• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Juni 2009. Proses penyemaian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lokasi percobaan pada Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, yang berada pada ketinggian ± 190 m dpl.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa enam galur tetua cabai dan 15 hibrida cabai (Tabel 1). Galur yang digunakan sebagai tetua adalah IPB C-2, IPB C-5, IPB C-9, IPB C-10, IPB C-15, dan IPB C-105. Asal keenam galur tetua cabai dan keterangannya disajikan pada Tabel 2.

Sarana produksi yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk NPK Mutiara, pupuk Gandasil D dan Gandasil B, kapur pertanian, pestisida dan mulsa hitam perak. Alat yang digunakan berupa peralatan budidaya, tray semai, paranet 50%, ajir bambu, meteran, jangka sorong, timbangan, tali rafia, dan label.

Tabel 1. Kombinasi Persilangan Half Diallel

C-10 C-9 C-15 C-5 C-2 C-105 C-10 - C-9 9 X 10 - C-15 15 X 10 15 X 9 - C-5 5 X 10 5 X 9 5 X 15 - C-2 2 X 10 2 X 9 2 X 15 2 X 5 - C-105 105 X 10 105 X 9 105 X 15 105 X 5 105 X 2 - Tabel 2. Kode Galur, Asal, dan Keterangan Tetua Cabai yang Digunakan

Kode Galur Asal Keterangan

IPB C-2 Koleksi PSPT Produksi tinggi, tahan phytopthora ras 1 IPB C-5 Malaysia Toleran antraknosa, CVMV, phytopthora ras 1

IPB C-9 AVRDC Tahan PVY, layu bakteri

IPB C-10 AVRDC Rawit, tahan CMV. Tahan virus Gemini

IPB C-15 AVRDC Tahan antraknosa, layubakteri

Tabel 3. Kode Persilangan Genotipe Cabai Hibrida yang Digunakan

Genotipe Kode Persilangan

IPB C-9 X IPB C-10 9x10 IPB C-15 X IPB C-10 15x10 IPB C-15 X IPB C-9 15x9 IPB C-5 X IPB C-10 5x10 IPB C-5 X IPB C-9 5x9 IPB C-5 X IPB C-15 5x15 IPB C-2 X IPB C-10 2x10 IPB C-2 X IPB C-9 2x9 IPB C-2 X IPB C-15 2x15 IPB C-2 X IPB C-5 2x5 IPB C-105 X IPB C-10 105x10 IPB C-105 X IPB C-9 105x9 IPB C-105 X IPB C-15 105x15 IPB C-105 X IPB C-5 105x5 IPB C-105 X IPB C-2 105x2 Metode Penelitian

Setiap perlakuan dikerjakan dengan dua ulangan sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 16 tanaman, dari jumlah tersebut diambil 10 tanaman contoh. Rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal.

Model aditif linier percobaan yang digunakan adalah: Yij=μ + αi + βj + εij.

Yij = Respon pengamatan genotipe ke-i, ulangan ke-j

μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh genotipe ke-i (i=1,2,3,…,21) βj = Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2)

εij = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i, ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian secara umum terbagi dalam empat tahap, yakni

penyemaian, pengolahan lahan dan penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Keempat tahapan tersebut adalah:

Penyemaian

Penyemaian benih cabai dilakukan pada tray dengan menggunakan media tanam yang telah disterilkan. Komposisi media tanam yang digunakan terdiri dari campuran tanah, humus, pupuk kandang, zat perangsang pertumbuhan, dan bahan-bahan lainnya. Benih ditanam sebanyak satu benih/lubang. Selama masa persemaian juga dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman secara teratur, pemberian pupuk NPK dan pupuk daun, serta pemberian fungisida. Setelah bibit memiliki empat helai daun sempurna, bibit dipindahkan ke lapang.

Pengolahan lahan dan Penanaman

Bahan tanaman ditanam di bawah rumah paranet 50% sebagai naungan. Penanaman bibit ke lapang dilakukan pada sore hari. Sebelum dilakukan penanaman, lahan terlebih dahulu diolah dan dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran masing-masing bedengan 1 m x 4 m. Tiap bedeng ditutup dengan mulsa plastik hitam perak kemudian dilubangi dua baris per bedeng dengan jarak 50 cm x 50 cm sehingga terdapat 16 lubang dalam tiap bedengan.

Kapur pertanian dan pupuk dasar diaplikasikan pada saat pengolahan lahan. Kapur pertanian diberikan dengan dosis 2 ton/ha. Pupuk dasar yang digunakan berupa pupuk kandang (0.5 kg/lubang), pupuk SP-18 (20 g/lubang), pupuk ZA (10 g/lubang), dan pupuk KCl (10 g/lubang).

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman di lapang meliputi penyulaman, pengajiran, pewiwilan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Satu minggu setelah penanaman dilakukan penyulaman terhadap bibit cabai yang mati. Pengajiran dilakukan dengan mengikatkan bibit pada batang bambu sesaat setelah tanaman dipindahkan ke lapang. Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas-tunas air yang muncul di ketiak daun di bawah cabang dikotomus.

Pemupukan dilakukan secara teratur. Jenis pupuk yang diaplikasikan berupa pupuk NPK Mutiara 16:16:16 sebanyak 250 ml/l tanaman setiap minggunya dengan dosis 10 g/l. Selain itu juga dilakukan pemupukan dengan pupuk daun Gandasil D saat vegetatif dan pupuk buah Gandasil B saat fase generatif dengan dosis 2 g/l.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual, sedangkan pengendalian terhadap hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi. Fungisida diaplikasikan secara teratur bersamaan dengan pemupukan, dosis yang digunakan sebesar 2 g/l. Penyemprotan insektisida tergantung kondisi hama penyakit di lapang. Jenis insektisida yang digunakan adalah Curacron (2 ml/l), Kelthane (1 ml/l), dan Kanon (2 ml/l).

Pemanenan

Panen dilakukan terhadap buah cabai yang telah berubah warna menjadi merah penuh atau warna merah lebih dari 50%. Panen dilakukan sebanyak delapan kali selama delapan minggu dihitung sejak setengah dari populasi tersebut telah berbuah merah. Panen diutamakan terhadap tanaman contoh, dan pada akhir panen buah yang tersisa dipanen seluruhnya.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap karakter kualitatif dan karakter kuantitatif tanaman. Pengamatan khususnya dilakukan terhadap tanaman contoh yang telah dipilih secara acak pada setiap populasi genotipe di kedua ulangan.

Peubah kualitatif yang diamati berupa:

1. Tipe tumbuh: [3] tegak, [5] semi tegak atau agak tegak, dan [7] menyebar (Gambar 1).

Gambar 1. Tipe Tumbuh Tanaman

2. Bentuk daun: [1] deltoid, [2] ovate, [3] lanceolate, diamati pada daun dewasa (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk Daun

3. Warna daun, diamati dengan bantuan Color Chart for Variety Protection Center. Diamati pada daun dewasa.

4. Posisi bunga: [3] tegak, [5] horizontal, dan [7] menggantung (Gambar 3).

Gambar 3. Posisi Bunga

5. Posisi tangkai karangan bunga: [1] tegak dan [2] tidak tegak.

6. Warna mahkota bunga, diamati dengan menyesuaikan warna mahkota bunga yang telah mekar sempurna dengan Color Chart.

7. Warna anther, diamati dengan bantuan Color Chart. 8. Bentuk mahkota, [1] rotate dan[2] campanulate

9. Warna tangkai putik, diamati dengan bantuan Color Chart.

10. Jumlah bunga per nodus, [1] satu bunga, [2] dua bunga, [3] tiga bunga, dan [4] banyak bunga.

11. Bentuk predominant penampang membujur buah: [1] pipih, [2] bulat, [3] bentuk jantung, [4] kotak, [5] segiempat, [6] trapesium, [7] segitiga, [8] segitiga menyempit, dan [9] bentuk tanduk (Gambar 4).

Gambar 4. Bentuk Buah

12. Bentuk ujung buah: [1] runcing, [3] tumpul, [5] membulat, [7] berlekuk, [9] berlekuk dan meruncing (Gambar 5).

Gambar 5. Bentuk Ujung Buah

13. Bentuk pangkal buah: [1] runcing, [3] tumpul, [5] rompang, [7] bentuk jantung, dan [9] berlekuk (Gambar 6).

Gambar 6. Bentuk Pangkal Buah

14. Bentuk tepi kelopak buah: [3] rata, [5] agak bergerigi, dan [7] bergerigi (Gambar 7).

Gambar 7. Bentuk Tepi Kelopak Buah

15. Permukaan kulit buah: [1] rata, [2] agak berkerut, dan [3] berkerut. 16. Warna buah muda: putih kehijauan, kekuningan, hijau, dan ungu. 17. Warna buah matang: kuning, oranye, merah dan coklat.

18. Posisi buah: tegak, horizontal, dan menggantung. Peubah kuantitatif yang diamati meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi, diukur setelah panen kedua.

2. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus. Pengukuran dilakukan setelah panen kedua.

3. Diameter batang (mm), diukur ± 5 cm dari permukaan batang setelah panen kedua.

4. Lebar tajuk (cm), diukur pada tajuk terlebar setelah panen pertama.

5. Ukuran daun (cm) meliputi panjang daun dan lebar daun. Pengukuran dilakukan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan utama.

6. Bobot brangkasan (g), diukur dari rata-rata tanaman contoh.

7. Waktu berbunga (HST) dihitung saat populasi 50% mulai berbunga. 8. Umur panen (HST), dihitung saat 50% populasi telah panen.

9. Panjang tangkai buah (cm), diukur dari rata-rata 10 buah masak pada panen kedua.

10. Tebal daging buah (mm), diukur dari rata-rata 10 buah masak pada panen kedua.

11. Panjang buah (cm), diukur dari rata-rata 10 buah masak dari panen kedua. 12. Diameter buah (mm), diukur pada bagian pangkal buah pada rata-rata 10

buah masak dari panen kedua.

13. Bobot buah (g), diukur dari rata-rata 10 buah masak dari panen kedua.

14. Produksi total/tanaman (g), dihitung dengan menjumlahkan bobot buah tiap panen selama 8 minggu dan dibagi dengan jumlah tanaman sampel.

15. Persentase bobot buah layak pasar/tanaman (%), dihitung dengan membagi bobot buah layak pasar/tanaman (g) dengan produksi total/tanaman dan dikalikan dengan 100%. Buah layak pasar merupakan buah normal dan tidak terserang hama dan penyakit.

Analisis Data

1. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis ragam dilakukan untuk setiap peubah kuantitatif dari genotipe yang diuji. Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe tersebut, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% . Analisis ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

SK DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung

Perlakuan (a) t-1 ∑(Yi.)2

/t-FK Jka/(t-1) Kta/KTg Ulangan (b) r-1 ∑(Y.j)2 /r-FK Jkb/(t-1) Ktb/KTg Galat (r-1)(t-1) Sisa JKg/(r-1)(t-1) Umum rt-1 ∑Yij2 (r-1)(t-1)

3. Menduga nilai variabilitas genotipik maupun fenotipik dengan pendekatan standard error seperti dikutip dalam Pinaria,et al.(1995).

  2 2 2 2 2 2 2 e e G G db MS db MS r G  2 2 2 2 2 G G p db MS r 

Variabilitas genetik dinyatakan luas apabila σ2

G ≥ 2(σG), dan sempit bila

σ2

G < 2(σG), demikian pula dengan variabilitas fenotipik, dinyatakan luas bila

σ2

P≥ 2(σP), dan sempit bila σ2

P< 2(σP).

4. Menduga nilai heritabilitas dalam arti luas dan sempit.

Nilai heritabilitas dalam arti luas maupun sempit diduga dengan menggunakan metode daya gabung, dengan rumus:

% 100 2 2 2   p g bs h  

 

100% 2 2 2 2 2 2 2   SCA e GCA GCA ns h     Keterangan : σ2 g= 2 σ2GCA+ σ2 SCA σ2p= σ2g + σ2 e

h2bs = heritabilitas dalam arti luas h2ns = heritabilitas dalam arti sempit

σ2 g = ragam genotipe σ2 p = ragam fenotipe σ2 e = ragam lingkungan σ2

GCA = ragam daya gabung umum

σ2

SCA = ragam daya gabung khusus

Stanfield dalam Zen (1995) mengklasifikasikan nilai heritabilitas dalam tiga kategori, yakni:

50 % < h2 ≤ 100% : tinggi

20 % ≤ h2 ≤ 50 % : sedang

0% ≤ h2

< 20 % : rendah

5. Indeks Seleksi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai urutan hibrida terbaik berdasarkan krtiteria seleksi tertentu, dengan rumus yang digunakan (Falconer, 1976): I= b1P1+ b2P2 + b3P3+….+ bnPn, dimana Ve X Xi P   Keterangan :

I = nilai indeks total suatu fenotipe b = pembobot masing-masing peubah

P = nilai fenotipe yang telah distandardisasi Xi = rataan peubah dari suatu genotipe

X = rataan peubah dari suatu total seluruh genotipe Ve = ragam galat

Dokumen terkait