• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Tanjung Priok Wilayah Kerja Bogor, mulai bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah isolat C. gloeosporioides dan isolat khamir hasil isolasi dari buah avokad, buah avokad lokal dari Garut, akuades steril, media Potato Dextrose Agar (PDA), Martin Agar (MA), Yeast Glucose Chloramphenicol (YGC), Yeast Glucose Chloramphenicol Agar (YGCA), Kitin Agar 0.2%, Green Bean Agar (GBA), Potato Dextrose Broth (PDB), alkohol 70%, fungisida benomil, dan primer umum 18S rDNA dengan forward primer ITS1 (5’-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3’) dan reverse primer ITS4 (5’-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’).

Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

Isolasi C. gloeosporioides dilakukan dengan metode penanaman jaringan buah avokad yang bergejala antraknosa pada media GBA dan PDA.

Buah avokad dari lapangan dicuci dengan air steril. Buah yang bergejala dipotong pada bagian antara yang sehat dan sakit, kemudian dipotong kecil-kecil dan direndam dalam klorox (NaOCl) 1% selama 2 menit, selanjutnya dicuci dengan air steril dan ditanam pada media PDA secara aseptik. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang (27 0C –30 0C) hingga koloni cendawan tumbuh pada media. Pemurnian isolat C. gloeosporioides dilakukan dengan mengambil kultur C. gloeosporioides dan dibiakkan lagi dalam media GBA hingga diperoleh kultur murni. Isolat yang sudah murni disimpan dan diremajakan kembali dalam medium PDA sebelum digunakan untuk percobaan.

16

Isolasi Khamir dari Buah Avokad

Isolasi khamir dilakukan dengan metode pencucian dan pengkayaan. Metode pencucian dilakukan dengan merendam buah avokad dalam air steril sebanyak dua kali berat buah kemudian digoyang dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam. Air rendaman buah avokad kemudian diencerkan dengan seri pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5 kemudian disebar pada media Martin Agar. Khamir yang tumbuh kemudian dimurnikan dengan mengambil koloni tunggal khamir dan menggoreskannya pada media PDA yang telah ditambah Streptomycin 2%. Isolat yang telah murni disiapkan untuk perlakuan selanjutnya.

Metode pengkayaan dilakukan dengan mengambil daging buah avokad yang telah matang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan dalam 90 ml media YGC dan digoyang dengan kecepatan 140 rpm selama 72 jam. Bagian bawah diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan dalam 9 ml air steril dan diencerkan berseri mulai 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5. Setiap pengenceran diambil 0.1 ml dan diratakan pada media YGCA kemudian diinkubasi selama 48 jam. Pemurnian khamir dilakukan dengan mengambil koloni tunggal khamir pada media YGCA dan disimpan pada media PDA miring.

Pengujian in Vivo Khamir terhadap Penyakit Antraknosa pada Buah Avokad

Pengujian dilakukan dengan modifikasi teknik pelukaan (Korsten et al. 2005). Buah avokad disterilkan dengan natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama 2 menit kemudian dicuci 2 kali dengan akuades steril dan dikeringanginkan. Buah avokad yang telah disterilkan dicelupkan dalam suspensi khamir pada konsentrasi 106 sel/ml dan 107 sel/ml yang telah ditambah 1% Tween 20 dan dikeringanginkan. Inokulasi cendawan C. gloeosporioides konsentrasi 107 konidia/ml dilakukan dengan meneteskan 30 µl suspensi C. gloeosporioides tersebut pada buah dengan 3 (tiga) titik inokulasi pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah avokad. Sebagai pembanding, buah avokad yang telah disterilkan dicelupkan dalam larutan fungisida benomil 0.5% dan dikeringanginkan kemudian diinokulasi C. gloeosporioides 107 konidia/ml dengan meneteskan 30 µl suspensi

17

C. gloeosporioides tersebut pada buah dengan 3 (tiga) titik inokulasi pada bagian ujung, tengah dan pangkal buah.

Seluruh perlakuan diulang tiga kali. Kejadian penyakit diamati dan dihitung setiap hari selama 7 hari pengamatan dengan rumus sebagai berikut :

KP =

KP = Kejadian penyakit

= Jumlah titik inokulasi yang menunjukkan gejala sakit = Jumlah titik inokulasi yang diamati

Uji Antibiosis in Vitro Khamir terhadap C. gloeosporioides

Khamir digoreskan pada media PDA tepat di tengah petridish (Ø 9 mm) secara tegak lurus sebanyak 1 lup inokulasi. Biakan murni C. gloeosporioides berumur 14 hari yang diambil dengan bor gabus (Ø 5 mm), diletakkan pada sisi kanan dan kiri goresan khamir dengan jarak + 3 cm kemudian diinkubasikan pada suhu kamar. Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar zona hambat khamir terhadap C. gloeosporioides setiap hari sampai hari ke-15 inkubasi (Gambar 6).

Gambar 6 Uji antibiosis in vitro khamir terhadap C. gloeosporioides Uji Kemampuan Kitinolitik

Khamir berumur 3–5 hari digoreskan pada media kitin agar 0.2 % secara tegak lurus sebanyak 1 lup inokulasi tepat di tengah petridish (Ø 9 mm) dan Isolat khamir Digoreskan

transversal sebanyak 1 lup inokulasi

Letakkan biakan murni C. gloeosporioides

Ukur dan hitung lebar zona hambat khamir terhadap pertumbuhan patogen (r1 + r2) 3 cm

18

diinkubasikan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 7 hari terhadap zona bening yang terbentuk pada tepi koloni khamir (Gambar 7).

Gambar 7 Uji kemampuan kitinolitik khamir pada media kitin agar 0.2% Identifikasi Khamir

Empat isolat khamir yang dipilih diidentifikasi secara morfologi dan molekuler dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan primer umum 18S rDNA dengan forward primer ITS1 (5’-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3’) dan reverse primer ITS4 (5’-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’) (Mirhendi et al. 2007).

a). Ekstraksi DNA khamir

Biakan khamir pada media PDB diambil sebanyak 1 ml, disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 x g selama 5 menit kemudian ditambah bufer Harju sebanyak 200 µl dan divortex selama 1 menit. Setelah itu, didinginkan dalam es selama 2 menit kemudian diinkubasi pada suhu 95 0C selama 1 menit dan didinginkan kembali dalam es selama 2 menit kemudian diinkubasi pada suhu 95 0C selama 1 menit. Selanjutnya divortex selama 30 detik, ditambahkankloroform sebanyak 200 µl dan divortex selama 2 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 x g selama 5 menit, ambil supernatan kemudian tambahkan 400 µl etanol dingin dan diinkubasi dalam suhu -20 0C selama 30 menit. Setelah itu, sentrifugasi dengan kecepatan 15.000 x g selama 8 menit. Pelet kemudian diambil dan ditambah dengan 500 µl etanol dingin kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 15.000 x g selama 8 menit. Pelet yang terbentuk diambil dan disuspensikan dalam 30 µl ddH2O (nuclease free water) (Harju et al. 2004).

Isolat khamir Media kitin agar 0.2%

Khamir digoreskan secara tegak lurus sebanyak 1 lup inokulasi

Pengamatan zona bening yang terbentuk pada tepi koloni khamir setiap hari selama 7 hari pengamatan

19

b). Polymerase Chain Reaction (PCR)

Sebanyak 2 µl larutan DNA diamplifikasi dengan volume reaksi 25 µl yang terdiri atas 12.5 µl master mix (Qiagen), 1 µl forward primer (ITS1), 1 µl reverse primer (ITS4), dan 8.5 µl dH2O. Amplifikasi menggunakan primer 18S rDNA yaitu pasangan forward primer ITS1 (5’-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3’) dan reverse primer ITS4 (5’-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3’). Amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR Fast Thermal Cycler Gene Amp PCR System 9800 (PE Applied Biosystems, Norwalk, USA) dengan siklus denaturasi awal 95 0C selama 5 menit, denaturasi 95 0C selama 45 detik, annealing 55 0C selama 30 detik dan extension 72 0C selama 1 menit 30 detik. Langkah ke 2–4 diulang sebanyak 35 siklus dan final extension 72

0C selama 7 menit. Elektroforesis dilakukan dalam 1.5% w/v gel agarose (TopVision, Frementas) dengan marker GeneRuler 50 bp DNA Ladder (Fermentas) dan diwarnai dengan ethidium bromide.

Hasil PCR disikuen di PT First Base Genetica Science menggunakan pasangan primer ITS1 dan ITS4. Analisis homologi nukleotida khamir menggunakan BLAST (Blast Local Alignment Search Tool) pada situs National Center for Biotechnology Information (NCBI) di www.blast.ncbi.nlm.nih.gov. Analisis Data

Seluruh pengujian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan Minitab 16. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (Fisher’s test) dengan tingkat kepercayaan 95%.

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

Isolasi C. gloeosporioides diambil dari bagian buah yang menunjukkan gejala antraknosa (Gambar 8). Hasil isolasi cendawan dari buah avokad pada media PDA, diperoleh kultur cendawan C. gloeosporioides dengan ciri-ciri morfologi miselium berwarna putih hingga putih keabu-abuan, massa konidia kebasah-basahan berwarna seperti warna ikan salmon (Gambar 9).

Gambar 8 Gejala awal serangan antraknosa pada buah avokad

Gambar 9 Morfologi C. gloeosporioides pada media PDA: biakan C. gloeosporioides (a), massa konidia (b dan c)

Selain itu, ujung konidia membulat, hialin, bersel satu, memiliki seta pendek dan konidiofor yang tegak. Menurut CAB Internasional (2007), ukuran konidia C. gloeosporioides dalam media buatan sangat bervariasi. Dalam media PDA, konidia berukuran 6–9 x 1–4 µm (Gambar 10). Ukuran ini lebih kecil apabila

b

c a

22

dibandingkan dengan ukuran konidia C. gloeosporioides yang diambil langsung dari buah avokad yang terserang antraknosa dari lapangan yang dapat mencapai 10–15 x 5–7 µm. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan nutrisi yang tersedia secara alami pada inang dan ketersediaan nutrisi yang ada pada media buatan. Seta berwarna coklat tua dan berada di tepi aservulus.

Gambar 10 Konidia C. gloeosporioides Isolasi Khamir dari Buah Avokad

Hasil isolasi khamir dari tiga sampel buah avokad dengan menggunakan media YGC diperoleh 23 isolat khamir yang memiliki koloni berbeda pada media YGCA. Seluruh isolat khamir ini selanjutnya diuji kemampuannya dalam menekan kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad dan menunjukkan tingkat hambatan relatif tinggi terhadap perkembangan C. gloeosporioides pada buah avokad. Penggunaan media YGC dilakukan untuk pengkayaan khamir yang ada dalam buahsehingga lebih banyak khamir yang dapat diisolasi dari buah avokad.

Strategi yang efektif untuk mencegah penyakit pascapanen yang disebabkan oleh keberadaan cendawan patogen di lingkungan tersebut dilakukan dengan memilih dan menggunakan mikroorganisme antagonis yang diisolasi dari lingkungan yang sama dimana buah disimpan. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan kemampuan suatu agens pengendali hayati untuk pascapanen untuk beradaptasi dengan kondisi buah dan lingkungan penyimpanan (Robiglio et al.

23 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka khamir diisolasi secara langsung dari buah avokad untuk mendapatkan khamir antagonis sudah beradaptasi dengan kondisi buah dan lingkungan sehingga diperoleh khamir yang efektif mengendalikan penyakit antraknosa pada buah avokad.

Beberapa strain khamir menunjukkan aktivitas antagonis yang kuat terhadap cendawan di lapangan dan penyimpanan. Khamir memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai agen pengendali hayati terhadap cendawan penyebab penyakit tumbuhan, khususnya dalam menghambat cendawan penyebab busuk buah pascapanen, karena khamir adalah kompetitor yang baik dalam mendapatkan ruang dan nutrisi. Saat ini, terdapat tantangan untuk mengetahui bagaimana khamir bekerja di lingkungan pertanian, atau menemukan bagaimana mikroorganisme ini dapat membantu dalam proses produksi, serta mengetahui perannya menjaga keseimbangan ekosistem dalam mengurangi penggunaan fungisida (Rosa-Magri et al. 2011). Khamir memiliki sifat untuk dapat digunakan sebagai alternatif fungisida sintetik. Selain tidak memproduksi mikotoksin atau spora alergik, pada umumnya khamir tidak bersifat patogenik terhadap manusia dan binatang dan beberapa spesies khamir mampu hidup dengan jumlah air dan oksigen yang rendah (Coda et al. 2011).

Sampai saat ini kerugian hasil akibat penyakit antraknosa diatasi dengan menggunakan fungisida sintetik sebagai cara perlindungan tanaman yang paling umum dijumpai, baik sebagai tindakan preventif maupun kuratif. Akibat intensifnya penggunaaan fungisida dilaporkan beberapa jenis patogen telah resisten tehadap benomil, kuintozen, dan blastisidins, serta terdapatnya residu bahan kimia pada hasil pertanian (Indratmi 2008). Kecenderungan dunia saat ini mulai beralih terhadap pengurangan residu pestisida pada buah dan sayuran. Dengan adanya kecenderungan ini, maka upaya pengendalian secara fisik dan biologi diteliti sebagai suatu alternatif pengendalian yang lebih aman daripada menggunakan fungisida. Penggunaan mikroorganisme antagonis untuk pengendalian penyakit pascapanen mendapatkan perhatian khusus dan diteliti lebih jauh (Droby 2006) serta telah berhasil digunakan untuk mengendalian penyakit baik sebelum panen maupun pascapanen (Janisiewicz & Korsten 2002).

24

Pengujian in Vivo Khamir terhadap Penyakit Antraknosa pada Buah Avokad

Pengujian in vivo dilakukan untuk mengetahui kemampuan khamir hasil isolasi dari buah avokad dalam menekan kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad yang diinokulasi dengan C. gloeosporioides. Selain itu, pengujian in vivo dilakukan untuk mengetahui tingkat hambatan relatif khamir terhadap perkembangan C. gloeosporioides pada buah avokad.

Tabel 2 Kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad yang diinokulasi C. gloeosporioides dan diberi perlakuan dengan khamir

Isolat Khamir

Kejadian Penyakit (KP) Antraknosapada Konsentrasi Khamir **) 106 sel/ml *) 107 sel/ml *) A11 100.00 a 100.00 a A12 100.00 a 100.00 a A13 100.00 a 100.00 a A14 100.00 a 100.00 a A15 100.00 a 100.00 a A16 100.00 a 89.00 ab A17 100.00 a 100.00 a A21 89.00 ab 89.00 ab A22 33.33 cd 55.33 abc A23 22.33 cd 43.33 bcd A24 78.00 abc 22.00 cd A25 0.00 d 66.67 abc A26 11.00 d 89.00 ab A27 44.33 bcd 33.33 cd A28 22.33 cd 22.33 cd A31 44.33 bcd 66.67 abc A32 0.00 d 33.33 cd A33 0.00 d 0.00 d A34 11.00 d 0.00 d A35 33.33 cd 0.00 d A36 33.33 cd 0.00 d A37 22.33 cd 0.00 d A38 11.00 d 33.33 cd Fungisida Benomil 0.00 d 0.00 d

*) Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata; **) Kejadian penyakit (KP) ditentukan pada 7 HSI

25 Tabel 2 menunjukkan bahwa pada konsentrasi sel khamir 106 sel/ml, terdapat 14 isolat khamir yang efektif mengurangi kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad yang diinokulasi C. gloeosporioides, yaitu isolat A22, A23, A25, A26. A27, A28, A31, A32, A33, A34, A35, A36, A37, A38. Hasil pengamatan kejadian penyakit antraknosa pada buah yang dicelupkan dalam suspensi khamir 107 sel/ml menunjukkan terdapat 11 isolat khamir yang efektif mengurangi kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad yang diinokulasi C. gloeosporioides, yaitu isolat A23, A24, A27, A28, A32, A33, A34, A35, A36, A37, A38.

Tabel 3 Hasil uji in vivo terhadap diameter (Ø) bercak inokulasi C. gloeosporioides dan tingkat hambatan relatif (THR) khamir dalam

menghambat perkembangan penyakit antraknosapada buah avokad Konsentrasi Khamir

Perlakuan 106 sel/ml 107 sel/ml

Ø bercak (cm) THR (%) Ø bercak (cm) THR (%)

A11 2.05 abc 13.45 ef 1.80 abcd 14.29 defg

A12 1.51 bcd 21.36 def 1.74 abcd 19.03 defg A13 1.97 abc 5.32 ef 1.71 abcde 3.94 fg

A14 2.51 a 0.00 f 2.40 a 0.00 g

A15 2.21 ab 5.60 ef 1.78 abcd 8.82 efg

A16 1.82 bc 12.46 ef 1.35 bcdef 29.63 defg

A17 2.08 abc 9.24 ef 1.09 ab 0.00 g

A21 1.57 bc 24.28 cdef 1.87 abc 14.78 defg A22 0.54 ef 77.17 ab 0.84 efghij 51.35 bcd A23 0.39 ef 83.47 ab 1.17 cdefg 44.54 bcdef A24 1.21 cde 24.42 cdef 0.09 ij 94.41 a

A25 0.00 f 100.00 a 1.08 cdefgh 35.43 defg

A26 0.02 f 95.76 ab 0.75 fghij 48.29 bcde

A27 0.65 def 49.80 bcde 0.00 j 100.00 a

A28 0.38 ef 66.67 abcd 0.11 ij 94.20 a

A31 0.52 ef 73.07 ab 0.97 defghi 39.78 cdefg

A32 0.00 f 100.00 a 0.44 ghij 81.51 ab A33 0.00 f 100.00 a 0.44 ghij 81.51 ab A34 0.13 f 92.75 ab 0.00 j 100.00 a A35 0.48 ef 66.67 abcd 0.00 j 83.51 ab A36 0.34 ef 69.40 abc 0.00 j 100.00 a A37 0.13 f 75.76 ab 0.00 j 100.00 a

A38 0.08 f 95.83 ab 0.26 hij 80.02 abc

Tanpa perlakuan 1.50 bc 0.00 f 1.71 abcde 0.00 g Fungisida Benomil 0.00 f 100.00 a 0.00 j 100.00 a Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

26

Hasil pengukuran terhadap THR khamir terhadap perkembangan penyakit antraknosa pada uji in vivo diketahui bahwa pada konsentrasi sel khamir 106 sel/ml, terdapat 13 isolat khamir yang memiliki THR tidak berbeda nyata dengan fungisida yaitu A33, A32, A25, A38, A26, A34, A23, A22, A37, A31, A36, A35, dan A28 dengan nilai THR sebesar 66.67 % sampai 100%. Hasil pengukuran THR terhadap isolat khamir pada konsentrasi 107 sel/ml, terdapat 10 isolat khamir yang memiliki THR tidak berbeda nyata dengan fungisida yaitu isolat A37, A36, A34, A27, A24, A28, A35, A33, A32, dan A38 dengan nilai THR sebesar 80.02% sampai 100% (Tabel 3).

Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan bahwa 8 (delapan) isolat khamir hasil isolasi dari buah avokad efektif dalam menekan kejadian penyakit antraknosa pada buah avokad dan memberikan tingkat hambatan relatif yang tidak berbeda nyata dengan fungisida benomil. Delapan isolat khamir yang berpotensi untuk dapat digunakan sebagai agens pengendali hayati C. gloeosporioides di penyimpanan adalah isolat A28, A32, A33, A34, A35, A36, A37 dan A38. Namun, hanya 4 isolat yang dikarakterisasi lebih lanjut yaitu isolat A33, A35, A36 dan A37.

Khamir sesuai digunakan sebagai agens pengendali hayati penyakit pascapanen pada buah dan sayuran karena cepat mengkolonisasi dan bertahan pada permukaan buah dalam waktu yang cukup lama pada berbagai kondisi, mampu berkompetisi penggunaan nutrisi dengan patogen (Jones & Prusky 2002). Selain itu, kebutuhan nutrisi khamir sederhana, dapat tumbuh cepat dengan menghasilkan sel dalam jumlah besar (Druvefors 2004), tidak menghasilkan spora alergik atau mikotoksin, serta menghasilkan vitamin, mineral, dan asam nukleat penting yang digunakan dalam makanan (Hashem & Alamri 2009). Aspek psikososial juga merupakan salah satu pertimbangan pemilihan khamir sebagai agens pengendali hayati pada komoditas pascapanen. Pada umumnya masyarakat yang merasa lebih aman apabila suatu komoditas diberi perlakuan dengan khamir daripada dengan menggunakan bakteri atau virus. Selain itu, khamir juga memiliki kemampuan hidup yang sangat baik dalam lingkungan penyimpanan karena khamir menghasilkan spora sebagai struktur tahan.

27 Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu produk dalam perdagangan bebas yaitu adanya jaminan mutu dan keamanan (safety) pangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi/menggunakan produk yang bersangkutan (Mentan 2008). Selain itu, dengan ditetapkannya batas maksimum residu produk pertanian khususnya benomil pada avokad sebesar 0.5 mg/kg (Menkes & Mentan 1996) serta peningkatan kesehatan dan perhatian lingkungan mengenai limbah pestisida dan residunya pada produk segar mendorong pengembangan metode pengendalian yang lebih efektif dan aman terhadap manusia dan lingkungan (Droby 2006).

Keberadaan mikroba filoplan memberikan peranan terhadap besarnya kejadian timbulnya infeksi oleh patogen tanaman. Tanaman dengan populasi mikroba filosfer yang rendah diduga lebih rentan terhadap serangan patogen. Tanaman dengan komplek populasi mikroba filosfer yang tinggi diduga dapat lebih tahan atau terlindungi dari serangan patogen. Hal ini disebabkan karena mikroba filosfer epifit maupun endofit memberikan barier alami terhadap serangan patogen. Selain itu diantara mikroba tersebut sangat mungkin bertindak sebagai kompetitor ataupun bersifat antagonis terhadap patogen sehingga menguntungkan tanaman (Indratmi 2008). Jeffries dan Koomen (1992) menyatakan bahwa metode pengendalian dengan mikroorganisme antagonis terhadap Colletotrichum sp. bertujuan untuk mengurangi sejumlah infeksi awal.

Gambar 11 Hasil inokulasi C. gloeosporioides pada buah avokad (4 hari setelah inokulasi: perlakuan benomil (a), tanpa perlakuan (b), perlakuan khamir isolat A12(c), perlakuan khamir isolat A31(d), perlakuan khamir isolat A33 (e), isolat A35 (f), isolat A36 (g), isolat A37 (h)

a b c d

28

Gambar 12 Hasil inokulasi C. gloeosporioides pada buah avokad (5 hari setelah inokulasi: perlakuan benomil (a), tanpa perlakuan (b), perlakuan khamir isolat A12(c), perlakuan khamir isolat A31(d), perlakuan khamir isolat A33 (e), isolat A35 (f), isolat A36 (g), isolat A37 (h) Gambar 11 dan 12 menunjukkan perkembangan penyakit antraknosa pada buah avokad yang diinokulasi C. gloeosporioides pada konsentrasi 107 konidia/ml. Perkembangan bercak antraknosa pada buah avokad yang diberi perlakuan dengan fungisida benomil tidak terlihat pada titik inokulasi C. gloeosporioides, sedangkan pada buah avokad yang tidak diberi perlakuan terlihat muncul bercak yang menandai perkembangan penyakit antraknosa pada buah avokad pada titik inokulasi. Bercak antraknosa juga tidak terlihat pada buah avokad yang diberi perlakuan dengan khamir A33, A35, A36, dan A37, sedangkan pada buah avokad yang diberi perlakuan dengan khamir lainnya tampak bergejala dan ditumbuhi konidia cendawan C. gloeosporioides pada titik inokulasi. Hal ini menunjukkan bahwa keempat isolat khamir tersebut efektif dalam menghambat perkembangan penyakit antraknosa pada buah avokad.

Uji Antibiosis in Vitro Khamir terhadap C. gloeosporioides

Pengamatan hasil uji antibiosis secara in vitro menunjukkan bahwa hingga hari ke-15 tidak terjadi aktivitas antibiosis khamir terhadap C. gloeosporioides. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambatan khamir terhadap perkembangan C. gloeosporioides pada media PDA (Gambar 13). Keadaan ini membuktikan bahwa mekanisme kerja dari keempat isolat khamir dalam menekan pertumbuhan cendawan C. gloeosporioides bukan merupakan antibiosis.

a b c d

29

Gambar 13 Uji antibiosis in vitro khamir (a) terhadap C. gloeosporioides (b) pada media PDA

Sebagian potensi pengendalian yang dikembangkan mengarah pada penentuan mekanisme antagonisme antara agens pengendali hayati dengan patogen target. Mekanisme penghambatan ini penting diketahui karena berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi penerapan agens pengendali hayati selanjutnya. Kejadian antagonisme dapat terjadi karena adanya kontak langsung antara agens pengendali biologi dengan patogen, maupun antara zat/senyawa yang dihasilkan oleh agens pengendali hayati berupa metabolit sekunder antimikroba dengan patogen (Indratmi 2008). Tingginya efisiensi khamir sebagai agens pengendali hayati karena daya adaptasi khamir yang tinggi pada berbagai lingkungan serta kondisi nutrisi yang berbeda, kemampuannya tumbuh pada suhu yang rendah, dan kemampuannya untuk menutup luka (Robiglio et al. 2011).

Uji Kemampuan Kitinolitik

Hasil uji kemampuan kitinolitik khamir selama tujuh hari pengamatan menunjukkan bahwa seluruh isolat khamir hasil isolasi dari buah avokad tidak melakukan aktivitas kitinolitik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya zona bening di sekitar isolat khamir yang digoreskan secara tegak lurus pada media kitin agar 0.2% sebagai tanda terjadinya aktivitas khamir menguraikan kitin (Gambar 14).

a

30

Kitin merupakan unsur penting penyusun dinding sel cendawan. Pemanfaatan mikroba kitinolitik sebagai agens pengendali hayati merupakan salah satu cara pengendalian hayati yang efektif untuk cendawan patogen tanaman karena mekanisme pengendaliannya tidak tergantung pada ras patogen dan tidak merangsang timbulnya resistensi. Kitinase yang terdapat pada bakteri, serangga, virus, tumbuhan, dan hewan memainkan peran penting dalam fisiologi dan ekologi (Ohno et al. 2001).

Gambar 14 Zona bening sebagai tanda aktivitas kitinolitik khamir tidak terlihat di sekitar khamir yang digoreskan pada bagian tengah media kitin agar 0.2%

Kitinase yang diproduksi mikrob dapat menghidrolisis struktur kitin yang merupakan senyawa utama penyusun dinding sel tabung kecambah konidia dan miselia, sehingga cendawan tidak mampu melakukan infeksi. Oleh karena itu, salah satu penyakit yang berpotensi untuk dikendalikan dengan mikrob kitinolitik adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides (El-Katany et al. 2000).

Ujung hifa merupakan bagian yang rentan terhadap aktivitas litik mikroba kitinolitik. Enzim kitinase mampu menghidrolisis kitin menjadi derivate kitin. Pengendalian hayati cendawan dengan menggunakan mikroorganisme kitinolitik didasarkan pada kemampuannya menghasilkan kitinase dan β-1,3-glucanase yang dapat melisis sel cendawan (El-Katany et al. 2000).

Hasil uji antibiosis secara in vitro dan kemampuan kitinolitik menunjukkan bahwa antibiosis dan produksi enzim kitinase bukan merupakan mekanisme kerja

31 khamir dalam mengendalikan penyakit antraknosa pada buah avokad selama penyimpanan. Selain produksi kitinase, terdapat beberapa mekanisme khamir dalam menghambat patogen (El Gaouth et al. 2003) yaitu dengan menghasilkan sekresi yang menghambat patogen (Guetsky et al. 2002), mampu melekat pada dinding sel cendawan, aktivitas peroksidase (El Gaouth et al. 2003), kompetisi ruang dan nutrisi serta induksi ketahanan (Guetsky et al. 2002; El Gaouth et al. 2003). Mekanisme penghambatan cendawan sangat bervariasi tergantung pada spesies khamir, sifat cendawan target, dan parameter fisik sistem pengendali hayati (Coda et al. 2011).

Candida guilliermondii (strain US 7 dan strain 101) serta Candida oleophila (strain I-182) pada uji in vitro dengan menggunakan media PDA diketahui dapat menghambat pertumbuhan hifa Botrytis cinerea dengan menempel kuat pada hifa cendawan. Selain itu, C. guilliermondii strain US 7 juga dilaporkan memiliki mekanisme kompetisi nutrisi dalam mengendalikan green mold pada jeruk (Saligkarias et al. 2002).

Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa Pichia guilliermondii strain M8 dengan konsentrasi 108 sel/ml dan 109 sel/ml diketahui dapat menghambat perkecambahan spora B. cinerea dan menghambat perkembangan penyakit grey mold secara in vitro pada media jus apel dan secara in vivo pada buah apel. Sel P. guilliermondii strain M8 diketahui menempel kuat pada hifa dan spora B. cinerea, memproduksi enzim hidrolisis, termasuk β-1,3-glukanase dan kitinase. Perlakuan dengan P. guilliermondii strain M8 pada konsentrasi 108 sel/ml secara signifikan dapat mengurangi grey mold dan menginduksi ketahanan inang serta mampu berkompetisi dengan B. cinerea dalam menggunakan nitrogen dan sumber karbon.

Identifikasi Khamir

Identifikasi khamir dilakukan dengan melihat morfologi khamir dan secara molekuler. Identifikasi secara morfologi dapat dilakukan dengan melihat bentuk tepi koloni khamir, permukaan koloni, elevasi koloni, dan warna koloni pada

Dokumen terkait