• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei sampai Agustus 2011.

Metode Penelitian

Survei Awal Bioekologi C. javanus dan Trissolcus sp.

Survei awal tentang bioekologi serangga uji parasitoid Trissolcus sp dan C. javanus dilakukan di kebun jarak pagar di Kebun Percobaan IPB desa Leuwikopo, kecamatan Darmaga, kabupaten Bogor. Informasi tentang cara hidup, perilaku dan tempat peletakkan telur serangga uji ini diperlukan sebagai dasar dalam teknik perbanyakannya.

Gambar 1 Lahan jarak pagar di Leuwikopo Perbanyakan C. javanus

Sampel nimfa dan imago C. javanus dikumpulkan dari pertanaman jarak pagar di desa Leuwikopo, Darmaga dan desa Lulut, Citeureup. Bagian tanaman seperti daun dan buah yang terserang C. javanus diambil dan dimasukkan kantong plastik yang sudah diberi lubang udara, dibawa ke laboratorium untuk perbanyakan. Nimfa dan imago yang dikumpulkan dari lapang dipelihara pada

10

tanaman jarak pagar dalam polibag berukuran 18 cm x 25 cm dengan media tanah dan selanjutnya dimasukkan ke dalam sangkar berkerangka kayu berdinding kain kasa dengan ukuran 45 cm x 45 cm x 60 cm. Setiap hari tanaman disiram untuk menjaga kesegaran tanaman. Sebagai pakan C. javanus, buah jarak pagar segar digantungkan pada tanaman jarak. Pada setiap kaki-kaki sangkar diberi alas wadah plastik yang diisi oli untuk mencegah semut dan serangga lain masuk kedalam sangkar. Telur-telur C. javanus yang dihasilkan diambil setiap hari sebagai bahan penelitian.

Gambar 2 Perbanyakan C. javanus, (a) sangkar pemeliharaan nimfa dan imago, (b) kelompok telur C. javanus yang diletakkan di bawah permukaan daun tanaman jarak pagar dalam sangkar.

Perbanyakan Parasitoid Telur Trissolcus sp.

Parasitoid Trissolcus sp. diperoleh dengan cara mengumpulkan kelompok telur kepik C. javanus terparasit dari pertanaman jarak pagar di desa Leuwikopo, Darmaga dan desa Lulut, Citeureup. Telur-telur C. javanus diambil beserta tempat melekatnya telur-telur tersebut (daun, ranting atau buah), dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi label keterangan asal telur dan waktu pengambilan. Di laboratorium, telur tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi berukuran 0,5 cm x 10 cm yang ditutup kapas. Imago parasitoid yang keluar dipelihara dengan diberi pakan larutan madu 10% yang dioleskan pada permukaan dinding dalam tabung. Imago-imago yang baru muncul tersebut akan digunakan untuk perbanyakan.

Telur C. javanus umur satu hari sebanyak 20 butir diambil dari pembiakan massal direkatkan pada pias kertas karton ukuran 0,5 x 2 cm dengan perekat gom arab kemudian pias dimasukkan ke dalam tabung gelas yang telah berisi sepasang

parasitoid Trissolcus sp. berumur satu hari dan telah mengalami kopulasi. Telur inang yang telah terparasit dipindahkan ke dalam tabung reaksi lainnya. Imago parasitoid yang keluar dipelihara dengan diberi pakan larutan madu 10% yang dioleskan pada permukaan dinding dalam tabung. Tabung-tabung tersebut disusun rapi diatas papan kayu yang ditopang wadah plastik yang diisi oli untuk mencegah semut dan serangga lain mencapai tabung. Seluruh tabung disimpan dalam ruangan dengan suhu 28,18 ± 0,59 0C dan kelembaban relatif 56,33 ± 4,27 %. Imago-imago yang baru muncul tersebut akan digunakan untuk penelitian.

Penelitian Biologi dan Siklus Hidup Parasitoid Trissolcus sp. pada Inang C. javanus

Telur C. javanus umur satu hari sebanyak 5 butir yang diambil dari pembiakan massal direkatkan pada pias kertas karton ukuran 0,5 x 2 cm dengan perekat gom arab. Pias ini dimasukkan ke dalam tabung gelas yang berisi sepasang parasitoid Trissolcus sp. berumur satu hari dan sudah mengalami kopulasi. Jumlah lima butir telur C. javanus yang digunakan dimaksudkan untuk mendapatkan waktu peletakan telur yang bersamaan sehingga mendapatkan perkembangan pradewasa yang sama tiap harinya. Parasitoid diberi pakan madu 10% yang dioles pada dinding tabung gelas yang ditutup dengan kapas. Tabung- tabung tersebut disusun rapi diatas papan kayu yang ditopang wadah plastik yang diisi oli untuk mencegah semut dan serangga lain mencapai tabung. Seluruh tabung disimpan dalam ruangan dengan suhu 28,18 ± 0,59 0C dan kelembaban relatif 56,33 ± 4,27 %.

Telur C. javanus yang diduga terparasit dibedah dengan menggunakan jarum mikro dan diamati di bawah mikroskop stereo. Pembedahan dilakukan setiap 24 jam sesuai umur perkembangan parasitoid mulai dari stadia telur, larva dan pupa. Khusus untuk stadium larva pembedahan dilakukan setiap 12 jam karena diduga umur instar larva kurang dari 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap bentuk, ukuran, warna, dan ciri-ciri lain setiap stadium pradewasa. Kemudian dilakukan pemotretan terhadap parasitoid Trissolcus sp. semua stadia dengan menggunakan mikroskop stereo dengan kamera digital tipe OLYMPUS 11D.

12

Gambar 3 Mikroskop stereo dengan kamera digital tipe OLYMPUS 11D, digunakan untuk pemotretan semua stadia Trissolcus sp.

Penelitian Potensi Trissolcus sp. Sebagai Parasitoid Telur pada Inang C. javanus

Telur C. javanus berumur satu hari disterilkan dalam lemari pendingin dengan suhu 50C selama 24 jam agar telur yang tidak terparasit tidak menetas menjadi nimfa. Sebanyak 50 telur C. javanus yang telah disterilkan direkatkan pada pias kertas karton ukuran 0,5 x 2 cm dengan perekat gom arab yang selanjutnya disebut sebagai pias. Kemudian pias dimasukkan dalam tabung reaksi berukuran panjang 10 cm dan diameter 1 cm. Pada masing-masing tabung dimasukkan satu parasitoid Trissolcus sp. betina dewasa yang telah berkopulasi dan pada bagian dinding tabung diolesi madu 10 % sebagai pakan parasitoid. Imago jantan dipelihara pada tabung terpisah untuk mengamati lama hidup. Tabung-tabung tersebut disusun rapi diatas papan kayu yang ditopang wadah plastik yang diisi oli untuk mencegah semut dan serangga lain mencapai tabung. Seluruh tabung disimpan dalam ruangan dengan suhu 28,18 ± 0,59 0C dan kelembaban relatif 56,33 ± 4,27 %. Setiap hari pias diganti dengan pias yang baru sampai imago betina Trissolcus sp. berhenti meletakkan telur dan diberi pakan madu sampai imago betina tersebut mati. Imago betina Trissolcus sp. yang telah mati kemudian dibedah dan dihitung jumlah telur yang masih ada di dalam ovari. Percobaan diulang sebanyak 10 kali (10 pasang parasitoid). Pengamatan

dilakukan terhadap keperidian dan produksi telur harian, potensi produksi telur, lama hidup, lama perkembangan, jumlah imago Trissolcus sp. yang muncul, nisbah kelamin dan lama masa reproduksi.

Keperidian dan Produksi Telur Harian. Keperidian dihitung dari jumlah total telur yang diletakkan oleh imago betina Trissolcus sp. selama masa hidupnya dalam telur inang C. javanus. Produksi telur harian dihitung berdasarkan jumlah telur yang dihasilkan oleh imago Trissolcus sp. betina setiap harinya selama masa oviposisi.

Potensi Produksi Telur. Potensi produksi telur merupakan total jumlah telur yang dihasilkan dan sisa telur dalam ovari Trissolcus sp.

Lama Hidup. Lama hidup Trissolcus sp. diamati mulai dari hari pertama imago muncul sampai imago tersebut mati.

Lama Perkembangan. Lama perkembangan dihitung dari hari pertama Trissolcus sp. meletakkan telur sampai waktu pemunculan imago.

Nisbah Kelamin. Perbandingan jumlah imago jantan dan betina Trissolcus sp. dihitung dari total seluruh imago keturunan F1 yang muncul.

Lama Masa Reproduksi. Masa reproduksi dihitung mulai hari pertama imago betina Trissolcus sp. meletakkan telur sampai hari terakhir imago betina meletakkan telur.

Persentase Parasitisasi. Persentase parasitisasi diketahui dengan cara menghitung banyaknya telur inang yang terparasit dengan menggunakan rumus berikut :

Persentase Keberhasilan Hidup. Keberhasilan hidup Trissolcus sp. diketahui dengan cara menghitung banyaknya imago yang muncul dari kelompok telur terparasit dengan menggunakan rumus :

14

Gambar 4 Penelitian di laboratorium; (a) telur C. javanus, (b) pias yang berisi telur C. javanus, (c) tabung tempat parasitisasi, dan (d) tabung berisi telur C. javanus terparasit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parasitoid yang ditemukan di Lapang

Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa parasitoid famili Scelionidae selalu ditemukan pada kelompok telur C. javanus yang terparasit. Hasil ini menunjukkan bahwa parasitoid ini cukup dominan di lapang. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Qodir (2010) yaitu bahwa parasitoid ini selalu ditemukan di setiap pengamatan dan selalu berperan dalam memarasit telur C. javanus. Oleh karena itu pemahaman biologi, siklus hidup dan potensi parasitoid Trissolcus sp. dari famili Scelionidae ini penting untuk membangun strategi pengelolaan hama C. javanus yang efektif.

Tabel 1 Parasitoid yang ditemukan di lapang

Kelompok Telur Eupelmidae Pteromalidae Scelionidae

1 0 0 43

2 22 0 23

3 10 24 11

Jumlah 32 24 77

Biologi dan Siklus Hidup Trissolcus sp. pada Inang C. javanus

Trissolcus sp. merupakan parasitoid pada telur serangga ordo Hemiptera. Parasitoid ini merupakan endoparasitoid soliter primer yang bersifat idiobiont (Masner 1993; Austin et al. 2005). Parasitoid yang bersifat idiobiont setelah memarasit akan membuat inang berhenti mengalami perkembangan lebih lanjut (Gordh dan Headrick 2001; Driesche et al. 2008). Perkembangan Trissolcus sp. termasuk dalam hipermetamorfosis. Larva berubah bentuk pada setiap instarnya dan berkembang hingga menjadi imago di dalam inang. Imago yang telah berkembang sempurna kemudian keluar dari dalam inang dengan cara menggigit kulit telur inang menggunakan mandibel sehingga terbentuk lubang bergerigi.

16

Telur

Telur Trissolcus sp. dalam ovari berbentuk lonjong, berwarna putih susu berukuran panjang 0,25 – 0,34 mm dan lebar 0,05 – 0,12 mm sedangkan telur Trissolcus sp. yang ditemukan pada telur C. javanus yang dibedah berbentuk bulat telur, warna telur putih susu dengan ukuran panjang 0,35 - 0,43 mm dan lebar 0,15 - 0,2 mm. Pada kedua telur, terdapat tangkai (stalk) berbentuk lonjong meruncing dengan panjang 0,14 ± 0,01 mm pada salah satu ujungnya (Gambar 5). Menurut Clausen (1940) telur tersebut bertipe stalked.

Gambar 5 Telur Trissolcus sp.; (a) dalam ovari, (b) 12 jam setelah peletakkan telur (SPT).

Larva

Larva Trissolcus sp. dijumpai pada hari pertama setelah telur diletakkan. Perkembangan larva dapat dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran. Larva instar pertama memiliki abdomen berbentuk bulat seperti bola hingga agak lonjong menyerupai buah pir, berwarna putih keruh agak transparan, aktif bergerak, dan memilki mandibel besar berbentuk seperti kait yang mengarah ke bagian ventral (Gambar 6a, 6b, dan 6c). Segmen tubuh tidak terlihat jelas namun pembagian tubuh larva menjadi dua bagian terlihat jelas. Mandibel terdapat pada bagian anterior yang disebut kepala (Henriksen, Bakkendorf dan Pagden 1934 dalam Clausen 1940) atau cephalothorax (Noble dan Kamal dalam Clausen 1940). Larva instar pertama berukuran panjang 0,37 - 0,85 mm dan lebar 0,14 - 0,57 mm. Umur larva instar pertama adalah 36 jam. Clausen (1940) menggolongkan larva ini ke dalam tipe teleaform.

Perkembangan larva instar kedua Trissolcus sp. ditandai oleh mulai menghilangnya mandibel dan bertambahnya ukuran tubuh larva (Gambar 6d dan

6e). Bentuk tubuh larva instar kedua bulat, berwarna putih keruh agak kekuningan. Perubahan bentuk, warna dan ukuran terjadi pada 72 jam setelah peletakkan telur (SPT). Larva berukuran panjang 0,85 - 1,23 mm dan lebar 0,57 - 1,08 mm. Umur larva instar kedua adalah 24 jam. Larva instar kedua parasitoid dari ordo Hymenoptera biasanya menyerupai bentuk larva instar akhirnya yaitu bagian kepala dan mandibel menghilang (Hagen 1973). Pada famili Scelionidae bentuk larva instar kedua yang sebenarnya masih dalam perdebatan (Clausen 1940).

Gambar 6 Larva Trissolcus sp.; (a) 24 jam SPT, mandibel terlihat jelas, (b) 36 jam SPT, (c) 48 jam SPT (d) 60 jam SPT mandibel mulai menghilang, (e) 72 jam SPT mandibel menghilang (f) 84 jam SPT, (g) 96 jam SPT, dan (h) 108 jam SPT.

Larva instar ketiga ditemukan pada pengamatan 84 jam setelah telur diletakkan, bentuk larva bulat dengan warna putih kekuningan, mandibel tidak terlihat lagi dan ukuran yang semakin besar (Gambar 6f). Perubahan warna dan struktur terlihat memasuki umur 96 jam setelah telur diletakkan (Gambar 6g). Permukaan tubuh larva terlihat mengerut dan warnanya lebih kuning dibandingkan 12 jam sebelumnya. Pada pengamatan 108 jam setelah peletakkan telur, warna larva semakin menguning dan strukturnya mulai mengeras (Gambar 6h). Pada saat pembedahan, larva sudah memenuhi seluruh inang dan masih ada pergerakan larva yang teramati ketika inang akan dibedah. Larva instar ketiga memilki panjang 1,25 - 1,46 mm dan lebar 1 - 1,31 mm. Umur larva instar ketiga adalah 36 jam. Larva instar akhir pada parasitoid dari ordo Hymenoptera adalah hymenopteriform (Hagen 1973). Pada beberapa spesies, hanya terdapat dua instar larva, ini berdasarkan adanya persamaan antara instar kedua dan ketiga (Clausen

18

1940). Stadia larva berlangsung selama empat hari (Tabel 2). Memasuki hari ke 5 setelah peletakkan telur, larva parasitoid berkembang menjadi prapupa.

Prapupa

Prapupa dijumpai pada pembedahan 120 jam setelah peletakkan telur (Gambar 7). Stadium ini dimulai ketika larva instar akhir telah berhenti makan dan hampir tidak menunjukkan pergerakan tubuh. Tubuh prapupa Trissolcus sp. berwana putih susu agak kekuningan, segmen tubuh terlihat dan struktur tubuh tidak selunak stadium larva. Tubuh prapupa Trissolcus sp. memilki ukuran panjang 1,15 - 1,38 mm dan lebar 0,85 - 1,08 mm. Pada saat pengamatan, larva memasuki fase eonymph dengan ciri-ciri bentuknya masih menyerupai larva instar terakhir namun lebih mengembang atau menggelembung, dan seringkali ditandai perubahan warna larva dari putih kekuningan menjadi putih buram (Morris 1937 dalam Hagen 1973). Stadium prapupa berlangsung selama satu hari (Tabel 2).

Gambar 7 Prapupa Trissolcus sp.; (a) lateral, (b) ventral. Pupa

Pupa Trissolcus sp. yang baru terbentuk berwarna putih keruh agak kecokelatan. Pupa ditemukan pada pengamatan 144 jam setelah peletakkan telur. (Gambar 8a, 8b dan 8c). Pada tahap ini sudah tidak ada pergerakan sama sekali (Morris 1937 dalam Hagen 1973). Bagian tubuh seperti mata, tungkai, antena, dan ruas abdomen sudah terbentuk dan terlihat jelas. Pupa Trissolcus sp. pada pengamatan 144 jam setelah peletakkan telur memiliki panjang 1,31 - 1,38 mm dan lebar 0,8 - 0,85 mm.

Gambar 8 Pupa Trissolcus sp. 144 jam SPT (a) lateral (b) ventral (c) dorsal; 168 jam SPT (d) lateral (e) ventral (f) dorsal; 192 jam SPT (g) lateral (h) ventral (i) dorsal; 216 jam SPT (j) lateral (k) ventral (l) dorsal; 240 jam SPT (m) lateral (n) ventral (o) dorsal.

Pada pengamatan 168 jam setelah peletakkan telur, hanya sedikit perubahan yang terjadi pada pupa Trissolcus sp. yaitu warna mata pupa berubah menjadi merah agak kecoklatan (Gambar 8d, 8e, dan 8f). Bagian tubuh lainnya seperti tungkai, antena, sayap dan ruas abdomen semakin jelas terlihat. Panjang pupa

20

Trissolcus sp. pada pengamatan 168 jam setelah peletakkan telur 1,31 - 1,38 mm dan lebar 0,85 - 0,88 mm.

Pupa Trissolcus sp. mulai berubah warna menjadi hitam 192 jam setelah peletakkan telur. Perubahan warna dimulai dari bagian kepala dan torak yang semula putih keruh menjadi hitam namun bagian abdomen belum berwarna hitam (Gambar 8g, 8h, dan 8i). Organ tubuh sudah lengkap dan bakal sayap mulai terlihat jelas. Pupa berukuran panjang 1,37 - 1,38 mm dan lebar 0,91 - 0,92 mm.

Pada pengamatan 216 jam setelah peletakkan telur, tubuh pupa Trissolcus sp. mulai menghitam hingga bagian abdomen (Gambar 8j, 8k, dan 8l). Tungkai dan antena berwarna putih bening, sayap berwarna putih keruh dan warna mata menjadi merah kehitaman. Pupa berukuran panjang 1,37 - 1,40 mm dan lebar 0,91 - 0,92 mm.

Warna tubuh pupa Trissolcus sp. menghitam sempurna 240 jam setelah peletakkan telur (Gambar 8m, 8n, dan 8o). Mata berwarna hitam. Femur, tibia dan tarsus berwarna coklat terang. Sayap belum terbentuk sempurna dan masih berwarna putih keruh. Pupa masih belum bergerak namun sudah memasuki fase akhir perkembangan. Pupa berukuran panjang 1,45 - 1,46 mm dan lebar 0,69 - 0,71 mm. Stadium pupa berlangsung selama lima hari (Tabel 2).

Tabel 2 Lama perkembangan parasitoid Trissolcus sp.

Stadia Perkembangan Lama Stadium (hari)

Telur 1

Larva 4

Prapupa 1

Pupa 5

Imago

Imago Trissolcus sp. keluar dengan cara menggigit kulit telur C. javanus sebagai inangnya. Imago jantan keluar mulai hari ke-10 sampai ke-15 sedangkan imago betina keluar mulai hari ke 11 sampai ke-18 setelah telur diletakkan. Imago betina dan jantan berwarna hitam sedangkan femur, tibia dan tarsus berwarna coklat terang. Perbedaan kedua imago tersebut terletak pada bentuk antena dan ukuran tubuhnya. Pada antena jantan, ruas flagelomernya membulat sedangkan pada antena betina tidak (Gambar 9). Imago jantan memiliki ukuran

panjang 1,33 ± 0,06 mm dan lebar 0,69 ± 0,03 mm, lebih kecil dibandingkan dengan imago betina yang berukuran panjang 1,51 ± 0,06 mm dan lebar 0,73 ± 0,03 mm (Tabel lampiran 1).

Gambar 9 Imago Trissolcus sp. betina (a) lateral (b) ventral (c) dorsal; jantan (d) lateral (e) ventral (f) dorsal.

Setelah keluar dari telur inang, imago Trissolcus sp. jantan akan berputar- putar di sekitar telur inang yang berisi parasitoid betina yang belum keluar (Gambar Lampiran 2a). Imago jantan tersebut juga akan mengusir imago jantan lain yang mendekati telur inang yang berisi parasitoid betina yang belum keluar. Segera setelah imago betina keluar, imago jantan akan menghampiri dan melakukan kopulasi. Kopulasi berlangsung sangat singkat hanya sekitar 2 – 3 detik (Gambar Lampiran 2b).

Perilaku imago betina setelah kopulasi meliputi pemilihan telur, oviposisi dan menandai telur. Pemilihan telur inang oleh imago betina dilakukan dengan cara menggerakan dan menyentuhkan antena pada telur inang sambil mengelilingi telur inang. Menurut Doutt et al. (1989) dan Weber et al. (1996), perilaku seperti ini dimaksudkan untuk membedakan telur inang yang sudah terparasit dan belum terparasit. Hal tersebut untuk menghindari terjadinya kepunahan keturunan akibat superparasitisme atau multiparasitisme. Setelah menemukan inang yang sesuai, imago betina akan melakukan oviposisi (Gambar Lampiran 2c dan 2d). Oviposisi dilakukan pada bagian atas telur untuk telur yang berada di tengah kelompok dan

22

dibagian dinding samping telur untuk telur yang berada di pinggir kelompok. Trissolcus sp. juga teramati melakukan penandaan telur yang telah diparasit. Tanda dibuat dengan cara menyentuhkan ovipositor pada permukaan telur. Tanda yang dibuat berupa pola yang menyerupai angka delapan. Perilaku ini juga teramati pada spesies Trissolcus yang digunakan Weber et al. (1996) sebagai materi penelitian. Penempelan ovipositor pada telur inang yang terparasit bertujuan untuk menempelkan senyawa berupa feromon penanda inang (host marking pheromone). Senyawa ini disekresikan oleh kelenjar aksesoris yaitu kelenjar Dufour (Rosi et al. 2001).

Potensi Trissolcus sp. Sebagai Parasitoid Telur pada Inang C. javanus

Lama Perkembangan

Lama perkembangan Trissolcus sp. ditentukan berdasarkan waktu yang diperlukan untuk perkembangan sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid muncul. Hasil pembedahan terhadap inang terparasit digunakan untuk menentukan lama stadium telur, larva, prapupa dan pupa. Hasil penelitian menunjukkan lama perkembangan jantan 11,91 ± 0,73 hari sedangkan betina 12,66 ± 1,22 hari (Tabel 3). Hasil penelitian Awan et al. (1990) menyatakan perkembangan T. basalis dari tiga daerah geografis yang berbeda pada inang N. viridula berkisar 9 sampai 12 hari. Lama perkembangan dapat dipengaruhi oleh suhu udara. Hasil penelitian Torres et al. (2002) menunjukkan pada suhu yang berfluktuasi antara 20 – 300 C dengan rerata suhu 25,830 C, waktu yang dibutuhkan T. brochymenae untuk berkembang menjadi imago dalam inang Podisus nigrispinus adalah 13,3 ± 0,2 hari untuk betina dan 12,3 ± 0,2 hari untuk jantan. Suhu tinggi dapat meningkatkan kecepatan perkembangan pradewasa Trissolcus grandis (Iranipour et al. 2010) dan Telenomus isis (Chabi-Olaye et al. 2001).

Tabel 3 Jumlah imago Trissolcus sp. jantan dan betina yang muncul Hari ke- Jumlah imago jantan

(individu)

Jumlah imago betina (individu) 10 3,00 0 11 39,00 74,00 12 106,00 272,00 13 20,00 201,00 14 3,00 62,00 15 1,00 29,00 16 0 10,00 17 0 6,00 18 0 5,00 Total (individu) 172,00 659,00

Lama perkembangan (hari) 11,91 ± 0,73 12,66 ± 1,22 Lama perkembangan Trissolcus sp. berkaitan dengan banyaknya generasi yang dapat dihasilkan. Parasitoid yang efektif memiliki lama perkembangan pradewasa yang singkat dan keperidian yang tinggi (Doutt dan DeBach 1973). Semakin singkat waktu perkembangan Trissolcus sp., semakin banyak generasi yang dihasilkan dalam suatu kurun waktu tertentu. Informasi tersebut penting untuk mengetahui perkembangan populasi parasitoid, perbanyakan di laboratorium dan pelepasan di lapangan. Lama perkembangan jantan dan betina juga dapat mempengaruhi keturunan selanjutnya karena perbedaan waktu perkembangan antara jantan dan betina akan membuat peluang terjadinya kopulasi semakin besar. Jantan yang telah muncul terlebih dahulu dapat mengawini betina yang baru muncul. Informasi lama perkembangan parasiotid juga dapat dijadikan dasar dalam penentuan waktu pelepasan di lapangan. Pelepasan parasitoid Trissolcus sp. ke lapang dapat dilakukan pada hari ke-9 setelah telur C. javanus terparasit atau pada saat parasitoid memasuki stadium pupa.

Keberhasilan Hidup

Data pada tabel 4 menunjukkan rata-rata persentase keberhasilan hidup Trissolcus sp. pada inang C. javanus adalah 86,71 ± 3,77 %. Tingginya persentase keberhasilan hidup Trissolcus sp. dapat menunjukkan bahwa C. javanus

24

merupakan inang yang sesuai bagi perkembangan Trissolcus sp. Oleh sebab itu, Trissolcus sp. mempunyai potensi yang besar untuk perbanyakan massal maupun pelepasan di lapangan.

Tabel 4 Keberhasilan hidup imago Trissolcus sp. Ulangan Telur terparasit

(butir)

Imago yang muncul (individu) Persentase keberhasilan hidup (%) 1 102,00 91,00 89,22 2 105,00 90,00 85,71 3 106,00 93,00 87,74 4 104,00 91,00 87,50 5 95,00 82,00 86,32 6 123,00 107,00 86,99 7 57,00 49,00 85,96 8 98,00 79,00 80,61 9 93,00 88,00 94,62 10 74,00 61,00 82,43 Rerata ± SD 95,70 ± 8,34 83,10 ± 16,78 86,71 ± 3,77 Kematian pradewasa Trissolcus sp. tidak diketahui penyebabnya secara pasti namun berdasarkan pengamatan terlihat bahwa sejumlah imago yang telah berkembang tidak bisa menggigit kulit telur sehingga imago tersebut tidak bisa keluar dari inang. Jenis inang (Kivan dan Kilic 2002) dan suhu (Chabi-Olaye et al. 2001) juga mempengaruhi keberhasilan hidup parasitoid.

Parameter Kehidupan Parasitoid

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama hidup parasitoid Trissolcus sp. betina 17,40 ± 7,38 hari. Sedangkan parasitoid jantan 23,70 ± 9,49 hari (Tabel 5). Menurut Arakawa et al. (2004) T. mitsukurii betina yang muncul dari inang N. viridula dapat hidup selama 11,0 ± 0,5 hari. Hasil penelitian Awan et al. (1990) menunjukkan T. basalis betina mampu hidup hingga 34,4 hari pada inang Nezara viridula sedangkan imago jantan hidup lebih lama. Lama hidup dapat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan berupa madu. Rahat et al. (2005) menemukan bahwa lama hidup imago T. basalis dipengaruhi oleh jenis tanaman penghasil nektar. Lama hidup juga dipengaruhi oleh suhu, baik saat penyimpanan imago dalam

suhu rendah (Foerster dan Doetzer 2006) maupun saat kondisi normal (Chabi- Olaye et al. 2001; Iranipour et al. 2010).

Tabel 5 Parameter kehidupan imago betina Trissolcus sp. Ulangan Masa oviposisi (hari) Masa oviposisi (hari) Masa pascaoviposisi (hari)

Lama Hidup (hari) Betina Jantan 1 0 6,00 8,00 14,00 26,00 2 0 6,00 9,00 15,00 28,00 3 0 7,00 9,00 16,00 33,00 4 0 6,00 31,00 37,00 36,00 5 0 6,00 11,00 17,00 27,00 6 0 8,00 13,00 21,00 27,00 7 0 6,00 5,00 11,00 3,00 8 0 5,00 11,00 16,00 19,00 9 0 6,00 8,00 14,00 15,00 10 0 5,00 8,00 13,00 23,00 Rerata ±SD 0 6,10 ± 0,88 11,30 ± 7,26 17,40 ± 7,38 23,70 ± 9,49 Rendahnya lama hidup betina dibandingkan jantan disebabkan oleh aktifitas oviposisi yang dilakukan oleh betina. Alasan yang dikemukakan oleh Godfray (1994) adalah dibutuhkannya energi dan usaha yang lebih besar dari induk untuk persiapan nutrisi pada jumlah keturunan yang banyak hingga lama hidupnya jadi lebih pendek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa imago betina Trissolcus sp. meletakkan telur pada hari pertama setelah kemunculannya dan rata-rata jumlah telur yang dihasilkan dapat mencapai 35,50 butir. Kondisi ini menguntungkan karena segera setelah parasitoid betina keluar dari telur inang dapat langsung memarasit inangnya, sehingga pengaruh faktor-faktor luar seperti suhu dan kelembaban terhadap potensi parasitisasi dapat diperkecil.

Masa oviposisi Trissolcus sp. berlangsung hanya selama 6,10 ± 0,88 hari

Dokumen terkait