• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan utama penelitian ini adalah pati sagu yepha hongleu yang diperoleh dari Papua. Bahan pendukung yang digunakan antara lain: aquades, STPP, guargum, I2, HCl pekat, NaOH, fenolftalein, Na2CO3, asam sitrat, CuSO4.5H2O, KI, H2SO4, Na2S2O3, lakmus, asam asetat, serta bahan pendukung lain yang digunakan untuk preparasi maupun analisis sampel.

Peralatan yang digunakan antara lain terdiri atas peralatan utama dan peralatan pendukung. Peralatan utama yang digunakan adalah oven pengering dan ekstruder mi. Peralatan pendukung yang digunakan anatara lain: timbangan analitik, ayakan tepung, sentrifuse, mikroskop polarisasi cahaya, whiteness meter, brabender amilograph, tekstur analizer, freezer/refrigerator, spektrofotometer, pH meter, gelas jar, dan alat memasak (kompor, panci dan lain-lain) serta alat-alat lain yang digunakan untuk preparasi maupun analisis sampel.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan Mei – Desember 2008. Penelitian ini menggunakan fasilitas laboratorium yang terdapat di lingkungan kampus IPB Dramaga yaitu laboratorium Pilot Plant Seafast Center

dan laboratorium kimia serta laboratorium rekayasa proses pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap penentuan perlakuan pencucian dan waktu modifikasi pati sagu dengan metode HMT dan tahap penentuan tingkat substitusi pati sagu termodifikasi yang dapat menghasilkan bihun sagu dengan kualitas yang baik. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Diagram alir tahapan penelitian

Penentuan Perlakuan Pencucian dan Waktu Modifikasi Pati Sagu dengan Metode HMT

Modifikasi pati sagu dengan metode HMT dilakukan dengan menggunakan kombinasi perlakukan pencucian (dicuci dan tidak dicuci) dan waktu (4 jam, 8 jam dan 16 jam) untuk memperoleh pati termodifikasi dengan karakteristik gelatinisasi tipe C (pati yang stabil terhadap pemanasan dan pengadukan). Perlakuan pencucian pada pati sagu dimaksudkan untuk meningkatkan pH pati sagu. Pati sagu dicuci dengan menggunakan air minum dalam kemasan yang mempunyai pH netral (pH 7). Pencucian dilakukan dengan menggunakan perbandingan 1: 3 untuk pati sagu : air pencuci. Pati sagu dan air pencuci diaduk sampai membentuk suspensi yang homogen. Pati pada suspensi diendapkan

Pati Sagu Alami

Karakterisasi sifat fisiko-kimia

Analisis profil gelatinisasi

Pati termodifikasi terbaik

Formula yang memberikan bihun dengan kualitas

terbaik

Modifikasi HMT (Kombinasi perlakuan pencucian dan waktu)

Karakterisasi sifat fisiko-kimia

Informasi perubahan sifat

fungsional pati

Aplikasi pada bihun

Karakterisasi kimia, fisik dan organoleptik bihun Formulasi bihun sagu dengan

substitusi pati sagu termodifikasi: 0%, 25% dan 50%

Tahap 1

kemudian air pencuci dibuang. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali (sampai air pencuci bersifat netral). Pati sagu yang telah terpisah dari air pencuci dikeringkan pada suhu 50oC selama satu malam (sampai kering) yaitu sampai kadar air < 13%. Terhadap pati sagu kering yang diperoleh dilakukan pengukuran pH untuk memastikan pH netral telah tercapai. Pati sagu dengan pH netral tersebut dikemas kemudian disimpan untuk digunakan dalam perlakuan HMT.

Pati sagu yang telah dicuci ataupun yang belum dicuci dimodifikasi HMT dengan waktu yang sesuai dengan perlakukan (4 jam, 8 jam dan 16 jam). Metode modifikasi yang digunakan mengacu kepada metode Collado et al. (2001) dan Purwani et al. (2006).

Sebelum dilakukan tahap modifikasi, kadar air pati sagu dianalisis sebagai dasar untuk menentukan jumlah air yang harus ditambahkan untuk mencapai kadar air pati sagu yang diinginkan (±26%). Penambahan air pada tepung dilakukan dengan cara penyemprotan yang disertai dengan pengadukan. Pati sagu yang telah diatur kadar airnya ditempatkan di dalam loyang tertutup. Loyang berisi sampel pati disimpan dalam refrigerator bersuhu 4oC selama satu malam untuk menyeimbangkan kadar air dalam sampel pati. Setelah satu malam, loyang berisi sampel dipanaskan di dalam oven bersuhu 110oC selama 4, 8 dan 16 jam sesuai dengan perlakuan sambil dilakukan pengadukan dengan selang waktu 2 jam. Loyang dikeluarkan dari oven dan didindinkan selama 1 jam di suhu ruang. Pati dikeringkan selama 4 jam pada suhu 50oC. Pati kering digiling kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 100 mesh. Modifikasi pati sagu dengan metode HMT disajikan pada Gambar 9.

Pati termodifikasi terpilih ditentukan berdasarkan analisis profil gelatinisasi dengan menggunakan brabender amilograf. Terhadap pati terpilih yaitu pati dengan profil gelatinisasai yang paling mendekati tipe C dilakukan analisis kimia (kadar air, kadar pati dan kadar amilosa) serta analisis fisik (bentuk dan ukuran granula, swelling volume, kelarutan, dan kekuatan gel). Karakteristik pati sagu termodifikasi terpilih dibandingkan dengan karakteristik pati sagu alami untuk mengetahui informasi perubahan karakteristik pati karena modifikasi HMT.

Gambar 9 Modifikasi pati sagu dengan metode HMT (Collado et al. 2001; Purwani et al. 2006)

Penentuan Tingkat Substitusi Pati Sagu Termodifikasi yang Dapat Menghasilkan Bihun Sagu dengan Kualitas yang Baik

Penentuan tingkat substitusi pati sagu termodifikasi HMT untuk produksi bihun sagu dilakukan melalui tiga formulasi. Formulasi bihun sagu disajikan pada Tabel 6.

Pati sagu (600 g)

Pengaturan kadar air sampai ±26%

Penyimpanan dalam loyang tertutup

Penyimpanan loyang berisi pati di dalam refrigerator (4 – 5oC) selama 1

malam

Pemanasan loyang pada suhu 110oC dengan waktu yang sesuai perlakuan (4 jam, 8 jam dan 16 jam)

Pendingininan di suhu ruang selama 1 jam

Pengeringan pada suhu 50oC selama 4 jam

Pendinginan

Penggilingan dan pengayakan dengan ayakan 100 mesh

Tabel 6 Persentase penggunaan pati sagu termodifikasi dalam formulasi bihun sagu

Tingkat substitusi pati sagu termodifikasi HMT Bahan

0% 25% 50%

Pati sagu alami 100% 75% 50% Pati sagu termodifikasi HMT 0% 25% 50% Air* 40% 40% 40% STPP* 0.2% 0.2% 0.2% Guar gum* 1% 1% 1% Keterangan: *Persentase air, STPP dan guar gum adalah persentase terhadap pati

sagu

Tingkat substitusi pati termodifikasi yang digunakan adalah 0% (tanpa pati termodifikasi HMT), 25% pati termodifikasi HMT dan 50% pati termodifikasi HMT. Sementara itu bahan tambahan yang lain seperti air, STPP dan guar gum dibuat sama yaitu masing-masing mencapai 60%, 0.2% dan 1%. Persentase bahan tambahan lain tersebut adalah persentase terhadap pati sagu.

Produksi bihun sagu diawali dengan pembentukan binder (perekat). Pembentukan binder dilakukan dengan cara menggelatinisasi sebagain pati (20%) yang akan digunakan dalam pembentukan adonan bihun. Pati yang digunakan sebagai binder adalah pati sagu alami mengingat pati sagu termodifikasi mempunyai daya rekat yang relatif rendah. Pada pembuatan binder, STPP dilarutkan bersama air. Larutan STPP dicampurkan dengan pati sagu. Suspensi pati sagu yang terbentuk dipanaskan sampai tergelatinisasi sempurna yaitu mempunyai penampakan yang transparan. Gel pati yang terbentuk bersifat lengket sehingga dapat digunakan sebagai binder dalam pembuatan adonan bihun sagu.

Sisa pati sagu yang belum tergelatinisasi (80%) dicampur kering bersama guar gum kemudian diadon bersama binder yang berupa pati yang telah tergelatinisasi. Adonan yang telah homogen dimasukkan ke dalam pencetak bihun yang berupa multifunc-tional noodle machine yang bekerja dengan prinsip ekstrusi. Selama proses ekstrusi berlangsung, ulir yang terdapat pada alat ekstruder akan berputar sehingga adonan bihun terdorong keluar dan melewati

lubang (die) dengan ukuran tertentu. Untaian bihun yang keluar dari ekstruder dibentuk kemudian diletakkan di atas rak-rak pengukusan. Pengukusan bihun sagu dilakukan selama 2 menit pada suhu 90oC. Selanjutnya, untaian bihun dikeringkan di dalam oven udara pada suhu 60oC selama 35 menit. Bihun kering yang diperoleh dikemas dengan menggunakan kemasan plastik polyprophylene.

Produksi bihun sagu disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Proses produksi bihun sagu yang disubstitusi pati sagu termodifikasi

Bihun yang diperoleh dianalisis yang terdiri atas kadar air, analisis tekstur (dengan texture analyzer), waktu pemasakan, analisis cooking lose (susut masak) yang dinyatakan dengan kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP), berat rehidrasi (berat setelah dimasak), dan analisis organoleptik. Bihun yang terpilih adalah bihun yang mempunyai tekstur yang paling baik, waktu pemasakan tercepat, KPAP terendah, berat rehidrasi terendah dan mempunyai sifat organoleptik yang paling disukai oleh panelis.

Pati sagu (20%) Air STPP

Pelarutan Pencampuran

Pemanasan

Pengadonan

Pati sagu (80%) Guar gum

Pencampuran Pembentukan untaian bihun

Pengukusan (T=90oC dan t=2 menit)

Pengeringan (T=60oC dan t=35 menit)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan Percobaan

Penelitian tahap 1 yaitu modifikasi pati sagu dengan metode HMT didisain dengan dua faktor perlakuan dengan menggunakan rancangan dua faktor dalam rancangan acak lengkap. Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model aditif linier pada rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

Dimana:

Yijk = nilai pengamatan pada faktor pH taraf ke-i dan faktor waktu taraf ke-j dan ulangan ke k

μ = komponen aditif dari rataan

αi = pengaruh utama faktor pencucian (tidak dicuci dan dicuci)

βj = pengaruh utama faktor waktu (4, 8, 16 jam)

(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor pencucian dan faktor waktu

εijk = pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2)

Penelitian tahap 2 yaitu aplikasi pati sagu termodifikasi terpilih pada bihun sagu didisain dengan satu faktor perlakuan yaitu dengan menggunakan rancangan satu faktor dalam acak lengkap. Model aditif linier pada rangcangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

Dimana :

Yij = nilai pengamatan taraf ke-i ulangan ke j

μ = komponen aditif dari rataan

βi = pengaruh utama faktor perlakuan ke-i

εij = Galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Analisis Data

Penentuan pengaruh kombinasi perlakuan pencucian dan waktu terhadap karakteristik pati sagu termodifikasi dilakukan berdasarkan analisis data parameter profil gelatinisasi pati dengan metode General Linier Method (GLM) pada program Statistical Analysis System (SAS). Apabila kombinasi perlakuan

Yij = μ + βi + εij

pencucian dan waktu berpengaruh terhadap parameter profil gelatinisasi pati sagu maka dilakukan uji lanjut Duncan pada program yang sama untuk mengetahui perlakuan pencucian dan waktu yang dapat memberikan pati sagu termodifikasi yang paling sesuai untuk produk bihun. Selanjutnya, karakteristik pati sagu termodifikasi terpilih dibandingkan dengan karakteristik pati alami dengan menggunakan uji T untuk mengetahui adanya perubahan karakteristik karena modifikasi HMT.

Penentuan pengaruh tingkat substitusi pati sagu termodifikasi HMT terhadap produk bihun sagu dilakukan dengan menggunakan metode oneway ANOVA pada program SPSS. Untuk mengetahui tingkat substitusi yang memberikan karakteristik bihun yang paling baik dilakukan analisis lanjut dengan metode Duncan pada program yang sama.

Prosedur Penelitian

Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia Pati Sagu Alami dan Pati Sagu Termodifikasi HMT

a. Bentuk, Ukuran dan Sifat Birefringence Granula Pati dengan Mikroskop Polarisasi Cahaya

Pati/tepung dibuat suspensi dalam air dan dilihat dibawah mikroskop polarisasi cahaya. Bentuk dan sifat birefringence granula pati dapat langsung dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x. Ukuran granula pati ditentukan berdasarkan rata-rata dan kisaran dari granula pati yang berhasil didokumentasikan oleh kamera.

b. Swelling Volume dan Klarutan (Collado and Corke 1999; Singh et al. 2005)

Sebanyak masing-masing 0.35 g pati dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse berukuran 12.5 x 16 mm. Sebanyak 12.5 ml aquades ditambahkan ke dalam tabung kemudian disetimbangkan selama 5 menit. Tabung dipanaskan pada pengangas dengan suhu 92.5oC selama 30 menit sambil sesekali dikocok. Sampel didinginkan pada air es selama 1 menit, didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit kemudian disentrifugasi pada 3500 rpm selama 30 menit. Tinggi gel yang diperoleh diukur kemudian dikonversi menjadi volume gel per g sampel yang

kemudian dinyatakan dengan swelling power. Supernatan yang berada di bagian atas tabung disaring melalui kertas saring yang telah diketahui beratnya dan filtrat yang diperoleh ditampung dengan cawan yang telah diketahui beratnya pula. Kertas saring dan cawan dikeringkan pada suhu 110oC selama satu malam. Sampel yang tertinggal pada kertas saring merupakan berat pati yang tersuspensi di dalam supernatan dan sampel yang tertinggal pada cawan merupakan pati yang terlarut. Persentase pati yang tersuspensi dan terlarut dihitung berdasarkan perbandingan beratnya terhadap berat kering sampel awal.

c. Analisis Profil Gelatinisasi Pati dengan Brabender Amilograph (Wattanachant et al. 20021; Purwani et al. 2006)

Karakteristik gelatinisasi dapat dilihat dengan menggunakan alat Brabender Amylograph. Pati disuspensikan dalam air dengan konsentrasi 6% (6% padatan pati dalam 450 ml air). Suspensi dipanaskan dari suhu 30oC sampai 95oC dengan kecepatan peningkatan suhu sebanyak 1.5oC/ menit. Setelah mencapai 95oC, suhu dipertahankan selama 20 menit. Suhu kemudian diturunkan sampai 50oC dan dipertahankan kembali selama 20 menit. Perubahan viskositas selama analisis akan dicatat di atas kertas yang dinamakan amilogram.

Informasi yang dapat diperoleh dari amilogram adalah parameter profil gelatinisasi pati antara lain: suhu awal gelatinisasi (SAG) yaitu suhu pada saat viskositas pasta mulai naik, suhu puncak gelatinisasi (SPG) yaitu suhu pada saat pasta mencapai viskositas maksimum, viskositas puncak gelatinisasi (VP), viskositas pasta panas (VPP) yaitu viskositas setelah dipertahankan pada suhu 95oC selama 20 menit, viskositas breakdown (VB) yaitu perubahan viskositas selama pemanasan, viskositas pasta dingin (VPD) yaitu viskositas pada saat pasta didinginkan pada suhu 50oC selama 20 menit, dan viskositas set back (VB) yaitu perubahan viskositas selama pendinginan. Penentuan parameter profil gelatinisasi pati disajikan pada Gambar 11.

Kurva profil gelatinisasi yang terdapat pada amilogram tidak dapat memberikan informasi suhu awal gelatinisasi (SAG) maupun suhu puncak gelatinisasi (SPG). Penentuan SAG dan SPG dilakukan berdasarkan waktu pada saat kurva mulai menaik (untuk SAG) dan waktu pada saat kurva mencapai viskositas maksimumnya (untuk SPG). Brabender amilograf yang digunakan

mempunyai peningkatan suhu per satuan waktu yang konstan sehingga perhitungan suhu setelah waktu tertentu dapat dihitung dengan mudah yaitu dengan cara menambahkan suhu awal analisis dengan kenaikan suhu selama waktu tertentu.

Gambar 11 Kurva Profil gelatinisasi pati: SAG (suhu awal gelatinisasi), SPG (suhu puncak gelatinisasi), VP (viskositas puncak), VPP (viskositas pasta panas), VB (viskositas breakdown), VPD (viskositas pasta dingin) dan VB (viskositas set back).

Suhu awal analisis dengan amilograf merupakan suhu ruang yaitu 30oC. Apabila selama analisis suhu pemanas meningkat dengan kecepatan 1.5oC/ menit, maka SAG dan SPG dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Dimana:

SAG=Suhu awal gelatinisasi (oC) SPG=Suhu puncak gelatinisasi (oC)

WAG=Waktu pada saat kurva mulai menaik (menit)

WPG=Waktu pada saat kurva mencapai viskositas maksimumnya (menit) 1.5=kenaikan suhu sebanyak 1.5oC/menit

30=Suhu awal analisis (30oC)

0 100 200 300 400 500 600 700 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 Waktu (menit) V isko s it as ( B U ) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 S u hu ( o C) SAG SPG VP VPP VB SB VPD Profil suhu 30 ) xWPG 5 . 1 ( SPG 30 ) xWAG 5 . 1 ( SAG + = + =

d. Kekuatan Gel (Wattanachant et al. 2002 yang dimodifikasi)

Pati dibuat suspensi dengan konsentrasi padatan kering sebanyak 6%. Suspensi dipanaskan sampai mencapai suhu gelatinisasinya. Pasta pati dituang ke dalam tabung plastik (diameter 4 cm dan tinggi 5 cm) sampai penuh. Tabung disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam. Pengukuran kekuatan gel dilakukan dengan menggunakan tekstur analizer pada kondisi sebagai berikut mode: kekuatan gel Test mode and option measure force in compression, pre test speed: 0.2 mm/detik, test speed: 0.2 mm/detik, post test speed: 0.2 mm/detik, distance: 4.0 mm, tipe: Auto, force: 4 g, dan acessory: 0.5 radius cylinder (P/0.5 R). Penentuan kekuatan gel didasarkan pada maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan/ kompresi pertama dengan satuan gf (gram force).

e. Analisis Sineresis (Wattanachant et al. 2003 yang dimodifikasi)

Pasta pati dibuat dengan prosedur seperti pada persiapan pasta pati untuk analisis kekuatan gel. Pasta pati ditimbang sebanyak masing-masing 20 g ke dalam 2 buah tabung sentrifuse yang telah diketahui beratnya. Tabung sentrifuse ditutup dengan rapat. Tabung disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam diikuti dengan pembekuan pada suhu -20oC selama 48 jam. Pati dikeluarkan dari freezer

kemudian dithawing pada suhu ruang selama 4 jam.

Sampel yang telah mendapat perlakuan satu siklus freeze-thaw disentrifusi selama 15 menit pada kecepatan 3500 rpm. Selama sentrifusi berlangsung, air yang keluar dari matriks gel selama perlakuan freeze-thaw akan berada dibagian atas tabung dan gel pati akan berada di bagian bawah tabung. Air yang berada di atas tabung dipisahkan kemudian diukur beratnya. Pesentase sineresis dinyatakan dengan perbandingan antara air yang keluar terhadap berat awal pasta pati.

f. Analisis Kadar Air Pati (AOAC 1999)

Sebanyak 1 – 2 g pati sagu ditimbang ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel sagu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 130oC selama 1 jam. Cawan dikeluarkan dari oven dan dipindahkan ke dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya, cawan berisi sampel pati sagu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Cawan dipanaskan kembali di dalam oven

sampai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar air (g/100 g bahan basah) ( 1 2) x100

W W W

W − −

=

dimana : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

g. Analisis Kandungan Pati (SNI 01-2891-1992)

Timbang sebanyak 5 g sampel ke dalam erlenymeyer 500 ml. Sebanyak 200 ml larutan HCl 3% ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dididihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak. Larutan dalam erlenmeyer dinetralkan dengan larutan NaOH 30% (dilihat dengan lakmus atau fenolftalein) dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan menjadi sedikit asam. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditepatkan hingga tanda tera kemudian disaring. Sebanyak 10 ml filtrat dipipet ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan 25 ml larutan luff, batu didih dan 15 ml aquadest. Erlenmeyer dipanaskan dengan nyala api tetap. Setelah mendidih selama 10 menit, erlenmeyer didinginkan di dalam bak berisi es. Setelah campuran dingin, dilakukan penambahan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan-lahan. Campuran dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0.1 N. Titik akhir titrasi ditentukan dengan indikator pati 0.5%. Prosedur analisis yang sama dilakukan terhadap blanko.

Perhitungan kadar pati sampel ditentukan berdasaran kadar glukosa yang terkuantifikasi pada titrasi sampel. Kadar glukosa dihitung berdasarkan volume dan normalitas larutan Na2S2O3 yang digunakan, sebagai berikut:

Na2S2O3 yang dipergunakan = (Vb−Vs)xNNa2S2O3x10 dimana:

Vb = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi blanko Vs = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi sampel N Na2S2O3 =Konsentrasi Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi

Jumlah (mg) gula yang terkandung untuk ml Na2S2O3 yang digunakan ditentukan dengan daftar Luff Schrool (Tabel 7). Dari tabel tersebut dapat diketahui hubungan antara volume Na2S2O3 0.1N yang dipergunakan dengan jumlah glukosa yang ada pada sampel yang dititrasi. Selanjutnya, kadar glukosa dan kadar pati dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

dimana:

G = kadar glukosa sampel (%)

w = glukosa yang terkandung untuk ml Na2S2O3 yang dipergunakan (mg) dari tabel

w1 = bobot sampel (mg) fp = faktor pengenceran P = kadar pati (%)

Tabel 7 Penetapan Gula menurut Luff Schoorl Na2S2O3

0.1N (ml)

Glukosa, Fruktosa dan Gula inversi (mg)

Na2S2O3 0.1N (ml)

Glukosa, Fruktosa dan Gula inversi (mg)

1 2.4 13 33.0 2 4.8 14 35.7 3 7.2 15 38.5 4 9.7 16 41.3 5 12.2 17 44.2 6 14.7 18 47.1 7 17.2 19 50.0 8 19.8 20 53.0 9 22.4 21 56.0 10 25.0 22 59.1 11 27.6 23 62.2 12 30.3

h. Analisis Kandungan Amilosa dan Amilopektin (Apriyantono et al. 1989; Riley et al. 2006)

Lemak dari pati/tepung diekstrak dengan heksan (AOAC 1990). Sebanyak 100 mg pati/tepung bebas lemak didispersikan di dalam 1.0 ml etanol dan 9.0 ml NaCl 1 M. Volume ditepatkan menjadi 100 ml dengan menggunakan air destilata. Sebanyak 5 ml aliquot ditransfer ke dalam labu takar 50 ml yang berisi 25 ml air destilata. Sebanyak 0.5 ml asam asetat 1 M dan 1 ml larutan iod (0.2 % iod dalam

100 x 1 w wxfp G= 90 . 0 Gx P=

2% potasium iodida) ditambahkan kedalam labu takar. Volume aliquot ditepatkan sampai tanda tera dengan menggunakan aquades. Aliquot diukur absorbansinya pada λ 620 nm.

Kandungan amilosa ditentukan dengan menggunakan kurva standar amilosa murni dari kentang. Standar amilosa dibuat dengan cara menimbang 40 mg amilosa murni dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Tabung reaksi dipanaskan di dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, campuran dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan dengan akuades sampai tanda tera. Sebanyak masing-masing 1, 2, 3, 4 dan 5 ml larutan tersebut dipipet ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar ditambahkan asam asetat 1N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml, kemudian masing-masing ditambah dengan 2 ml larutan iod. Larutan tersebut ditepatkan dengan akuades hingga tanda tera. Setelah didiamkan selama 20 menit, absorbansi dari intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kurva standar dibuat sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y). Kadar amilosa standar yang digunakan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kadar amilosa standar Volume Amilosa Standar (ml) Konsentrasi Amilosa Standar (mg/ml) 1 0.004 2 0.008 3 0.012 4 0.016 5 0.020

Kadar amilosa dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Kadar amilosa% W 100 CxVxFx = Keterangan:

C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml) V =Volume akhir contoh (ml)

F =Faktor pengenceran W = berat contoh (mg)

Kandungan amilosa dalam sampel dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan amilopektin. Kandungan amilopektin dapat dihitung berdasarkan selisih antara total kandungan pati dengan kandungan amilosa.

Analisis Karakteristik Bihun (Chen 2003; Purwani et al. 2006; Codex Stan 249-2006)

a. Kadar Air dengan Metode Oven

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator (selama 10 menit untuk cawan aluminium). Cawan kering ditimbang.

Sebanyak 1 g sampel ditimbang dengan cepat ke dalam cawan kering, kemudian dihomogenkan. Tutup cawan dibuka, cawan sampel beserta tutupnya di keringkan dalam oven suhu 105oC selama 3 jam. Cawan diletakan secara seksama agar tidak menyentuh dinding oven. Cawan sampel dipindahkan ke dalam desikator, ditutup dengan penutup cawan, didinginkan lalu ditimbang kembali. Cawan dimasukkan kembali ke dalam oven sanpai diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Kadar air (g/100 g bahan basah) ( 1 2) x100

W W W

W − −

=

dimana : W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

W1 = bobot contoh + cawan sesudah dikeringkan (g) W2 = bobot cawan kosong (g)

b. Waktu Pemasakan (Waktu Rehidrasi)

Waktu pemasakan diukur dengan cara merebus 5 g bihun dengan ukuran 2 -3 cm di dalam 200 ml air mendidih. Bihun diambil setiap -30 detik dan ditekan diantara 2 dua permukaan gelas. Waktu pemasakan optimum tercapai ketika bagian tengah bihun sudah terehidrasi sempurna.

c. Analisis Tekstur

Pengukuran tekstur bihun dilakukan terhadap bihun yang telah dimasak sesuai dengan waktu pemasakan optimumnya. Pemasakan dilakukan dengan cara

memasukkan 25 g bihun ke dalam 500 ml air yang telah dididihkan. Bihun yang telah masak disiram dengan air dingin untuk menghentikan pemanasan. Bihun disiram dengan 200 ml air dingin, ditiriskan dan diukur dengan menggunakan Texture Analizer TA-XT2.

Kondisi yang digunakan pada pengukuran tekstur bihun antara lain test mode and option: TPA, probe dengan bentuk selinder berdiameter 35 mm, pre test

Dokumen terkait