• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Depok yang terdiri dari 11 kecamatan yaitu Kecamatan Beji, Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cilodong, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Cipayung, Kecamatan Limo, Kecamatan Cinere, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Tapos, Kecamatan Bojongsari serta Kecamatan Sawangan (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada bulan April sampai - Desember 2012. Pengolahan data dilakukan di Studio Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Lokasi Penelitian Jenis, Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa: Peta Ruang Terbuka Hijau dua kurun waktu yaitu tahun 2006 dan tahun 2011, Peta Administrasi Kota Depok, Peta Jalan, Peta RTRW Kota Depok 2000-2010, jumlah penduduk, data potensi desa (PODES) Kota Depok tahun 2006 dan kecamatan dalam angka tahun 2011.

Alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat komputer dengan software arcview 3.3 dan ArcGis 9.3 untuk koreksi geometrik, digitasi dan pengolahan peta. Microsoft Excel dan MINITAB untuk pengolahan data serta GPS (Global Positioning System) untuk pengecekan lapang. Data, teknik analisis data dan output yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian tertera pada Tabel 2.

11 Tabel 2. Tujuan Penelitian, Data, Teknik Analisis, dan Output yang Diharapkan

No Tujuan Penelitian Data Teknik Analisis

Data

Output yang Diharapkan

1 Mengetahui luas

perubahan ruang terbuka hijau di Kota Depok

Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Depok tahun 2006 dan 2011 Peta administrasi Kota

Depok (skala 1:75.000) Klasifikasi Overlay Perubahan ruang terbuka hijau di Kota Depok 2 Menganalisis kecukupan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah

Jumlah penduduk Kota Depok tahun 2011 per kecamatan di Kota Depok dan luas wilayah per kecamatan

Teknik menghitung luas ruang terbuka hijau berdasakan jumlah penduduk dan luas wilayah

Luasan kebutuhan RTH Kota Depok berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayah

3 Mengidentifikasi

tingkat perkembangan wilayah pada periode 2006-2011

Jumlah fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi

Analisis skalogram Mengetahui perkembangan wilayah Kota Depok

4 Menganalisis

keterkaitan perubahan ruang terbuka hijau dengan perkembangan wilayah

Luas RTH, Jumlah fasilitas dan hirarki wilayah

Deskripsi tabel dan grafik Mengetahui perubahan ruang terbuka hijau dengan perkembangan wilayah 5 Mengidentifikasi faktor-faktor penentu perubahan ruang terbuka hijau  Perubahan RTH Jumlah penduduk, alokasi lahan RTH di RTRW, lahan kosong, lahan RTH dan jumlah fasilitas - Teknik regresi berganda metode stepwise Teridentifikasi- nya faktor-faktor penentu perubahan luas ruang terbuka hijau

Metode Penelitian

Penelitian ini secara umum terdiri dari 6 kegiatan yaitu tahap persiapan, pengumpulan data, analisis, interpretasi hasil, pengecekan lapang dan penyusunan skripsi. Pada tahap persiapan dilakukan pemilihan topik penelitian, studi pustaka, pembuatan proposal dan pencarian data yang diperlukan serta metode yang digunakan untuk analisis data. Selanjutnya dalam tahap pengumpulan data dilakukan pengumpulan data dari beberapa instansi yaitu Bappeda Kota Depok, Dinas Tata Ruang Kota Depok serta Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W). Data yang dikumpulkan terdiri dari data spasial, data numerik dan data pendukung hasil pengecekan lapang. Data spasial berupa peta ruang terbuka hijau, peta administrasi, peta jalan, dan peta RTRW Kota Depok tahun 2000-2010. Data numerik berupa data-data statistik meliputi data jumlah penduduk, data potensi desa (PODES) dan kecamatan dalam angka tahun 2011. Tahap berikutnya adalah analisis data. Pada tahap ini dilakukan proses analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Metode analisis yang digunakan analisis spasial, analisis kecukupan RTH, analisis skalogram, analisis deskripsi, analisis regresi berganda metode stepwise. Bagan alir tahapan analisis tertera pada Gambar 2. Secara detail metode analisis yang dilakukan untuk menjawab setiap tujuan akan dijabarkan lebih lanjut. Berikutnya adalah tahap interpretasi hasil.

12

Tahap ini dilakukan dengan mempelajari hasil pengolahan data yang pada dasarnya merupakan bahan penyusunan skripsi. Selanjutnya dilakukan pengecekan lapang. Pengecekan lapang bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk RTH serta untuk mengetahui apakah ada perubahan RTH ke penggunaan lainnya. Pemilihan titik contoh ini didasarkan atas RTH yang relatif luas di Kota Depok dan perubahan penggunaan lahan RTH menjadi penggunaan lain serta memiliki aksesibilitas yang mudah dijangkau. Jumlah titik pengecekan lapang yang diambil berjumlah 59 titik. Hasil keseluruhan proses tersebut adalah bahan untuk menyusun skripsi yang menjadi tahap terakhir kegiatan. Selanjutnya berikut ini diuraikan rincian metode analisis menjawab tujuan penelitian.

Mengetahui Luas Perubahan Ruang Terbuka Hijau

Dalam mengetahui luas perubahan ruang terbuka hijau dengan tahapan-tahapan kerja yakni mengklasifikasikan ruang terbuka hijau menggunakan analisis spasial. Pada analisis spasial meliputi proses-proses koreksi geometrik yang dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis terhadap peta-peta yang telah dipersiapkan. Proses pengklasifikasian dilanjutkan setelah proses koreksi dan digitasi selesai untuk mendapatkan peta ruang terbuka hijau. Kemudian dilanjutkan dengan analisis luas perubahan ruang terbuka hijau.

Menganalisis Kecukupan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah

Kecukupan RTH berdasarkan jumlah penduduk dihitung dengan cara mengalikan jumlah penduduk dengan standar luas RTH per kapita yang diatur dalam Permen PU No. 5 Tahun 2008 sebesar 20 m2/kapita. Luas RTH yang dibutuhkan berdasarkan luas wilayah dihitung dengan cara mengalikan 20% (RTH Publik) dari luas wilayah sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007. Alasan menggunakan standar luas RTH publik sebesar 20% dalam perhitungan kebutuhan RTH karena untuk memudahkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan RTH dan menjangkau untuk melakukan pemantauan dalam penyediaan dan mempertahankan keberadaan RTH.

Mengidentifikasi Tingkat Perkembangan Wilayah

Tingkat perkembangan wilayah dalam penelitian ini ditentukan dengan analisis skalogram. Metode ini digunakan untuk mengetahui hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pertumbuhan pembangunan yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan atas jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitas sarana/prasarana tersebut. Jenis fasilitas yang dianalisis dikelompokkan atas 4 kategori yaitu: (1) fasilitas ekonomi (2) fasilitas pendidikan (3) fasilitas kesehatan dan (4) fasilitas sosial. Jenis fasilitas yang diidentifikasi untuk penentuan hirarki wilayah tertera pada Tabel 3.

Hasil yang diharapkan dari analisis ini adalah hirarki pelayanan kecamatan didasarkan atas nilai indeks fasilitas pelayanan dari setiap kecamatan. Dengan asumsi data menyebar secara normal, penentuan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga yaitu:

13

 Hirarki II, jika rata-rata < indeks perkembangan < (rata-rata + simpangan baku)

 Hirarki III, jika indeks perkembangan < rata-rata

Hirarki I merupakan daerah yang paling berkembang atau memiliki jumlah fasilitas yang paling banyak dan lengkap serta adanya kemudahan mencapai suatu fasilitas (aksesibilitas) yang dicirikan dengan perkembangan jaringan jalan, sedangkan hirarki III menyatakan daerah yang kurang berkembang atau memiliki jumlah fasilitas yang paling sedikit dan tidak lengkap, aksesibilitasnya relatif terbatas.

Tabel 3. Jenis Fasilitas

No Jenis Fasilitas Variabel Jumlah Variabel

1. Fasilitas Pendidikan Sekolah SD, Sekolah SLTP, Sekolah SMU, Akademi/Perguruan tinggi, Madrasah diniyah, Pondok pesantren

6 variabel

2. Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas, Rumah sakit bersalin, Poliklinik/balai pengobatan, Posyandu, Polindes, Apotik, Toko khusus Obat/jamu

8 variabel

3. Fasilitas Sosial Masjid, Surau/langgar, Gereja kristen, Gereja katolik, Pura, Vihara

6 variabel

4. Fasilitas Ekonomi Perusahaan industri, Pasar, Hotel, Bank, Koperasi, Supermarket, Restoran

7 variabel

Jumlah 27 variabel

Keterkaitan Perubahan Ruang Terbuka Hijau dengan Perkembangan Wilayah

Menganalisis keterkaitan perubahan ruang terbuka hijau dengan perkembangan wilayah dengan menggunakan analisis dekripsi dan grafik boxplot. Data yang digunakan adalah data dari analisis skalogram yaitu hirarki wilayah Kota Depok dengan luas ruang terbuka hijau. Grafik boxplot menjelaskan sebaran data dari perubahan RTH terhadap hirarki tanpa memperhatikan konsistensi antar waktu dan dengan memperhatikan konsistensi hirarki antar waktu. Boxplot adalah salah satu teknik untuk mempelajari karakteristik dan distribusi data tersebut. Beberapa manfaat dari penggunaan analisis boxplot adalah: (1) Melihat derajat penyebaran data yang dapat dilihat dari tinggi atau lebar box. Jika data menyebar, maka box semakin tinggi atau lebar; (2) Menilai kesimetrisan data. Jika data simetris, garis median akan berada di tengah box dan whisker pada bagian atas dan bagian bawah akan memiliki panjang yang sama. Jika data tidak simetris (condong), median tidak akan berada di tengah box dan salah satu dari whisker

lebih panjang dari yang lainnya.

Mengidentifikasi Faktor-Faktor Penentu Perubahan Ruang Terbuka Hijau Fakor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH dianalisis dengan regresi berganda dengan metode stepwise. Analisis ini dipilih karena terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH. Metode stepwise dipilih karena jumlah yang digunakan banyak dan berpeluang asumsi tidak saling berkorelasinya antar variabel bebas tidak akan dapat dipenuhi.

14

Identifikasi faktor penentu perubahan ruang terbuka hijau dengan menggunakan data dari 63 kelurahan. Persamaan umum regresi berganda untuk mengidentifikasi variabel penting penentu perubahan RTH adalah:

Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + ... + AnXn, dimana:

Y = Variabel tak bebas (perubahan RTH); A = Koefisien regresi; X = Variabel bebas. Variabel bebas terdiri dari: X1 = Jumlah fasilitas pendidikan, X2 = Jumlah fasilitas sosial, X3 = Jumlah fasilitas ekonomi, X4 = Jarak ke fasilitas, X5 = Jarak ke pusat kota, X6 = RTH 2006, X7 = Lahan kosong, X8 = Alokasi lahan terbangun pada RTRW tahun 2000-2010, dan X9 = Jumlah penduduk..

Pemilihan variabel bebas dalam analisis regresi berganda metode stepwise

didasarkan atas variabel-variabel yang mempengaruhi perubahan RTH pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widiastuti (2012) menunjukkan bahwa variabel penduga yang berpengaruh sangat nyata (p-level <0,05) adalah luasan RTH, perubahan lahan terbangun dan luasan lahan kosong. Variabel yang berpengaruh dengan tingkat kepercayaan lebih rendah (p-level>0,05) adalah jarak ke kabupaten, jarak ke fasilitas sosial, jarak ke fasilitas pendidikan dan perubahan jumlah fasilitas ekonomi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Patria (2010) menyimpulkan variabel yang berpengaruh sangat nyata dengan tingkat kepercayaan 95% terhadap perubahan RTH adalah perubahan lahan kosong, alokasi lahan RTH dalam RTRW, sedangkan variabel yang potensial berpengaruh nyata adalah pertambahan jumlah fasilitas kesehatan.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis dan Administrasi

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6°19’00”- 6°28’00”

Lintang Selatan dan 106°43’00”- 106°55’30” Bujur Timur. Bentang alam Kota

Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah sampai perbukitan bergelombang lemah, dengan elavasi antara 50-140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan lereng kurang dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat, dibentuk dengan Undang-Undang No.15 pada 27 April 1999, mempunyai luas wilayah sekitar 20,09 ha.

Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga kabupaten dan satu provinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tanggerang dan Wilayah DKI Jakarta.

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang terhubung secara regional dengan kota-kota lainnya.

Pemerintahan

Pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif baru di Provinsi Jawa Barat ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1999. Berdasarkan undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masa-masa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya, yaitu Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan sebagian wilayah Kecamatan Bojonggede yang terdiri dari Desa Pondokterong, Desa Ratujaya, Desa Pondokjaya, Desa Cipayung dan Desa Cipayung Jaya.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk, tuntutan masyarakat akan pelayanan prima dari pemerintah dan volume kegiatan penyelenggaraan pemerintahan pada akhir tahun 2009 Kota Depok, pemekaran wilayah kecamatan yang semula 6 kecamatan mencakup Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Sukmajaya, Cimanggis, Beji, serta Limo menjadi 11 kecamatan. Adapun pemekaran ini dituangkan dalam Perda Kota Depok No. 8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009. Wilayah yang mengalami

16

pemekaran ada 5 kecamatan terdiri atas Kecamatan Tapos merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Bojongsari pemekaran dari Kecamatan Sawangan, Kecamatan Cilodong pemekaran dari Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cipayung pemekaran dari Kecamatan Pancoranmas dan Kecamatan Cinere pemekaran dari Kecamatan Limo. Kota Depok memiliki 11 kecamatan, 63 kelurahan, 880 Rukun warga (RW) dan 4920 Rukun Tetangga (RT).

Topografi dan Geomorfologi

Secara umum wilayah Kota Depok di bagian utara merupakan daerah dataran tinggi, sedangkan di bagian selatan merupakan daerah perbukitan bergelombang lemah. Berdasarkan atas elevasi atau ketinggian garis kontur, maka bentang alam Depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah –

perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140 meter di atas permukaan laut.

Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng adalah sebagai berikut:

 Wilayah dengan kemiringan lereng 2-8% tersebar di bagian Utara melintang dari Barat ke Timur

 Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8-15% tersebar di bagian tengah membentang dari Barat ke Timur

 Wilayah dengan kemiringan lereng >15% terdapat di sepanjang Sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan Sungai Angke

Iklim dan Curah Hujan

Wilayah Depok termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim munson, musim kemarau Bulan April – September dan musim penghujan antara Bulan Oktober – Maret. Kondisi iklim di Daerah Depok relatif sama yang ditandai oleh perbedaan curah hujan yang cukup kecil. Iklim Depok yang tropis mendukung untuk pemanfaatan lahan pertanian ditambah lagi dengan kadar curah hujan yang kontinu di sepanjang tahun. Permasalahan mendasar walaupun di satu sisi di dukung oleh iklim tropis yang baik yaitu alokasi tata guna lahan yang harus mempertimbangkan sektor lain terutama lahan hijau dan permukiman. Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan

Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kota Depok menurut RTRW Kota Depok terdiri dari:

a. Tanah Alluvial, tanah endapan yang masih muda, terbentuk dari endapan lempung, debu dan pasir, umumnya tersingkap di jalur-jalur sungai, tingkat kesuburan sedang – tinggi.

b. Tanah Latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari Tufa vulkan andesitis – basaltis, tingkat kesuburannya rendah – cukup, mudah meresapkan air, tahan terhadap erosi, tekstur halus.

c. Asosiasi Latosol merah dan Laterit air tanah, tanah Latosol yang perkembangannya dipengaruhi air tanah, tingkat kesuburan sedang, kandungan air tanah cukup banyak, sifat fisik tanah sedang – kurang baik. Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan lahan adalah konversi lahan pertanian (lahan basah) menjadi kegiatan non pertanian. Persoalannya

17 adalah perkembangan nilai tanah (land rent) yang lebih tinggi dibandingkan dengan produktifitas pertanian sawah, dan diperkirakan akan semakin mempercepat perubahan menjadi lahan perkotaan. Jika dilihat dari sebarannya dapat dikenali kawasan perumahan terkonsentrasi di bagian Utara yang berdekatan dengan Jakarta yaitu Kecamatan Limo, Beji dan Sukmajaya. Kemudian di bagian tengah diapit oleh Jalan Margonda Raya, Sungai Ciliwung dan Jalan Tole Iskandar. Penggunaan pertanian tersebar di Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas bagian Selatan dan sebagian Kecamatan Cimanggis. Selain itu terdapat beberapa penggunaan lahan yang cenderung intensif seperti industri yang tersebar di Jalan Raya Bogor (Kecamatan Cimanggis), perdagangan dan jasa, pendidikan dan perkantoran yang tersebar di sepanjang Jalan Margonda Raya dan Jalan Akses UI.

Identifikasi Ruang Terbuka Hijau

Identifikasi luas serta persebaran ruang terbuka hijau Kota Depok dilakukan berdasarkan Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Depok. Tabel 4 menunjukkan proporsi RTH setiap Kecamatan di Kota Depok pada periode tahun 2006 sampai tahun 2011.

Tabel 4. Luas Ruang Terbuka Hijau pada setiap kecamatan di Kota Depok tahun 2006 dan 2011

Kecamatan Tahun 2006 (ha) % Tahun 2011 (ha) %

Sawangan 281,36 1,40 106,76 0,53 Bojongsari *) *) 95,32 0,48 Pancoran Mas 260,07 1,0 63,42 0,32 Cipayung *) *) 109,00 0,54 Cimanggis 726,42 3,63 207,11 1,03 Tapos *) *) 334,97 1,67 Sukmajaya 592,36 2,96 241,57 1,21 Cilodong *) *) 148,62 0,74 Beji 360,79 1,80 300,73 1,50 Limo 138,20 0,69 43,18 0,22 Cinere *) *) 78,85 0,39 Jumlah 2.359,20 11,78 1.729,53 8,64

Ket: *) belum terjadi pemekaran wilayah pada tahun 2006

Sumber: Analisis Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Depok (Tahun 2006 dan 2011)

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa luasan RTH tahun 2006 sebesar 2.359,20 ha sedangkan luas RTH tahun 2011 sebesar 1.729,53 ha. Ruang terbuka hijau dari tahun 2006 sampai 2011 luasnya semakin berkurang. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk sehingga ruang terbuka hijau digunakan untuk pembangunan perumahan atau lahan terbangun untuk kawasan industri maupun perdagangan. Bentuk-bentuk RTH dapat dilihat pada Gambar 3.

18

Hutan Kota RTH Jalan

RTH Sempadan Sungai

Taman Kota Lapangan Golf

Gambar 3. Bentuk-Bentuk RTH

Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau di Kota Depok antara lain taman, ruang terbuka hijau fasilitas sarana prasarana, hutan kota, sempadan sungai, ruang terbuka hijau jalan kota, dan lapangan golf. Hutan kota terdapat pada Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji. Pada Kecamatan Sukmajaya hutan kota dijadikan tempat rekreasi untuk

19 masyarakat, berbeda dengan hutan kota yang berada di Kecamatan Pancoran Mas sebagai kawasan pelestarian alam (cagar alam). RTH fasilitas sarana prasarana tersebar di semua kecamatan akan tetapi paling dominan berada di Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Cimanggis. Sedangkan untuk ruang terbuka hijau untuk lapangan golf berada pada Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Limo.

Pada tahun 2006 kecamatan yang memiliki RTH terbesar adalah Kecamatan Cimanggis dengan luas RTH sebesar 726,42 ha kemudian diikuti oleh Kecamatan Sukmajaya dengan luas sebesar 592,36 ha. Luasan RTH terkecil dimiliki oleh Kecamatan Limo dengan luasan sebesar 138,20 ha. Kecamatan Cimanggis memiliki luasan RTH paling besar diduga wilayah tersebut memiliki perkembangan wilayah yang kurang pesat sehingga laju pertumbuhan fasilitasnya tidak terlalu pesat yang menyebabkan masih banyak ditemukan ruang terbuka hijau di kecamatan tersebut. Pada tabel tersebut dapat ketahui pula persen luas RTH pada setiap kecamatan Kota Depok. Informasi tersebut dapat didijadikan acuan untuk pemerintah Kota Depok untuk memantau distribusi keberadaan RTH pada setiap kecamatan.

Pada tahun 2011 beberapa kecamatan di Kota Depok mengalami pemekaran wilayah sehingga menjadi 11 kecamatan dari semula sebanyak 6 kecamatan. Kecamatan Tapos memiliki jumlah RTH terbesar yaitu seluas 334,97 ha. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggis sedangkan Kecamatan Limo memiliki luasan RTH terkecil yaitu seluas 43,18 ha. Pada sebaran RTH tahun 2006 dan 2011 ditunjukkan pada Gambar 4 dan 5.

20

Gambar 5. Peta Sebaran RTH Tahun 2011 Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota Depok

Pembangunan kota dicerminkan oleh perkembangan fisik kota sarana dan prasarana. Pada umumnya, lahan bervegetasi yang dialihfungsikan menjadi kawasan perdagangan, kawasan pemukiman, kawasan transportasi (jalan, jembatan, terminal), kawasan industri serta sarana dan prasarana kota lainnya. Pembangunan kota pada masa lalu sampai sekarang cenderung untuk meminimalkan RTH dan menghilangkan wajah alam. Tabel 5 menunjukkan kebutuhan RTH berdasarkan penduduk dari tahun 2006 sampai tahun 2011.

Tabel 5. Kebutuhan RTH Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008 pada Dua Titik Tahun

Kecamatan Jumlah penduduk

(jiwa) Kebutuhan RTH (ha) Tahun 2006 Tahun 2011 Tahun 2006 Tahun 2011 Sawangan 166.276 128.905 332,55 257,81 Bojongsari *) 104.040 *) 208,08 Pancoran Mas 254.797 219.601 509,59 439,20 Cipayung *) 133.439 *) 266,88 Sukmajaya 314.147 242.424 628,29 484,85 Cilodong *) 130.410 *) 260,82 Cimanggis 392.512 252.424 785,02 504,85 Tapos *) 225.547 *) 451,09 Beji 143.592 173.064 287,18 346,13 Limo 149.156 91.749 298,31 183,50 Cinere *) 112.099 *) 224,20 Kota Depok 1.374.522 1.813.613 2.749,04 3.627,40

21 Analisis standar kebutuhan RTH bertujuan untuk mengetahui berapa luas RTH yang harus dibangun di Kota Depok berdasarkan kebijakan pemerintah yaitu melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.05/PRT/M/2008. Berdasarkan ketentuan dalam peraturan tersebut, standar kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk adalah 20 m2/kapita. Data Badan Pusat Statistik tahun 2011 menunjukkan jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2011 adalah 1.813.613 jiwa sehingga pada tahun 2011 Kota Depok membutuhkan RTH seluas 3.627,23 ha.

Kecukupan RTH Kota Depok

Luas RTH yang disyaratkan dalam UU No.26/2007 untuk Kota Depok adalah 4.005,8 ha. Sesuai dengan tujuannya, luas RTH minimum yang harus dimiliki Kota Depok tersebut merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi, keseimbangan mikroklimat maupun sistem ekologis lain. Apabila standar kebutuhan ini dibandingkan dengan kondisi eksisting RTH maka Kota Depok tidak memiliki jumlah RTH yang mencukupi. Kecukupan RTH di suatu wilayah diketahui dari membandingkan kondisi eksisting dan kebutuhannya. Tabel 6 menyajikan hasil analisis kecukupan RTH untuk setiap kecamatan.

Tabel 6. Kecukupan RTH Berdasarkan Kondisi Eksisting Tahun 2011 Kebutuhan RTH (ha)

Berdasarkan

Selisih jumlah RTH (ha) Berdasarkan

Kecamatan Luas RTH saat

ini (ha) Luas Wilayah (20%) Jumlah Penduduk Luas Wilayah Jumlah Penduduk Sawangan 106,76 517,80 257,81 -411,04 -151,05 Bojong Sari 95,32 395,80 208,08 -300,48 -112,76 Pancoran Mas 63,42 364,20 439,20 -300,78 -375,78 Cipayung 109,00 232,60 266,88 -123,60 -157,88 Sukmajaya 241,57 360,80 484,85 -119,23 -243,28 Cilodong 148,62 321,80 260,82 -173,18 -112,20 Cimanggis 207,11 424,40 504,85 -217,29 -297,74 Tapos 334,97 646,60 451,09 -311,63 -116,12 Beji 300,73 286,00 346,13 14,73 -45,40 Limo 43,18 246,40 183,50 -203,22 -140,32 Cinere 78,85 209,40 224,20 -130,55 -145,35 1.729,53 4.005,80 3.627,40 -2.276,27 -1.897,87

22

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa RTH yang ada di Kota Depok tahun 2011 sebesar 1.729,53 ha sedangkan RTH yang dibutuhkan berdasarkan luas wilayah sebesar 4.005,80 ha serta RTH yang dibutuhkan Kota Depok berdasarkan jumlah penduduk sebesar 3.627,40 ha. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa

Dokumen terkait