 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Pemilihan Eluen Terbaik(Houghton & Raman 1998)

Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat alumunium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Ekstrak daun kepel ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 15 kali totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan yaitu n-heksana, etil asetat, aseton, kloroform, butanol dan metanol. Spot yang dihasilkan dari masing- masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan spot terbanyak dan terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Jika lebih dari 1 eluen menghasilkan spot terbanyak dan terpisah, maka eluen-eluen

tersebut dicampurkan dengan perbandingan mengikuti metode konstruksi segitiga.

Fraksionasi

Fraksionasi dilakukan dengan pengemasan kolom sebanyak 15 g silika gel untuk memisahkan 1.5 g ekstrak dengan diameter kolom 1 cm dan tinggi kolom 30 cm. Ekstrak daun kepel yang paling banyak mengandung flavonoid dilarutkan dalam metanol:air (7:3). Komponen-komponennya kemudian dipisahkan menggunakan kolom kromatografi dengan elusi isokratik. Eluat ditampung setiap 5 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Noda pemisahan dideteksi di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Eluat yang memiliki nilai Rf dan pola KLT

yang sama digabungkan sebagai satu fraksi. Semua fraksi yang diperoleh, diuji aktivitas antibakterinya. Fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri paling tinggi dipisahkan lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif sehingga diperoleh fraksi traktif yang memiliki noda tunggal.

Pendugaan Senyawa dengan

spektrofotometer UV-tampak

Sebanyak 1 mg fraksi teraktif dilarutkan dengan metanol, lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades. Setelah itu, larutan dimasukkan kedalam kuvet dan ditempatkan ke dalam tempat sampel pada alat spektrofometer UV-tampak untuk dianalisis.

Pendugaan Senyawa dengan FTIR

Sedikit fraksi teraktif (kira-kira 1−2 mg) ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) kemudian diaduk hingga rata. Campuran ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan alat penekan mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektrofotometer FTIR untuk dianalisis.

Uji Aktivitas Antibakteri (Batubara et al 2009)

Organisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah Staphylococcus epidermidis. Media yang digunakan trypticase soy broth (TSB). Sebanyak 100 µL medium steril, 40 µL sampel dilarutkan dalam DMSO 20% atau kontrol dan 5 µL inokulum bakteri dimasukkan ke dalam masing-masing sumur (96-well plate). Inokulum telah disiapkan

pada konsentrasi 10-2 CFU/mL. S. epidermidis diinkubasi dalam media selama 48 jam pada suhu 37 oC. Konsentrasi ekstrak yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri (bening) secara visual dideskripsikan sebagai konsentrasi hambat minimum (KHM).

Sebanyak 100 µL dari media yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri diinokulasikan pada 100 µL media baru. Kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC. Konsentrasi yang tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri setelah inokulasi kedua dideskripsikan sebagai konsentrasi bunuh minimum (KBM). Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO dan kontrol positifnya adalah tetrasiklin dan TCC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait