• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Survei penyakit klorosis dan koleksi tanaman sakit dilakukan di sejumlah pertanaman tomat di daerah Cipanas, Garut, dan Lembang Jawa Barat. Identifikasi virus dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai Maret hingga November 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa satu set Qiagen RNeasy Plant Mini Kit, komponen RT PCR, dan PCR. Adapun alat yang digunakan berupa kamera digital, alat tulis, dan GPS.

Metode Ekstraksi RNA Total

Sebanyak 0,1 gram daun bergejala digerus dengan Nitrogen cair dan ditambahkan 450 µl buffer ekstraksi yang mengandung 1% merkaptoethanol. Hasil gerusan dimasukan ke dalam tabung mikro 2 ml dan diinkubasi pada suhu 56oC selama 10 menit. Sampel yang telah diinkubasi kemudian dimasukan ke dalam QIA shredder spin colomn yang berwarna ungu dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Setelah itu, pipet supernatan tanpa menyentuh pelet ke dalam tabung mikro 2 ml dan tambahkan Ethanol 96% sebanyak 0,5 volume (± 225 µl). Suspensi tersebut dicampur rata dengan pipet.

Setelah tercampur, sebanyak ± 650 µl suspensi dimasukan ke dalam QIA shredder spin colomn pink dan disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Sisa cairan yang terdapat pada dasar tabung dibuang pada tabung koleksi 2 ml. Sebanyak 700 µl buffer RW1 kemudian ditambahkan ke dalam QIA shredder spin colomn pink tersebut kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 detik. Sisa cairan yang terdapat pada dasar tabung dibuang pada tabung koleksi 2 ml. Setelah itu, sebanyak 500 µl buffer RPE dimasukan ke dalam colomn dan disentrifugasi dengan kecepatan dan selang waktu yang sama. Tanpa mengganti tabung koleksi, sebanyak 500 µl buffer RPE

ditambahkan pada colomn dan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm.

QIA shredder spin colomn pink kemudian dipindahkan ke dalam tabung koleksi baru dan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk memastikan bahwa colomn telah kering. Setelah itu, QIA shredder spin colomn pink dipindahkan ke dalam tabung 1,5 ml kemudian ditambahkan RNeasy free water sebanyak 450 µl dan diamkan selama 10 menit. Setelah didiamkan selama 10 menit kemudian disentrifugasi kembali selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk mendapatkan hasil ekstraksi berupa RNA total.

Sintesis Complementary (c) DNA

Reaksi Reverse Transcription (RT) atau transkipsi balik merupakan proses yang digunakan untuk merubah RNA menjadi DNA. Adapun komposisi yang digunakan dalam reaksi RT terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi bahan RT PCR untuk satu kali reaksi

Komponen Volume (µl) H2O 3,2 Buffer RT 10x 1 DTT 50 mM 0,35 dNTP 10 mM 2 MMuLV Rev 0,35 RNAse Inhibitor 0,35 Oligo d(T) 10 mM 0,75 RNA 2 Total volume 10

Penggunaan primer oligo d(T) pada RT-PCR ini ditujukan untuk amplifikasi

pada ujung 5’ dsRNA yang mempunyai poly(A)- dan poly(C)- sehingga forward

primer pada 3’ mempunyai poly(A)- semua (Wintermantel et al. 2009).

Reaksi RT sebanyak 10µl untuk setiap reaksi dijalankan dengan program 25oC selama 5 menit, 42 oC selama 60 menit, dan 70 oC selama 15 menit. Hasil dari RT berupa cDNA yang selanjutnya digunakan dalam proses PCR.

9

Amplifikasi DNA

PCR digunakan untuk memperbanyak pita DNA yang telah terbentuk dari proses RT. Adapun komposisi bahan yang digunakan dalam PCR terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi bahan PCR untuk satu kali reaksi

Komponen Volume (µl) H2O 16,3 Buffer 10x + Mg2+ 2,5 Sucrose cresol 10x 2,5 dNTP 10mM 0,5 Primer F 10µM 1 Primer R 10µM 1

Taq DNA pol 5 u/µl 0,2

cDNA 1

Total volume 25

Primer yang digunakan dalam proses PCR merupakan pasangan primer yang spesifik untuk mendeteksi TICV dan ToCV. Sikuen nukleotida primer yang spesifik untuk TICV yaitu TICV-CF (5’-AATCGGTAGTGACACGAGTAGCATC-3’) dan TICV-CR

(5’-CTTCAAACATCCTCCATCTGCC-3’) yang dapat mengamplifikasi genom virus pada bagian coat protein (CP) dengan produk PCR sebesar 417 bp. Sikuen nukleotida primer spesifik untuk deteksi ToCV adalah pasangan primer spesifik ToCV-CF

(5’-GTGTCAGGCCATTGTAAACCAAG-3’) dan ToCV-CR dengan sekuen (5’- CACAAAGCGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3’) yang dapat digunakan mengamplifikasi genom virus pada bagian minorcoat protein (CPm) sebesar 360 bp.

Program amplifikasi terdiri atas 30 siklus dengan tahapan predenaturasi pada suhu 94oC selama 4 menit, kemudian denaturasi (fase pemisahan utas DNA) pada suhu 94oC selama 1 menit, suhu 62oC selama 1 menit untuk annealing

(pengintegrasian primer), elongasi (sintesis untaian DNA baru) pada suhu 72oC selama 2 menit, kemudian diteruskan tahap pasca extention 72oC selama 10 menit dan 4oC untuk suhu penyimpanan.

Visualisasi Hasil RT-PCR

Amplifikasi DNA hasil PCR dilakukan dengan elektroforesis gel Agarosa 1%. Sebanyak 0,3 gram Agarosa dicampur dengan 30 ml buffer TBE dan dipanaskan hingga tercampur rata. Setelah larutan Agarosa tersebut hangat, kemudian ditambahkan Etidium Bromida sebanyak 0,5 x volume larutan per 10 ml, yaitu 1,5 µl. Larutan tersebut kemudian dituang ke dalam cetakan dan didiamkan selama satu jam. Setelah terbentuk gel, maka sebanyak 10 µl marker DNA dan 7 µl DNA hasil PCR dimasukkan masing-masing ke dalam sumur gel dan dilakukan elektroforesis. Elektroforesis dilakukan selama 60 menit dengan voltase sebesar 50V. DNA yang telah dielektroforesis kemudian divisualisasi di bawah UV transiluminator.

Sikuen Nukleotida dan Analisis Filogenetika

Sikuen-sikuen nukleotida dilakukan dengan pembuatan produk PCR sampel yang positif mengandung virus TICV dan ToCV sebanyak 50µl. Sampel tersebut kemudian dikirim ke PT Macrogen Inc., Seoul, Korea untuk dilakukan sikuen nukleotida.

Hasil sikuen nukleotida kemudian digunakan untuk analisis kesejajaran dengan sikuen nukleotida TICV atau ToCV yang telah dipublikasikan di

GeneBank dengan program BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) (NCBI 2010). Data sikuen nukleotida yang terpilih kemudian dimodifikasi dan analisis spesifisitas nukleotida dilakukan dengan program multiple alignment, ClustalW dengan software Bioedit V7.0.5 sebelum dilakukan analisis filogenetika. Analisis filogenetika dilakukan dengan menggunakan program Genetyx versi 7 berdasarkan pendekatan Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit Klorosis pada Tanaman Tomat di Lapangan

Penyakit klorosis ditemukan telah menyerang semua varietas tomat yang dibudidayakan oleh petani di beberapa daerah sentra produksi tomat di Indonesia. Penyakit klorosis pada tanaman tomat di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Hartono & Wijonarko (2007) di daerah Magelang, Jawa Tengah. Penyakit

klorosis ini pada awalnya disebut sebagai “penyakit ungu” karena gejala lanjut

pada daun menunjukkan warna merah kecokelatan hingga keunguan (Hartono & Wijonarko 2007).

Penyakit klorosis ini juga sudah mulai masuk dan menyerang sejumlah sentra pertanaman tomat di Jawa Barat seperti, yaitu di daerah Cipanas, Lembang, dan Garut (Fitriasari 2010; Suastika et al. 2010). Penyakit klorosis ini menyerang dan menimbulkan gejala pada semua varietas yang ditanam, yaitu Shinta, Warani, dan Martha.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, terlihat bahwa gejala penyakit klorosis berasosiasi dengan adanya populasi kutukebul sebagai vektor penyakit. Gejala yang tampak di lapangan berupa menguningnya jaringan interveinal daun bagian yang lebih bawah. Gejala lebih lanjut menunjukkan perubahan warna dari kekuningan menjadi merah kecoklatan dan daun terlihat agak mengeriting (Gambar 1).

Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada pertanaman tomat di Cipanas (A), Lembang (B), Garut (C), D = gejala awal dan E = gejala lanjut penyakit klorosis

Vektor yang ditemukan di lapangan adalah kutukebul T. vaporariorum dan

B. tabaci. Populasi vektor di lapangan pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl lebih didominasi oleh T. vaporariorum, sedangkan pada ketinggian kurang dari 1000 m dpl jumlah populasi B. tabaci lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Fitriasari (2010) yang menyatakan bahwa faktor ketinggian tempat mempengaruhi jumlah populasi kutukebul yang berperan sebagai vektor penyakit klorosis. Selain itu, populasi kutukebul dipengaruhi juga oleh kondisi cuaca. Pada musim hujan, rata-rata populasi kutukebul di lapangan mengalami penurunan. Sebaliknya, pada musim kemarau populasi kutukebul di lapangan mengalami kenaikan.

Deteksi dengan RT-PCR

Sampel pada ketiga daerah survey yang diambil berasal dari varietas Warani, Sintha, dan Martha. Sampel tersebut kemudian dideteksi dengan RT-PCR untuk mendapatkan isolat yang positif mengandung virus TICV dan ToCV. Berdasarkan deteksi RT-PCR terlihat bahwa sampel dari ketiga daerah tersebut positif terserang Crinivirus (Andriani 2011, komunikasi pribadi).

Pada penelitian ini, deteksi dengan RT-PCR hanya berhasil mengamplifikasi sample tanaman yang berasal dari daerah Cipanas. Kedua isolat dari varietas Warani dan Sinta positif mengandung virus TICV serta varietas Ratna positif mengandung virus ToCV (Gambar 2).

Gambar 2 Hasil amplifikasi sampel DNA Crinivirus dari lapangan dengan menggunakan metode RT-PCR. Lajur 1: ToCV varietas Ratna Cipanas (+), Lajur 2: marker DNA 100 bp, Lajur 3: sampel asal Lembang (-), Lajur 4: TICV varietas Sintha Cipanas (+), Lajur 5 dan 6: sampel asal Garut (-), Lajur 7: TICV varietas Warini Cipanas (+) 500 bp

360 bp

417 bp

13

Amplifikasi dengan teknik RT-PCR menggunakan pasangan TICV-CF dan TICV-CR berhasil mendapatkan fragmen virus TICV dengan ukuran sebesar 417 bp. Adapun pasangan ToCV-CF dan ToCV-CR berhasil mendapatkan fragmen virus ToCV dengan ukuran sebesar 360 bp. Besaran fragmen DNA hasil amplifikasi ini sesuai dengan primer yang didesain untuk kedua virus tersebut (Hirota et al. 2009). Fragmen DNA hasil PCR selanjutnya digunakan dalam sikuen nukleotida.

Sikuen Nukleotida dan Analisis Filogenetika TICV

Analisis perunutan nukleotida dengan ClustalW menunjukkan bahwa gen protein selubung TICV asal Indonesia memiliki homologi dengan TICV yang berasal dari negara lain seperti Amerika, Italia, Jepang, Perancis, dan Spanyol (Gambar 3). AMERIKA 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 INDONESIA 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 ITALIA 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 JEPANG 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 PERANCIS 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 SPANYOL 1:ACCTCAACTGACTTCTACACATTCGTTTTTAAAAATCGGTAGTGACACGAGTAGCATCAA 60 ************************************************************ AMERIKA 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 INDONESIA 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 ITALIA 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 JEPANG 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 PERANCIS 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 SPANYOL 61:ACCTGTAAAAAATGATGTGTTAATAGAAAAAATAAAAACCTTTGAAGATATCCTGGTCGC 120 ************************************************************ AMERIKA 121:AGATGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 INDONESIA 121:AGCTGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 ITALIA 121:AGATGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 JEPANG 121:AGCTGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 PERANCIS 121:AGCTGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 SPANYOL 121:AGCTGTTGAAGATCATAAAGACATAGAGGAAGATAGATCAAAATATGAACTACCTGACGT 180 **.********************************************************* AMERIKA 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 INDONESIA 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 ITALIA 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 JEPANG 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 PERANCIS 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 SPANYOL 181:AACGTCTGAATTTCAACAGGAAGATAAGATAAAACAAGTGAGGTTGTATGACGTGTTGGA 240 ************************************************************ AMERIKA 241:TTGTGGTGGCAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 INDONESIA 241:TTGTGGTGGCAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 ITALIA 241:TTGTGGTGGCAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 JEPANG 241:TTGTGGTGGCAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 PERANCIS 241:TTGTGGTGACAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 SPANYOL 241:TTGTGGTGGCAAATCTTTCTCCACTTTAACCATTAACGCAAAATTTAAGCCTTTCAAATT 300 ********.***************************************************

AMERIKA 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 INDONESIA 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 ITALIA 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 JEPANG 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 PERANCIS 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 SPANYOL 301:TGTAGATATGGTTAACTTATTGCAGTTGTGGTATGGAGACTCAAAATCTAACAATTTAGA 360 ************************************************************ AMERIKA 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 INDONESIA 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 ITALIA 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 JEPANG 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 PERANCIS 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 SPANYOL 361:GCTGTTGATACGTTATGATGAATCACAACGAGATAGATTGACACTTCAACTATGTAT 417 *********************************************************

Gambar 3 Perbandingan hasil sikuen nukleotida sebagian gen coat protein (CP) TICV asal Indonesia, Amerika, Italia, Jepang, Perancis, dan Spanyol menggunakan program ClustalW [tanda * menunjukkan nukleotida

yang identik]

Hal ini juga terlihat berdasarkan similaritas berdasarkan nilai penyejajaran (alignment score) yang mengindikasikan kesamaan urutan nukleotida antar isolat walaupun tidak semuanya 100% (Tabel 3).

Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan bahwa sikuen gen CPm isolat TICV asal Indonesia sama dengan yang berasal dari Jepang dan Spanyol, tetapi berbeda sedikit atau mempunyai kemiripan 99% dengan isolat asal Amerika, Italia, dan Perancis. Menurut Fauquet et al. (2005) apabila terdapat persamaan sikuen nukleotida dari gen protein selubung antara satu virus dengan virus yang lain dengan nilai lebih dari 90%, maka virus-virus tersebut merupakan spesies virus yang sama. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa isolat TICV yang menyerang sejumlah pertanaman tomat di beberapa negara termasuk Indonesia adalah spesies yang sama.

Tabel 3 Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian gen coat protein (CP) isolat TICV asal Indonesia, Amerika, Italia, Jepang, Perancis, dan Spanyol menggunakan program Bioedit V.7.0.5

No. aksesi Asal isolat Tingkat kesamaan (%)

Indonesia Amerika Italia Jepang Perancis Spanyol

- Indonesia - FJ815441 Amerika 99 - EU881362 Italia 99 100 - AB085603 Jepang 100 99 99 - DQ355217 Perancis 99 99 99 99 - FJ542305 Spanyol 100 99 99 100 99 -

15

Analisis filogenetika pada kladogram menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan keenam isolat tersebut terbagi menjadi dua sub kelompok (Gambar 4). Subkelompok pertama terbagi lagi menjadi dua subsubkelompok, yaitu subsubkelompok I yang terdiri dari isolat asal Jepang, Spanyol, dan Indonesia, sedangkan subsubkelompok II hanya terdiri dari isolat asal Perancis. Subkelompok ke dua terdiri dari isolat asal Amerika dan Italia. Kedekatan hubungan kekerabatan isolat TICV asal Indonesia dengan isolat TICV asal Jepang dengan homologi 100% sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilaporkan oleh Hartono & Wijonarko (2007).

Gambar 4 Filogenetika kekerabatan isolat-isolat TICV asal Indonesia, Amerika, Italia, Jepang, Perancis, dan Spanyol berdasarkan sikuen nukleotida sebagian gen coat protein (CP) menggunakan program Genetyx v7

Sikuen Nukleotida dan Analisis Filogenetika ToCV

Analisis similaritas berdasarkan nilai penyejajaran (alignment score) menunjukkan bahwa isolat ToCV asal Indonesia memiliki nilai kesamaan lebih dari 90% dengan isolat dari tiga negara lainnya (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa isolat ToCV asal Indonesia sama dengan isolat ToCV asal Amerika dengan nilai kemiripan sebesar 100%.

Tabel 4 Tingkat kesamaan sikuen nukleotida sebagian dari gen minor coat protein (CPm) beberapa isolat ToCV menggunakan program Bioedit

V.7.0.5

No. aksesi Asal isolat Tingkat kesamaan (%)

Indonesia Jepang Perancis Amerika - Indonesia -

AB513443 Jepang 99 -

FM206382 Perancis 98 97 -

Analisis perunutan nukleotida dengan ClustalW menunjukkan bahwa gen protein selubung ToCV asal Indonesia memiliki homologi dengan ToCV yang berasal dari negara lain seperti Jepang, Perancis, dan Amerika (Gambar 5).

NDONESIA 1:ATATCTACCTTGACTCAGGAAGAGGATAAGATACTGAACTTTGCGCGATATCGGTAGACC 60 JEPANG 1:ATATCCACCTTGACTCAGGAAGAGGATAAGATACTGAACTTTGCGCGATATCGGTAGACC 60 PERANCIS 1:ATATCTACCTTGACTCAGGAAGAGGATAAGATACTGAACTTTGCGCGATATCGGTAGACC 60 AMERIKA 1:ATATCTACCTTGACTCAGGAAGAGGATAAGATACTGAACTTTGCGCGATATCGGTAGACC 60 *****.****************************************************** INDONESIA 61:GACTAAATTTTCGTTTCTCAGTCTATGTGTCAGGCCATTGTAAACCAAGGGACCTCAGTT 120 JEPANG 61:GACTAAATTTTCGTTTTTCAGTCTATGTGTCAGGCCATTGTAAACCAAGGGACCTCAGTT 120 PERANCIS 61:GACTAAATTTTTGTTTCTCAGTCTATGTGTCAGGCCATTGTAAACCAAGGGACCTCAGTT 120 AMERIKA 61:GACTAAATTTTCGTTTCTCAGTCTATGTGTCAGGCCATTGTAAACCAAGGGACCTCAGTT 120 ***********.****.******************************************* INDONESIA 121:AAAGCAGCCGGTAATAACAGTCTTGAAAACTACTTTGAGGTAGATGGTGCGAGATTTAAT 180 JEPANG 121:AAAGCAGCCGGTAATAACAGTCTTGAAAACTACTTTGAGGTAGATGGTGCGAGATTTAAT 180 PERANCIS 121:AAGGCAGCCGGTAATAGCAGTCTTGAAAATTACTTTGAGGTAGATGGTGCGAGATTTAAT 180 AMERIKA 121:AAAGCAGCCGGTAATAACAGTCTTGAAAACTACTTTGAGGTAGATGGTGCGAGATTTAAT 180 **.*************.************.****************************** INDONESIA 181:GGAAAACTCCGGATTTGATAAATGAGGTTAGACCCAAAATGTCCGATGTTCCAAACGCTA 240 JEPANG 181:GGAAAACTCCGGATTTGATAAATGAGGTTAGACCCAAAATGTCCGATGTTCCAAACGCTA 240 PERANCIS 181:GGAAAACTCCGGATTTGATAAATGAGGTTAGACCCAAAATGTCCGATGTTCCGAACGCTA 240 AMERIKA 181:GGAAAACTCCGGATTTGATAAATGAGGTTAGACCCAAAATGTCCGATGTTCCAAACGCTA 240 ****************************************************.******* INDONESIA 241:TACGTGGTACGCCAGAAGTCATGAAAAGATTATTCTTTATCCGGTCTTATTAAGCCTGAT 300 JEPANG 241:TACGTGGTACGCCAGAAGTCATGAAAAGATTATTCTTTATCCGGTCTTATTAAGCCTGAT 300 PERANCIS 241:TACGTGGTACGCCAGGAGTCATGAAAAGATTATTCTTTATCCGGTCTTATTAAGCCTGAT 300 AMERIKA 241:TACGTGGTACGCCAGAAGTCATGAAAAGATTATTCTTTATCCGGTCTTATTAAGCCTGAT 300 ***************.******************************************** INDONESIA 301:TATCATTTACAATTCAAACATGGCGTATTACCAAGCCATGGTACCGGCGATTATATAAAT 360 JEPANG 301:TATCATTTACAATTCAAACATGGCGTATTACCAAGCCATGGTACCGGCGATTATATAAAT 360 PERANCIS 301:TATCATTTACAATTCAAACATGGCGTACTACCAAGCCATGGTACCGGCGATTATATAAAT 360 AMERIKA 301:TATCATTTACAATTCAAACATGGCGTATTACCAAGCCATGGTACCGGCGATTATATAAAT 360 ***************************.********************************

Gambar 5 Perbandingan hasil sikuen nukleotida sebagian dari gen minor coat protein (CPm) ToCV asal Indonesia, Jepang, Perancis, dan Amerika menggunakan program ClustalW [tanda * menunjukkan nukleotida yang identik]

Seperti halnya dengan TICV, analisis filogenetika ToCV pada kladogram menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan keempat isolat tersebut terbagi menjadi dua subkelompok (Gambar 6). Subkelompok pertama terbagi lagi menjadi dua subsubkelompok, yaitu subsubkelompok I yang terdiri dari isolat asal Indonesia dan Amerika, sedangkan subsubkelompok II hanya terdiri dari isolat asal Jepang. Subkelompok kedua adalah isolat ToCV asal Perancis.

Analisis secara filogenetika (Gambar 6) menunjukkan bahwa kekerabatan isolat ToCV asal Amerika dan Jepang lebih dekat dengan isolat ToCV asal Indonesia dibandingkan dengan ToCV asal Perancis. Berdasarkan hal tersebut

17

dapat diindikasikan bahwa ToCV yang ada di Indonesia mungkin berasal dari Amerika dan Jepang. Hal ini diperkuat pada penggunaan primer spesifik pasangan ToCV-CF dan ToCV-CR yang pada penelitian sebelumnya juga digunakan untuk mendeteksi isolat ToCV asal Jepang (Hirota et al. 2010). Primer spesifik pasangan ToCV-CF dan ToCV-CR tersebut didesain berdasarkan pada kedekatan hubungan kekerabatan dengan isolat asal Amerika (Hirota et al. 2010).

Gambar 6 Filogenetika kekerabatan isolat-isolat ToCV asal Indonesia, Jepang, Perancis, dan Amerika berdasarkan sikuen nukleotida sebagian gen

minor coat protein (CPm) menggunakan program Genetyx v 7

Berdasarkan primer spesifik yang digunakan, deteksi melalui RT-PCR dan sikuen nukleotida baik pada TICV maupun ToCV hanya mampu mengamplifikasi sebagian panjang genom. Sikuen TICV sebesar 417 bp dan ToCV sebesar 360 bp dari panjang sebenarnya yang berkisar antara 740-780 bp.

Deteksi dan identifikasi secara molekuler melalui RT-PCR dan sikuen nukleotida mempunyai beberapa kelebihan. Deteksi secara molekuler dinilai lebih akurat, praktis, dan efisien. Kelemahan dari deteksi dan identifikasi ini adalah membutuhkan peralatan dan biaya yang relatif lebih mahal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Melalui RT-PCR dan sikuen nukleotida sebagian genom virus dapat disimpulkan bahwa penyakit klorosis pada tanaman tomat di Indonesia berasosiasi dengan infeksi TICV dan ToCV, seperti yang sudah dilaporkan terjadi di beberapa negara penghasil tomat dunia. Analisis secara filogenetika menunjukkan bahwa isolat TICV asal Indonesia tergabung dalam satu sub kelompok dengan isolat TICV asal Jepang dan Spanyol. Adapun untuk isolat ToCV asal Indonesia tergabung ke dalam satu sub kelompok dengan isolat ToCV asal Amerika.

Saran

Deteksi dan identifikasi TICV dan ToCV melalui RT–PCR relatif mahal dan memerlukan peralatan yang juga mahal. Oleh karena itu, disarankan untuk mengembangkan metode deteksi berbasis antiserum yang relatif lebih murah dan lebih mudah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. London: Elsevier Academic Press. Astawan M. 2008. Sehat bersama tomat. Kompas 12 Oktober 2008 [on-line].

http://www.kompas.com [20 April 2009].

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Production of Vegetables in Indonesia. Jakarta: BPS.

Dovas CI, Katis NI. 2002. Multiplex detection of criniviruses associated with epidemics of a yellowing disease of tomato in Greece. Plant Disease 86: 1345-1349.

Duffus JE, Liu HY, Wisler GC. 1996. Tomato infectious chlorosis virus-a new clostero-like virus transmitted by Trialeurodes vaporariorum. European Journal of Plant Pathology 102: 219-226.

[EPPO] European and Mediterranean Plant Protection Organization. 2005.

Tomato chlorosis crinivirus. Bulletin EPPO 35: 439-441.

Fauquet CM, Mayo MA, Maniloff J, Desselberger U, Ball LA, editor. 2005. Virus Taxonomy Eight Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Virol Div Int Union of Microb Soc. Fitriasari ED. 2010. Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab

penyakit kuning pada tanaman tomat [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

Hartono S, Natsuki T, Sayama H, Atarashi H, Okuda S. 2003. Yellowing disease of tomatoes caused by Tomato infectious chlorosis virus newly recognized in Japan. Journal of General Plant Pathology 69: 61-64.

Hartono S, Wijonarko A. 2007. Karakterisasi biologi molekuler Tomato Infectious Chlorosis Virus penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat di Indonesia. Akta Agrosia 2: 139-146.

Hirota T, Natsuaki T, Murai T, Nishigawa H, Niibori K, Goto K, Hartono S, Suastika G, Okuda S. 2010. Yellowing disease of tomato caused by

Tomato chlorosis virus newly recognized in Japan. J Gen Plant Pathol 76: 168-171.

Hull R. 2002. Matthew’s Plant Virology. Ed ke-4. San Diego: Academic Press. Li RH, Wisler GC, Liu HY, Duffus JE. 1998. Comparison of diagnostic

techniques for detecting tomato invectious chlorosis virus. Plant Disease

82(1): 84-86.

Liu HY, Wisler GC, Duffus JE. 2000. Particle lengths of whitefly-transmitted criniviruses. Plant Disease 84: 803-805.

Lozano G, Moriones E, Navas-Castillo J. 2006. Complete nucleotide sequence of the RNA2 of the crinivirus tomato chlorosis virus. Arch Virol 151: 581- 587.

Martelli GP, Agranovsky AA, Bar-Joseph M. 2002. The family closteroviridae revised. Arch Virol 147: 2039-2044.

Maskar, Gafur S. 2006. Budidaya Tomat. Balitbang Pertanian Sulawesi Tengah: Agro Inovasi.

[NCBI] National Center for Biotechnology Information. 2010. Basic Local Alignment Search Tool. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST [11 Desember 2010].

Suastika G, Hartono S, Nishigawa H, Natsuaki T. 2010. Yellowing disease outbreaks in tomato in Indonesia associated with infection of tomato chlorosis virus and tomato infectious chlorosis virus. Abstract ISSAAS International Congress 2010: Agricultural Adaptation in Response to Climate Change; Sanur, Bali, Indonesia14th-18th November 2010.

Sudiono, Yasin N. 2006. Karakterisasi kutukebul (Bemisia tabaci) sebagai vektor virus gemini dengan teknik PCR-RAPD. J. HPT Tropika 6(2): 113-119. Trenado HP, Fortes IM, Louro D, Navas-Castillo J. 2007. Physalis ixocarpa and

P. peruviana, new natural hosts of Tomato chlorosis virus. Eur J Plant Pathol 118: 193-196.

Tsai WS, Shih SL, Green SK, Hanson P. 2004. First report of the occurrence of

Tomato infectious chlorosis virus in Taiwan. Plant Disease 88: 311.

Wintermantel WM. 2004. Emergence of green house whitefly (Trialeurodes vaporariorum) transmitted criniviruses as threats to vegetable and fruit production in North America. APS Net [jurnal on-line]. http://www.apsnet.org/online/feature/whitefly/whitefly.pdf [24 Maret 2009].

Wintermantel WM, Wisler GC. 2006. Vector specificity, host range, and genetic diversity of Tomato chlorosis virus. Plant Disease 90: 814-819.

Wintermantel WM, Hladky LL, Gulati-Sakhuja A, Li R, Liu HY, Tzanetakis IE. 2009. The complete nucleotide sequence and genome organization of tomato infectious chlorosis virus: a distinct crinivirus most closely related to lettuce infectious yellow virus. Arch Virol 154: 1335-1342.

Wisler GC, Liu HY, Klaassen VA, Duffus JE, Falk BW. 1996. Tomato infectious chlorosis virus has a bipartite genome and induces phloem limited inclusions characteristic of the closteroviruses. Phytopathology 86: 622- 626.

Wisler GC, Duffus JE, Liu HY, Li RH. 1998a. Ecology and epidemiology of whitefly-transmitted closteroviruses. Plant Disease 82(3): 270-280.

Wisler GC, Li RH, Liu HY, Lowry DS, Duffus JE. 1998b. Tomato chlorosis virus: a new whitefly-transmitted, phloem-limited, bipartite closterovirus of tomato. Phytopathology 88: 402-409.

Lampiran 1 Hasil sikuen nukleotida gen CPm TICV isolat asal Indonesia

10 20 30 40 50 60

ACCTCAACTG ACTTCTACAC ATTCGTTTTT AAAAATCGGT AGTGACACGA GTAGCATCAA

70 80 90 100 110 120

ACCTGTAAAA AATGATGTGT TAATAGAAAA AATAAAAACC TTTGAAGATA TCCTGGTCGC

130 140 150 160 170 180

AGCTGTTGAA GATCATAAAG ACATAGAGGA AGATAGATCA AAATATGAAC TACCTGACGT

190 200 210 220 230 240

AACGTCTGAA TTTCAACAGG AAGATAAGAT AAAACAAGTG AGGTTGTATG ACGTGTTGGA

250 260 270 280 290 300

TTGTGGTGGC AAATCTTTCT CCACTTTAAC CATTAACGCA AAATTTAAGC CTTTCAAATT

310 320 330 340 350 360

TGTAGATATG GTTAACTTAT TGCAGTTGTG GTATGGAGAC TCAAAATCTA ACAATTTAGA

370 380 390 400 410 420

23 Lampiran 2 Hasil sikuen nukleotida gen CP ToCV isolat asal Indonesia

10 20 30 40 50 60

ATATCTACCT TGACTCAGGA AGAGGATAAG ATACTGAACT TTGCGCGATA TCGGTAGACC

70 80 90 100 110 120

GACTAAATTT TCGTTTCTCA GTCTATGTGT CAGGCCATTG TAAACCAAGG GACCTCAGTT

130 140 150 160 170 180

AAAGCAGCCG GTAATAACAG TCTTGAAAAC TACTTTGAGG TAGATGGTGC GAGATTTAAT

190 200 210 220 230 240

GGAAAACTCC GGATTTGATA AATGAGGTTA GACCCAAAAT GTCCGATGTT CCAAACGCTA

250 260 270 280 290 300

TACGTGGTAC GCCAGAAGTC ATGAAAAGAT TATTCTTTAT CCGGTCTTAT TAAGCCTGAT

310 320 330 340 350 360

Dokumen terkait