• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor - Sumedang.

Bahan

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan lele Sangkuriang (Parent Stock) berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang milik pemerintah Propinsi Jawa Barat. Bobot induk ikan lele betina berkisar 650 – 1000 g atau rata-rata 769 ,88 ± 62,17 g dan panjang 41 – 53 atau rata-rata 46,25 ± 1,69 cm, sedangkan induk ikan lele jantan berkisar 650 – 1100 g atau rata-rata 802,083 ± 129,63g dan panjang 46 – 58,5 atau rata-rata 52,15 ± 3,74 cm. Jumlah induk yang dipelihara terdiri atas 140 ekor betina dan 60 ekor jantan. Induk ikan lele Sangkuriang dipelihara untuk proses pematangan gonad di Kolam Pembenihan Ikan Ciparanje, FPIK, Unpad. Induk ikan lele ditempatkan di kolam beton ukuran 2x2,5x1m dengan kepadatan 5 kg/m2 selama 60 hari dan diberi pakan pelet dengan kadar protein sekitar 28 – 30%. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB sebanyak 2% dari bobot tubuh.

Bahan hormon yang digunakan dalam penelitian ini adalah otak ikan patin siam, Pangasianodon hypopthalmus dengan berat 560 – 900 mg. Ikan patin siam yang digunakan berukuran 500 – 2000 g atau rata-rata1225 ± 410,61g dan panjang berkisar 35 – 58 atau rata-rata 46,28 ± 5,42 cm. Jumlah ikan patin siam yang digunakan sebanyak 40 ekor berasal dari pembudidaya di daerah Saguling Kab. Bandung Barat. Otak ikan patin dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok otak patin yang telah dipisahkan setiap bagiannya dan otak yang utuh, selanjutnya ditimbang sesuai dengan dosis perlakuan. Otak digerus pada gelas penggerus dan ditambahi larutan NaCl fisiologis 0,9%. Campuran tersebut diaduk merata dan disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Bagian

supernatan dari larutan diambil untuk disuntikkan pada induk betina ikan lele Sangkuriang.

Metode Seleksi induk

Jumlah total induk betina ikan lele Sangkuriang yang diseleksi selama penelitian adalah 83 ekor dari 140 ekor. Kegiatan seleksi induk terbagi dalam 5 kali kegiatan penelitian, yaitu pada bulan Juli 2010 sampai bulan Januari 2011. Jumlah dan ukuran induk ikan yang digunakan selama penelitian bervariasi, tetapi kematangan gonad ikan relatif sama (Tabel 3, Tabel 4 dan Lampiran 1).

Tabel 3. Jumlah dan ukuran induk betina ikan lele Sangkuriang betina yang digunakan dalam penelitian

Waktu Penelitian

Jumlah Induk

(ekor) Bobot (g) Panjang (cm)

Juli 15 650 ± 00 41- 43 ± 0,60 Agustus 20 757,5 ± 49,44 45,05 ± 1,57 September 15 723,33 ± 75,28 46,93 ± 3,97 Oktober 12 745,23 ± 83,82 44,33 ± 1,61 Januari 21 840,47 ± 143,21 47,5 ± 4,03 Total 83

Tabel 4. Jumlah dan ukuran induk jantan ikan lele Sangkuriang yang digunakan dalam penelitian.

Waktu Penelitian

Jumlah Induk

(ekor) Bobot (g) Panjang (cm)

September 15 800 ± 92,58 53,53 ± 3,23

Oktober 12 695,83 ± 68,94 49,21 ± 3,40

Januari 21 862,27 ± 143.30 52,74 ± 3,68

Total 47

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan pada Juli 2010 mempunyai ukuran yang sama yaitu 650 g. Hal ini dikarenakan ukuran awal induk yang berasal dari BPBAT Cijengkol, Subang relatif sama dan selama pematangan di Kolam Percobaan dan Pembenihan Ikan

Ciparanje, FPIK, Unpad. Induk ikan lele mendapat perlakuan yang sama, baik pemberian pakan maupun wadah yang digunakan. Pada penelitian Agustus 2010, induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan sebanyak 20 ekor dengan bobot berkisar 650 – 800 g atau rata-rata 757,5 ± 49,44g. Induk ikan lele Sangkuriang berasal dari petani binaan BBPBAT Sukabumi dengan kondisi sudah matang gonad kemudian diadaptasikan di kolam tempat penelitian selama 2 hari untuk proses adaptasi. Pada penelitian September 2010 – Januari 2011 induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan adalah campuran antara dari Subang dan Sukabumi, sehingga ukurannya tidak merata. Secara genetik tidak ada perbedaan antara ikan lele Sangkuriang dari kedua tempat tersebut, karena sumber awalnya sama dari BPBAT Sukabumi. Hasil seleksi induk secara keseluruhan menunjukkan bahwa induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria untuk dipijahkan. Hal ini dicirikan dengan warna genital papilla induk ikan lele Sangkuriang berwarna kemerahan dan berbentuk oval, perut relatif lebih besar dan bila ditekan terasa lembek, sedangkan pada induk jantan dicirikan dengan dengan genitalnya yang meruncing ke arah ekor, perut ramping dan pada ujung alat kelamin berwarna kemerahan (Gambar 6a dan 6b).

Gambar 6. Induk ikan lele Sangkuriang hasil seleksi. a) Induk ikan lele betina; b) Induk ikan lele jantan

Telur ikan lele Sangkuriang yang berhasil dikanulasi dengan menggunakan selang kateter (Gambar 7a) diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan lensa mikrometer dan kamera. Telur induk ikan lele Sangkuriang yang dipijahkan sebagian besar berwarna kuning

perut ramping

genital papilla meruncing dan kemerahan Genital papilla

bentuk oval dan kemerahan

perut

mengembang

kecoklatan dengan diameter telur berkisar 1,12 – 1,20 ± 0,029 mm atau rata rata 1,183 ± 0,029 mm. Seseuai dengan pendapat Sunarma (2004) bahwa ikan lele Sangkuriang yang siap pijah berdiameter antara 1 – 1,4 mm, sedangkan bobot telur berkisar 1,2 – 1,6 atau rata-rata 1,4 mg ± 0,10 mg (Gambar 7b).

.

Gambar 7. a) Proses pemeriksaan telur ikan lele Sangkuriang dengan menggunakan kateter; b) Bentuk telur ikan lele Sangkuriang

yang diamati dengan mikroskop pada pembesaran 40x.

Pemberian ekstrak otak ikan patin

Dosis ekstrak otak patin yang diberikan harus tepat, oleh karena itu ikan uji ditimbang secara teliti dan diusahakan tidak mengalami stress. Selanjutnya dilakukan penyuntikan sesuai dosis perlakuan sebanyak satu kali dengan menggunakan syringe ukuran 2 ml secara intramuscular. Penyuntikan dilakukan di bawah sirip punggung di atas gurat sisi dan agak ke belakang dengan kemiringan 30 – 40o ke arah ekor (Woynarovic dan Horvart, 1980). Penyuntikan dimulai pada sore hari yaitu dimulai pada pukul 19.00 WIB, selang waktu penyuntikan berikutnya sekitar 5 menit. Pada saat disuntik, kepala ikan uji harus tertutup dengan menggunakan kain basah dan dialasi dengan bantalan busa. Waktu penyuntikan masing – masing ikan uji dicatat secara tepat dan ditempatkan pada bak perlakuan yang telah diberi kode perlakuan.

Pemijahan ikan lele Sangkuriang

Induk betina yang sudah disuntik kemudian disatukan dengan induk jantan dengan perbandingan 1 : 1 pada bak beton berukuran 2x1x0,6 m dengan ketinggian air 30 cm. Pada setiap bak diberi kakaban dengan ukuran lebar 40 cm dan panjang 1m yang berfungsi sebagai tempat untuk menempel telur. Untuk

menjaga ketersediaan oksigen, maka pada masing-masing bak perlakuan dialiri air.

Pengamatan terjadinya ovulasi dilakukan setelah 6 jam dari mulai penyuntikan. Induk yang mengalami pemijahan dicirikan dengan adanya proses perkawinan dan adanya telur yang keluar dari lubang genital betina. Kemudian waktu awal memijah ini digunakan sebagai waktu laten pemijahan. Setelah pemijahan selesai, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel telur dari kakaban secara acak yaitu pada kedua ujung dan bagian tengah kakaban. Jumlah sampel telur sebanyak 500 butir, kemudian dipindahkan pada saringan yang disimpan pada bagian permukaan akuarium ukuran 50x30x30 yang berfungsi sebagai wadah penetasan. Untuk menjaga kesetabilan suhu penetasan maka dipasang thermostat yang diset pada suhu 27oC, sedangkan aerasi diberikan untuk menjaga ketersediaan oksigen. Setelah 9 jam dari awal memijah dilakukan pengamatan pembuahan. Telur yang berwarna putih menunjukkan bahwa telur itu tidak dibuahi dan dilakukan penghitungan dengan menggunakan handcounter serta dicatat jumlahnya. Untuk pengamatan penetasan dilakukan setelah 24 jam dari awal memijah. Selain itu untuk menjaga kualitas air selama pemeliharaan larva, dilakukan penyiponan setiap hari dan pergantian air yang berasal dari air tandon yang telah diendapkan dan diaerasi sebanyak 50%.

Pelaksanaan

Tahapan penelitian ini dimulai dari uji pendahuluan yang dilakukan pada Juli 2010, bertempat di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan. Tujuan dari uji pendahuluan ini adalah untuk mencari dosis ekstrak setiap bagian otak patin untuk merangsang ovulasi ikan lele Sangkuriang. Dosis penyuntikan pada uji pendahuluan mengacu pada perbandingan hasil penelitian Pulungan (1992) yaitu penggunaan dosis hipofisa sapi sebesar 1,68 gr/kg dapat merangsang ovulasi Clarias batrachus dan Susilowati (1996) tentang penggunaan hipothalmus sapi dosis 2 gr/kg dapat merangsang induk udang galah ovulasi. Berdasarkan hasil kedua penelitian tersebut, maka penggunaan dosis untuk hipofisa dan hipothalamus yang merupakan bagian otak tidak jauh berbeda. Menurut Woynarovic dan Horvart (1980) untuk menyuntik ikan seberat satu kg dibutuhkan hipofisa sebesar 3 mg, sedangkan ikan berukuran antara 0,5 – 2 kg bobot

hopofisanya 0,75 mg/kg. Dosis setiap bagian otak patin (telencephalon, optic tektum, hypothalamus, cerebellum dan medulla oblongata) yang digunakan dalam uji pendahuluan adalah 3 mg/kg, 21mg/kg dan 147 mg/kg di tambah dua perlakuan untuk kontrol positif (menggunakan hipofisa) dan kontrol negatif (menggunakan NaCl fisiologis 0,9%). Hasil penelitian menunjukkan hanya yang disuntik menggunakan hipofisa yang mampu ovulasi. Kemudian dilakukan uji pendahuluan berikutnya pada Agustus 2010. Dosis yang digunakan dinaikan menjadi 200 mg/kg, 400 mg/kg, 800 mg/kg dan 1600 mg/kg. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap perlakuan memberikan rangsangan dengan dicirikan oleh perut induk ikan lele Sangkuriang yang mengembang, tetapi tetap tidak mengalami ovulasi.

Kegagalan ovulasi pada uji pendahuluan tersebut diduga adanya aktifitas enzim peptidase yang memotong ikatan peptida pada susunan dekapeptid hormon GnRH, sehingga paruh waktu dalam siklus reproduksi menjadi singkat. Maka dapat diasumsikan bahwa setiap bagian otak ikan patin yang diberikan pada ikan lele Sangkuriang bersifat pemicu (trigger). Oleh karena itu perlu ada rangsangan lain untuk mencapai ovulasi. Salah satunya adalah dengan menyatukan induk ikan lele jantan setelah pemberian ekstrak otak ikan patin pada ikan lele Sangkuriang.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Perlakuan dalam penelitian ini adalah pengaruh dosis otak patin terhadap keberhasilan pemijahan ikan lele Sangkuriang. Dosis penyuntikan yang digunakan adalah perbandingan antara bobot otak ikan patin (donor) dengan bobot induk ikan lele Sangkuriang (resepien). Perlakuan dibagi dalam tiga tahapan penelitian yaitu tahap pertama menggunakan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg dan 750 mg/kg serta kontrol positif (ovaprim 0,3 ml/kg) dan kontrol negatif (NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 1 ml/kg), penelitian kedua menguji donor (ikan patin) yang belum matang gonad dengan dosis 100 mg/kg, 150 mg/kg, 200 mg/kg dan 250 mg/kg (kontrol), sedangkan tahap ketiga bertujuan untuk mengetahui dosis terendah dari otak ikan patin yang masih memberikan pengaruh terbaik dalam merangsang ikan lele Sangkuriang memijah. Dosis pada tahap ketiga adalah 100 mg/kg, 150 mg/kg, 200 mg/kg dan 300 mg/kg serta

ditambah tiga perlakuan control yaitu dua kontrol positif (ovaprim dan hipofisa ikan patin) dan satu kontrol negatif (NaCl fisiologis 0,9%).

Model linear dari Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + єij

dimana :

Yij = Nilai pengamatan terhadap respon perlakuan ke-j yang mendapatkan perlakuan ke-i

µ = `Nilai tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke i

єij = Pengaruh galat percobaan pada satuan percobaan ke-j dalam perlakuan ke-i

Peubah yang diamati

Peubah atau parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

Derajat pemijahan

Derajat pemijahan adalah prosentase antara ikan yang memijah dan jumlah ikan yang dipijahkan.

Waktu laten pemijahan

Waktu laten pemijahan (latency time) adalah waktu yang dibutuhkan sejak penyuntikan sampai ikan memijah (jam).

Fekunditas pemijahan

Fekunditas pemijahan yang dihitung adalah fekunditas relatif yaitu perbandingan antara bobot total telur yang berhasil dikeluarkan dengan bobot awal induk (Sahoo et al. 2004).

Keterangan : F = Fekunditas pemijahan (%)

a = berat (gram) semua telur yang dikeluarkan b = berat (gram) awal induk yang dipijahkan

Derajat pembuahan telur (Fertilization Rate)

Derajat pembuahan merupakan presentasi telur yang dibuahi dari sejumlah telur yang berhasil dikeluarkan. Pengamatan pembuahan dilakukan setelah 9 jam dari proses pencampuran telur dan sperma. Telur yang dibuahi akan tampak berwarna bening, sedangkan pada telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih keruh.

Rumus perhitungan derajat pembuahan adalah sebagai berikut:

Keterangan : Qt = Jumlah telur yang dibuahi Qo = Jumlah telur yang dikeluarkan

Derajat penetasan (Hatching Rate)

Derajat penetasan adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur yang dibuahi dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan : HR = Derajat penetasan

Pt = Jumlah telur yang menetas

Po = Jumlah telur sampel yang dikeluarkan

Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis ragam berdasarkan Rancangan Acak Lengkap. Uji lanjut dilakukan dengan Uji wilayah Berganda Duncan (Mattjik dan Sumertajaya, 2006).

Dokumen terkait