• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Efektivitas Ekstrak Otak ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Efektivitas Ekstrak Otak ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI EFEKTIVITAS EKSTRAK OTAK IKAN PATIN

DALAM MENGINDUKSI PEMIJAHAN

IKAN LELE SANGKURIANG, Clarias sp.

UJANG SUBHAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Efektivitas Ekstrak Otak Ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp., adalah benar hasil karya yang belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

(3)

ABSTRACT

Ujang Subhan. Evaluation of the Effectivity of Patin Brain Extract to Induce Spawning of Sangkuriang Catfish, Clarias sp. Supervised by Muhamad Zairin Junior, Irzal Effendi and Sukaya Sastrawibawa.

The availability of fish juvenile with high quality and quantity is a key factor in aquaculture. Important development in fish breeding has been developed. Patin, Pangasianodon hypopthalmus brain extract has been known to contain GnRH that could stimulate the pituitary gland to secrete gonadotropin hormone. The aim of this research is to evaluate the effectivity of Patin brain extract to induce Sangkuriang catfish, Clarias sp. Spawning. This research showed that the dose of Patin brain extract with 200 mg/kg of brood catfish was the lowest dose to give the best result of Sangkuriang catfish, Clarias sp. spawning with the degree of spawning of 66,66%, spawning latency time of 9,25 ± 1,06 hour, egg diameter of 1,51± 0,09 mm, spawning fecundity of 11,38 ± 0,87%, fertility rate of 90,63 ± 9,50 and hatching rate of 76,3 ± 6,14%. The degree of spawning had the highest value (P<0,05) which was 100% when female brood catfish was injected with synthetic hormon (ovaprim as much as 0,3 ml/kg) and the hypofisis extract of Pangasius compared to other treatments.

(4)

RINGKASAN

Ujang Subhan. Evaluasi Efektivitas Ekstrak Otak ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp. Dibimbing oleh Muhamad Zairin Junior, Irzal Effendi dan Sukaya Sastrawibawa.

Ketersediaan benih dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup merupakan jaminan untuk keberhasilan dalam usaha budidaya ikan. Untuk memenuhi hal tersebut, maka dikembangkan tehnik pemijahan dengan rangsangan. Ekstrak otak ikan patin, Pangasianodon hypopthalmus telah diketahui mengandung GnRH, yang dapat merangsang kelenjar pituitari untuk mensekresi hormon gonadotropin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas ekstrak otak ikan patin yang efektif terhadap kinerja reproduksi ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dosis otak ikan patin sebanyak 200 mg/kg bobot induk merupakan dosis terendah yang memberikan hasil terbaik terhadap keberhasilan pemijahan ikan lele Sangkuriang, Clarias sp yaitu derajat pemijahan 66,66%, waktu laten pemijahan 9,25±1,06 jam, diameter telur 1,51±0,09 mm, fekunditas pemijahan 11,38±0,87%, derajat pembuahan (90,63±9,50) dan derajat penetasan 76,3±6,14%. Derajat pemijahan mempunyai nilai tertinggi (P<0,05) yaitu 100%, pada saat ikan lele betina disuntik dengan hormon sintetis (ovaprim 0,3 ml/kg) dan hipofisa ikan patin dibandingkan perlakuan lainnya.

(5)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(6)

EVALUASI EFEKTIVITAS EKSTRAK OTAK IKAN PATIN

DALAM MENGINDUKSI PEMIJAHAN

IKAN LELE SANGKURIANG, Clarias sp.

UJANG SUBHAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Penelitian : Evaluasi Efektivitas Ekstrak Otak Ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp.

Nama : Ujang Subhan

NRP : C 151080151

Program Studi : Ilmu Akuakultur

Disetujui: Komisi Pembimbing

Prof. Dr. M. Zairin Junior, M.Sc. Ketua

Ir. Irzal Effendi, M.Si. Prof. Dr. Sukaya Sastrawibawa,SU. Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(8)

RIWAYAT HIDUP

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang menyerukan ummat manusia untuk selalu menggunakan akalnya supaya dapat berpikir akan ciptaaan-Nya. Berkat kemurahan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis. Tidak lupa sholawat dan salam selalu tercurah pada suri tauladan ummat

manusia Nabi Muhammad SAW. Judul tesis ini adalah ” Evaluasi Efektivitas

Ekstrak Otak Ikan Patin dalam Menginduksi Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang, Clarias sp. Pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah mencari sumber hormon alami yang efektif, tersedia dan harga relatif murah serta mudah digunakan dalam merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. M. Zairin Jr. sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang

telah memberikan ispirasi yang sangat berharga untuk melakukan penelitian.

2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyusun tesis ini.

3. Prof. Dr. H. Sukaya Sastrawibawa, sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyusun tesis ini.

4. Dr. Agus Oman Sudrajat, selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberi masukan yang sangat berharga kepada Penulis untuk perbaikan Tesis dan menambah wawasan keilmuan khususnya tentang Ilmu Endokrinologi ikan.

5. Pimpinan Universitas Padjadjaran yang telah memberikan kesempatan pada Penulis untuk melanjutkan pendidikan.

6. Civitas Akademika FPIK IPB, khususnya Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah memfasilitasi Penulis studi di IPB.

(10)

8. Dr. Iskandar, selaku Kepala Kolam Pembenihan dan Percobaan Ciparanje-FPIK Unpad yang dengan tulus dan ikhlas membantu kelancaran Penulis melaksanakan penelitian.

9. Kedua orangtuaku tercinta Ummi H. Habibah (almh.) dan H. Syamsudin (alm.) yang senantiasa menjadi penyemangat atas nasehat-nasehatnya yang sangat luar biasa.

10.Kepada kakak dan adik kandung serta kakak dan adik ipar yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan studi.

11.Bapak mertua Bapak Maman Elang Koswara dan Ibu Tita Sutarsih atas kasih yang tulus kepada penulis dan atas bantuan doa dalam penyelesaian studi penulis.

12.Bapak Pardi selaku Koordinator Laboran FPIK Unpad yang telah membantu penulis selama penelitian.

13.Mahasiswaku tercinta yang dengan ikhlas dan sukarela membantu penelitian (Tarmin, Efran, Dewi, Nita, Tomi, Ayi, Anim, Adit, Reja dan Arya).

14.Kepada Andri dan Rusli serta teman-teman pasca IPB khususnya Program Studi Ilmu Akuakultur atas kebersamaan selama ini.

15.Ibu Ani yang telah ikhlas dan penuh kasih membantu kegiatan di rumah khususnya mengasuh anak-anak kami.

16.Secara khusus disampaikan terima kasih kepada Istri tercinta dan terkasih Erni Sukmawati Dewi, M.Pd. atas doa, perhatian, nasehat, pengertian, pengorbanan dan kesabaran kepada penulis selama studi, kepada kedua buah hatiku Ahmadin Emka Attibyani dan Fahimah Subhan Rarasantang Attibyani yang membuat hidup ini menjadi lebih bermakna.

Penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat dalam membantu keberhasilan pembenihan ikan pada umumnya dan ikan lele Sangkuriang pada khususnya.

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik reproduksi ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. dan ikan lele dumbo, Clarias gariepinus ... 6

2. Struktur asam amino dari 24 bentuk GnRH pada kelompok vertebrata yang berbeda ... 14

3. Jumlah dan ukuran induk betina ikan lele Sangkuriang yang digunakan dalam penelitian ... 18

4. Jumlah dan ukuran induk jantan ikan lele Sangkuriang yang digunakan dalam penelitian. ... 18

5 Kinerja pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin berbagai dosis pada September 2010 ... 31

6 Kinerja pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin pada Januari 2011 ... 31

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan lele Sangkuriang, Clarias sp ... 5 2. Proses perkembangan oosit dan maturasi serta ovulasi pada ikan

betina (Mananos et al., 2009) ... 10

3. Otak dan hormon yang dihasilkan dalam pengaturan reproduksi ... 12 4. Hormon dan perubahan gonad dalam siklus reproduksi ikan ... 13 5. Kandungan sGnRH dan cGnRH-II pada setiap bagian otak ikan

Masu salmon betina ... 16

6. Induk ikan lele Sangkuriang hasil seleksi a) jantan dan b) betina ... 19 7. (a) Proses pemeriksaan telur ikan lele Sangkuriang dengan

menggunakan kateter (b) Bentuk telur ikan lele Sangkuriang yang diamati dengan mikroskop pada pembesaran 40x ... 20 8. Fekunditas pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan

patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ... 26 9. Derajat pembuahan telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak

Ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ... 27 10.Telur ikan lele Sangkuriang yang dibuahi berwarna kekuningan (a)

dan yang tidak dibuahi berwarna putih keruh (b). ... 28 11.Derajat penetasan telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak

Ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ... 28 12.Waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan

patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ... 29 13.Perkembangan diameter telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data dasar hasil penelitian evaluasi efektivitas ekstrak otak ikan patin dalam merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang ... 46 2. Ukuran dan jumlah induk jantan ikan lele Sangkuriang yang digunakan

dalam penelitian ... 50 3. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap fekunditas pemijahan

ikan lele Sangkuriang ... 51 4. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap derajat pembuahan

telur ikan lele Sangkuriang ... 52 5. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap derajat penetasan

telur ikan lele Sangkuriang ... 54 6. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap waktu laten

pemijahan ikan lele Sangkuriang ... 56 7. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap perkembangan

diameter telur ikan lele Sangkuriang 2011 ... 58 8. Analisis statistik pengaruh otak ikan patin terhadap keragaan pemijahan

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele Sangkuriang, Clarias sp. merupakan strain hasil perbaikan genetika dari ikan lele dumbo Clarias gariepinus, yaitu melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) (Sunarma,2004). Ikan lele dumbo mempunyai pertumbuhan yang cepat, disukai sebagai makanan serta mempunyai nilai ekonomis penting dalam kegiatan akuakultur di dunia (Khwuanjai Hengsawat et al., 1997).

Ikan lele dumbo termasuk dalam golongan catfish, menurut Budhiman (2007) produksi ikan air tawar dari golongan catfish pada tahun 2003 sebanyak 70.826 ton atau 32% dari total produksi. Produksi ikan lele dumbo terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2004 produksi ikan lele budidaya sebanyak 51.271 ton, tahun 2005 sebanyak 69.386 ton, tahun 2006 sebanyak 77.272 ton, tahun 2007 sebanyak 91.735 ton dan tahun 2008 sebanyak 108.200 ton. Peningkatan produksi tersebut membutuhkan ketersediaan benih yang cukup. Untuk itu diperlukan suatu usaha pembenihan dengan kualitas dan kuantitas produksi benih yang memadai karena kualitas benih merupakan hal yang fundamental untuk keberlanjutan dan keberhasilan kegiatan produksi akuakultur (Mohan, 2007; Shaofeng, 2006).

Pembenihan merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin kesinambungan ketersediaan benih untuk kegiatan akuakultur. Bromage dan Robert (1995) menyatakan bahwa faktor utama dalam menentukan keberhasilan budidaya ikan adalah bagaimana melakukan pengawasan terhadap pematangan gonad dan pemijahan ikan. Oleh karena itu kegiatan pembenihan harus dilakukan secara terkontrol, salah satunya dengan memperbaiki kegiatan pemijahan yaitu pemijahan secara buatan (artificial spawning) yang diikuti dengan pembuahan buatan (artificial fertilization).

(16)

dumbo adalah kelenjar ekstrak hipofisa dan hormon sintetis (Bromage dan Robert, 1995). Pada dasarnya teknik hipofisasi sudah dapat dilakukan oleh pembenih ikan, namun para pembenih ikan lebih suka memijahkan ikan lele dumbo secara alami. Hal ini disebabkan karena pada teknik hipofisasi harus mengorbankan ikan lain untuk dijadikan sebagai donor hipofisa dan ini merupakan kelemahan teknik hipofisasi. Demikian juga dengan hormon sintetis, selain harganya yang mahal untuk mendapatkannya relatif sangat sulit karena masih impor dari negara lain. Untuk itu perlu adanya sumber hormon lain yang efektif dalam menginduksi pemijahan ikan dan ketersediaannya banyak.

Salah satu yang perlu dicoba untuk merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang adalah pemanfaatan otak yang berasal dari kepala ikan patin. Ukuran ikan patin yang dapat digunakan sudah matang gonad. Kepala ikan patin ketersediaannya cukup banyak yang berasal dari industri fillet ikan patin maupun dari pasar lokal. Salah satu unit usaha yang menghasilkan limbah kepala ikan adalah Unit Usaha Fillet Ikan Patin Vedca, Cianjur. Unit usaha ini setiap bulannya mengolah minimal 20-25 ton ikan patin untuk dijadikan fillet ikan dan menghasilkan 6-7,5 ton kepala ikan patin sebagai salah satu limbahnya (30% dari total berat ikan). Proses penanganan limbah ikan yang dihasilkan selama ini adalah dengan cara penguburan dan pembakaran. Namun, cara tersebut dapat menimbulkan permasalahan baru seperti polusi udara dari hasil pembakaran. Selama ini otak ikan patin tidak dimanfaatkan, hanya bagian kelenjar hipofisa yang sudah dimanfaatkan untuk merangsang pemijahan. Oleh karena itu penelitian mengenai evaluasi efektivitas ekstrak otak ikan patin dalam menginduksi pemijahan ikan lele Sangkuriang perlu dilakukan.

Tujuan

(17)

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan sumber hormon yang efektif dalam merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang dengan harga yang murah dan ketesediaannya banyak. Sehingga produksi benih ikan lele Sangkuriang dapat ditingkatkan dengan menekan biaya produksi.

Perumusan Masalah

Otak merupakan organ yang sangat penting dalam sistem reproduksi, karena pada setiap bagian otak terdapat gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang tersusun atas 10 asam amino atau dekapeptid berfungsi untuk merangsang pelepasan gonadotropin (GtH) dari kelenjar hipofisa (Bromage dan Robert, 1995; Amano, 1997; Bosma et al., 1997; Sherwood dan Adam, 2005; Chen dan Fernald, 2008; Mikolajczyk, at al., 2008; Bernier at al., 2009). GtH berperan dalam dalam proses perkembangan gonad termasuk pertumbuhan oosit dan maturasi, ovulasi dan pemijahan (Bromage dan Robert, 1995). Chen dan Fernald (2008) mengemukakan bahwa GtH terdiri dari follicle stimulating hormone (FSH/GtH I) dan luteinizing hormon (LH/GtH II) untuk mengontrol proses gametogenesis dan produksi sex steroid.

Menurut Amano (1997); Chen dan Fernald (2008) White dan Colleagues (1998) dalam Bernier (2009), GnRH mempunyai tiga tipe yaitu mamalia GnRH (mGnRH/GnRH I), chicken GnRH (cGnRH/ GnRH II) dan salmon GnRH (sGnRH III). sGnRH dan mGnRH terletak pada bagian forebrain, sedangkan cGnRH pada midbrain. Kandungan GnRH setiap bagian otak berbeda, bagian optik tektum dan dorsal thalamus pada ikan betina salmon mempunyai kandungan sGnRH yang lebih tinggi dibandingkan dengan cGnRH (Amano, 1997).

(18)

mengeluarkan luteunizing hormon yang dapat merangsang induksi ovulasi ikan lele dumbo.

Efektivitas rangsangan hormon dalam merangsang ovulasi merupakan salah satu upaya dalam pemijahan ikan dengan kondisi terkontrol. Dengan kondisi ini besar kemungkinan akan menghasilkan telur yang lebih berat dan kualitas terbaik serta derajat penetasan yang tinggi (Brzuska, 2003). Kualitas telur yang baik akan menghasilkan larva yang tahan (Kjorsvick, 1990 dalam Cabrita et al., 2009) dan kematian yang rendah pada saat fertilisasi, fase bintik mata, penetasan dan fase post larva (Bromage et al.dalam Cabrita et al, 2009)

Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah dilakukan pada Juli 2010 menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak bagian otak ikan patin (telencephalon, optik tektum, hipothalamus dan cerebellum) dengan dosis 200 mg/kg, 400 mg/kg, 800 mg/kg dan 1600 mg/kg menyebabkan mengembangnya perut induk betina (tanda ovulasi, tetapi tidak terjadi pemijahan. Hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor, salah satunya adalah adanya aktifitas enzim peptidase pada kelenjar pituitari yang meyebabkan degradasi asam amino pada susunan dekapeptid GnRH. Sehingga GnRH dari otak mempunyai waktu paruh yang pendek dalam siklus reproduksi, oleh karena itu untuk mencapai pemijahan maka perlu adanya bantuan rangsangan dari luar (Environmental stimulus). Dalam pembenihan ikan lele, pemijahan dengan rangsangan hormon sering dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan pemijahan. Dalam penelitian ini rangsangan tersebut berasal dari induk ikan lele jantan yang disatukan pada bak pemijahan dengan induk ikan lele betina yang telah diberikan ekstrak otak ikan patin.

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis yang dapat diambil dari usulan penelitian ini adalah:

1. Ekstrak otak ikan patin dapat digunakan untuk merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang pada kegiatan pemijahan semi alami (induce spawning).

(19)
(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Lele Sangkuriang

Ikan lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik ikan lele dumbo melalui silang balik (backcross) (Gambar 1). Klasifikasi ikan ini sama dengan ikan lele dumbo yakni: Phyllum: Chordata, Kelas: Pisces, Subkelas : Teleostei, Ordo: Ostariophysi, Subordo: Siluroidea, Famili: Clariidae, Genus: Clarias, Spesies: Clarias sp (Lukito, 2002).

Gambar 1. Ikan lele Sangkuriang, Clarias sp.

Menurut Anonimus (2005) secara umum morfologi ikan lele Sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal tersebut dikarenakan ikan lele Sangkuriang sendiri merupakan hasil silang dari induk ikan lele dumbo. Tubuh ikan lele Sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala depress dengan mulut yang relatif lebar, mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele Sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal, yakni sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Sementara itu, sirip yang berpasangan ada dua yakni sirip dada dan sirip perut. Pada sirip dada (pina thoracalis) dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dapat dipakai untuk berjalan di permukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (arborescent), bentuknya seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah (Khairuman dan Amri 2009).

(21)

butir telur per kg induk, sedangkan pada ikan lele dumbo 20.000 – 30.000 butir

Fekunditas (butir/kg induk) 40.000 – 60.000 20.000 -30.000

Diameter telur (mm) 1,1 – 1,4 1,1 - 1,4

Derajat penetasan telur (%) >90 >80

Panjang larva umur 5 hari (mm) 9,13 9,13

Berat larva umur 5 hari (mg) 2,85 2,85

Sifat larva Tidak kanibal Tidak kanibal

Kelangsungan hidup larva (%) 90 – 95 90 – 95

Pakan alami larva Moina sp

Daphnia sp

Ovarium ikan merupakan sepasang organ yang memanjang dalam rongga perut. Rongga-rongga ovarium dikelilingi oleh mesovarium dan project posterior melalui sepasang oviduct yang terhubung ke genital papila (Mananos et al., 2009). Dinding ovari tebal (tunica albugenia) yang berisi banyak pembuluh – pembuluh darah jaringan elastis dan otot licin membentuk lapisan ovigerous (Lagler, 1977). Pada lapisan ini oosit mengalami berbagai fase gametogenesis sampai ova matang (telur) yang dilepaskan ke rongga ovarium atau rongga perut (misalnya, salmon) pada saat ovulasi dan kemudian ke lingkungan eksternal selama pemijahan (Mananos et al., 2009)

(22)

pembuluh darah, inti, butiran minyak, vesikel dan kuning telur. Sedangkan secara makroskopis, pengamatan ovarium ditentukan dengan mengamati indung telur, ukuran butir telur, dan volume rongga perut (Sumantadinata, 1990). Ovari pada ikan terbentuk setelah berumur 60 hari. Selama 2 – 3 bulan berikut ovari hanya berisi oogonia yang berasal dari se-sel benih primordial (Bromage dan Cumaratungga, 1988). Sel-sel benih membelah secara mitosis sehingga menghasilkan oogonia primer dan sekunder. Selanjutnya membentuk populasi sel oogonia yang dapat muncul menjadi oosit dan segera menjadi telur (Selman dan Walace,1989).

Perubahan bentuk dari oogonia sekunder menjadi oosit dikenal sebagai oogenesis. Saat itu terjadi pertumbuhan sitoplasma dan inti sel di dalam oosit. Selama perubahan itu diiringi pula oleh perubahan folikel (Bromage dan Cumaratungga, 1988). Selanjutnya pertumbuhan oosit ikan dibagi sebagai berikut:

1. Pertumbuhan primer (Previtellogenesis)

2. Pertumbuhan sekunder (Exogenous vitellogenesis) 3. Pertumbuhan tertier (Maturasi, hidrasi dan ovulasi)

Proses Maturasi

Siklus reproduksi pada ikan betina dibagi ke dalam periode pertumbuhan oosit (gametogenesis atau vitelogenesis) dan periode maturasi (Mananos et al., 2009; Mylonas dan Zohar, 2001). Pada kebanyakan spesies non-mamalia, oosit mencapai ukuran akhir selama vitellogenesis dan memulai tahap pematangan serta ovulasi bila ada stimulasi hormonal yang mencukupi (Carnevali et al., 2006). Namun seperti pada kebanyakan vertebrata, oosit ikan teleost yang sudah mencapai pertumbuhan akhir belum dapat dibuahi dan harus mencapai tahap akhir penyelesaian pembelahan meiotik dan perubahan struktur oosit. Proses tersebut meliputi GVBD (germinal vesicle breakdown), kondensasi kromosom, pembentukan spindel meiotik pertama, pelepasan polar bodi pertama (Nagahama, 1987) dan pembentukan microphyle sebagai saluran masuknya sperma ketika terjadi fertilisasi (Thomas et al., 2002).

(23)

mediator utama: gonadotropin (GTH), MIH (maturation-inducing hormone) dan MPF (maturation-promoting factor) (Nagahama, 1987). Sinyal lingkungan yang ditangkap sistem syaraf direspon hipothalamus dengan mengeluarkan gonadotropin releasing factor (GnRH) yang menstimulasi pelepasan pituitari gonadotropin, GtH I atau FSH (follicle stimulating hormone) dan GtH II atau LH (luteinizing hormone) (Carnevali, et al., 2006). Menurut Suzuki et al. dalam Yaron (1995), kedua substansi tersebut menstimulasi sekresi estradiol dari folikel tetapi GtH II lebih potensial menstimulasi sekresi 17,20-P dari folikel postvitellogenik.

Pengaruh umpan-balik sex steroid digunakan pada tingkat pituitari dan otak untuk memungkinkan terjadinya integrasi dengan isyarat lingkungan untuk merangsang terjadinya peningkatan GtH-II preovulatory pada ikan cyprinid (Aida dalam Peter dan Yu, 1997). Peran utama yang mengatur sekresi GtH-II dari pituitari adalah GnRH (gonadotropin-releasing hormone), dalam bentuk [Trp7, Leu8]-GnRH (salmon GnRH atau sGnRH), pGlu-His-Trp-Ser-Tyr-Gly-Leu-Arg-Pro-Gly-NH2 (mamals GnRH atau mGnRH), [His5, Trp7, Tyr8]-GnRH (chicken GnRH-II atau cGnRH-II), [His5, Leu7, Asn8]-GnRH (catfish GnRH atau cfGnRH) dan [Ser8]-GnRH (seabream GnRH atau sbGnRH) (Peter dan Yu, 1997).

(24)

Walaupun secara umum MIH dipertimbangkan sebagai subtansi mediator penting dan mencukupi untuk proses penerusan meiotik, beberapa substansi lain juga dapat memediasi dan turut mengatur proses ini. Beberapa substansi tersebut antara lain: insulin-like growth factor (IGF), activin, epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor a (TGFa) dan oestrogen sintesis. Pada folikel ovari red seabream, IGF I merupakan penginduksi kuat kemampuan maturasi (Kagawa dalam Patino dan Sullivan, 2002) dan merangsang aktifitas reseptor MIH pada membran oosit yang sejalan dengan peningkatan kemampuan maturasi pada spotted seatrout (Thomas et al., 2002). Activin A, activin B, EGF dan TGFa merangsang kemampuan maturasi oosit pada folikel ovari ikan zebra, sedangkan co-treatment substansi tersebut dengan follistatin, yang merupakan protein pengikat activin, dapat menekan pengaruh activin juga gonadotropin pada kemampuan induksi maturasi (Pang dan Ge dalam Patino dan Sulivan, 2002).

Selama periode maturasi akhir oosit, pada sitoplasma terjadi perubahan-perubahan penting untuk proses fertilisasi dan perkembangan embrio. Proteolisis kedua terjadi selama penerusan meiotik yang serentak dengan hidrasi pada oosit dengan tingkat yang luar biasa pada beberapa ikan laut dan perairan payau (Patino dan Sullivan, 2002). Selama proses hidrasi, terjadi peningkatan volume oosit dan kandungan air dari 50-70% pada oosit menjadi 90% pada telur (Thorsen et al dalam Carnevali et al., 2006). Asam amino bebas yang berasal dari lipovitellin, phosvitin dan komponen-b’ nampaknya berperan sebagai efektor osmotik yang mengatur hidrasi oosit dan membentuk pool nutrisi yang dapat berdifusi untuk mendukung perkembangan awal embrio (Patino dan Sullivan, 2002). Proteolisis telur selama maturasi oosit juga berhubungan dengan aktifasi enzim lisosom, diantaranya enzim cathepsin B, D dan L (Carnevali et al., 2006).

Proses Ovulasi

(25)

Gambar 2. Proses perkembangan oosit dan maturasi serta ovulasi pada ikan betina (Mananos et al., 2009)

Pada ikan maskoki, perubahan tingkat serum GtH-II berkorelasi dengan konsentrasi GnRH pada area otak pituitari selama periode preovulatori (Peter dan Yu, 1997). Injeksi in vivo pituitari homogen meningkatkan sensitifitas folikel ovari ikan mas terhadap progestin maturasi yang dikenal sebagai MIH (Jalalabert, et al. dalam Patino et al., 2003). Injeksi gonadothropin (HCG, 100 IU/ikan) dapat menghasilkan rangsangan terhadap alur progestin dengan adanya peningkatan yang signifikan pada progesteron, 17-hydroxyprogesteron dan 17a,20b-dihydroxy-4-pregnen-3-one bersamaan dengan terjadinya proses ovulasi pada ikan lele, Heteropneustes fossilis (Mishra dan Joy, 2006).

(26)

kemampuan maturasi dan penerusan meiotik tetapi tidak dapat merangsang ovulasi pada folikel ovari ikan red seabream (Patino dan Sullivan, 2002).

Menurut Patino et al. (2003) MIH dapat berperan langsung merangsang ovulasi atau secara tidak langsung dengan merangsang faktor dari pituitari bertanggung jawab untuk menginduksi kemampuan folikel ovari untuk ovulasi. Peran tidak langsung MIH ditunjukkan pada percobaan Goetz et al. (1983). Peningkatan poduksi prostaglandin F2a (PGF) yang dapat menginduksi ovulasi pada oosit matang pada ikan, terjadi pada inkubasi folikel ovari ikan yellow perch ketika diekspose pada MIH, 17a,20b-dihydroxy-4-pregnen-3-one (Goetz et al., 1983).

Ovulasi berhubungan dengan adanya kerusakan pada germinal folikel (GVBD) dan pemecahan serta pelepasan oosit yang sudah matang (Patino dan Sullivan, 2002). Selain peran MIH, gonadothrophin dan 2-hydroxyoestradiol juga dilaporkan dapat merangsang kemampuan ovulasi secara langsung. Inkubasi in vitro fragmen ovari ikan Atlantic croacker pada medium 5 IU hCG tanpa dilanjutkan dengan inkubasi pada MIH dapat tetap merangsang kemampuan pematangan oosit dan ovulasi (Patino et al., 2003). Pada inkubasi in vitro folikel utuh ikan lele pada medium 5 mM 2-hydroxyoestradiol dapat merangsang sintesis 17a,20b-dihydroxy-4-pregnen-3-one dan menghasilkan pengaruh signifikan pada GVBD (Mishra dan Joy, 2006).

Menurut Mananos et al. (2009) ovum yang akan ovulasi dapat tetap berada dalam ovarium atau rongga perut untuk periode waktu sebelum pemijahan. Ovum mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kematangan selama beberapa

waktu, tetapi apabila tidak terjadi pemijahan maka ovum mengalami “ over-ripe

(27)

Otak dan Pengaturan Hormon Reproduksi

Otak merupakan organ yang sangat penting dalam sistem reproduksi, karena otak berperan sebagai salah satu organ tempat hormon mengalir dalam mengatur siklus reproduksi dalam sumbu brain-pituitari gonad (BPG) atau yang disebut titik pangkal reproduksi (Gambar 3).

Gambar 3. Otak dan hormon yang dihasilkan dalam pengaturan reproduksi (Mananos et al., 2009).

(28)

Mananos et al. (2009) mengemukakan bahwa GtH terdiri dari follicle stimulating hormon (FSH/GtH I) dan luteinizing hormon (LH/GtH II) untuk mengontrol proses gametogenesis dan produksi sex steroid (Gambar 4).

Gambar 4. Hormon dan perubahan gonad dalam siklus reproduksi ikan (Mananos et al., 2009)

(29)

Tabel 2. Struktur asam amino dari 24 bentuk GnRH pada kelompok vertebrata Keterangan : mGnRH digunakan sebagai acuan. GnRH Gurita adalah satu-satunya varian dengan

12 asam amino, Asn-Tyr penyisipan di ujung N. Medaka GnRH (mdGnRH) juga dikenal sebagai pejerrey GnRH (pjGnRH) (Mananos et al., 2009)

Dari jumlah bentuk GnRH tersebut, 14 ditemukan pada vertebrata, 9 pada tunica (Adams et al, 2002) dan satu dalam cephalopod (Iwakoshi, 2002) Semua GnRHs adalah decapeptides kecuali GnRH gurita yang merupakan dodecapeptide, ada sedikit variasi dalam sekuen asam amino (Sherwood dan Adam, 2005; Mananos et al., 2009). Setiap GnRH baru telah diidentifikasi nama spesies yang pertama ditemukan

(30)

terwakili didalam kelompok keempat (Mananos et al., 2009). Selanjutnya Mananos et al. (2009) mengatakan bahwa urutan asam amino pada bentuk GnRH2 dan GnRH3 bersifat tetap, sedangkan struktur GnRH1 bervariasi dari seluruh spesies vertebrata. Semua vertebrata memiliki dua atau tiga bentuk yang berbeda GnRH. Mungkin tidak mengherankan bahwa GnRH memiliki bentuk distribusi yang berbeda di dalam otak dan pituitari dari ikan (Lethimonier et al., 2004). GnRH1 dan GnRH3 terletak pada bagian ventral forebrain, sedangkan GnRH2 pada midbrain.

Amano et al. (1994) dalam Amano et al. (1997) kandungan GnRH setiap bagian otak ikan berbeda, pada bagian optic tektum dan dorsal thalamus pada ikan salmon betina mempunyai kandungan sGnRH yang lebih tinggi dibandingkan dengan cGnRH (Gambar 4).

Gambar 5. Kandungan sGnRH dan cGnRH-II pada setiap bagian otak ikan Masu salmon betina. Pada skema diagram bagian otak masu salmon menunjukkan

perbedaan kandungan GnRH. a, olfactory bulbs; b, telencephalon termasuk POA; c, medio-basal hypothalamus; d, optic tectum-thalamus and

dorsal hypothalamus; e, cerebellum; f, medulla oblongata; g, pituitari. (Amano et al., 1994)

(31)
(32)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor - Sumedang.

Bahan

Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk ikan lele Sangkuriang (Parent Stock) berasal dari Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar Subang milik pemerintah Propinsi Jawa Barat. Bobot induk ikan lele betina berkisar 650 – 1000 g atau rata-rata 769 ,88 ± 62,17 g dan panjang 41 – 53 atau rata-rata 46,25 ± 1,69 cm, sedangkan induk ikan lele jantan berkisar 650 – 1100 g atau rata-rata 802,083 ± 129,63g dan panjang 46 – 58,5 atau rata-rata 52,15 ± 3,74 cm. Jumlah induk yang dipelihara terdiri atas 140 ekor betina dan 60 ekor jantan. Induk ikan lele Sangkuriang dipelihara untuk proses pematangan gonad di Kolam Pembenihan Ikan Ciparanje, FPIK, Unpad. Induk ikan lele ditempatkan di kolam beton ukuran 2x2,5x1m dengan kepadatan 5 kg/m2 selama 60 hari dan diberi pakan pelet dengan kadar protein sekitar 28 – 30%. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB sebanyak 2% dari bobot tubuh.

(33)

supernatan dari larutan diambil untuk disuntikkan pada induk betina ikan lele Sangkuriang.

Metode

Seleksi induk

Jumlah total induk betina ikan lele Sangkuriang yang diseleksi selama penelitian adalah 83 ekor dari 140 ekor. Kegiatan seleksi induk terbagi dalam 5 kali kegiatan penelitian, yaitu pada bulan Juli 2010 sampai bulan Januari 2011. Jumlah dan ukuran induk ikan yang digunakan selama penelitian bervariasi, tetapi kematangan gonad ikan relatif sama (Tabel 3, Tabel 4 dan Lampiran 1).

Tabel 3. Jumlah dan ukuran induk betina ikan lele Sangkuriang betina yang

(34)

Ciparanje, FPIK, Unpad. Induk ikan lele mendapat perlakuan yang sama, baik pemberian pakan maupun wadah yang digunakan. Pada penelitian Agustus 2010, induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan sebanyak 20 ekor dengan bobot berkisar 650 – 800 g atau rata-rata 757,5 ± 49,44g. Induk ikan lele Sangkuriang berasal dari petani binaan BBPBAT Sukabumi dengan kondisi sudah matang gonad kemudian diadaptasikan di kolam tempat penelitian selama 2 hari untuk proses adaptasi. Pada penelitian September 2010 – Januari 2011 induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan adalah campuran antara dari Subang dan Sukabumi, sehingga ukurannya tidak merata. Secara genetik tidak ada perbedaan antara ikan lele Sangkuriang dari kedua tempat tersebut, karena sumber awalnya sama dari BPBAT Sukabumi. Hasil seleksi induk secara keseluruhan menunjukkan bahwa induk ikan lele Sangkuriang yang digunakan dalam penelitian ini memenuhi kriteria untuk dipijahkan. Hal ini dicirikan dengan warna genital papilla induk ikan lele Sangkuriang berwarna kemerahan dan berbentuk oval, perut relatif lebih besar dan bila ditekan terasa lembek, sedangkan pada induk jantan dicirikan dengan dengan genitalnya yang meruncing ke arah ekor, perut ramping dan pada ujung alat kelamin berwarna kemerahan (Gambar 6a dan 6b).

Gambar 6. Induk ikan lele Sangkuriang hasil seleksi. a) Induk ikan lele betina; b) Induk ikan lele jantan

Telur ikan lele Sangkuriang yang berhasil dikanulasi dengan menggunakan selang kateter (Gambar 7a) diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan lensa mikrometer dan kamera. Telur induk ikan lele Sangkuriang yang dipijahkan sebagian besar berwarna kuning

(35)

kecoklatan dengan diameter telur berkisar 1,12 – 1,20 ± 0,029 mm atau rata rata 1,183 ± 0,029 mm. Seseuai dengan pendapat Sunarma (2004) bahwa ikan lele Sangkuriang yang siap pijah berdiameter antara 1 – 1,4 mm, sedangkan bobot telur berkisar 1,2 – 1,6 atau rata-rata 1,4 mg ± 0,10 mg (Gambar 7b).

.

Gambar 7. a) Proses pemeriksaan telur ikan lele Sangkuriang dengan menggunakan kateter; b) Bentuk telur ikan lele Sangkuriang

yang diamati dengan mikroskop pada pembesaran 40x.

Pemberian ekstrak otak ikan patin

Dosis ekstrak otak patin yang diberikan harus tepat, oleh karena itu ikan uji ditimbang secara teliti dan diusahakan tidak mengalami stress. Selanjutnya dilakukan penyuntikan sesuai dosis perlakuan sebanyak satu kali dengan menggunakan syringe ukuran 2 ml secara intramuscular. Penyuntikan dilakukan di bawah sirip punggung di atas gurat sisi dan agak ke belakang dengan kemiringan 30 – 40o ke arah ekor (Woynarovic dan Horvart, 1980). Penyuntikan dimulai pada sore hari yaitu dimulai pada pukul 19.00 WIB, selang waktu penyuntikan berikutnya sekitar 5 menit. Pada saat disuntik, kepala ikan uji harus tertutup dengan menggunakan kain basah dan dialasi dengan bantalan busa. Waktu penyuntikan masing – masing ikan uji dicatat secara tepat dan ditempatkan pada bak perlakuan yang telah diberi kode perlakuan.

Pemijahan ikan lele Sangkuriang

Induk betina yang sudah disuntik kemudian disatukan dengan induk jantan dengan perbandingan 1 : 1 pada bak beton berukuran 2x1x0,6 m dengan ketinggian air 30 cm. Pada setiap bak diberi kakaban dengan ukuran lebar 40 cm dan panjang 1m yang berfungsi sebagai tempat untuk menempel telur. Untuk

(36)

menjaga ketersediaan oksigen, maka pada masing-masing bak perlakuan dialiri air.

Pengamatan terjadinya ovulasi dilakukan setelah 6 jam dari mulai penyuntikan. Induk yang mengalami pemijahan dicirikan dengan adanya proses perkawinan dan adanya telur yang keluar dari lubang genital betina. Kemudian waktu awal memijah ini digunakan sebagai waktu laten pemijahan. Setelah pemijahan selesai, selanjutnya dilakukan pengambilan sampel telur dari kakaban secara acak yaitu pada kedua ujung dan bagian tengah kakaban. Jumlah sampel telur sebanyak 500 butir, kemudian dipindahkan pada saringan yang disimpan pada bagian permukaan akuarium ukuran 50x30x30 yang berfungsi sebagai wadah penetasan. Untuk menjaga kesetabilan suhu penetasan maka dipasang thermostat yang diset pada suhu 27oC, sedangkan aerasi diberikan untuk menjaga ketersediaan oksigen. Setelah 9 jam dari awal memijah dilakukan pengamatan pembuahan. Telur yang berwarna putih menunjukkan bahwa telur itu tidak dibuahi dan dilakukan penghitungan dengan menggunakan handcounter serta dicatat jumlahnya. Untuk pengamatan penetasan dilakukan setelah 24 jam dari awal memijah. Selain itu untuk menjaga kualitas air selama pemeliharaan larva, dilakukan penyiponan setiap hari dan pergantian air yang berasal dari air tandon yang telah diendapkan dan diaerasi sebanyak 50%.

Pelaksanaan

(37)

hopofisanya 0,75 mg/kg. Dosis setiap bagian otak patin (telencephalon, optic tektum, hypothalamus, cerebellum dan medulla oblongata) yang digunakan dalam uji pendahuluan adalah 3 mg/kg, 21mg/kg dan 147 mg/kg di tambah dua perlakuan untuk kontrol positif (menggunakan hipofisa) dan kontrol negatif (menggunakan NaCl fisiologis 0,9%). Hasil penelitian menunjukkan hanya yang disuntik menggunakan hipofisa yang mampu ovulasi. Kemudian dilakukan uji pendahuluan berikutnya pada Agustus 2010. Dosis yang digunakan dinaikan menjadi 200 mg/kg, 400 mg/kg, 800 mg/kg dan 1600 mg/kg. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap perlakuan memberikan rangsangan dengan dicirikan oleh perut induk ikan lele Sangkuriang yang mengembang, tetapi tetap tidak mengalami ovulasi.

Kegagalan ovulasi pada uji pendahuluan tersebut diduga adanya aktifitas enzim peptidase yang memotong ikatan peptida pada susunan dekapeptid hormon GnRH, sehingga paruh waktu dalam siklus reproduksi menjadi singkat. Maka dapat diasumsikan bahwa setiap bagian otak ikan patin yang diberikan pada ikan lele Sangkuriang bersifat pemicu (trigger). Oleh karena itu perlu ada rangsangan lain untuk mencapai ovulasi. Salah satunya adalah dengan menyatukan induk ikan lele jantan setelah pemberian ekstrak otak ikan patin pada ikan lele Sangkuriang.

Rancangan Penelitian

(38)

ditambah tiga perlakuan control yaitu dua kontrol positif (ovaprim dan hipofisa ikan patin) dan satu kontrol negatif (NaCl fisiologis 0,9%).

Model linear dari Rancangan Acak Lengkap adalah sebagai berikut: Yij = µ + τi + єij

dimana :

Yij = Nilai pengamatan terhadap respon perlakuan ke-j yang mendapatkan perlakuan ke-i

µ = `Nilai tengah umum τi = Pengaruh perlakuan ke i

єij = Pengaruh galat percobaan pada satuan percobaan ke-j dalam perlakuan ke-i

Peubah yang diamati

Peubah atau parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

Derajat pemijahan

Derajat pemijahan adalah prosentase antara ikan yang memijah dan jumlah ikan yang dipijahkan.

Waktu laten pemijahan

Waktu laten pemijahan (latency time) adalah waktu yang dibutuhkan sejak penyuntikan sampai ikan memijah (jam).

Fekunditas pemijahan

Fekunditas pemijahan yang dihitung adalah fekunditas relatif yaitu perbandingan antara bobot total telur yang berhasil dikeluarkan dengan bobot awal induk (Sahoo et al. 2004).

Keterangan : F = Fekunditas pemijahan (%)

(39)

Derajat pembuahan telur (Fertilization Rate)

Derajat pembuahan merupakan presentasi telur yang dibuahi dari sejumlah telur yang berhasil dikeluarkan. Pengamatan pembuahan dilakukan setelah 9 jam dari proses pencampuran telur dan sperma. Telur yang dibuahi akan tampak berwarna bening, sedangkan pada telur yang tidak dibuahi akan berwarna putih keruh.

Rumus perhitungan derajat pembuahan adalah sebagai berikut:

Keterangan : Qt = Jumlah telur yang dibuahi Qo = Jumlah telur yang dikeluarkan

Derajat penetasan (Hatching Rate)

Derajat penetasan adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur yang dibuahi dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan : HR = Derajat penetasan

Pt = Jumlah telur yang menetas

Po = Jumlah telur sampel yang dikeluarkan

Analisis Data

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Derajat Pemijahan

Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan ikan lele Sangkuriang memijah, sebagian memijah dan perlakuan yang berhasil semua ikan lele Sangkuriang memijah (Lampiran 1). Penyuntikan NaCl fisiologis 0,9% (kontrol) setiap periode penelitian tidak merespon ikan lele Sangkuriang memijah. Selanjutnya hasil yang sama ditunjukkan pada hasil penelitian September 2010 yaitu perlakuan dosis 750 mg otak patin/kg bobot induk. Kemudian dosis 100 mg/kg, 150 mg/kg dan 200 mg/kg pada penelitian Oktober serta dosis 100 mg/kg (Januari 2011).

Perlakuan yang menunjukkan keberhasilan ovulasi atau memijah sebagian terjadi pada dosis 500 mg/kg yaitu 66% (September 2010) dan hasil penelitian pada bulan Januari 2011 yaitu dosis 150 mg/kg (33%), 200 mg/kg, 250 mg/kg dan 300 mg/kg yaitu masing-masing 66%. Untuk perlakuan dengan derajat pemijahan 100% ditunjukkan pada perlakuan dosis 250 mg/kg dan ovaprim (September 2010) serta hipofisa ikan patin (Januari 2011). Dengan demikian maka keberhasilan ovulasi sangat ditentukan oleh dosis otak ikan patin. Dosis rendah atau dosis yang tinggi (750 mg/kg) tidak dapat merangsang ikan lele Sangkuriang memijah.

Fekunditas Pemijahan

(41)

Rataan prosentase telur yang dihasilkan dalam penelitian ini jumlahnya berbeda untuk setiap perlakuan. Penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 500 mg/kg induk ikan menghasilkan telur berkisar antara 8,13 – 8,75 atau rata-rata 8,44 ± 0,44% dari bobot induk ikan, sedangkan perlakuan penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg menghasilkan telur berkisar antara 10 – 11,56 atau rata-rata 10,73 ± 0,77% dari bobot induk dan perlakuan penyuntikan ovaprim berkisar antara 10 – 11,25 atau rata-rata 10,64 ± 0,67%. Pada penelitian selanjutnya nilai fekunditas relatif dosis 200 mg/kg, 250 mg/kg dan 300 mg/kg serta perlakuan kontrol (hipofisa ikan patin dan ovaprim) berkisar antara 9,17 – 12,22% (Lampiran 1).

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata (P≤0,01) antara perlakuan penyuntikan ekstrak otak ikan patin dosis 500 mg/kg dengan perlakuan penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg dan penyuntikan ovaprim 0,3 ml/kg. Sedangkan antara perlakuan dosis otak ikan patin 250 mg/kg dan pemberian ovaprim 0,3 ml/kg tidak berbeda nyata (Gambar 8 dan Lampiran 3). Kemudian pada penelitian berikutnya menunjukkan bahwa dosis 250 mg/kg tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan dosis 200 mg/kg, 300 mg/kg, hipofisa ikan patin dan ovaprim (Lampiran 8). Ini menunjukkan bahwa dosis 200 mg/kg merupakan dosis terendah otak ikan patin yang memberikan nilai fekunditas pemijahan ikan lele Sangkuriang tertinggi yaitu 11,38 ± 0,87%.

Gambar 8. Fekunditas pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk ikan

dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ikan. a

b

(42)

Derajat Pembuahan

Hasil pengamatan derajat pembuahan telur ikan lele Sangkuriang pada September 2010 dan Januari 2011 menunjukkan perbedaan hasil. Secara statistik, hasil penelitian pada September 2010 terjadi perbedaan yang sangat nyata terhadap derajat pembuahan dari setiap perlakuan (P<0,01). Penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg memiliki rata-rata derajat pembuahan lebih tinggi yaitu 83,3±2,95% dari pada perlakuan kontrol positif (ovaprim) yaitu 63,93±0,25% dan rata-rata derajat pembuahan terendah ada pada perlakuan penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 500 mg/kg yaitu 43,34 ± 3,53% (Gambar 9; Lampiran 4).

Gambar 9. Derajat pembuahan telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk

dan ovaprim 0,3 ml/kg induk.

Pada penelitian Januari 2011, pemberian dosis otak ikan patin sebesar 150 mg/kg induk gagal mengalami derajat pembuahan. Telur ikan lele Sangkuriang yang didapatkan berwarna putih pada jam keenam dari proses pembuahan (Gambar 10). Sedangkan untuk perlakuan lainnya tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap derajat pembuahan (Tabel 7). Dosis otak ikan patin sebesar 200 mg/kg induk merupakan dosis terendah dari otak ikan patin yang masih memberikan pengaruh yang tinggi terhadap derajat pembuahan ikan lele Sangkuriang yaitu 90,63 ± 9,50%.

a

c

(43)

Gambar 10. Telur ikan lele Sangkuriang yang dibuahi berwarna kekuningan (a) dan yang tidak dibuahi berwarna putih keruh (b).

Derajat Penetasan

Hasil derajat penetasan telur ikan lele Sangkuriang pada September 2010 menunjukkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada setiap perlakuan. Penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg memiliki derajat penetasan telur ikan lele Sangkuriang yang tinggi yaitu 78,45 ± 2,80%, kemudian kontrol positif (ovaprim) yaitu 56,11 ± 0,12% dan derajat penetasan terendah ada pada penyuntikan ekstrak otak ikan patin dengan dosis 500 mg/kg yaitu 14,49 ± 1,01% (Gambar 11).

Gambar 11. Derajat penetasan telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk ikan

dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ikan.

Pengujian dosis otak ikan patin pada Januari 2011 menunjukkan bahwa dosis terendah yang menyebabkan kegagalan penetasan telur ikan lele Sangkuriang ditunjukkan pada penyuntikan dosis 150 mg/kg, sedangkan untuk penyuntikan 200 mg/kg, 250 mg/kg, hipofisa ikan patin (3:1) dan ovaprim 0,3 ml/kg memberikan nilai derajat penetasan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu masing-masing 76,3 ± 6,14%, 76,75 ± 4,1%, 75,01 ± 10,69% dan 76,73 ± 15,56%.

a b

a

c

(44)

Waktu Laten Pemijahan

Hasil pengamatan waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang pada September 2010 menunjukkan bahwa pemberian dosis otak ikan patin 500 mg/kg (16 ± 1,50 jam) memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) dengan dosis otak ikan patin 250 mg/kg 11,33 ± 1,15 jam dan ovaprim 0,3 ml/kg 8 ± 0,0 jam, sedangkan antara dosis otak ikan patin 250 mg/kg dan ovaprim 0,3 ml/kg tidak berbeda nyata (P>0,05) (Gambar 12).

Gambar 12.Waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk

dan ovaprim 0,3 ml/kg induk.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang pada Januari 2011 tidak berbeda nyata (P>0,05). Penyuntikan otak ikan patin sebanyak 200 mg/kg merupakan dosis terendah yang memberikan waktu laten pemijahan yang sama dengan penyuntikan ovaprim 0,3 ml/kg dan hipofisa ikan patin sebanyak 3 dosis (3:1)( Lampiran 8).

Perkembangan Diameter Telur

Berdasarkan pengukuran diameter telur hasil pemijahan ikan lele Sangkuriang menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis otak ikan patin dan ovaprim terjadi perbedaan yang sangat nyata (P≤0,01) (Gambar 13 dan Lampiran 7). Pemberian ovaprim dengan dosis 0,3 ml/kg bobot induk ikan mempunyai nilai rataan diameter tertinggi yaitu 1,69 ± 0,01 mm, sedangkan untuk perlakuan dosis otak ikan patin sebanyak 250 mg/kg dan 500 mg/kg

masing-a

b

(45)

masing adalah 1,67 ± 0,006 dan 1,63 ± 0,006 mm. Tetapi bila dilihat dari distribusi ukuran diameter telur, pemberian dosis ovaprim memperlihatkan diameter yang tidak merata, hal ini terlihat dari standar deviasi yang tinggi yaitu 0,01 mm, sedangkan perlakuan dosis otak ikan patin 250 dan 500 mg/kg mempunyai nilai standar deviasi yang sama dan nilainya lebih kecil yaitu 0,06 mm. Hal ini mengindikasikan bahwa distribusi ukuran diameter relatif merata.

Gambar 13. Perkembangan diameter telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin dengan dosis 250 mg/kg, 500 mg/kg induk ikan

dan ovaprim 0,3 ml/kg induk ikan.

Selanjutnya pada penelitian Januari 2011 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) dari setiap perlakuan terhadap diameter telur ikan lele Sangkuriang (Lampiran 8). Dari hasil tersebut diperoleh bahwa dosis 200 mg/kg merupakan dosis terendah otak ikan patin yang masih memberikan pengaruh perkembangan diameter telur yaitu sebesar 1,51±0,09 mm. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan antara pengaruh hormon dengan waktu atau bulan penyuntikan. Perbedaan waktu penyuntikan berkaitan erat dengan siklus reproduksi atau musim pemijahan ikan lele Sangkuriang.

Berdasarkan uraian hasil penelitian tersebut diatas, data lengkap hasil penelitian disajikan pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Kinerja pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin berbagai dosis pada September 2010.

a

b

(46)

Parameter

Dosis otak ikan patin (mg/kg bobot ikan lele Sangkuriang)

250 500 750 Ovaprim 0

Keterangan: Angka pada baris yang diikuti huruf superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 6. Kinerja pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin pada Januari 2011

Parameter

Dosis otak ikan patin (mg/kg bobot ikan lele Sangkuriang)

100 150 200 250 300 Hipofisa Ovaprim 0

Keterangan: Angka pada baris yang diikuti hurup superscript yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

(47)

Kualitas air media pemeliharaan selama penelitian dalam keadaan terkontrol untuk pemijahan ikan lele Sangkuriang. Kisaran suhu rata-rata pada awal penelitian dan akhir penelitian adalah 23,5-25,50C, dengan ratarata pH 6,8 -7,2 dan kadar amonia 0,003-0,06 mg/L serta kandungan oksigen 4,17 – 5,6 ppm. Hasil pengukuran kualitas air yang diperoleh selama penelitian menunjukkan nilai yang berbeda untuk pengamatan suhu, pH dan oksigen. Sedangkan nilai yang sama untuk pengamatan ammonia pada setiap perlakuannya, namun masih berada dalam kisaran yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan lele pada beberapa perlakuan ( Tabel 7).

Tabel 7. Fisik-Kimia air dalam wadah pemeliharaan ikan lele Sangkuriang pada September 2010.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa suhu media pemeliharaan berada pada kisaran 23,5-25,50C untuk semua perlakuan, dan masih berada dalam kisaran optimal untuk kelangsungan hidup benih ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Huet (1971) bahwa suhu perairan yang optimum yang dapat mendukung kelangsungan hidup ikan berada pada kisaran 20 - 280C.

Nilai pH selama penelitian berkisar antara 6,8 - 7,2 , nilai tersebut masih berada dalam kisaran normal. Nilai pH yang normal bagi kehidupan ikan adalah berkisar 6,5 - 9 (Boyd 1982).

(48)

darah. Batas konsentrasi kandungan ammonia yang dapat mematikan ikan lele adalah lebih besar dari 0,1 ppm (Boyd 1982).

Pembahasan

Keberhasilan pemijahan ikan dicirikan dari tingkat pemijahan ikan. Indikator tersebut sangat penting untuk mengetahui derajat pemijahan yaitu perbandingan antara jumlah ikan yang memijah dengan jumlah ikan yang dipijahkan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian otak ikan patin berpengaruh terhadap derajat pemijahan ikan lele Sangkuriang. Penyuntikan tanpa menggunakan otak ikan patin (penyuntikan NaCl fisiologis 0,9%), dosis otak ikan patin dosis rendah (100 mg/kg induk) dan dosis otak ikan patin yang terlalu tinggi (750 mg/kg induk) tidak berhasil merangsang ikan lele Sangkuriang berovulasi atau memijah. Menurut Head et al. (1995) kemampuan ikan untuk berovulasi sangat dipengaruhi oleh pemberian atau penggunaan hormon yang efektif. Penggunaan dosis yang tepat akan membuat kontraksi otot ovari terpacu terus menerus dan bukaan saluran telur membesar sehingga telur yang dikeluarkan lebih banyak.

(49)

oleh dopamine (Zohar et al. 1989). Menurut Sahoo et al. (2004), jika hormon yang masuk kedalam tubuh terlalu banyak maka akan terjadi mekanisme umpan balik negatif yang menghambat kontraksi otot ovari dengan ditandai dengan mengecilnya saluran telur (oviduct).

Kandungan hormon GnRH dalam otak dipengaruhi oleh kondisi dari dari kematangan gonad ikan donor (ikan patin). Hal ini dibuktikan pada perlakuan dosis 250 mg/kg yang menggunakan ikan patin ukuran 500 g dan dosis 200 mg/kg yang menggunakan ikan patin betina belum matang gonad. Hasilnya menunjukkan ikan lele Sangkuriang tidak ovulasi. Sedangkan pada penyuntikan ikan lele Sangkuriang dengan menggunakan otak ikan patin yang berasal dari ikan patin yang sudah matang gonad pada dosis yang sama berhasil merangsang ikan lele Sangkuriang mijah dengan derajat pemijahan 66%. Selain itu, keberhasilan pemijahan lele Sangkuriang juga harus memperhatikan kesiapan induk baik betina maupun jantan. Selama pengamatan dalam penelitian, pemeriksaan telur induk dengan cara kanulasi harus dikerjakan sebaik mungkin supaya ikan tidak mengalami stress, karena berdampak pada kegagalan pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik dengan otak ikan patin. Berbeda dengan penyuntikan dengan hipofisa atau ovaprim, meskipun kondisi induk ikan kematangannya kurang dan agak stress tetapi induk ikan tersebut tetap mengalami ovulasi.

Ikan lele Sangkuriang yang berhasil memijah akan ditentukan oleh fekunditas pemijahan atau prosentase bobot telur yang berhasil dikeluarkan dengan bobot induk ikan sebelum memijah. Ikan lele Sangkuriang yang disuntik NaCl fisiologis 0,9% tidak berpengaruh terhadap fekunditas pemijahan, hal ini karena pada larutan tersebut tidak terdapat hormon gonadotropin, sehingga kemampuan hormon dalam mengovulasikan telur sangat terbatas. Menurut Nagahama (1987) menyatakan bahwa keberhasilan ovulasi tergantung pada proses pematangan tahap akhir oosit. Kemudian Selman dan Wallace (1989) melaporkan bahwa oosit yang sudah menjadi telur dan telah siap diovulasikan akan terjadi apabila telah mendapat rangsangan hormonal yang sesuai.

(50)

diovulasikan. Tingginya nilai fekunditas pemijahan yang dihasilkan oleh kedua perlakuan tersebut menunjukkan bahwa rangsangan hormonal yang diberikan sesuai. Pada penyuntikan dosis otak patin 500 mg/kg, meskipun dosisnya lebih tinggi tetapi nilai fekunditas pemijahannya lebih rendah. Hal ini dikarenakan telur yang mengalami ovulasi hanya sebagian (ovulasi parsial) yang disebabkan kurangnya rangsangan LH. Sahoo et al. (2004) menjelaskan bahwa dosis yang terlalu tinggi kemungkinan akan membuat telur yang telah matang gonad akan berlebih menerima hormon, sehingga proses ovulasi akan ditekan dan menyebabkan telur yang keluar lebih sedikit dibandingkan dengan telur yang disuntikkan dengan dosis yang tepat.

Berhasilnya ikan mengeluarkan telur tidak terlepas dari proses pematangan akhir oosit oleh maturation inducing hormone (MIH). Seperti yang telah dikemukakan oleh Goetz (1983) dan Stacey (1984) bahwa hormon gonadotropin yaitu luteinizing hormone (LH) menyebabkan telur mengalami proses pematangan dengan merangsang sintesa maturation inducing steroid (MIS) dari sel-sel theca folikel. Tingginya kadar hormon estrogen akan memacu produksi LH semakin banyak, maka saat pematangan folikel telah mencapai titik maksimalnya akan diikuti pelepasan LH yang membanjir (LH surge) yang mampu menggertak dinding folikel untuk melepaskan ovum.

(51)

yang tepat merupakan salah satu faktor keberhasilan pemijahan dalam sistem pemijahan ikan dengan rangsangan hormonal. Hormon LH yang masuk ke dalam darah atau tubuh ikan merangsang proses pematangan telur sehingga mencapai proses pematangan tahap akhir. Dengan semakin banyaknya telur yang mencapai pematangan tahap akhir, maka akan semakin banyak pula telur yang dapat dibuahi oleh sperma, sehingga mengakibatkan prosentase pembuahan telur ikan lele Sangkuriang yang dihasilkan juga meningkat. Ini dikarenakan didalam proses fertilisasi, hanya telur-telur yang telah mencapai pematangan tahap akhir atau germinal vesicle break down (GVBD) yang dapat dibuahi oleh sperma. Kemudian pada dosis penyuntikan yang lebih tinggi yaitu 500 mg/kg induk, prosentase derajat pembuahan telur lele Sangkuriang menurun. Ini dikarenakan oleh menurunnya tingkat kematangan telur yang dihasilkan, akibat terganggunya keseimbangan dan kerja hormon-hormon reproduksi di dalam tubuh induk ikan lele Sangkuriang.

Telur yang dibuahi akan menetas bila proses embriogenesis berlangsung dengan baik dan kinerja dari enzim chorionase yang dapat memecahkan lapisan chorion telur. Proses embriogenesis dipengaruhi oleh kerja hormon yang dikeluarkan oleh embrio, volume kuning telur, suhu, oksigen terlarut, pH, salinitas dan intensitas cahaya. Pada saat penetasan, kadar pH pada akuarium adalah 6,8 dan kandungan oksigen terlarut adalah 4,2 - 5,6 mg/l, sedangkan suhu air mencapai 28 - 31.5oC. Sejalan dengan pendapat Lagler et al. (1977) bahwa faktor yang dapat mempengaruhi penetasan telur adalah kualitas perairan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan derajat penetasan telur ikan lele Sangkuriang yang disuntik ekstrak otak ikan patin dipengaruhi oleh derajat pembuahan telur. Seperti yang dinyatakan oleh Oyen et al. (1991) bahwa prosentase daya tetas telur selalu ditentukan oleh prosentase fertilitas telur, dimana semakin tinggi prosentase fertilitas telur maka akan semakin tinggi pula prosentase daya tetas telur, kecuali bila ada faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti perubahan suhu yang mendadak, oksigen dan pH.

(52)

reseptor yang membawa hormon GnRH. Dalam kasus ini, reseptor masih dapat menghantarkan hormon GnRH mencapai organ target (kelenjar hipofisa) tetapi tidak maksimal karena hormon yang dibawanya terlalu banyak. Sejalan dengan hasil penelitian Masrizal dan Azhar (2002) bahwa pemberian dosis kelenjar hipofisa ayam sebanyak 800 mg/kg induk lele dumbo menyebabkan waktu laten pemijahannya menurun. Hal ini diduga karena terjadinya over dosis yang menyebabkan terganggunya sistem kerja hormon dalam proses ovulasi tersebut. Menurut Bardach et al. (1972) kelebihan dosis kelenjar hipofisa dalam teknik hipofisa dapat membuat ikan tidak memijah atau kembali sama seperti pada

tingkat gonad belum matang (premature). Berbeda dengan dosis otak patin 250 mg/kg mempunyai waktu laten lebih cepat. Hal ini kemungkinan reseptor

bekerja secara optimal sesuai dengan kapasitasnya untuk membawa GnRH pada organ target. Selanjutnya hormon GnRH bekerja merangsang kelenjar hipofisa untuk mensekresikan hormon LH sebagai hormon gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang telur ovulasi. Begitu juga dengan ovaprim yang merupakan kontrol positif memiliki waktu laten lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan pemberian ekstrak otak ikan patin, karena ovaprim memiliki kandungan sGnRH dan domperidon yaitu sejenis antidopamin yang berfungsi menghambat hipothalamus dalam mengekresikan dopamin yang akan memerintahkan hipofisis untuk menghentikan sekresi GtH-I maupun GtH-II atau menghambat penyebaran gonadotropin. Pada penelitian Januari 2011, penyuntikan ekstrak otak ikan patin sebanyak 200 mg/kg induk ikan, mempunyai respon yang sama dengan penyuntikan ovaprim 0,3 ml/kg induk ikan dan hipofisa ikan patin 3 dosis terhadap waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang.

(53)

(Selman dan Wallace, 1989). Sejalan dengan penelitian Mollah dan (1983) bahwa pemberian dosis HCG mampu meningkatkan diameter Clarias macrocephalus. Selanjutnya Pulungan (1992) menyatakan pemberian esktrak hipofisa sapi yang diawetkan dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh terhadap diameter telur Clarias batrachus. Selanjutnya pada penelitian Januari 2011, diperoleh bahwa dosis 200 mg/kg merupakan dosis terendah otak ikan patin yang masih memberikan pengaruh terhadap diameter telur yaitu sebesar 1,51±0,09 mm. Ini mengindikasikan adanya perbedaan antara pengaruh hormon dengan waktu penyuntikan. Perbedaan waktu penyuntikan berkaitan erat dengan siklus reproduksi atau musim pemijahan ikan lele Sangkuriang. Selain itu kondisi ikan donor (ikan patin) juga berpengaruh, selama pengamatan ada perbedaan kualitas kematangan gonad dari ikan donor yang digunakan. Pada September 2010, donor yang digunakan mengandung testis yang memenuhi isi perut. Ini merupakan indikator bahwa gonad ikan donor (ikan patin) dalam kondisi matang gonad.

Berdasarkan perhitungan ekonomis, penggunaan otak ikan patin untuk penyuntikan ikan lele Sangkuriang relatif lebih murah dibandingkan dengan penggunaan ovaprim ataupun hipofisa. Untuk penyuntikan ikan lele Sangkuriang seberat 1 kg dibutuhkan 200 mg otak ikan patin. Biaya yang dibutuhkan untuk membeli 200 mg otak ikan patin sekitar Rp 125,-. Hal ini berdasarkan asumsi harga kepala patin Rp 1500 per kg dan dalam satu kg terdapat 3 kepala ikan patin yang berasal dari ikan patin berukuran 1 kg. Dalam kepala ikan patin tersebut mengandung otak sebanyak ± 800 mg otak, sehingga dapat digunakan untuk penyuntikan 4 kg induk lele Sangkuriang. Sedangkan penyuntikan ikan lele Sangkuriang dengan hipofisa membutuhkan 3 kepala ikan patin, sehingga biaya yang diperlukan sebesar Rp 1500,-. Selanjutnya penyuntikan ikan lele Sangkurang dengan ovaprim sebanyak 0,3 ml/kg induk membutuhkan biaya Rp 6.000,-. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka penggunaan otak ikan patin lebih menguntungkan.

(54)

Kesimpulan

Penggunaan atau penyuntikan otak ikan patin berpengaruh terhadap keberhasilan pemijahan ikan lele Sangkuriang. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian, penggunaan dosis otak ikan patin yang sudah matang gonad sebesar 200 mg/kg bobot induk ikan lele Sangkuriang merupakan dosis yang efektif dalam derajat pemijahan, mempercepat waktu laten pemijahan, fekunditas pemijahan, diameter telur, derajat pembuahan dan penetasan telur ikan lele Sangkuriang.

S a r a n

Berdasarkan pada pertimbangan hasil penelitian, maka disarankan :

1. Otak ikan patin dapat digunakan sebagai alternatif hormon alami yang efektif dan efisien dalam merangsang keberhasilan pemijahan ikan lele Sangkuriang. 2. Penyuntikan otak ikan patin sebesar 200 mg/kg bobot induk merupakan dosis

yang tepat untuk merangsang pemijahan ikan lele Sangkuriang.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan dosis otak ikan patin dengan waktu pemijahan yang berbeda disertai analisa kandungan hormon dalam otak ikan patin dan induk ikan lele Sangkuriang yang disuntik ekstrak otak ikan patin.

(55)

Adams BA, Vickers ED, Warby C, Park M, Fischer, WH, Grey Craig A, Rivier JE and Sherwood NM. 2002. Three forms of gonadotropin-releasing hormon, including a novel form, in a basal salmonid, Coregonus clupeaformis, Bio Rep 67 : 232.

Amano M, Urano A, Aida K. 1997. Ditribution and Function of Gonadotropin-Releasing hormon in Teleostei Fish Brain. Zoological Science 14 : 1- 11.

Anonimus. 2005. Petunjuk Teknis Pembesaran Ikan Patin, Mas, dan Lele. Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat.

Bardach JE, JH Ritner and WO Mc Larney. 1972. Aquaculture the Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons, New York.

Bernier NJ, Kraak GV, Farrel AP, Brauner CJ. 2009. Fish Neuroendocrinology. In: Fish Physilogy Vol 28. By : Farrel, A.P and Brauner, C.J. First Edition. Academic Press. London. 537p.

Billard R and J Marcel. 1980. Stimulation of Spermation and Induction of Ovulation in Pike, Essox Lucius. Aquaculture 21:181-195.

Bosma PT, Kolk SM, Rebers FEM, Roelants I, willems GM and Schullz RW. 1997. Gonadotrophs but not Somatotrophs carry Gonadotropin-Releasing hormon Receptors: Receptor Localisation, Intracellular Calcium, and Gonadotropin and GH Release.Journal of Endocrinology 152: 437 - 446.

Boyd CE. 1979. Water Quality in Warm Fish Pond. Auburn University, Agricultural Experiment Nation, Alabama. 359 pp.

Brzuska, E. 2003. Artificial Propagation of African Catfish (Clarias gariepinus): Differences Between Reproduction Effects after Stimulation of Ovulation With Carp Pituitari Homogenate or GnRH-a and Dopaminergic Inhibitor. Czech J Anim Sci 48 (5): 181–190.

Budhiman A. 2007. Freshwater Fish Seed Resources in Indonesia, pp. 329–341. In: M.G. Bondad-Reantaso (ed.). Assessment of Freshwater Fish Seed Resources for Sustainable Aquaculture. FAO Fisheries Technical paper. No. 501. Rome, FAO. 2007. 628p.

Carnevali O, Ciona C, Tosti L, Lubzens E, Maradona F. 2006. Role of Cathepsins in Ovarian Follicle Growth and Maturation. General and Comparative Endocrinology 146:195-203.

Gambar

Gambar 6. Induk ikan lele Sangkuriang hasil seleksi.
Gambar 10. Telur ikan lele Sangkuriang yang dibuahi berwarna  kekuningan (a) dan yang tidak dibuahi berwarna putih keruh (b)
Gambar 12.Waktu laten pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik
Tabel 6. Kinerja pemijahan ikan lele Sangkuriang yang disuntik otak ikan patin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini selaras dengan hasil komparasi metode EDXRF dengan metode AAS yang memberikan kesesuaian hasil analisis, sehingga menunjukkan bahwa metode analisis

• Seluruh host pada jaringan yang sama harus memiliki broadcast address yang sama dan alamat tersebut tidak boleh digunakan sebagai nomor IP untuk host tertentu. •

Mengingat bahwa pengaruh biaya promosi terhadap peningkatan volume penjualan tergolong positif dengan korelasi yang sangat kuat, maka kegiatan promosi pada perusahaan pertenunan

Upaya untuk menunjang program restrukturisasi khususnya Bank Mandiri, dibutuhkan suatu penilaian kinerja keuangan yang mencerminkan penciptaan nilai tambah secara ekonomis

Alhamdulillah dengan petunjuk dan hidayah-Nya, penulis telah selesai menyusun skripsi yang sangat sederhana ini untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat guna

Menurut penelitian Suheni tentang hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas, jumlah rokok yang dihisap

Objektif utama perisian ini dibangunkan adalah untuk memberi peringatan kepada pengguna komputer apabila telah masuk waktu solat dan menghentikan operasi di komputer dan

Berdasarkan hasil penelitian, penerapan kelas homogen dan heterogen terhadap motivasi belajar tergolong &#34;cukup baik&#34;kelas heterogen mendapati 79% sedangkan