Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak ikan asin jambal roti yang telah difraksinasi menggunakan kromatografi gel dengan Sephadex G10 yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2004). Bahan-bahan lainnya untuk identifikasi adalah air bebas ion, asetonitril (Merck), metanol (Merck) dan akuades. Sedangkan untuk uji sensori digunakan NaCl dan monosodium glutamate (MSG) sebagai larutan standar, L-Fenilalanin (Sigma), L-Triptofan (Sigma), L-Tirosin (Sigma), L-Histidin-HCl (Sigma) dan kreatinin (Sigma). Untuk seleksi dan pelatihan panelis diperlukan larutan NaCl (Merck), MSG (Quest), asam sitrat, sukrosa dan kafein. Larutan untuk uji sensori diencerkan menggunakan air minum dalam kemasan merk Aceros.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter, freeze dryer, Solid Phase Extraction (SPE) dengan kolom C18 (LC-18) dari Supelco, LC-MS/MS (Liquid Chromatography-Mass Spectrometry): LC (agilent 1100 series), MS (Bruker Daltonics Esquire 6000), kolom C8 (Agilent Eclipse XDB-C8, 5 µm (4,6 x 150 mm). Alat lainnya adalah Capillary Electrophoresis (CE) Hewlett Packard Capillary Zone electrophoresis dan HP ChemStation untuk sistem kontrol, pengumpulan dan analisis data.
Metode
Isolasi Peptida Dari Fraksi Tergurih menggunakan Solid Phase Extraction (Herraiz dan Casal, 1995)
Teknik ini merupakan mode pemisahan kromatografi yang menggunakan fase diam C18. Kolom disposible yang digunakan mengandung 500 mg adsorben (40 ì m, 60 • ) dengan volume kolom 2.8 ml). Sebelum digunakan, dilakukan
pengkondisian kolom dengan cara melewatkan solven : 2 ml metanol, 2 ml air bebas ion dan 2 ml air bebas ion yang mengandung 0.1 % TFA. Setelah itu,
sebanyak 1 ml larutan sampel (kurang lebih 150 nmol) dimasukkan ke dalam kolom dan ditarik secara perlahan dengan kecepatan 1 ml/menit dalam kondisi vakum bertekanan 20 inHg. Eluat yang keluar kolom ditampung sebagai fraksi tidak tertahan. Setelah itu, ditambahkan 2 ml air bebas ion yang mengandung TFA 0.1% dan eluatnya ditampung sebagai fraksi 1. Fraksi 2 hingga 8 didapatkan secara berurutan setelah menambahkan 2 ml solvent yang mengandung 10% - 40% ACN yang mengandung 0.1% TFA dengan interval kenaikan ACN 5% (Gambar 5).
Identifikasi Peptida menggunakan CE
Peptida dan asam amino yang terdapat pada fraksi-fraksi hasil fraksinasi menggunakan kromatografi gel dengan Sephadex G10 yang telah dilakukan oleh Rahmawaty (2004) diidentifikasi menggunakan CE. Identifikasi peptida dengan CE dilakukan dengan menggunakan Capillary Zone Electrophoresis yaitu Hewlett Packard Capillary Zone electrophoresis dan HP ChemStation untuk sistem kontrol, pengumpulan dan analisis data. Kondisi yang diterapkan : kolom yang digunakan adalah fused silica dengan panjang 48.5 cm dan diameter dalam 50 ì m. Tegangan 15 kV dengan jumlah sampel yang diinjeksikan sebanyak 50 nl. Detektor yang digunakan adalah Diode Array Detector pada panjang gelombang 190 – 600 nm. Suhu eksternal 25oC dan buffer yang digunakan adalah asam fosfat 100 mM, pH 2.5.
Identifikasi Peptida menggunakan LC-MS
Identifikasi peptida dilakukan dengan menggunakan LC-MS (Sanz-Nebot, V. et al., 2002). Kondisi operasi LC-MS yang digunakan adalah kolom C18 (250 x 4.6 mm ID). Solven yang digunakan adalah campuran ACN yang mengandung 0.1% asam format(v/v) dengan air bebas ion yang mengandung 0.1% asam format(v/v). Sampel dielusi secara gradien yang berubah dari 2% - 50% ACN yang mengandung 0.1% asam format selama 30 menit, kemudian ditingkatkan menjadi 70% ACN yang mengandung 0.1% asam format dan dipertahankan
Gambar 5 Cara isolasi peptida dari fraksi 1 ekstrak ikan asin jambal roti menggunakan teknik Solid Phase Extraction (SPE)
Kondisioning : 1. 2 ml metanol 2. 2 ml air bebas ion
Ditambahkan 2 ml sampel dengan konsentrasi 19 – 20 mg/ml
Ditambahkan 2 ml ACN 35% Ditambahkan 2 ml ACN 40% Ditambahkan 2 ml ACN 30% Fraksi H Fraksi G Fraksi F Ditambahkan 2 ml ACN 15%
Ditarik perlahan dengan kecepatan 1 ml/menit
Ditambahkan 2 ml air bebas ion
Ditambahkan 2 ml ACN 10%
Fraksi tidak tertahan
Fraksi E Fraksi D Fraksi C Fraksi B Fraksi A Ditambahkan 2 ml ACN 20% Ditambahkan 2 ml ACN 25%
selama 10 menit. Setelah itu, konsentrasi ACN diturunkan hingga 2% dan dipertahankan selama 10 menit. Flow rate solvent adalah 0.1 ml/menit. Detektor yang digunakan adalah mass spectrometry.
Seleksi Panelis
Seleksi panelis bertujuan untuk mendapatkan panelis yang mempunyai kemampuan dalam membedakan lima rasa dasar (manis, asam, asin, pahit dan gurih), mampu membedakan 2 rasa yang berdekatan dan mampu membedakan intensitas rasa. Uji-uji yang dilakukan adalah :
1. Uji Lima Rasa Dasar
Tujuan pengujian ini adalah untuk mendapatkan panelis yang dapat mendeteksi dan mengenali 5 rasa dasar (manis, asam, asin, pahit dan gurih). Jumlah panelis (calon panelis) yang diikutsertakan adalah 30-60 orang. Sedangkan metode pengujiannya dilakukan sebagai berikut : panelis diminta untuk menentukan rasa dasar dari 5 larutan yang diujikan seperti pada formulir isian yang disediakan (Lampiran 1). Pengujian ini dilakukan dengan 2 kali ulangan. Adapun cara penyajiannya adalah:
♦ Dalam 1 booth disediakan 5 set larutan yang masing-masing terdiri dari rasa manis (larutan sukrosa 1 %), asin (larutan NaCl 0.2%), asam (larutan asam sitrat 0.04%), pahit (larutan kafein 0.05%) dan gurih (larutan MSG 0.06%)
♦ Sebagai penetral disajikan air minum dan roti tawar
Panelis yang lolos seleksi adalah panelis yang mampu menjawab dengan benar paling sedikit 75%.
2. Uji Segitiga Rasa
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan 2 rasa yang berdekatan yaitu rasa asam dan pahit serta rasa asin dan gurih. Dalam setiap pengujian yang dilakukan sebanyak 2 kali ulangan, setiap panelis akan mendapatkan pengacakan seperti pada Tabel 2.
Cara penyajian larutan uji adalah : dalam 1 booth tersedia 3 larutan uji, 2 larutan sama sedangkan yang lainnya beda. Konsentrasi larutan yang digunakan
sama untuk masing-masing rasa dengan uji rasa dasar. Panelis diminta untuk mendeteksi larutan mana yang berbeda seperti pada form isian pada Lampiran 2 dan 3. panelis yang lolos seleksi adalah panelis yang mampu menjawab benar minimal 75%.
Tabel 2 Sistem pengacakan sampel pada uji segitiga rasa asam-pahit dan asin-gurih
Panelis Sesi 1 Sesi 2 Panelis Sesi 1 Sesi 2
1 AAB BBA 7 ABB BAA
2 BBA ABA 8 ABA ABB
3 BAA BAB 9 BAB AAB
4 ABA ABB 10 BBA ABA
5 ABB BAA 11 AAB BBA
6 BAB AAB 12 BAA BAB
3. Uji Rangking
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan tingkat intensitas rasa asin dan gurih. Metode uji yang digunakan adalah uji pasangan. Larutan sampel yang diujikan seperti tertera pada Tabel 3.
Table 3 Jenis dan konsentrasi larutan sampel untuk uji rangking pada pelatihan panelis
Rasa Stimuli Konsentrasi (g/L)
Asin NaCl 1.0 2.0 5.0 10.0
Gurih MSG 0.6 1 1.8 3.5
Sampel disajikan secara acak dimana masing-masing panelis akan mendapatkan pengacakan yang sama. Panelis yang diterima adalah panelis yang mampu merangking dengan benar dan panelis yang merangking terbalik pada konsentrasi yang berdekatan. Form isian dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pelatihan Panelis
Pelatihan panelis dilakukan pada 14 orang panelis yang telah lolos seleksi. Pelatihan bertujuan agar panelis mengenal sampel yang akan diuji (ekstrak ikan asin jambal roti, ekstrak ikan peda putih dan kecap ikan berberat molekul kurang dari 1000 Da). Selain itu, pelatihan bertujuan agar panelis terbiasa/terlatih untuk melakukan uji skoring dalam menguji intensitas rasa asin dan gurih sampel. Pelatihan dilakukan dengan menyajikan 3 sampel, 3 standar rasa asin dan 3 standar rasa gurih. Sampel disajikan pada 3 konsentrasi berbeda yaitu 0.1% (b/v), 0.5% (b/v) dan 1.0% (b/v). Standar rasa asin adalah NaCl dengan konsentrasi 0.25% (b/v) untuk skor 50, 0.50% (b/v) untuk skor 80 dan 1.25% (b/v) untuk skor 150. Sedangkan standar rasa gurih digunakan larutan MSG dengan konsentrasi 0.05% (b/v) untuk skor 50, 0.10% (b/v) untuk skor 80 dan 0.20% (b/v) untuk skor 150. Panelis diminta untuk menilai intensitas rasa asin bersamaan dengan rasa gurih sampel uji setelah mencicip ke tiga standar. Intensitas rasa asin dan gurih dinilai dari skor 1 – 150 pada garis lurus sepanjang 15 cm. Form isian pelatihan panelis terdapat pada Lampiran 5. Selama pelatihan dilakukan pengujian kinerja panelis dengan mengamati rata-rata standar deviasi respon terhadap rasa asin dan gurih untuk masing-masing panelis.
Omission test (Engel et al., 2000)
Omission test digunakan untuk mengetahui peranan peptida dalam menghasilkan rasa gurih fraksi tergurih hasil kromatografi gel. Uji ini dilakukan dengan cara membuat larutan model yang terdiri dari MSG 4 mM, NaCl 80 mM dan asam amino sintetik sesuai hasil diidentifikasi, setelah itu diuji intensitas rasa gurih dan asinnya. Untuk mengetahui peranan masing-masing komponen, dilakukan penghilangan satu atau beberapa komponen kemudian diuji intensitas rasa gurih dan asinnya. Intensitas rasa gurih dan asin diuji menggunakan uji skoring dengan 14 panelis terlatih. Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan pada á = 0.05 dengan menggunakan program SPSS 11.0.
PEMBAHASAN
Identifikasi Peptida Gurih menggunakan LC-MS/MS
Liquid Chromatography – Mass Spectrometry digunakan untuk mengetahui berat molekul peptida dan asam amino penyusunnya yang ada pada masing-masing fraksi. Campuran peptida yang ada pada fraksi akan dipisahkan berdasarkan kesamaan kepolaran dan selektifitasnya terhadap fase gerak (campuran air dan asetonitril) serta interaksinya dengan fase diam (C8). Setelah itu masing-masing senyawa akan diionisasi menggunakan teknik electrospray ionization (ESI) sehingga membentuk ion-ion molekul bermuatan positif yang akan dideteksi oleh MS1 untuk mengetahui massa peptida. Kemudian dilakukan seleksi parent ion (dari MS1) untuk kemudian dideteksi fragmentasinya (product ion) oleh MS2 sehingga dapat dilakukan identifikasi asam amino penyusunnya. Hal ini berlaku bagi senyawa yang menghasilkan muatan lebih dari 1, akan tetapi senyawa yang hanya menghasilkan muatan +1, identifikasi asam amino dapat dilakukan dari MS1 (Wysocki et al., 2003).
Kandungan asam amino pada peptida diduga berdasarkan spektrum MS (baik MS1 maupun MS2) yaitu dari adanya peak yang sesuai dengan berat molekul asam amino+1 [M+H]+, ion immonium dan adanya peak yang menunjukkan pelepasan H2O (kehilangan massa 18) ataupun NH3 (kehilangan massa 17) (Petritis et al., 2000; Petritis et al., 2002 dan Chimbault et al., 1999). Selain itu, kandungan asam amino diduga dari adanya kehilangan massa yang sesuai dengan massa asam amino yang kehilangan H2O karena telah berikatan dengan asam amino lain membentuk ikatan peptida (Covey et al., 1991 dan D’Agostino et al., 1998). Adapun urutan dari asam amino belum dapat ditentukan karena memerlukan identifikasi yang lebih intensif dan memerlukan software khusus agar kesalahan penentuan urutan asam amino tidak terlalu besar.
Contoh pendugaan kandungan asam amino pada peptida yang teridentifikasi pada FTT Fraksi 1 ulangan 1 yaitu pada peak ke-6 dengan waktu retensi 16.1 menit dan berat molekul 430.0 Dalton. Fragmentasi senyawa ini dapat dilihat pada Lampiran 6a. Peptida ini diduga mengandung asam amino metionin (Met). Dugaan ini didasarkan oleh adanya ion dengan m/z 149.9, 132.8
dan 103.9 pada MS1. Ion-ion tersebut secara berturut-turut sesuai dengan massa Met + 1 ([Met+H]+), Met + 1 yang kehilangan NH3 ([Met+H-NH3]+) dan ion immonium Met. Hasil fragmentasi lebih lanjut dari ion dengan m/z 149.9 pada MS2 lebih menguatkan dugaan bahwa ion tersebut adalah Met (Lampiran 6b). Hal ini didasarkan pada kesesuaian fragmentasi asam amino Met yang menghasilkan ion-ion dengan m/z 149.9, 132.8 dan 103.9 (Chaimbault et al. 1999 dan Petritis et al. 2000).
Contoh lainnya adalah pendugaan asam amino yang terkandung pada peak ke 13 pada FTT Fraksi 1 ulangan 2 yang mempunyai waktu retensi 26.7 menit dan berat molekul 375.1 Dalton. Hasil fragmentasi ion pada MS1 (Lampiran 7a) menghasilkan ion-ion dengan m/z 131.9 dan 86.0. Diduga ion-ion menunjukkan adanya asam amino leusin (Leu) atau Isoleusin (Ile), dimana masing-masing ion adalah Leu/Ile+1 ([Leu/Ile+H]+) dan ion immonium Leu/Ile (Chaimbault et al. 1999 dan Petritis et al. 2000). Selanjutnya, pendugaan kandungan asam amino dilakukan berdasarkan fragmentasi kedua ion molekul dengan m/z 376.2. Seperti yang terlihat pada Lampiran 7 b, ion-ion yang dihasilkan menunjukkan adanya kehilangan H2O dengan adanya ion bermassa 358.0 yang umum terjadi pada fragmentasi peptida (). Kemudian terdapat pula ion dengan m/z 242.9 yang menunjukkan adanya kehilangan massa 115.1. Massa ini sesuai dengan massa asam aspartat (Asp) yang kehilangan H2O [Asp-H2O]. Selain itu, terdapat pula ion dengan m/z 147.9 yang diduga merupakan asam glutamat (Glu) + 1 [Glu+1]. Berdasarkan ion-ion yang dihasilkan baik oleh MS1 maupun MS2, diduga senyawa (Peak ke 13) ini mengandung Leu/Ile, Asp dan Glu. Demikian seterusnya dilakukan pada peak-peak lainnya dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel.
Secara umum, peak-peak yang dihasilkan dari seluruh fraksi tidak dapat diidentifikasi kandungan asam aminonya secara keseluruhan. Sehingga tidak dapat diketahui urutan asam amino dari peptida tersebut. Hal ini diduga disebabkan oleh ketidakkomplitan series ion-ion yang teramati dan ketepatan penentuan perbedaan massa antara peak yang relevan serta keterbatasan spektrum fragmentasi (Standing, 2003). Oleh karena itu, identifikasi diarahkan pada keberadaan asam glutamat dan aspartat yang terikat dalam peptida serta asam
amino lainnya yang berperan terhadap pembentukan peptida berasa gurih seperti Lys dan Gly (Yamasaki dan Maekawa, 1980 di dalam Nishimura dan Kato, 1988) serta Ser dan Thr (Noguchi et al., 1975 di dalam Nishimura dan Kato, 1988). Keberadaan asam-asam amino ini dideteksi berdasarkan [M+H]+, [M+H-H2O]+, [M+H-NH3]+, [M-H2O] dan ion immoniumnya [Im] seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Ion-ion yang terbentuk sebagai dasar penentuan dugaan kandungan asam amino peptida yang diduga mempunyai rasa gurih
Asam amino [M+H]+ [M+H-H2O]+ [M+H-NH3]+ [M-H2O]* [Im]
Glu 148 130 129 102 Asp 134 116 115 88 Lys 147 - 130 128 - Gly 76 - - 57 - Ser 106 88 - 87 60 Thr 120 102 101 -
Sumber : Chaimbault et al., 1999
* Covey et al., 1991; D’Agostino et al., 1998 dan Yates et al., 1993
Fraksi I
Fraksi I hasil fraksinasi kromatografi gel (Sephadex G10) merupakan fraksi tergurih yang paling banyak mengandung senyawa-senyawa larut air dibandingkan fraksi lainnya berdasarkan hasil CE (Gambar 31). Oleh karena itu, diperlukan suatu tahap fraksinasi untuk memisahkan senyawa-senyawa tersebut agar memudahkan identifikasi menggunakan LC-MS/MS.
Teknik fraksinasi yang digunakan adalah Solid Phase Extraction (SPE). Prinsip fraksinasi ini sama dengan metode kromatografi kolom, akan tetapi fase diam yang digunakan di pak dalam kolom plastik kecil yang disposible (sekali pakai) yang berisi 0.1-0.5 g sorben (Synder et al., 1997). Untuk memisahkan peptida-peptida yang terdapat dalam ekstrak sekaligus memekatkannya dilakukan pemisahan menggunakan fase diam hidrofobik (C18). Teknik ini sangat efisien karena membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk ekstraksi dan pemekatan peptida (Herraiz dan Casal 1995).
Pemisahan senyawa-senyawa yang terdapat pada Fraksi 1 ini didasarkan pada perbedaan tingkat kepolarannya. Oleh karena itu dilakukan elusi bertahap secara gradien dimulai dari 10% asetonitril hingga 45% asetonitril dalam air bebas ion, sehingga dihasilkan 9 fraksi yang berbeda tingkat kepolarannya.
a. Fraksi Tidak Tertahan (FTT)
Fraksi pertama dinamakan Fraksi Tidak Tertahan (FTT) karena mengandung senyawa-senyawa yang tidak ditahan oleh fase diam SPE (C18) yaitu senyawa-senyawa yang sangat polar. Kromatogram fraksi ini baik pada ulangan 1 (Gambar 6) maupun ulangan 2 (Gambar 7) menunjukkan bahwa pemisahan senyawa-senyawa yang ada tidak optimal sehingga peak tidak tajam yang kemungkinan dalam 1 peak yang melebar terdapat lebih dari 1 senyawa. Hal ini dapat disebabkan oleh teknik fraksinasi dengan SPE yang kurang optimal seperti penggunaan fase diam yang terlalu tidak polar (C18) sehingga senyawa-senyawa polar yang banyak terdapat pada fraksi tidak dapat ditahan.
Hasil identifikasi MS/MS menunjukkan pada fraksi ini terdapat sekitar 20 senyawa (20 senyawa pada ulangan 1 dan 18 senyawa pada ulangan 2). Senyawa-senyawa ini diduga merupakan peptida dengan berat molekul berkisar dari 262.0 hingga 476.1 Dalton (Tabel 5). Jenis peptida yang ada pada ulangan 1 dan 2 berbeda-beda, hanya 4 jenis peptida yang diduga ada pada kedua ulangan yaitu peptida berberat molekul 430.0 (15.6 – 16.1 menit) yang mengandung Met, 375.1 (26.7 – 27.7 menit) yang mengandung Leu/Ile, Asp, Glu, 476.1 (32.0 – 32.6 menit) yang mengandung Leu/Ile, Val, Asp dan 375.1 (44.7 – 45.3 menit) yang mengandung Leu/Ile, Glu dan Asp. Dua dari peptida-peptida ini diduga mempunyai rasa gurih karena kedua peptida ini mengandung Glu dan Asp yang diduga mempunyai peranan terhadap pembentukan rasa gurih dari suatu peptida (Nakata et al. 1995). Peptida lainnya yang diduga mempunyai rasa gurih adalah peptida dengan berat molekul 444.0 (17.3 menit) dan 444.1 (17.9 menit) pada ulangan 1 serta peptida berberat molekul 425.0 (16.8 menit) pada ulangan 2. Ketiga peptida tersebut teridentifikasi mengandung Glu dan Asp (Tabel 5 dan Lampiran 8 dan 9).
Dari sekitar 20 jenis peptida yang diidentifikasi, hanya 2 jenis peptida yang dapat diidentifikasi kandungan asam aminonya secara lengkap yaitu peptida berberat molekul 375.1 dengan waktu retensi 27.7 menit pada ulangan 1 dan 26.7
Gambar 6 Kromatogram FTT hasil fraksinasi Fraksi 1 ulangan 1ikan asin jambal roti goreng (14 mg/ml) menggunakan kolom C8, elusi gradien 2% ACN yang mengandung 0.1% asam format hingga 50% ACN yang mengandung 0.1% asam format selama 50 menit, flow rate 0.1 ml/menit.
Gambar 7 Kromatogram FTT hasil fraksinasi Fraksi 1 ulangan 2 ikan asin jambal roti goreng (16.3 mg/ml) menggunakan kolom C8, elusi gradien 2% ACN yang mengandung 0.1% asam format hingga 50% ACN yang mengandung 0.1% asam format selama 50 menit, flow rate 0.1 ml/menit.
Tabel 5 Berat molekul senyawa dan dugaan kandungan asam amino yang ada pada FTT Fraksi 1 ulangan 1 dan 2
Ulangan 1 Ulangan 2 No. peak Massa (MS1) Waktu Retensi (menit) Dugaan kandungan asam amino No. peak Massa (MS1) Waktu Retensi (menit) Dugaan kandungan asam amino 1. 323.6 10.8 - 1. 426.1 10.6 -
2. 390.1 11.7 Lys 2. 275.7 12.7 Val, Leu/Ile
3. 262.0 12.5 - 3. 449.0 13.9 Val, Pro
4. 283.9 13.6 Val 4. 406.1 14.2 Val, Pro
5. 430.1 14.6 Val , Pro 5. 288.9 14.4 Val, Glu
6. 430.0 16.1 Met 6. 361.0 14.8 Met, Pro
7. 444.0 17.3 Glu, Asp 7. 430.1 15.6 Met 8. 444.1 17.9 Glu, Asp 8. 425.0 16.8 Glu, Asp 9. 361.0 18.9 Leu/Ile, Glu 9. 392.0 17.5 Lys/Gln
10. 431.1 19.6 Leu/Ile 10. 476.1 18.1 -
11. 431.1 22.0 Leu/Ile 11. 389.1 18.8 Met, Leu/Ile 12. 473.1 27.2 Leu/Ile,
Asp-Asp
12. 431.1 21.2 Leu/Ile
13. 375.1 27.7 Leu/Ile, Glu, Asp
13. 375.1* 26.7 Leu/Ile, Asp, Glu
14. 432.1 31.6 Cys, Val, Leu/Ile 14. 476.0 28.9 Leu/Ile, Val 15. 476.1 32.6 Leu/Ile, Val, Asp 15. 476.1 32.0 Leu/Ile 16. 476.1 32.9 Met, Leu/Ile 16. 387.2 34.5 Leu/Ile 17. 357.0 42.2 Pro, Leu/Ile 17. 322.1 41.7 Leu/Ile 18. 476.1 43.2 2 Leu/Ile 18. 375.1* 45.3 Leu/Ile, Glu, Asp 19. 375.1* 44.7 Leu/Ile, Glu, Asp
20. 375.1* 47.2 Leu/Ile, Asp, Glu
* diduga kandungan asam amino telah teridentifikasi dengan lengkap
menit pada ulangan 2. Peptida dengan berat molekul yang sama, teridentifikasi pada waktu retensi yang lebih lama yaitu 44.7 menit pada ulangan 1 dan 45.3 menit pada ulangan 2. Kandungan asam amino kedua jenis peptida ini sama yaitu Leu/Ile, Glu dan Asp. Berat molekul asam amino Leu tidak dapat dibedakan dengan Ile karena kedua senyawa tersebut mempunyai berat molekul yang sama (isomer). Diduga, kedua peptida tersebut mempunyai kandungan asam amino yang sama sehingga mempunyai berat molekul yang sama, akan tetapi urutan asam aminonya berbeda sehingga berpengaruh terhadap waktu retensi masing-masing peptida. Dugaan ini didasarkan adanya pola fragmentasi ion yang berbeda pada kedua peptida tersebut, seperti yang terlihat pada Lampiran 10. Peptida
dengan waktu retensi sekitar 26.7 dan 27. 7 menit mempunyai base peak pada m/z 376.1 sedangkan peptida dengan waktu retensi 44.7 dan 45.3 menit mempunyia base peak pada m/z 247.0.
b. Fraksi A
Fraksi berikutnya adalah Fraksi A yang mengandung senyawa-senyawa yang sangat polar karena dielusi menggunakan air bebas ion. Pemisahan senyawa-senyawa yang ada pada fraksi ini, baik pada ulangan 1 maupun ulangan 2, juga tidak optimal seperti pada FTT (Gambar 8 dan 9). Bentuk peak yang melebar dan tidak tajam menunjukkan bahwa kemungkinan terdapat lebih dari satu senyawa pada masing-masing peak yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem gradien yang diterapkan pada LC. Diduga senyawa-senyawa yang ada pada Fraksi 1 ekstrak ikan asin jambal roti merupakan senyawa-senyawa yang sangat polar sehingga mempunyai waktu retensi yang hampir bersamaan.
Kandungan senyawa, yang diduga peptida, pada fraksi ini berbeda antara ulangan 1 dengan ulangan 2. Pada ulangan 1 terdapat 26 senyawa, sedangkan pada ulangan 2 terdapat 18 senyawa (Tabel 6). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan waktu penyimpanan ikan asin jambal roti sehingga penguraian protein menjadi peptida-peptida juga berbeda. Semakin banyak jumlah peptida berberat molekul kecil menunjukkan semakin banyaknya protein yang diuraikan yang sebanding dengan lamanya waktu penyimpanan. Dari sekian banyaknya peptida yang terkandung pada Fraksi A, hanya 2 jenis peptida yang terdapat pada kedua ulangan yaitu peptida berberat molekul 356.1 dengan waktu retensi 12.0 menit pada ulangan 1 dan 11.8 menit pada ulangan 2 dan peptida berberat molekul 356.0 dengan waktu retensi 15.7 dan 15.0 menit secara berurutan untuk ulangan 1 dan 2. Walaupun kedua peptida tersebut mempunyai berat molekul yang sama, tetapi kandungan asam aminonya berbeda. Pada peptida yang terelusi pada waktu 11.8 dan 12.0 menit mengandung asam amnio Lys/Gln yang ditandai adanya peak dengan m/z 146.9 [Lys/Gln+H]+ dan 129.9 [Lys/Gln+H-NH3]+ (Lampiran 11 dan 12). Asam amino Lys dan Gln sulit dibedakan karena mempunyai berat molekul yang sama, akan tetapi peptida ini diduga mengandung asam amino Lys yang
Gambar 8 Kromatogram Fraksi A hasil fraksinasi Fraksi 1 ulangan 1 ikan asin jambal roti goreng (23.5 mg/ml) menggunakan kolom C8, elusi gradien 2% ACN yang mengandung 0.1% asam format hingga 50% ACN yang mengandung 0.1% asam format selama 50 menit, flow rate 0.1 ml/menit.
Gambar 9 Kromatogram Fraksi A hasil fraksinasi Fraksi 1 ulangan 2 ikan asin jambal roti goreng (7.8 mg/ml) menggunakan kolom C8, elusi gradien 2% ACN yang mengandung 0.1% asam format hingga 50% ACN yang mengandung 0.1% asam format selama 50 menit, flow rate 0.1 ml/menit.
Tabel 6 Berat molekul senyawa dan dugaan kandungan asam amino yang ada pada Fraksi A Fraksi 1 ekstrak ikan asin jambal roti ulangan 1 dan 2
Ulangan 1 Ulangan 2 No. peak Massa (MS1) Waktu Retensi (menit) Dugaan kandungan asam amino No. peak Massa (MS1) Waktu Retensi (menit) Dugaan kandungan asam amino 1. 314.0 11.4 Lys/Gln 1. 356.2 11.8 Lys/Gln 2. 356.1 12.0 Lys/Gln 2. 262.0 12.2 Val, Leu/ILe
3. 323.0 12.6 - 3. 376.0 13.0 -
4. 326.0 13.2 Valb,c 4. 227.9 13.6 Val, Trp 5. 430.1 14.0 Val,Trp 5. 393.0 14.0 Val, Pro
6. 451.9 14.6 - 6. 423.1 14.4 Met
7. 356.0 15.7 Met, Pro 7. 355.9 15.0 Met
8. 444.1 17.1 Glu, 2 Asp 8. 243.9 15.5 Met 9. 431.1 17.6 Pro, Leu/Ile,
Lys/Arg
9. 408.1 16.2 Lys/Gln
10. 260.0 18.4 Leu/Ile 10. 246.0 16.8 Tyr
11. 389.0 19.0 Leu/Ile 11. 375.1 17.2 Gly, Glu, Pro, Lys/Gln 12. 431.1 20.1 Leu/Ile 12. 259.9 17.5 Leu/Ile,Val 13. 424.0 25.8 Leu/Ile,Met 13. 431.1 18.4 Leu/Ile 14. 457.1 27.7 Leu/Ile 14. 130.9 22.5 Leu/Ile 15. 424.1 29.0 Leu/Ile, Asn 15. 389.0 29.3 Leu/Ile,Val 16. 430.2 31.2 Asp, Leu/Ile 16. 346.0 34.8 Leu/Ile 17. 439.2 31.9 Leu/Ile, 2 Val,
Pro
17. 246.0* 43.1 Leu/Ile, Asp
18. 474.2 32.4 2 Leu/Ile 18. 375.0 44.6 Leu/Ile, Val 19. 474.1 32.8 Leu/Ile 20. 389.0 33.7 Leu/Ile 21. 474.2 36.4 2 Leu/Ile, Pro 22. 368.0 41.2 Leu/Ile, Asp 23. 476.1 44.4 Leu/Ile, Val 24. 446.1 46.0 Pro, Leu/Ile 25. 472.1 47.0 Leu/Ile, Asp, Glu 26. 389.1 47.9 Leu/Ile, Asp, Pro
didasarkan penelitian Petritis et al. (2002) bahwa dipeptida yang mengandung Lys memberikan ion molekul dengan m/z 147.0 dan 129.0, sedangkan dipeptida yang mengandung Gln hanya menghasilkan ion molekul dengan m/z 147. Selain itu, peptida-peptida yang dihasilkan dari pemecahan protein ikan asin jambal roti diduga merupakan hasil pemecahan enzim tripsin yang mempunyai spesifikasi memotong protein dari residu asam amino Arginin (Arg) atau Lisin (Lys)
(Covey et al., 1991). Sedangkan peptida dengan waktu retensi lebih banyak menunjukkan mengandung asam amino Met yang ditandai adanya peak dengan m/z 149.8 [Met+H]+, 132.8 [Met+H-NH3]+ dan 103.9 yang merupakan ion immonium dari Met (Lampiran 11 dan 12).
Pada ulangan 1, keberadaan Glu hanya terdeteksi pada 2 peptida yaitu peptida dengan BM 444.1 (17.1 menit) dan 472.1 (47.0 menit). Selain Glu, pada kedua peptida ini juga terdeteksi adanya Asp, sehingga peptida ini diduga mempunyai rasa gurih. Sedangkan pada ulangan 2, terdapat 1 peptida yang mengandung Glu yaitu peptida dengan berat molekul 375.1 (17.2 menit). Pada