• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Parameter Genetik dan Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai Half Diallel Pada Intensitas Cahaya Rendah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Parameter Genetik dan Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai Half Diallel Pada Intensitas Cahaya Rendah."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI

DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI

HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

DIAH AYU ARIANI A24052392

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

DIAH AYU ARIANI. Pendugaan Parameter Genetik dan Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai Half Diallel Pada Intensitas Cahaya Rendah. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan RAHMI YUNIANTI).

Penelitian ini dilakukan unuk menduga nilai variabilitas dan heritabilitas beberapa karaker agronomi genotipe hibrida cabai half diallel serta mencari genotipe yang memiliki daya hasil tinggi pada intensitas cahaya rendah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB pada bulan Februari-Juni 2009.

Penelitian dilakukan di bawah naungan paranet 50 % di seluruh sisinya. Bahan tanam yang digunakan berupa enam galur tetua cabai (IPB C-10, IPB C-9, IPB C-15, IPB C-5, IPB C-2, IPB C-105) dan 15 hibrida half diallel. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor tunggal dengan dua ulangan sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 16 tanaman dan diambil 10 tanaman contoh untuk diamati. Pengamatan yang mencakup peubah karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Peubah kualitatif yang diamati dianalisis secara deskriptif. Dilakukan analisis ragam untuk setiap peubah kuantitatif yang diuji, kemudian dilanjutkan dengan uji DMRT pada peubah yang diketahui berbeda nyata. Pendugaan variabilitas dilakukan dengan pendekatan standard error. Nilai heritabilitas dalam arti luas dan sempit diduga dengan metode daya gabung. Dilakukan penyederhanaan seleksi berdasarkan karakter-karakter yang berkaitan dengan produksi melalui metode indeks seleksi.

(3)

memungkinkan untuk mengembangkan varietas hibrida dibandingkan varietas bersari bebas.

(4)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI

DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI

HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DIAH AYU ARIANI A24052392

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Nama : Diah Ayu Ariani

NRP : A24052392

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si Dr. Rahmi Yunianti, SP, M.Si NIP : 19720102 200003 1 001 NIP : 19720617 199702 2 002

Mengetahui,

Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, 24 April 1987. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Mohammad Arief Mochtar dan Ibu Rini Muchtar.

Penulis lulus dari SD YSP Pusri 2 Palembang pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTP YSP Pusri Palembang. Penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Bogor hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi berjudul “Pendugaan Parameter Genetik dan

Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai terhadap Intensitas Cahaya Rendah”

ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. M. Syukur, SP., MSi dan Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian serta penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Darda Effendi MSi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selaku pembimbing akademik.

3. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku penguji atas masukannya demi perbaikan skripsi penulis.

4. Kedua orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan dorongan baik moril dan materiil.

5. Arie, Ima, Sri Dewi, Muti, Putri atas dukungan, bantuan, dan kebersamaan yang terjalin selama ini.

6. Rekan-rekan penelitian (Dyna, Ady, Tiara, Abdul, Rohim, Mbak Cici, Mbak Nita, Mbak Purwati, Teh Novi, dan penghuni laboratorium PMT lainnya). 7. Pegawai kebun Leuwikopo atas bantuannya kepada penulis selama

menjalankan penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan Departemen Agronomi dan Hortikultura.

9. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2009

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kombinasi Persilangan Half Diallel... 10

2. Kode Galur, Asal, dan Keterangan Tetua Cabai yang Digunakan... 10

3. Kode Persilangan Genotipe Cabai Hibrida yang Digunakan... 11

4. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak... 17

5. Tipe Tumbuh, Bentuk Daun, dan Warna Daun pada Genotipe Cabai yang Diuji... 21

6. Posisi Tangkai Karangan Bunga, Bentuk Mahkota, Warna Anther, Jumlah Bunga/Aksil, dan Posisi Bunga pada Genotipe yang Diuji... 22

7. Warna Buah Muda, Warna Buah Tua, dan Posisi Buah pada Genotipe yang Diuji... 23

8. Bentuk Pangkal Buah, Bentuk Ujung Buah, Bentuk Tepi Kelopak, dan Permukaan Kulit Buah pada Genotipe yang Diuji... 24

9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Peubah Kuantitatif yang Diamati... 25

10. Nilai Rataan Tinggi Tanaman dan Tinggi Dikotomus... 25

11. Nilai Rataan Diameter Tanaman dan Lebar Tajuk... 28

12. Nilai Rataan Panjang Daun, Lebar Daun, dan Bobot Brangkasan... 30

13. Nilai Rataan Waktu Berbunga dan Umur Panen... 31

14. Nilai Rataan Panjang Tangkai Buah dan Tebal Daging Buah... 32

15. Nilai Rataan Panjang Buah dan Diameter Buah... 34

16. Nilai Rataan Bobot Buah, Produksi per Tanaman, dan Persentase Bobot Layak Pasar Variabilitas Genetik dan Fenotipik Karakter yang Diamati... 35

17. Variabilitas Genetik dan Fenotipik Karakter yang Diamati... 37

18. Nilai Heritabilitas Peubah yang Diamati Beserta Kriterianya... 39

19. Nilai Korelasi Peubah terhadap Produksi per Tanaman... 40

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tipe Tumbuh Tanaman... 13

2. Bentuk Daun... 14

3. Posisi Bunga... 14

4. Bentuk Buah... 15

5. Bentuk Ujung Buah... 15

6. Bentuk Pangkal Buah... 15

7. Bentuk Tepi Kelopak... 16

8. Gejala Tanaman yang Terserang Layu Fusarium (a) dan Keragaan Tanaman di Bawah Naungan (b)... 21

(11)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI

DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI

HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

DIAH AYU ARIANI A24052392

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

DIAH AYU ARIANI. Pendugaan Parameter Genetik dan Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai Half Diallel Pada Intensitas Cahaya Rendah. (Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR dan RAHMI YUNIANTI).

Penelitian ini dilakukan unuk menduga nilai variabilitas dan heritabilitas beberapa karaker agronomi genotipe hibrida cabai half diallel serta mencari genotipe yang memiliki daya hasil tinggi pada intensitas cahaya rendah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB pada bulan Februari-Juni 2009.

Penelitian dilakukan di bawah naungan paranet 50 % di seluruh sisinya. Bahan tanam yang digunakan berupa enam galur tetua cabai (IPB C-10, IPB C-9, IPB C-15, IPB C-5, IPB C-2, IPB C-105) dan 15 hibrida half diallel. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak faktor tunggal dengan dua ulangan sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 16 tanaman dan diambil 10 tanaman contoh untuk diamati. Pengamatan yang mencakup peubah karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. Peubah kualitatif yang diamati dianalisis secara deskriptif. Dilakukan analisis ragam untuk setiap peubah kuantitatif yang diuji, kemudian dilanjutkan dengan uji DMRT pada peubah yang diketahui berbeda nyata. Pendugaan variabilitas dilakukan dengan pendekatan standard error. Nilai heritabilitas dalam arti luas dan sempit diduga dengan metode daya gabung. Dilakukan penyederhanaan seleksi berdasarkan karakter-karakter yang berkaitan dengan produksi melalui metode indeks seleksi.

(13)

memungkinkan untuk mengembangkan varietas hibrida dibandingkan varietas bersari bebas.

(14)

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI

DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI

HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DIAH AYU ARIANI A24052392

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul : PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN EVALUASI DAYA HASIL ENAM GENOTIPE CABAI HALF DIALLEL

PADA INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Nama : Diah Ayu Ariani

NRP : A24052392

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Muhamad Syukur, SP, M.Si Dr. Rahmi Yunianti, SP, M.Si NIP : 19720102 200003 1 001 NIP : 19720617 199702 2 002

Mengetahui,

Kepala Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, 24 April 1987. Penulis merupakan anak

kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Mohammad Arief Mochtar dan Ibu Rini Muchtar.

Penulis lulus dari SD YSP Pusri 2 Palembang pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SLTP YSP Pusri Palembang. Penulis melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Bogor hingga lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur USMI, kemudian pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi berjudul “Pendugaan Parameter Genetik dan

Evaluasi Daya Hasil Enam Genotipe Cabai terhadap Intensitas Cahaya Rendah”

ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. M. Syukur, SP., MSi dan Dr. Rahmi Yunianti, SP., MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penelitian serta penyusunan skripsi.

2. Dr Ir Darda Effendi MSi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selaku pembimbing akademik.

3. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc selaku penguji atas masukannya demi perbaikan skripsi penulis.

4. Kedua orang tua, kakak dan adik yang telah memberikan dorongan baik moril dan materiil.

5. Arie, Ima, Sri Dewi, Muti, Putri atas dukungan, bantuan, dan kebersamaan yang terjalin selama ini.

6. Rekan-rekan penelitian (Dyna, Ady, Tiara, Abdul, Rohim, Mbak Cici, Mbak Nita, Mbak Purwati, Teh Novi, dan penghuni laboratorium PMT lainnya). 7. Pegawai kebun Leuwikopo atas bantuannya kepada penulis selama

menjalankan penelitian.

8. Teman-teman seperjuangan Departemen Agronomi dan Hortikultura.

9. Pihak-pihak yang telah membantu kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Desember 2009

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kombinasi Persilangan Half Diallel... 10

2. Kode Galur, Asal, dan Keterangan Tetua Cabai yang Digunakan... 10

3. Kode Persilangan Genotipe Cabai Hibrida yang Digunakan... 11

4. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak... 17

5. Tipe Tumbuh, Bentuk Daun, dan Warna Daun pada Genotipe Cabai yang Diuji... 21

6. Posisi Tangkai Karangan Bunga, Bentuk Mahkota, Warna Anther, Jumlah Bunga/Aksil, dan Posisi Bunga pada Genotipe yang Diuji... 22

7. Warna Buah Muda, Warna Buah Tua, dan Posisi Buah pada Genotipe yang Diuji... 23

8. Bentuk Pangkal Buah, Bentuk Ujung Buah, Bentuk Tepi Kelopak, dan Permukaan Kulit Buah pada Genotipe yang Diuji... 24

9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Peubah Kuantitatif yang Diamati... 25

10. Nilai Rataan Tinggi Tanaman dan Tinggi Dikotomus... 25

11. Nilai Rataan Diameter Tanaman dan Lebar Tajuk... 28

12. Nilai Rataan Panjang Daun, Lebar Daun, dan Bobot Brangkasan... 30

13. Nilai Rataan Waktu Berbunga dan Umur Panen... 31

14. Nilai Rataan Panjang Tangkai Buah dan Tebal Daging Buah... 32

15. Nilai Rataan Panjang Buah dan Diameter Buah... 34

16. Nilai Rataan Bobot Buah, Produksi per Tanaman, dan Persentase Bobot Layak Pasar Variabilitas Genetik dan Fenotipik Karakter yang Diamati... 35

17. Variabilitas Genetik dan Fenotipik Karakter yang Diamati... 37

18. Nilai Heritabilitas Peubah yang Diamati Beserta Kriterianya... 39

19. Nilai Korelasi Peubah terhadap Produksi per Tanaman... 40

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tipe Tumbuh Tanaman... 13

2. Bentuk Daun... 14

3. Posisi Bunga... 14

4. Bentuk Buah... 15

5. Bentuk Ujung Buah... 15

6. Bentuk Pangkal Buah... 15

7. Bentuk Tepi Kelopak... 16

8. Gejala Tanaman yang Terserang Layu Fusarium (a) dan Keragaan Tanaman di Bawah Naungan (b)... 21

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Iklim Darmaga Februari-Juni 2009... 48

2. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman... 48

3. Sidik Ragam Karakter Tinggi Dikotomus... 48

4. Sidik Ragam Karakter Diameter Tanaman... 48

5. Sidik Ragam Karakter Lebar Tajuk... 49

6. Sidik Ragam Karakter Panjang Daun... 49

7. Sidik Ragam Karakter Lebar Daun... 49

8. Sidik Ragam Karakter Bobot Brangkasan... 49

9. Sidik Ragam Karakter Waktu Berbunga... 50

10. Sidik Ragam Karakter Umur Panen... 50

11. Sidik Ragam Karakter Panjang Tangkai Buah... 50

12. Sidik Ragam Karakter Tebal Daging Buah... 50

13. Sidik Ragam Karakter Panjang Buah... 51

14. Sidik Ragam Karakter Diameter Buah... 51

15. Sidik Ragam Karakter Bobot Buah... 51

16. Sidik Ragam Karakter Produksi Total per Tanaman... 51

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan bumbu dapur yang paling populer dan penggunaannya paling luas di seluruh dunia. Tanaman cabai potensial untuk dikembangkan karena permintaan pasar akan komoditas ini cukup tinggi.

Konsumsi cabai perkapita pada tahun 2006 diketahui sebesar 2.77 kg/tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008). Jumlah tersebut diperkirakan akan

semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Peningkatan kebutuhan cabai perlu diimbangi dengan peningkatan produksi. Badan Pusat Statistik (2008) mencatat total areal pertanaman cabai pada tahun 2006 sebesar 187 236 ha dengan produktivitas mencapai 5.7 ton/ha. Angka tersebut masih di bawah potensi produksinya, yakni mencapai 12 ton/ha (Duriat, 1996).

Salah satu alternatif usaha peningkatan produksi cabai yang dapat dilakukan adalah usaha ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan tidur di bawah tegakan tanaman perkebunan atau hutan tanaman industri (HTI). Potensi lahan perkebunan terutama lahan TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) cukup luas. Pada perkebunan kelapa sawit, luas lahan TBM pada tahun 2007 tercatat sebesar 1 591 881 ha yang terdiri TBM Perkebunan Rakyat seluas 696 899 ha, Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 39 709 ha dan Perkebunan Besar Swasta seluas 855 273 ha (Ditjen Perkebunan, 2008). Tumpangsari cabai dengan tanaman perkebunan muda selain sebagai upaya optimalisasi lahan juga diharapkan dapat memberikan penghasilan tambahan bagi petani.

Tanaman cabai digolongkan sebagai tanaman yang menyukai sinar

langsung dengan intensitas cahaya matahari berkisar antara 3 000 - 8 000 foot-candle (Ashari, 2006). Intensitas cahaya yang rendah di bawah tegakan

(23)

Seleksi tanaman untuk hasil yang tinggi tidak akan efektif jika keragaman lingkungan sangat besar sehingga menutupi keragaman genetik. Fenotipe tanaman banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Pendugaan nilai heritabilitas diperlukan untuk mengukur besar kecilnya peranan faktor genetik terhadap fenotipe. Terdapat dua jenis heritabilitas, yakni heritabilitas dalam arti luas dan dalam arti sempit. Heritabilitas dalam arti luas dinyatakan sebagai perbandingan antara keragaman genetik terhadap keragaman total, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan antara keragaman aditif dan keragaman fenotipe (Mangoendidjojo, 2003). Dengan silang diallel akan diketahui pengaruh aksi gen aditif sehingga informasi mengenai heritabilitas arti sempit dapat diduga (Poespodarsono, 1988).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga variabilitas dan heritabilitas beberapa karakter agronomi genotipe cabai hasil persilangan half diallel serta mencari genotipe yang memiliki daya hasil tinggi pada intensitas cahaya rendah.

Hipotesis

1. Terdapat satu atau lebih karakter yang memiliki variabilitas luas. 2. Terdapat satu atau lebih karakter yang memiliki heritabilitas tinggi.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah dan Botani Cabai

Cabai merah termasuk dalam famili Solanaceae dan genus Capsicum. Genus Capsicum terdiri dari sekitar 20-30 spesies, lima spesies utama yang dibudidayakan adalah C. annum, C. frustescens, C. chinense, C. baccatum dan C. pubescens (Greenleaf, 1986). C. annum merupakan spesies yang paling luas dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Tanaman cabai merah (C. annum) berasal dari Meksiko. Cabai diperkenalkan ke kawasan Asia pada abad ke-16 oleh penjelajah Portugis dan Spanyol melalui perjalanan dagang dari Amerika Selatan. Distribusi C. annum dan C.frustescens telah mencakup semua benua, sedangkan spesies lainnya hanya sedikit yang didistribusikan keluar Amerika Selatan (Poulos, 1994).

Cabai merupakan tanaman tahunan tropika yang umumnya ditanam sebagai tanaman setahun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Tanaman cabai berbentuk semak, batangnya berkayu dengan tipe percabangan tegak atau menyebar (Kusandriani, 1996). Tanaman cabai memiliki banyak cabang dan pada setiap percabangan akan muncul buah cabai (Samadi, 1997).

Akar tanaman cabai tunggang, kuat dan dalam. Perakaran umumnya berkembang sempurna (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Kusandriani (1996) menyatakan pada saat pencabutan dan pemindahan bibit ke lapang, perakaran yang baru berkembang mengalami kerusakan, tetapi akar-akar samping akan berkembang dari akar utama ke dua arah yang berlawanan. Menurut Samadi (1997), bagian ujung akar mampu menembus tanah sampai kedalaman 25-30 cm. Perkembangan akar akan menjadi lebih sempurna bila dilakukan penggemburan tanah sampai kedalaman tersebut.

(25)

Bunga tanaman cabai merah umumnya bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas, serta merupakan bunga sempurna. Mahkota bunga berwarna putih atau ungu tergantung kultivarnya, helaian mahkota bunga berjumlah lima atau enam helai. Pada dasar bunga terdapat daun buah berjumlah lima helai, terkadang bergerigi. Setiap bunga mempunyai satu putik atau stigma dengan kepala putik yang berbentuk bulat. Terdapat lima sampai delapan helai benang sari dengan kepala putik berbentuk lonjong. Dalam satu kotak sari berkembang 11 000 sampai 18 000 butir tepung sari yang berbentuk lonjong dan berwarna kuning mengkilat (Kusandriani, 1996).

Di antara kultivar-kultivar cabai terdapat perbedaan dalam hal letak kepala putik terhadap kotak sari yang disebut heterostily (Kusandriani dan Permadi, 1996). Persilangan silang sekitar 6-37% dapat terjadi akibat morfologi bunga cabai tersebut (Kusandriani, 1996).

Buah cabai termasuk dalam kategori buah buni (beri) berbiji banyak. Buah seringkali tumbuh tunggal pada setiap buku. Warna buah dan bentuk buah bervariasi tergantung pada kultivarnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Kandungan gizi dalam setiap 100 g cabai merah adalah air 90%, energi 32 kal, protein 0.5 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 7.8 g, serat 1.6 g, abu 0.5 g, kalsium 29 mg, fosfor 45 mg, besi 0.5 mg, vitamin A 470 IU, tiamin 0.05 mg, riboflavin 0.06 mg, niasin 0.9 mg, dan asam askorbat 18 mg (Ashari, 2006).

Syarat Tumbuh Cabai

Cabai memiliki daya adaptasi luas, dapat ditanam baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi (Sunarjono, 2006). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), cabai dapat ditanam laut hingga ketinggian 13 000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan tanaman cabai lebih baik pada tanah lempung berdrainase baik dengan pH tanah 5.5-6.8 (Poulos, 1994) dan mengandung bahan organik sedikitnya 1.5% (Ashari, 2006).

(26)

Bosland dan Votava (1999) menyatakan buah cabai tidak akan terbentuk ketika suhu rata-rata di bawah 16o atau di atas 32oC, bunga akan mengalami kerontokan apabila suhu malam hari di atas 24oC. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), penyerbukan dan pembuahan optimum berada pada suhu 20o-25oC.

Tanaman cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi karena tidak tahan terhadap guyuran air hujan secara terus-menerus. Curah hujan tinggi pada periode pembungaan menyebabkan bunga menjadi gugur. Tanaman juga akan rentan terserang penyakit karena curah hujan yang tinggi akan merangsang perkembangan jamur (Samadi, 1997). Curah hujan yang baik bagi pertumbuhan tanaman cabai berkisar antara 600-1 250 mm per tahun (Poulos, 1994).

Tanaman cabai membutuhkan iklim kering dengan lama penyinaran lebih dari 12 jam per hari, terutama pada periode pembungaan dan pembuahan. Intensitas cahaya juga berpengaruh pada pertumbuhan bibit karena bibit akan mengalami etiolasi pada penyinaran cahaya yang kurang (Samadi, 1997).

Fisiologi Tanaman di Bawah Naungan

Berdasarkan kemampuannya dalam beradaptasi terhadap intensitas penyinaran matahari, tanaman dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tanaman yang menyukai sinar matahari langsung (sun plants) dan tanaman yang lebih menyukai kondisi naungan (shade plants) (Ashari, 2006). Reaksi tanaman terhadap perbedaan intensitas penyinaran matahari tergantung pada jenis tanaman tersebut. Tanaman membutuhkan intensitas sinar matahari yang tinggi untuk mempertahankan tingkat fotosintesis yang tinggi, dan sebaliknya kemampuan fotosintesis akan menurun pada intensitas sinar yang rendah. Tanaman yang toleran terhadap naungan memiliki kemampuan fotosintesis yang lebih baik pada kondisi dengan intensitas cahaya rendah (Hale dan Orcutt, 1987).

(27)

per satuan luas daun dan dengan meningkatkan konsentrasi klorofil (Hale dan Orcutt, 1987).

Hasil penelitian pemberian naungan pada tanaman kedelai memberikan hasil bahwa pada intensitas cahaya 50% terjadi perubahan pada karakter daun, yakni meningkatnya luas daun spesifik, luas daun trifoliate, serta kandungan klorofil a dan b. Daun kedelai di bawah intensitas cahaya 50% mengalami peningkatan intensitas kehijauan. Di samping itu, terjadi pengurangan kepadatan trikoma, ketebalan daun, panjang lapisan palisade, dan nisbah klorofil a/b. Beberapa perubahan tersebut merupakan mekanisme untuk efisiensi penangkapan cahaya (Muhuria, et al., 2006).

Intensitas cahaya matahari penting bagi tanaman cabai, khususnya dalam fotosintesis, pembentukan bunga, serta pembentukan dan pemasakan buah. Pertumbuhan tanaman cabai akan terhambat apabila ternaungi dengan ciri-ciri pertumbuhan meninggi, daun lemas, batang sukulen, bunga yang dihasilkan

sedikit, umur panen lebih lama, dan kualitas maupun kuantitas produksi menurun (Prajnanta, 1999).

Pemuliaan Tanaman untuk Ketahanan terhadap Intensitas Cahaya Rendah

Pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang baru atau mempertahankan keunggulan suatu varietas yang ada. Sasaran pemuliaan tanaman di masa mendatang harus dapat (1) meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil, (2) mengembangkan varietas yang mampu beradaptasi luas, (3) merakit varietas yang mempunyai ketahanan terhadap cekaman lingkungan dan efisien dalam penggunaan masukan, (4) merakit varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit, (5) mengembangkan varietas yang mempunyai manfaat ganda, dan (6) memprediksi keinginan konsumen (Mangoendidjojo, 2003).

(28)

yang dapat menurunkan produksi (Kusandriani dan Permadi, 1996; Bosland dan Votava, 1999).

Penelitian mengenai ketahanan terhadap naungan atau intensitas cahaya rendah telah dilakukan pada beberapa komoditas, diantaranya adalah padi gogo, kedelai, dan talas. Pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman karet muda merupakan latar belakang dilakukannya penelitian-penelitian tersebut.

Pada tanaman padi gogo, pemberian naungan 50 % terbukti menurunkan produksi. Genotipe toleran memiliki penurunan persentase produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan genotipe peka. Klasifikasi genotipe toleran dan peka ditentukan berdasarkan kandungan klorofil total karena karakter tersebut merupakan salah satu penciri toleransi terhadap naungan (Soverda, 2002). Pemberian naungan terhadap tanaman padi gogo menyebabkan peningkatan luas daun, kandungan klorofil a, b dan klorofil total serta meningkatkan kehijauan daun. Karakter luas daun dan kandungan klorofil merupakan karakter morfologi tanaman yang bersifat avoidance terhadap defisit cahaya (Lautt, 2003).

Naungan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, luas daun, kadar klorofil a dan b, kadar nitrogen daun, kadar pati umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi tanaman talas. Tinggi tanaman dan luas daun nyata meningkat dengan meningkatnya persentase naungan (Djukri, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Jufri (2006) menunjukkan hasil penurunan produktivitas pada seluruh genotipe kedelai yang diujikan. Kisman et al.(2007) menyatakan bahwa karakter morfologi dan fosiologi daun yang dapat dijadikan sebagai penciri adaptasi kedelai terhadap naungan adalah karakter luas daun, bobot spesifik daun, dan kandungan klorofil.

Parameter Genetik

Pendugaan parameter genetik penting dalam proses pemuliaan tanaman. Pentingnya parameter genetik terkait dengan proses seleksi dalam tahapan selanjutnya. Parameter genetik yang umum diduga dalam penelitian pemuliaan diantaranya heritabilitas dan variabilitas.

(29)

Dalam pemuliaan tanaman, adanya variasi pada populasi tanaman yang digunakan memiliki arti yang sangat penting (Mangoendidjojo, 2003). Jumlah variasi dapat diukur dan diekspresikan sebagai varian atau ragam. Variasi dapat dihitung sebagai simpangan dari rata-rata populasi, sedangkan ragam merupakan kuadrat dari nilai variasi (Falconer, 1976).

Variasi yang terjadi karena pengaruh lingkungan sering disebut sebagai non heritable variation. Variasi tersebut tidak diwariskan kepada keturunannya. Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang

akan menentukan kenampakan akhir dari tanaman tersebut (Mangoendidjojo, 2003).

Variasi yang timbul karena faktor genetik dinamakan heritable variation, yakni variasi yang diwariskan kepada keturunannya. Variasi tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama. Variasi tersebut berasal dari genotipe individu anggota populasi. Variasi genetik dapat terjadi karena adanya percampuran material pemuliaan, rekombinasi genetik sebagai akibat persilangan-persilangan, dan adanya mutasi ataupun poliploidi (Mangoendidjojo, 2003).

Variasi yang dapat diobservasi dapat dideskripsikan secara statistik sebagai ragam fenotipe. Ragam fenotipe (VP) dibagi menjadi dua komponen yakni

ragam genetik (VG) dan ragam lingkungan (VE) (Poehlman, 1979). Ragam genetik

sendiri merupakan akumulasi dari nilai ragam aditif (VA), ragam dominan (VD),

ragam ragam interaksi (VI) (Falconer, 1976).

Heritabilitas didefinisikan secara spesifik sebagai proporsi dari total variasi dalam keturunan yang memiliki dasar genetik (Allard, 1960). Sesuai dengan komponen varian genetiknya, heritabilitas dibedakan menjadi heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability) dan heritabilitas dalam arti sempit (narrow sense heritability). Heritabilitas dalam arti luas merupakan perbandingan antara varian genetik total dan varian fenotipe, sedangkan heritabilitas dalam arti sempit merupakan perbandingan antara varian aditif dan varian fenotipe (Mangoendidjojo, 2003).

(30)

keragaman fenotipe hanya disebabkan lingkungan, sedangkan keragaman dengan nilai 1 berarti keragaman fenotipe hanya disebabkan oleh genotipe. Sifat kualitatif cenderung mempunyai heritabilitas tinggi, sebaliknya sifat kuantitatif mempunyai nilai heritabilitas rendah (Poespodarsono, 1988).

Taksiran heritabilitas digunakan sebagai langkah awal pada pekerjaan seleksi terhadap populasi yang bersegregasi. Populasi dengan heritabilitas tinggi memungkinkan dilakukan seleksi. Pada populasi dengan tingkat heritabilitas rendah, masih harus dinilai tingkat kerendahannya. Bila terlalu rendah, hampir mendekati 0, berarti bila dilakukan seleksi akan tidak banyak berarti (Poespodarsono, 1988).

Persilangan Diallel

Persilangan diallel adalah seluruh kombinasi persilangan yang mungkin diantara sekelompok tetua. Tujuan dari persilangan diallel adalah untuk mengevaluasi tetua yang menghasilkan turunan terbaik. Informasi yang dapat diperoleh dari analisis diallel adalah parameter genetik dan informasi daya gabung umum dan khusus (Singh and Chaudary,1979). Hayman dalam Syukur,et.al.(2007) menyatakan bahwa penggunaan metode diallel harus memenuhi beberapa asumsi, yakni (1) segregasi diploid, (2) tidak ada perbedaan antara persilangan resiprokal, (3) tidak ada multialelisme, (4) tetua homozigot, dan (5) gen-gen menyebar diantara tetua.

(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Juni 2009. Proses penyemaian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Lokasi percobaan pada Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, yang berada pada ketinggian ± 190 m dpl.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini berupa enam galur tetua cabai dan 15 hibrida cabai (Tabel 1). Galur yang digunakan sebagai tetua adalah IPB C-2, IPB C-5, IPB C-9, IPB C-10, IPB C-15, dan IPB C-105. Asal keenam galur tetua cabai dan keterangannya disajikan pada Tabel 2.

Sarana produksi yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk NPK Mutiara, pupuk Gandasil D dan Gandasil B, kapur pertanian, pestisida dan mulsa hitam perak. Alat yang digunakan berupa peralatan budidaya, tray semai, paranet 50%, ajir bambu, meteran, jangka sorong, timbangan, tali rafia, dan label.

Tabel 1. Kombinasi Persilangan Half Diallel

C-10 C-9 C-15 C-5 C-2 C-105 C-10 -

C-9 9 X 10 -

C-15 15 X 10 15 X 9 -

C-5 5 X 10 5 X 9 5 X 15 -

C-2 2 X 10 2 X 9 2 X 15 2 X 5 -

C-105 105 X 10 105 X 9 105 X 15 105 X 5 105 X 2 -

Tabel 2. Kode Galur, Asal, dan Keterangan Tetua Cabai yang Digunakan

Kode Galur Asal Keterangan

IPB C-2 Koleksi PSPT Produksi tinggi, tahan phytopthora ras 1 IPB C-5 Malaysia Toleran antraknosa, CVMV, phytopthora ras 1

IPB C-9 AVRDC Tahan PVY, layu bakteri

IPB C-10 AVRDC Rawit, tahan CMV. Tahan virus Gemini

IPB C-15 AVRDC Tahan antraknosa, layubakteri

(32)

Tabel 3. Kode Persilangan Genotipe Cabai Hibrida yang Digunakan

Setiap perlakuan dikerjakan dengan dua ulangan sehingga terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 16 tanaman, dari jumlah tersebut diambil 10 tanaman contoh. Rancangan yang digunakan dalam percobaan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal.

Model aditif linier percobaan yang digunakan adalah: Yij=μ + αi + βj + εij.

Yij = Respon pengamatan genotipe ke-i, ulangan ke-j μ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh genotipe ke-i (i=1,2,3,…,21)

βj = Pengaruh kelompok ke-j (j=1,2)

εij = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i, ulangan ke-j

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian secara umum terbagi dalam empat tahap, yakni

(33)

Penyemaian

Penyemaian benih cabai dilakukan pada tray dengan menggunakan media tanam yang telah disterilkan. Komposisi media tanam yang digunakan terdiri dari campuran tanah, humus, pupuk kandang, zat perangsang pertumbuhan, dan bahan-bahan lainnya. Benih ditanam sebanyak satu benih/lubang. Selama masa persemaian juga dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman secara teratur, pemberian pupuk NPK dan pupuk daun, serta pemberian fungisida. Setelah bibit memiliki empat helai daun sempurna, bibit dipindahkan ke lapang.

Pengolahan lahan dan Penanaman

Bahan tanaman ditanam di bawah rumah paranet 50% sebagai naungan. Penanaman bibit ke lapang dilakukan pada sore hari. Sebelum dilakukan penanaman, lahan terlebih dahulu diolah dan dibuat bedengan-bedengan dengan ukuran masing-masing bedengan 1 m x 4 m. Tiap bedeng ditutup dengan mulsa plastik hitam perak kemudian dilubangi dua baris per bedeng dengan jarak 50 cm x 50 cm sehingga terdapat 16 lubang dalam tiap bedengan.

Kapur pertanian dan pupuk dasar diaplikasikan pada saat pengolahan lahan. Kapur pertanian diberikan dengan dosis 2 ton/ha. Pupuk dasar yang digunakan berupa pupuk kandang (0.5 kg/lubang), pupuk SP-18 (20 g/lubang), pupuk ZA (10 g/lubang), dan pupuk KCl (10 g/lubang).

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman di lapang meliputi penyulaman, pengajiran, pewiwilan, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Satu minggu setelah penanaman dilakukan penyulaman terhadap bibit cabai yang mati. Pengajiran dilakukan dengan mengikatkan bibit pada batang bambu sesaat setelah tanaman dipindahkan ke lapang. Pewiwilan dilakukan dengan membuang tunas-tunas air yang muncul di ketiak daun di bawah cabang dikotomus.

(34)

Pengendalian gulma dilakukan secara manual, sedangkan pengendalian terhadap hama dan penyakit dilakukan secara kimiawi. Fungisida diaplikasikan secara teratur bersamaan dengan pemupukan, dosis yang digunakan sebesar 2 g/l. Penyemprotan insektisida tergantung kondisi hama penyakit di lapang. Jenis insektisida yang digunakan adalah Curacron (2 ml/l), Kelthane (1 ml/l), dan Kanon (2 ml/l).

Pemanenan

Panen dilakukan terhadap buah cabai yang telah berubah warna menjadi merah penuh atau warna merah lebih dari 50%. Panen dilakukan sebanyak delapan kali selama delapan minggu dihitung sejak setengah dari populasi tersebut telah berbuah merah. Panen diutamakan terhadap tanaman contoh, dan pada akhir panen buah yang tersisa dipanen seluruhnya.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan terhadap karakter kualitatif dan karakter kuantitatif tanaman. Pengamatan khususnya dilakukan terhadap tanaman contoh yang telah dipilih secara acak pada setiap populasi genotipe di kedua ulangan.

Peubah kualitatif yang diamati berupa:

1. Tipe tumbuh: [3] tegak, [5] semi tegak atau agak tegak, dan [7] menyebar (Gambar 1).

(35)

2. Bentuk daun: [1] deltoid, [2] ovate, [3] lanceolate, diamati pada daun dewasa (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk Daun

3. Warna daun, diamati dengan bantuan Color Chart for Variety Protection Center. Diamati pada daun dewasa.

4. Posisi bunga: [3] tegak, [5] horizontal, dan [7] menggantung (Gambar 3).

Gambar 3. Posisi Bunga

5. Posisi tangkai karangan bunga: [1] tegak dan [2] tidak tegak.

6. Warna mahkota bunga, diamati dengan menyesuaikan warna mahkota bunga yang telah mekar sempurna dengan Color Chart.

7. Warna anther, diamati dengan bantuan Color Chart. 8. Bentuk mahkota, [1] rotate dan[2] campanulate

9. Warna tangkai putik, diamati dengan bantuan Color Chart.

10. Jumlah bunga per nodus, [1] satu bunga, [2] dua bunga, [3] tiga bunga, dan [4] banyak bunga.

(36)

Gambar 4. Bentuk Buah

12. Bentuk ujung buah: [1] runcing, [3] tumpul, [5] membulat, [7] berlekuk, [9] berlekuk dan meruncing (Gambar 5).

Gambar 5. Bentuk Ujung Buah

13. Bentuk pangkal buah: [1] runcing, [3] tumpul, [5] rompang, [7] bentuk jantung, dan [9] berlekuk (Gambar 6).

Gambar 6. Bentuk Pangkal Buah

(37)

Gambar 7. Bentuk Tepi Kelopak Buah

15. Permukaan kulit buah: [1] rata, [2] agak berkerut, dan [3] berkerut. 16. Warna buah muda: putih kehijauan, kekuningan, hijau, dan ungu. 17. Warna buah matang: kuning, oranye, merah dan coklat.

18. Posisi buah: tegak, horizontal, dan menggantung. Peubah kuantitatif yang diamati meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi, diukur setelah panen kedua.

2. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus. Pengukuran dilakukan setelah panen kedua.

3. Diameter batang (mm), diukur ± 5 cm dari permukaan batang setelah panen kedua.

4. Lebar tajuk (cm), diukur pada tajuk terlebar setelah panen pertama.

5. Ukuran daun (cm) meliputi panjang daun dan lebar daun. Pengukuran dilakukan terhadap 10 daun dewasa pada percabangan utama.

6. Bobot brangkasan (g), diukur dari rata-rata tanaman contoh.

7. Waktu berbunga (HST) dihitung saat populasi 50% mulai berbunga. 8. Umur panen (HST), dihitung saat 50% populasi telah panen.

9. Panjang tangkai buah (cm), diukur dari rata-rata 10 buah masak pada panen kedua.

10. Tebal daging buah (mm), diukur dari rata-rata 10 buah masak pada panen kedua.

11. Panjang buah (cm), diukur dari rata-rata 10 buah masak dari panen kedua. 12. Diameter buah (mm), diukur pada bagian pangkal buah pada rata-rata 10

buah masak dari panen kedua.

13. Bobot buah (g), diukur dari rata-rata 10 buah masak dari panen kedua.

(38)

15. Persentase bobot buah layak pasar/tanaman (%), dihitung dengan membagi bobot buah layak pasar/tanaman (g) dengan produksi total/tanaman dan dikalikan dengan 100%. Buah layak pasar merupakan buah normal dan tidak terserang hama dan penyakit.

Analisis Data

1. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis ragam dilakukan untuk setiap peubah kuantitatif dari genotipe yang diuji. Jika terdapat perbedaan yang nyata diantara genotipe tersebut, maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% . Analisis ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

SK DB Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hitung

Perlakuan (a) t-1 ∑(Yi.)2/t-FK Jka/(t-1) Kta/KTg

Ulangan (b) r-1 ∑(Y.j)2/r-FK Jkb/(t-1) Ktb/KTg

Galat (r-1)(t-1) Sisa JKg/(r-1)(t-1)

Umum rt-1 ∑Yij2 (r-1)(t-1)

3. Menduga nilai variabilitas genotipik maupun fenotipik dengan pendekatan standard error seperti dikutip dalam Pinaria,et al.(1995).



G < 2(σG), demikian pula dengan variabilitas fenotipik, dinyatakan luas bila σ2

P≥ 2(σP), dan sempit bila σ2P< 2(σP).

4. Menduga nilai heritabilitas dalam arti luas dan sempit.

(39)

%

h2bs = heritabilitas dalam arti luas

h2ns = heritabilitas dalam arti sempit σ2

Stanfield dalam Zen (1995) mengklasifikasikan nilai heritabilitas dalam tiga kategori, yakni:

50 % < h2 ≤ 100% : tinggi 20 % ≤ h2 ≤ 50 % : sedang

0% ≤ h2

< 20 % : rendah

5. Indeks Seleksi dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai urutan hibrida terbaik berdasarkan krtiteria seleksi tertentu, dengan rumus yang digunakan (Falconer, 1976):

I = nilai indeks total suatu fenotipe b = pembobot masing-masing peubah

P = nilai fenotipe yang telah distandardisasi Xi = rataan peubah dari suatu genotipe

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Secara visual kondisi tanaman cabai di bawah naungan paranet 50% memiliki keragaan yang lebih besar bila dibandingkan dengan tanaman cabai tanpa naungan. Tanaman cenderung lebih tinggi dan memiliki tajuk yang lebih lebar. Umur berbunga dan umur panen tanaman cabai di bawah naungan juga cenderung lebih lambat.

Penanaman cabai di lapang dilakukan pada musim hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei yang mencapai 570.60 mm dan terendah pada bulan April, yakni sebesar 259.90 mm. Curah hujan selama penelitian cukup

tinggi, curah hujan yang dikehendaki tanaman cabai yang berkisar antara 600 – 1 250 mm per tahunnya (Poulos, 1994). Suhu udara rata-rata per bulan

selama penanaman di lapang berkisar antara 25.1oC - 26.2oC, dengan kelembaban antara 82-88 %, dan intensitas penyinaran matahari 212.3-306.7 Cal/cm2 (Lampiran 1). Menurut Tunggal (2004), pemberian naungan pada tanaman mempengaruhi iklim mikro sehingga suhu udara menurun sebaliknya kelembaban meningkat. Penggunaan taraf naungan 50% tentunya akan menurunkan intensitas cahaya yang masuk hingga kurang lebih setengahnya. Peningkatan kelembaban yang terjadi di dalam naungan hingga lebih dari 80% dapat menjadi penyebab tumbuhnya cendawan penyebab penyakit pada tanaman.

Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman karena keberadaan gulma dapat menyebabkan terjadinya kompetisi ruang dan hara. Pemakaian mulsa hitam perak dalam penelitian ini menyebabkan pertumbuhan gulma tertekan sehingga keberadaan gulma pada lahan tidak terlalu merugikan dan masih dapat dikendalikan. Pengendalian dilakukan secara manual dengan dicabut dan disabit menggunakan kored. Jenis gulma yang banyak ditemui antara lain talas-talasan (Caladium sp.), babadotan (Ageratum conyzoides), Cleome rutidospermae, krokot (Portulaca oleracea), Eulisine indica, dan lain-lain.

(41)

bibit seperti terpotong. Serangan belalang terlihat dari penampilan daun yang berlubang akibat gigitan. Tanda-tanda serangan lalat buah ditemui pada buah hijau, dimulai dengan adanya garis-garis kecoklatan hingga menyebabkan pembusukan buah. Genotipe IPB C-9 dan hasil persilangannya yang memiliki warna buah hijau terang lebih banyak terserang lalat buah dibandingkan genotipe lainnya. Hama aphid (Myzus persicae) lebih banyak menyerang tanaman pada ulangan satu. Keberadaan aphid menimbulkan embun jelaga yang mengakibatkan daun-daun menjadi rontok. Serangan Thrips parvispinus menyebabkan bercak keperakan pada bagian bawah daun. Thrips dan aphid merupakan vektor virus yang membuat daun menjadi keriting.

Beberapa penyakit yang teridentifikasi di lapang adalah layu bakteri, layu fusarium, antraknosa, dan hawar Phytophthora. Penyakit layu bakteri, layu fusarium dan hawar Phytophthora mengakibatkan tanaman menjadi layu dan mati. Penyebab penyakit layu bakteri adalah Plasmodium solanacearum, adanya serangan bakteri tersebut diketahui dari perubahan air menjadi putih keruh ketika potongan pangkal batang tanaman yang terserang dicelupkan ke dalam air. Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysporum. Gejala serangan Phytophthora capsici ditemui pada genotipe IPB C-15 dimana pangkal batangnya busuk basah kecoklatan. Antraknosa disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. yang menimbulkan lingkaran kehitaman pada buah hingga akhirnya membusuk.

(a) (b)

Gambar 8. Gejala Tanaman yang Terserang Layu Fusarium (a) dan Keragaan

Tanaman di Bawah Naungan (b)

(42)

Pengamatan terhadap karakter kualitatif bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penampilan hibrida terhadap dua tetuanya sehingga tanaman yang menyimpang dapat diketahui. Pengamatan terhadap tipe tumbuh tanaman memperlihatkan bahwa sebagian besar genotipe memiliki tipe tumbuh tegak yang dicirikan dari keragaan tanaman yang tajuknya tidak terlalu lebar bila dibandingkan dengan tingginya. Genotipe IPB C-15 memiliki tipe tumbuh semi tegak, begitu pula dengan hibrida 15x10, 5x15, 2x15 dan 105x15 tipe tumbuhnya menyerupai tetua genotipe C-15. Tipe tumbuh semi tegak ini terlihat dari fenotipe tanaman yang tajuknya cenderung melebar. Penampilan tipe tumbuh tanaman, bentuk daun, dan warna daun seluruh genotipe yang ditanam disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Tipe Tumbuh, Bentuk Daun, dan Warna Daun pada Genotipe Cabai yang Diuji

2x15 semi tegak lanceolate hijau tua 666600

2x5 tegak ovate hijau tua 666600

105x10 tegak ovate hijau tua 666600

105x9 tegak deltoid hijau tua 336600

105x15 semi tegak ovate hijau tua 336600

105x5 tegak ovate hijau tua 336600

105x2 tegak lanceolate hijau tua 666600

(43)

Bentuk daun pada tanaman cabai terbagi dalam tiga kategori, yakni deltoid, ovate, dan lanceolate. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar genotipe memiliki bentuk daun ovate. Galur tetua IPB C-10 dan IPB C-9 memiliki bentuk daun deltoid, atau menyerupai bentuk hati. Hibrida 9x10, 15x10, 15x9, 5x10, dan 105x9 juga memiliki bentuk daun deltoid. Hibrida 2x15 dan 105x2 memiliki bentuk daun lanceolate dengan ciri khas daun yang sempit.

Pengamatan terhadap warna daun menunjukan bahwa seluruh genotipe memiliki warna daun hijau tua walaupun dengan kode yang berbeda menurut color chart. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pada cahaya redup kloroplas akan terpisah menjadi dua kelompok yang tersebar di sepanjang dinding di sisi terdekat dan terjauh dari sumber cahaya guna memaksimumkan penyerapan cahaya. Kloroplas yang terorientasi di bagian atas permukaan daun membuat daun tampak lebih hijau (Muhuria,et al., 2006).

Tabel 6. Posisi Tangkai Karangan Bunga, Bentuk Mahkota, Warna Anther, Jumlah Bunga/Aksil, dan Posisi Bunga pada Genotipe yang Diuji

Genotipe

105x10 tidak tegak rotate 999966 1 horizontal

105x9 tidak tegak rotate 669966 1 horizontal

105x15 tidak tegak rotate 669966 1 horizontal

105x5 tidak tegak rotate 999966 1 horizontal

105x2 tidak tegak rotate 999966 1 horizontal

(44)

Berdasarkan Tabel 6, pengamatan terhadap bunga cabai pada seluruh genotipe didapatkan hasil bahwa jumlah bunga per aksil masing-masing genotipe adalah satu bunga. Posisi bunga sebagian besar genotipe adalah horizontal dengan tangkai karangan bunga tidak tegak, kecuali cabai rawit genotipe IPB C-10 yang memiliki posisi bunga tegak dan IPB C-9 yang posisi bunganya merunduk. Bentuk mahkota seluruh genotipe adalah rotate dengan warna mahkota dan tangkai putik putih, sedangkan warna kehijauan dengan kode 999966 pada color chart mendominasi warna anther yang diamati.

Tabel 7. Warna Buah Muda, Warna Buah Tua, Bentuk Buah, dan Posisi

10 hijau muda merah segitiga menyempit atas

9 hijau terang merah segitiga menyempit bawah

15 hijau merah bentuk tanduk horizontal

5 hijau merah segitiga menyempit bawah

2 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

105 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

9x10 hijau terang merah segitiga menyempit bawah

15x10 hijau muda merah segitiga menyempit bawah

15x9 hijau merah segitiga menyempit bawah

5x10 hijau muda merah segitiga menyempit bawah

5x9 hijau muda merah segitiga menyempit bawah

5x15 hijau merah segitiga menyempit bawah

2x10 hijau muda merah segitiga menyempit bawah

2x9 hijau terang merah segitiga menyempit bawah

2x15 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

2x5 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

105x10 hijau muda merah segitiga menyempit bawah

105x9 hijau merah segitiga menyempit bawah

105x15 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

105x5 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

105x2 hijau tua merah segitiga menyempit bawah

Berdasarkan Tabel 7, posisi buah sebagian besar genotipe adalah ke bawah, kecuali pada genotipe IPB C-10 yang orientasi buahnya menghadap ke atas dan IPB C-15 dengan posisi buah horizontal. Warna buah muda seluruh

(45)

IPB C-9 dan IPB C-10 serta beberapa persilangannya memiliki intensitas warna yang lebih terang. Warna buah setelah masak seluruh genotipe adalah merah. Bentuk buah seluruh genotipe adalah segitiga menyempit, kecuali pada genotipe IPB C-15 yang berbentuk tanduk.

Bentuk tepi kelopak seluruh genotipe adalah bergerigi. Genotipe IPB C-9, hibrida 2x9 dan 2x5 memiliki bentuk pangkal buah rompang, sedangkan genotipe yang lain memiliki bentuk pangkal buah tumpul. Bentuk ujung buah terbagi dalam tiga kategori, yakni runcing (IPB C-15, IPB C-5, IPB C-105, hibrida 9x10, 5x10, 5x9, 2x9, 2x15, 105x9, 105x15, dan 105x5), tumpul (IPB C-10, 15x10, 5x15, 2x10, 2x5, 105x10, dan 105x2), dan membulat (IPB C-9 dan 15x9). Data kualitatif bentuk pangkal buah, bentuk ujung buah, bentuk tepi kelopak, dan permukaan kulit buah disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Bentuk Pangkal Buah, Bentuk Ujung Buah, Bentuk Tepi Kelopak, dan Permukaan Kulit Buah pada Genotipe yang Diuji

Genotipe

15 tumpul runcing bergerigi berkerut

5 tumpul runcing bergerigi rata

2 tumpul runcing bergerigi agak berkerut

105 tumpul runcing bergerigi agak berkerut

9x10 tumpul runcing bergerigi rata

15x10 tumpul tumpul bergerigi agak berkerut

15x9 tumpul membulat bergerigi berkerut

5x10 tumpul runcing bergerigi rata

5x9 tumpul runcing bergerigi rata

5x15 tumpul tumpul bergerigi agak berkerut

2x10 tumpul tumpul bergerigi agak berkerut

2x9 rompang runcing bergerigi rata

2x15 tumpul runcing bergerigi agak berkerut

2x5 rompang tumpul bergerigi rata

105x10 tumpul tumpul bergerigi berkerut

105x9 tumpul runcing bergerigi agak berkerut

105x15 tumpul runcing bergerigi berkerut

105x5 tumpul runcing bergerigi berkerut

(46)

Permukaan buah genotipe cabai yang diteliti dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu cabai dengan permukaan rata, agak berkerut dan berkerut.

Genotipe cabai yang memiliki permukaan rata adalah IPB C-10, IPB C-9, IPB C-5, hibrida 9x10, 5x10, 5x9, 2x9 dan 2x5. Permukaan yang agak berkerut

dimiliki cabai dengan genotipe IPB C-2, IPB C-105, hibrida 15x10, 5x15, 2x10, 2x15, 105x9 dan 105x2. Genotipe cabai IPB C-15, 15x9, 105x10, 105x15 dan 105x5 memiliki permukaan buah yang berkerut

Karakter Kuantitatif

Analisis ragam dilakukan pada peubah kuantitatif yang diamati dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9 dan sidik ragam masing-masing peubah pada Lampiran 2-17. Adanya ulangan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh karakter kuantitatif yang diamati sehingga kondisi lahan di bawah naungan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dianggap homogen.

Tabel 9. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Genotipe terhadap Peubah Kuantitatif yang Diamati

No. Peubah Genotipe

16 Persentase bobot layak pasar 2.94* 2.11

(47)

Berdasarkan hasil rekapitulasi dalam Tabel 9, diketahui bahwa perlakuan genotipe sangat berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah pengamatan, kecuali pada peubah persentase bobot layak pasar per tanaman. Pada peubah tersebut, penggunaan genotipe yang berbeda hanya berpengaruh nyata pada taraf 5%.

Koefisien keragaman (KK) bervariasi antara 2.11-21.84%. Koefisien keragaman terendah ditemukan pada peubah pesentase bobot layak pasar per tanaman, sedangkan produksi total per tanaman memiliki KK tertinggi. Menurut Gomez and Gomez (2007) nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan suatu peubah terhadap perlakuan yang diperbandingkan atau menyatakan galat percobaan sebagai persentase rataan. Semakin tinggi nilai KK menunjukkan semakin rendah keandalan percobaan tersebut. Peubah produksi per tanaman memiliki nilai KK yang lebih tinggi dibandingkan dengan peubah lainnya diduga karena peubah tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di luar faktor genetik.

Nilai Rataan Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Bobot Brangkasan

Tinggi tanaman talas nyata meningkat seiring dengan meningkatnya persentase naungan (Djukri, 2003). Wahyuningrum (2009) melakukan penelitian mengenai toleransi beberapa genotipe tetua cabai pada intensitas naungan dengan hasil yang menyatakan bahwa penggunaan naungan nyata meningkatkan karakter tinggi tanaman dan tinggi dikotomus tanaman cabai. Pengaruh naungan pada genotipe hibrida cabai disajikan pada Tabel 10.

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga pucuk tertinggi. Genotipe tanaman tertinggi adalah genotipe 105x15, sebaliknya genotipe 5x10 memiliki tinggi rata-rata yang relatif rendah. Rata-rata tinggi tanaman 105x15 adalah 197.19 cm dan nilainya tidak berbeda nyata dengan enam hibrida lainnya, yakni 15x10, 15x9, 2x15, 2x5, 105x10 dan 105x2.

Tinggi dikotomus tanaman diukur hingga percabangan pertama. Karakter

tinggi dikotomus tanaman hibrida cabai yang diuji berkisar antara 15.00-26.09 cm. Tanaman dengan dikotomus tertinggi adalah tanaman dari

(48)

tetua IPB C-15 yang memiliki dikotomus paling pendek diantara seluruh hibrida dan tetua yang diuji.

Tabel 10. Nilai Rataan Tinggi Tanaman dan Tinggi Dikotomus tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%

(49)

Nilai Rataan Diameter Tanaman dan Lebar Tajuk

Secara visual terlihat bahwa tanaman di bawah intensitas cahaya rendah mengalami peningkatan diameter tanaman dan lebar tajuk tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian Wahyuningrum (2009) yang menyatakan bahwa penggunaan naungan 50% sangat nyata mempengaruhi kedua karakter tersebut. Penggunaan genotipe yang berbeda juga sangat berpengaruh nyata, perbedaan nilai rataan antar genotipe kedua karakter tersebut dapat dilihat dalam Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Rataan Diameter Tanaman dan Lebar Tajuk

No. Genotipe tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

Diameter tanaman cabai hibrida yang diujikan berkisar antara 9.30-11.87 mm. Tanaman dengan dengan diameter batang terlebar adalah

(50)

Lebar tajuk hibrida cabai di bawah naungan berkisar antara 72.62-231.25 cm. Genotipe dengan tajuk terlebar adalah 105x5 dan nilainya tidak berbeda nyata hanya dengan genotipe 105x2. Jenis cabai keriting, yakni tetua IPB C-105 dan hasil persilangannya cenderung memiliki tajuk yang lebih lebar. Lebarnya tajuk tanaman di bawah naungan cukup menyulitkan dalam proses pemanenan karena jarak tanam yang digunakan lebih sempit bila dibandingkan dengan lebarnya tajuk tanaman.

Nilai Rataan Karakter Panjang Daun, Lebar Daun, dan Bobot Brangkasan Hibrida Cabai

Daun memiliki peranan yang penting dalam proses fotosintesis sehingga pada kondisi cahaya yang kurang, daun akan mengalami perubahan-perubahan karakter sebagai upaya efisiensi fotosintesis. Intensitas cahaya 50% menyebabkan daun kedelai menjadi lebih tipis dengan luas daun spesifik dan trifoliate meningkat (Muhuria,et.al, 2006), respon perubahan yang lebih besar terjadi pada genotipe toleran dibandingkan dengan genotipe peka (Kisman et.al.,2007). Wahyuningrum (2009) menyatakan bahwa pemberian naungan pada tanaman cabai menyebabkan pertambahan panjang dan lebar daun, begitu pula dengan bobot brangkasan yang semakin maningkat di bawah naungan. Nilai rataan

karakter panjang daun, lebar daun, dan bobot brangkasan disajikan dalam Tabel 12.

Panjang daun dalam penelitian ini bervariasi mulai dari 10.41 cm hingga 13.24 cm, sedangkan lebarnya berkisar antara 4.24-6.18 cm Diketahui bahwa genotipe 2x5 memiliki daun terpanjang namun nilainya tidak berbeda nyata dengan genotipe 15x10, 5x10, 5x9, 5x15, 2x9, 2x15, 2x5, dan 105x5. Hibrida dengan daun terlebar adalah hibrida 5x10 dan nilainya tidak berbeda nyata dengan genotipe 9x10, 15x10, 5x9, dan 2x9.

(51)

Tabel 12. Nilai Rataan Karakter Panjang Daun, Lebar Daun, dan

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

Nilai Rataan Karakter Waktu Berbunga dan Umur Panen Hibrida Cabai

Penggunaan genotipe yang berbeda dalam penelitian berpengaruh sangat nyata pada karakter umur berbunga dan umur panen cabai yang ditanam di bawah intensitas cahaya rendah. Perbedaan nilai rataan antar genotipe terhadap kedua karakter tersebut disajikan dalam Tabel 13.

Rataan waktu berbunga hibrida cabai bervariasi antara 19.50 HST sampai 28.50 HST. Hibrida dengan waktu berbunga paling cepat adalah genotipe 105x2, sedangkan genotipe 2x15 membutuhkan waktu yang paling lama untuk berbunga dibandingkan dengan keempatbelas genotipe cabai hibrida yang lain. Umur berbunga paling awal yang dimiliki genotipe 105x2 tidak berbeda nyata dengan sebagian besar genotipe cabai hibrida lainnya, tetapi berbeda nyata dengan genotipe 2x15, 5x15, dan15x9.

(52)

dengan genotipe lainnya. Sebagai perbandingan Prajnanta (1999) menyatakan bahwa umur panen cabai besar hibrida Hot Beauty pada dataran rendah dengan cahaya penuh adalah 75 HST, sedangkan cabai keriting hibrida TM 999 memiliki umur panen 90 HST, dengan demikian penggunaan naungan tampaknya tidak terlalu mempengaruhi umur panen tanaman. Genotipe 105x2 memiliki umur panen terlama kendati genotipe tersebut memiliki waktu berbunga yang paling cepat, beberapa tanaman dari genotipe ini teridentifikasi tidak berbuah sama sekali.

Tabel 13. Nilai Rataan Waktu Berbunga dan Umur Panen

No. Genotipe

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

(53)

berbunga 34.50 HST dan waktu panen 114.5 HST, terlama diantara seluruh genotipe yang diujikan.

Nilai Rataan Panjang Tangkai Buah dan Tebal Daging Buah

Panjang tangkai buah dan tebal daging buah bukan merupakan karakter utama dalam pencarian genotipe toleran yang berdaya hasil tinggi. Penggunaan genotipe berbeda pada analisis ragam terbukti berpengaruh sangat nyata pada dua karakter tersebut. perbedaan rataan anatar genotipe yang diuji dapat dlihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Nilai Rataan Panjang Tangkai Buah dan Tebal Daging Buah

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

(54)

Tebal daging buah cabai berkisar antara 0.70-1.96 mm. Genotipe cabai yang memiliki tebal daging buah terbesar adalah genotipe 5x9, namun tidak berbeda nyata dengan delapan genotipe lainnya. Genotipe hibrida dalam pengamatan yang memiliki daging buah tertipis adalah genotipe 9x10. Genotipe hibrida dengan salah satu tetua IPB C-10 cenderung memiliki tebal daging buah yang tipis dibandingkan dengan genotipe lainnya.

Nilai Rataan Karakter Panjang Buah dan Diameter Buah Cabai Hibrida

Karakteristik buah, khususnya panjang buah dan diameter buah merupakan karakter penting dalam budidaya tanaman cabai. Hal tersebut dikarenakan karakter-karakter tersebut termasuk ke dalam parameter persyaratan mutu cabai merah segar yang ditentukan oleh pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI).

Jenis tetua cabai yang digunakan dalam penelitian adalah cabai besar (IPB C-9, IPB C-5, IPB C-2, dan IPB C-15), cabai keriting (IPB C-105), dan cabai rawit (IPB C-10). Penampilan buah cabai hibrida half diallel yang ditanam

sebagian besar merupakan jenis cabai besar, kecuali hibrida dengan tetua IPB C-105 yang merupakan cabai keriting dan genotipe 9x10 yang menyerupai

cabai rawit. Hasil pengamatan terhadap karakter panjang dan diameter buah dapat dilihat pada Tabel 15.

Panjang buah cabai hibrida secara keseluruhan dalam penelitian ini berkisar antara 5.00 cm- 12.23 cm. Cabai hibrida dari genotipe 105x5 rata-rata memiliki buah terpanjang diantara genotipe lainnya, namun nilainya masih tidak berbeda nyata dengan genotipe 105x15, 105x2, 2x5, 2x15, dan 5x15.

(55)

Tabel 15. Nilai Rataan Panjang Buah dan Diameter Buah

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

Badan Standardisasi Nasional (1998) menetapkan persyaratan mutu cabai segar dibagi dalam dua kategori, yakni kategori cabai besar dan cabai keriting. Pengklasifikasian mutu cabai besar untuk karakteristik panjang buah adalah mutu I antara 12-14 cm, mutu II sekitar 9-11 cm, dan mutu III kurang dari 9 cm. Panjang buah cabai keriting mutu I lebih dari 12 cm dan tidak lebih dari 17 cm, mutu II antara 10 cm hingga kurang dari 12 cm, dan mutu III kurang dari 10 cm. Diameter mutu I untuk cabai besar adalah sekitar 15-17 mm, dan untuk cabai keriting di atas 13 mm sampai 15 mm.

(56)

cenderung menyukai cabai yang panjang dengan diameter yang tidak terlalu lebar. Genotipe cabai dengan rataan panjang setidaknya lebih 10 cm dan diameter buah yang kecil lebih disarankan untuk diseleksi untuk tahapan berikutnya.

Nilai Rataan Bobot Buah, Produksi Total per Tanaman dan Persentase Bobot Layak Pasar Hibrida Cabai

Kuantitas produksi akan menurun dibawah cekaman naungan. Oleh karena itu salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari genotipe tanaman yang toleran, yakni genotipe yang tetap berproduksi tinggi walaupun ditanam dalam kondisi naungan. Tanaman hibrida diunggulkan karena keseragaman populasinya serta hasilnya yang lebih tinggi, dalam penelitian ini digunakan 15 hibrida yang hasilnya di bawah naungan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Nilai Rataan Bobot Buah, Produksi per Tanaman dan Bobot Layak Pasar

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dalam taraf 5%.

Bobot buah cabai hibrida yang diteliti berkisar berada di kisaran 1.22-8.89 gram. Genotipe 5x9 memiliki bobot per buah yang paling tinggi dan nilainya tidak

(57)

berbeda nyata dengan 5x15, 2x15, dan 105x5. Genotipe dengan bobot terkecil adalah 105x10, sebagian besar cabai hasil persilangan dengan tetua IPB C-10 lainnya juga memiliki bobot yang relatif kecil menyerupai genotipe IPB C-10 yang merupakan jenis cabai rawit.

Produksi total per tanaman setelah 8 kali pemanenan menunjukkan hasil bahwa genotipe 5x15 memiliki nilai produksi per tanaman tertinggi yakni sebesar 515.92 g. Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan genotipe 15x10, 5x9, 2x15, dan 2x5. Genotipe dengan produksi per tanaman terendah dalam penelitian ini adalah genotipe 105x10. Hal tersebut dikarenakan tetua IPB C-10 merupakan cabai rawit dengan bobot per buah yang kecil, dalam penelitian ini bobot per buah IPB C-10 hanya mencapai 0.98 g.

Produksi genotipe 5x15 di bawah naungan yang mencapai lebih dari 500 g merupakan hasil yang cukup baik mengingat cabai tersebut ditanam dengan

kondisi cahaya yang tidak optimal. Sebagai perbandingan, cabai besar hibrida Hot Beauty di daerah Magelang dengan ketinggian kurang lebih 200 m dpl atau menyerupai ketinggian wilayah Leuwikopo memiliki hasil produksi 1.4-2.1 kg (Prajnanta, 1999). 90 %, artinya hanya sebagian kecil saja yang tidak layak pasar. Persentase bobot layak pasar dalam penelitian ini berkisar antara 94.12 – 99.86 %. Nilai terbesar diperoleh genotipe 9x10 tetapi tidak berbeda nyata dengan seluruh genotipe yang diujikan kecuali dengan 105x5 dan 2x5.

(58)

beberapa hibrida dengan IPB C-5 sebagai salah satu tetuanya yang memiliki persentase bobot layak pasar yang cukup rendah bila dibandingkan dengan hibrida lainnya.

Variabilitas Genetik dan Fenotipik

Dalam pemuliaan tanaman adanya keanekaragaman atau variabilitas pada populasi tanaman yang digunakan mempunyai arti penting karena pemuliaan bekerja dengan adanya keragaman. Besar kecilnya variabilitas dan tinggi rendahnya rata-rata populasi yang digunakan sangat menentukan keberhasilan pemuliaan tanaman (Mangoendidjojo, 2003).

Tabel 17. Variabilitas Genetik dan Variabilitas Fenotipik Karakter yang Diamati

Peubah

Bobot Brangkasan 12634.90 9114.61 Luas 16967.46 8925.43 Luas

Waktu Berbunga 9.32 8.48 Luas 16.75 7.86 Luas

Produksi Total 15587.41 11231.15 Luas 20897.31 11000.56 Luas

Bobot Layak Pasar 3.71 3.97 Sempit 7.98 3.52 Luas

Gambar

Tabel 1. Kombinasi Persilangan Half Diallel
Tabel 3. Kode Persilangan Genotipe Cabai Hibrida yang Digunakan
Gambar 3. Posisi Bunga
Gambar 5. Bentuk Ujung Buah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian yang dilakukanoleh Wang (2002) yang menyatakan bahwa Perceived Ease of Use berpengaruh signifikan terhadap Behavioral Intention to Use yang merupakan

kreatif. Generasi muda Maluku sebagai generasi penerus bangsa harus memiliki semangat kuat daiam mendptakan karya dan mengembang^annya dengan berbasis karya mandiri dan

50 abstraksi dokumen akademik dari data yang dikumpulkan setiap universitasnya akan digabungkan menjadi satu file dokumen besar sebelum proses preprocessing

Indikator pemeringkatan klasterisasi perguruan tinggi yang lebih berorientasi kepada outcome dan salah satunya terkait kuesioner tracer study yaitu persentase

4.1 Pengujian Jumlah Total Bakteri/ Total Plate Count (TPC) Hasil uji laboratorium terhadap daging ayam dengan pengambilan sampel sebanyak satu kali di enam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian secara keseluruhan sebesar 86,77% terletak di rentang 81- 100% yang menunjukkan persepsi masyarakat Purwokerto

Beberapa ciri khusus kemunculan pesut ( Orcaella brevirostris ) meliputi warna, bentuk paruh serta tingkah laku individu maupun kelompok yang teramati, menunjukkan bahwa perairan