• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Kebun Petani Organik di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, sejak Maret hingga November 2010.

Penyediaan Tanaman Caisin

Tanaman caisin (Brassica rapa var. parachinensis L.) digunakan sebagai

sumber pakan serangga uji dan untuk uji semilapangan. Bibit caisin yang digunakan diperoleh dari kelompok tani pertanian organik Dramaga, Bogor. Bibit caisin ditanam pada polybag kapasitas 2.5 liter yang diisi tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 (v/v). Pada setiap polybag ditanam satu bibit caisin. Pemeliharaan caisin meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama dengan cara mekanis. Daun caisin yang berumur sekitar 2 minggu digunakan sebagai pakan dan uji hayati, sedangkan pengujian skala semilapangan menggunakan tanaman yang berumur sekitar 2-3 minggu.

Pemeliharaan Serangga Uji

Serangga uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva Crocido-lomia pavonana yang berasal dari koloni yang terdapat di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Imago C. pavonana dipelihara dalam kurungan yang berdinding kain kasa dan plastic (40 cm x 40 cm x 40 cm). Imago diberi pakan larutan madu 10% yang diserapkan pada kapas. Dalam kurungan tersebut diletakkan daun caisin sebagai tempat peletakan telur; tangkai daun caisin tersebut dimasukkan ke dalam botol film berisi air. Kelompok telur yang diletakkan pada daun caisin dikumpulkan setiap hari. Menjelang menetas, kelompok telur dipindahkan ke dalam wadah plastik (28 cm x 25 cm x 5 cm) yang dialasi dengan kertas stensil dan setelah menetas larva diberi pakan daun caisin. Larva instar

II digunakan untuk pengujian dan sebagian dipelihara lebih lanjut dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm x 6 cm) dengan pakan daun caisin secukupnya. Menjelang berpupa, larva dipindahkan ke dalam wadah plastik (35 cm x 26 cm x 6 cm) berisi serbuk gergaji streil sebagai medium berpupa. Sekitar 7 hari kemudian, pupa beserta kokonnya dipindahkan ke dalam kurungan plastik kasa seperti di atas sampai muncul imago untuk pemeliharaan selanjutnya.

Pengumpulan Bahan Tumbuhan Sumber Ekstrak

Bahan tumbuhan yang digunakan sebagai sumber ekstrak dalam penelitian ini ialah biji srikaya (Annona squamosa), yang dikumpulkan dari enam lokasi berbeda di Jawa Tengah dan dua lokasi berbeda di Papua (Tabel 1), dan buah sirih hutan (Piper aduncum) yang dikumpulkan dari areal Kampus IPB Dramaga, Bogor. Biji mimba (Azadirachta indica A. Juss,, Meliaceae), yang ekstraknya digunakan sebagai campuran dengan ekstrak biji srikaya dalam uji semilapangan, diperoleh dari Jember, Jawa Timur.

Tabel 1 Kondisi tempat pengumpulan biji srikaya sebagai sumber ekstrak

Provinsi/

Kabupaten Desa

Ketinggian

(m dpl) Topografi Kondisi daerah

Jawa Tengah

Sragen Gemolong 0-10 Datar Tergenang aira

Kalioso 8-25 Bergelombang Kering

Purwodadi Gundih 0-15 Datar Tergenang aira

Wirosari 15-25 Bergelombang Kering

Blora Cepu 10-15 Datar Kering

Sumber Lawang 0-10 Datar Tergenang aira

Papua

Keerom Arso 0-15 Datar Tergenang aira

Jayapura Sentani 0-15 Datar Kering

a

Apabila turun hujan terus menerus.

Biji srikaya digiling kasar hingga terkelupas dari kulitnya lalu digiling halus dengan menggunakan blender. Buah sirih hutan dipotong-potong menjadi bagian- bagian kecil kemudian dikeringudarakan pada suhu kamar selama 6-12 hari tanpa terkena cahaya matahari secara langsung. Setelah kering potongan buah sirih hutan digiling dengan menggunakan blender. Serbuk hasil gilingan biji srikaya dan buah sirih hutan diayak dengan menggunakan pengayak kasa kawat berjalinan 0.5 mm. Biji mimba dikupas kulitnya lalu dihaluskan dengan menggunakan mortar.

Serbuk biji srikaya dan buah sirih hutan serta gerusan biji mimba masing- masing sebanyak 200 g direndam secara terpisah dalam pelarut metanol sebanyak 2 liter dalam labu erlenmeyer. Perendaman pertama dilakukan selama sekurang- kurangnya 24 jam. Setelah itu, cairan rendaman tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring kasar dan kertas saring Whatman No. 41 yang diletakkan pada corong kaca dan hasil saringan ditampung dalam labu erlenmeyer. Cairan hasil saringan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 50 °C dan tekanan 337 mbar. Pelarut hasil penguapan digunakan untuk merendam kembali ampas dan langkah ini dilanjutkan berulang-ulang sampai hasil penyaringan mendekati tidak berwarna. Hasil ekstrak yang diperoleh ditimbang kemudian disimpan di dalam lemari es pada suhu ± 4 °C sampai digunakan untuk pengujian baik uji laboratorium maupun uji semilapangan.

Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal

Semua pengujian laboratorium dilakukan dengan metode celup daun (Abizar & Prijono 2010). Ekstrak biji srikaya dari enam lokasi di Jawa Tengah dan dua lokasi di Papua (Tabel 1) masing-masing diuji pada enam taraf konsentrasi, yaitu 52, 96, 132, 216, 348, dan 628 ppm ditambah kontrol. Konsentrasi uji ekstrak buah sirih hutan berturut-turut 200, 600, 100, 1500, 2000, 2500, dan 3000 ppm ditambah kontrol. Konsentrasi uji tersebut ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan. Setiap perlakuan diulang lima kali.

Setiap ekstrak diencerkan dengan campuran metanol dan Tween 80 (5:1 v/v)

2010). Konsentrasi akhir metanol dan Tween 80 dalam suspensi ekstrak uji masing- masing 1% dan 0.2% (v/v). Larutan kontrol berupa akuades yang mengandung metanol dan Tween 80 (5:1 v/v) 1.2%.

Potongan daun caisin bebas insektisida yang berukuran 4 cm x 4 cm dicelupkan satu per satu dalam suspensi ekstrak yang telah disiapkan (sesuai perlakuan) selama 30 detik kemudian dikeringanginkan di atas kertas stensil. Sebanyak 15 ekor larva instar II C. pavonana yang baru ganti kulit dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 9 cm yang telah dialasi tisu kemudian dimasukkan satu potong daun caisin perlakuan. Larva diberi makan daun caisin perlakuan selama 2 x 24 jam masing-masing sebanyak satu daun kemudian diganti dengan daun segar tanpa perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap hari dari 1 hari setelah perlakuan (HSP) sampai 7 HSP dengan menghitung jumlah larva yang mati. Data mortalitas larva diolah dengan analisis probit (Finney 1971) menggunakan program POLO-PC (LeOra Software 1987) untuk menentukan hubungan konsentrasi-mortalitas termasuk

nilai LC50 dan LC95.

 

Uji Toksisitas Ekstrak Campuran

Ekstrak biji srikaya yang paling aktif pada taraf LC50 diuji dalam bentuk

campuran dengan ekstrak buah sirih hutan dengan perbandingan konsentrasi 1:10. Konsentrasi campuran ekstrak yang diuji berturut-turut 16.5, 31.35, 45.65, 64.9, 85.25, dan 114.4 ppm ditambah kontrol. Cara perlakuan, pengamatan, dan analisis data mortalitas sama seperti uji toksisitas ekstrak tunggal.

Sifat aktivitas campuran ekstrak srikaya dan buah sirih hutan dianalisis dengan

model kerja sama berbeda untuk menghitung indeks kombinasi (IK) pada taraf LC50

dan LC95 (Chou & Talalay 1984 dalam Dadang & Prijono 2008):

LCx1(cm) LCx2(cm) LCx1(cm) LCx2(cm)

IK = + + x

LCx1 dan LCx2 masing-masing merupakan LCx ekstrak biji srikaya dan ekstrak buah

sirih hutan pada pengujian terpisah; LCx1(cm) dan LCx2(cm) masing-masing merupakan

konsentrasi ekstrak biji srikaya dan ekstrak buah sirih hutan dalam campuran yang

mengakibatkan mortalitas x (misal 50% dan 95%). Nilai LC tersebut diperoleh

dengan cara mengalikan LCx campuran dengan proporsi konsentrasi masing-masing

ekstrak dalam campuran.

Sifat interaksi campuran dikategori dalam empat kelompok, yang diadaptasi dari Kosman & Cohen (1996), yaitu (1) bila IK < 0.5, komponen campuran bersifat

sinergistik kuat; (2) 0.5 ≤ IK ≤ 0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah;

(3) 0.77 ≤ IK ≤ 1.43, komponen campuran bersifat aditif; dan (4) IK > 1.43,

komponen campuran bersifat antagonistik.

Uji Semilapangan

Pengujian semilapangan dilakukan untuk menentukan persistensi ekstrak biji srikaya dan campurannya dengan ekstrak buah sirih hutan, ekstrak biji mimba, dan optical brightener (OB) pada tanaman caisin pada kondisi semilapangan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan tanaman caisin dalam polybag

kapasitas 2.5 liter yang diletakkan dengan jarak 40 cm x 20 cm di kebun sayuran

organik milik petani di Dramaga, Bogor. Ekstrak srikaya yang paling aktif pada taraf

LC50 (Sumber Lawang, Blora) diuji pada konsentrasi yang setara dengan 6 x LC95

terhadap larva instar II C. pavonana berdasarkan pengujian di laboratorium. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan perlakuan (1) ekstrak biji srikaya 0.125%, (2) ekstrak biji srikaya 0.125% + OB 0.2%, (3) ekstrak biji srikaya 0.125% + ekstrak buah sirih hutan 0.15%, (4) ekstrak biji srikaya 0.125% + ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) 0.5%, dan (5) kontrol (akuades yang mengandung metanol 1% dan Tween 80 0.2%). Setiap perlakuan diulang lima kali.

Setiap bahan uji disiapkan dengan cara yang sama seperti pengujian di laboratorium. Sediaan bahan uji disemprotkan pada tanaman caisin dengan

menggunakan hand sprayer pada permukaan atas dan bawah daun hingga merata.

setelah cairan semprot mengering. Jumlah larva yang ditemukan kembali pada tanaman dicatat pada 3, 4, dan 7 hari setelah infestasi. Data jumlah larva yang ditemukan kembali diolah dengan sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%. Analisis statistika dilakukan dengan menggunakan paket program SAS (SAS Institute 2002-2003).

                                       

Dokumen terkait