• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.)."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI HETEROSIS

HASIL PERSILANGAN

HALF DIALLEL

CABAI RAWIT

(

Capsicum annuum

L.)

OKTAVIANA SHINTA RISTY

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

OKTAVIANA SHINTA RISTY. Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.). Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pendugaan daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) enam galur murni cabai rawit (Capsicum annuum L.), nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil persilangan half diallel. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 hingga April 2014 menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 3 ulangan yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB. Nilai DGU dan DGK dianalisis berdasarkan metode II model Griffing. Nilai heterosis dihitung berdasarkan nilai rata-rata kedua tetua dan heterobeltiosis dihitung berdasarkan nilai rata-rata tetua tertinggi. Genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C160 x IPB C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK, heterosis dan heterobeltiosis positif pada beberapa karakter yang diamati. Genotipe IPB C10 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 memiliki bobot buah per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas komersial Sonar dan Nirmala. Kata kunci: cabai rawit, daya gabung, half diallel, heterosis

ABSTRACT

OKTAVIANA SHINTA RISTY. Combining Ability and Heterosis Estimation in Half Diallel Crosses of Bird Pepper (Capsicum annuum L.). Supervised by MUHAMAD SYUKUR.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PENDUGAAN DAYA GABUNG DAN NILAI HETEROSIS

HASIL PERSILANGAN

HALF DIALLEL

CABAI RAWIT

(

Capsicum anuum

L.)

OKTAVIANA SHINTA RISTY

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan baik. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 hingga bulan April 2014 ini adalah Pendugaan Daya Gabung dan Nilai Heterosis Hasil Persilangan Half Diallel Cabai Rawit (Capsicum annuum L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi selaku dosen pembimbing. Di samping itu ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Undang, SP yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam pembuatan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, dan keluarga besar di Pacitan atas doa dan kasih sayangnya, sekaligus kepada kakak-kakak di Lab Pemuliaan Tanaman serta teman-teman AGH 47 atas dukungannya selama pelaksanaan tugas akhir.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai 2

Pemuliaan Tanaman Cabai 2

Persilangan Diallel 3

Daya Gabung 3

Heterosis 3

METODE PENELITIAN 4

Tempat dan Waktu Penelitian 4

Bahan Penelitian 4

Alat Penelitian 4

Rancangan Percobaan 4

Prosedur Percobaan 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum 7

Daya Gabung 9

Heterosis dan Heterobeltiosis 14

Daya Hasil 26

SIMPULAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

(13)

DAFTAR TABEL

1. Bagan persilangan half diallel 4

2. Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979) 7

3. Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit 9

4. Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit 10

5. Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit 10

6. Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit 11 7. Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter

generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit 12 8. Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter

generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit 13 9. Nilai rata-rata umur berbunga P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

12. Nilai rata-rata tinggi dikotomus P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 17

13. Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

heterobeltiosis 18

19. Nilai rata-rata panjang tangkai buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis

dan heterobeltiosis 22

20. Nilai rata-rata tebal daging buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan

(14)

24. Nilai rata-rata keragaan karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding 27 25. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding 28 26. Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding 29

DAFTAR GAMBAR

1. Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang 8

2. Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri, C.

antraknosa 8

DAFTAR LAMPIRAN

1. Keragaan 15 genotipe hibrida cabai rawit yang diamati 33 2. Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati tanpa pembanding

(uji lanjut DMRT) 35

3. Rekapitulasi sidik ragam pada karakter yang diamati dengan

pembanding (uji lanjut t-Dunnett) 35

4. Data iklim Darmaga Bogor 36

5. Deskripsi cabai rawit varietas Santika 36

6. Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara 37

7. Deskripsi cabai rawit varietas Sonar 38

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas penting yang hampir sebagian besar orang memerlukannya. Mulai dari pasar rakyat, pasar swalayan, warung pinggir jalan, restoran kecil, hotel berbintang, pabrik saus, bahkan pabrik mie instan sehari-harinya membutuhkan cabai dalam jumlah yang tidak sedikit (Prajnanta 2007). Konsumsi rata-rata cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 1.21 kg kapita-1 tahun-1, sedangkan di tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 1.40 kg kapita-1 tahun-1 (Deptan 2013). Konsumsi rata-rata tersebut akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri sektor makanan di Indonesia.

Produksi cabai rawit di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 594 227 ton dan mengalami peningkatan produksi di tahun 2012 sebesar 702 252 ton (BPS 2013). Produktivitas cabai rawit Negara Indonesia sebesar 4.56 ton ha-1 di tahun 2010 dan 5.01 ton ha-1 di tahun 2011 (BPS dan Ditjen Horti 2012). Indonesia masih melakukan impor cabai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2013) Indonesia masih melakukan impor cabai sebanyak 22 737 ton pada tahun 2012. Direktorat Pengkajian Ekonomi (2012) menyatakan bahwa faktor penyebab rendahnya produktivitas di Indonesia adalah teknik budidaya yang konvensional, serangan hama dan penyakit tanaman, penanganan pascapanen kurang tepat, belum banyak digunakannya varietas berdaya hasil tinggi, dan kualitas benih rendah.

Peningkatan produksi cabai rawit harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cabai nasional. Salah satu caranya dengan menggunakan benih bermutu dari varietas unggul yang dihasilkan oleh varietas hibrida. Varietas hibrida dapat dihasilkan melalui proses persilangan oleh tetua yang berbeda genotipnya. Menurut Sujiprihati et al. (2007), hibrida yang memiliki karakter unggul umumnya diperoleh dari hasil persilangan tetua-tetua yang memiliki daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK), serta nilai heterosis dan atau heterobeltiosis yang tinggi.

Tujuan Penelitian

1. Menduga nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus enam galur murni cabai rawit (Capsicum annuum L.).

2. Menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida cabai rawit hasil persilangan tetua secara setengah diallel (half diallel).

(16)

2

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) diantara enam galur murni cabai rawit yang diteliti.

2. Terdapat perbedaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada 15 hibrida cabai rawit yang diteliti.

3. Terdapat satu atau lebih genotipe cabai rawit hasil persilangan half diallel yang memiliki daya hasil yang lebih baik dari varietas pembanding.

TINJAUAN PUSTAKA

Asal dan Pengelompokan Tanaman Cabai

Tanaman Cabai termasuk ke dalam famili Solanaceae dan genus Capsicum. Nama botani cabai adalah Capsicum annuum L. Tanaman ini berasal dari dunia tropika dan subtropika Benua Amerika, khususnya Colombia, Amerika Selatan, dan terus menyebar ke Amerika Latin. Penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk negara-negara di Asia, seperti Indonesia dilakukan oleh pedagang Spanyol dan Portugis (Harpenas dan Dermawan 2011).

Capsicum annuum L. merupakan salah satu spesies dari 20-30 spesies dari genus tersebut. Berdasarkan karakter buahnya terutama bentuk dan ukuran buah, spesies Capsicum annuum digolongkan dalam empat tipe yaitu cabai besar, cabai keriting, cabai rawit, dan paprika. Cabai rawit berukuran kecil, permukaan buah licin dan rasanya pedas. Bunga dan buah cabai rawit mengarah ke atas. Spesies Capsicum annuum adalah cabai rawit yang buah mudanya bewarna hijau atau putih kekuningan dan bentuk buah langsing sedangkan cabai rawit spesies Capsicum frutescens memiliki ciri buah muda bewarna putih kekuningan, dan diameter buah lebih tebal daripada rawit Capsicum annuum (Syukur et al. 2012).

Pemuliaan Tanaman Cabai

Pemuliaan tanaman merupakan suatu cara yang secara sistematik merakit keragaman genetik menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tujuan utama dari pemuliaan tanaman yaitu guna mendapatkan varietas yang lebih baik atau varietas unggul (Makmur 1992). Pemulia tanaman telah memberi sumbangan besar terhadap kesejahteraan manusia melalui varietas yang unggul, karena paling memuaskan dari semua metode peningkatan produksi (Allard 1992).

(17)

3 dapat mencapai 35%, oleh karena itu cabai diarahkan pada pembentukan varietas hibrida (Syukur et al. 2012).

Persilangan Diallel

Persilangan diallel merupakan persilangan yang masing-masing genotipe mempunyai kesempatan untuk disilangkan dalam semua kombinasi, baik dengan genotipe lain bahkan dapat disilangkan dengan genotipe sendiri. Genotipe tersebut bisa berupa varietas, klon maupun galur (Poespodarsono 1988).

Terdapat beberapa macam pendekatan untuk menganalisis dan menginterpre tasi data hasil persilangan diallel. Pendekatan analisis yang sering digunakan adalah analisis daya gabung umum dan daya gabung khusus yang sering disebut Griffing analisis. Empat macam analisis yang tersedia menurut Griffing analisis adalah metode I (full diallel) dimana persilangan terdiri dari tetua, F1, dan resiprokalnya. Metode II (half diallel) terdiri dari tetua dan FI. Metode III terdiri dari F1 dan resiprokalnya serta metode IV yang hanya terdiri dari F1 hasil persilangan di semua kombinasi (Brown dan Caligari 2008).

Daya Gabung

Daya gabung merupakan suatu kemampuan genotipe untuk memindahkan sifat atau karakter kepada keturunannya. Daya gabung ada dua macam yaitu daya gabung umum dan daya gabung khusus. Daya gabung umum dapat diartikan sebagai ukuran penampilan rata-rata tetua itu. Daya gabung khusus merupakan kemampuan suatu kombinasi persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan (Poespodarsono 1988).

Hibrida yang baik dihasilkan dari persilangan tetua yang memiliki daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan heterosis yang tinggi (Yunianti et al. 2007). Tetua dengan nilai daya gabung umum yang positif menunjukkan tetua tersebut dapat bergabung secara baik dengan tetua lain, sedangkan nilai negatif artinya tidak dapat bergabung secara baik dengan tetua yang lain (Syahibullah 2006). Daya gabung khusus (DGK) yang positif berarti genotipe tersebut mempunyai nilai DGK yang baik maka kemampuan genotipe untuk bergabung dengan tetua tersebut semakin baik pula, sedangkan DGK yang negatif artinya genotipe tersebut tidak dapat bergabung dengan baik dengan tetua lain (Isnaini 2008).

Heterosis

Heterosis atau hibrid vigor adalah peningkatan ukuran, vigor atau produktivitas keturunan atas rata-rata tetuanya. Asumsi yang paling banyak diterima dari peristiwa heterosis ini bahwa keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) disebabkan oleh penyatuan berbagai macam gen dominan tetua yang menguntungkan (Poehlman dan Sleper 1996).

(18)

4

Jika suatu keturunan mengalami penurunan karakter yang diinginkan, maka heterosisnya bernilai negatif. Heterosis negatif terjadi apabila nilai rata-rata turunan F1 lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata kedua tetua (Hill et al. 1998).

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penyemaian dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman IPB Darmaga dan penananaman dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo Darmaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013 sampai bulan April 2014.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 genotipe cabai rawit spesies Capsicum annuum L. yang terdiri dari 6 galur murni, 15 hibrida hasil persilangan setengah diallel (half diallel), dan 4 varietas pembanding yaitu Santika, Bhaskara, Sonar dan Nirmala. Kode persilangan dan keterangan genotipe cabai yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Bagan persilangan half diallel Genotipe

(IPB C-) 10 145 160 174 291 293

10 - 10 x 145 10 x 160 10 x 174 10 x 291 10 x 293 145 - 145 x 160 145 x 174 145 x 291 145 x 293

160 - 160 x 174 160 x 291 160 x 293

174 - 174 x 291 174 x 293

291 - 291 x 293

293 -

Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang, kompos, mulsa hitam perak, pupuk anorganik (NPK), fungisida, dan insektisida.

Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan meliputi alat tanam, tray semai, perak, label, ajir, tali rafia, alat ukur, alat timbang, alat tulis, dan kamera.

Rancangan Percobaan

(19)

5

Penelitian dimulai dengan penyemaian benih cabai pada tray semai. Media persemaian berupa kompos dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam dalam tray sebanyak dua butir perlubang. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari. Pupuk NPK mutiara diberikan satu bulan setelah persemaian dengan konsentrasi 2 g L-1. Pengendalian hama dan penyakit di persemaian dilakukan dengan penyemprotan fungisida (1 g L-1) dan insektisida (1 mL L-1) yang diberikan seminggu sekali. Bibit dipindahkan ke lapang setelah berumur 6 minggu setelah semai atau bibit yang sudah memiliki empat sampai enam helai daun.

Pengolahan lahan

Pengolahan lahan dilaksanakan tiga minggu sebelum tanam. Lahan percobaan dibagi menjadi tiga petak untuk tiga ulangan dan setiap ulangan dibagi menjadi 25 bedeng dengan ukuran 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 0.5 m. Lahan yang telah siap diberi pupuk kandang sebanyak 20 ton ha-1 , kapur, dan pemberian pupuk Urea 400 kg ha-1, SP-36 300 kg ha-1, dan KCl 300 kg ha-1. Bedengan ditutup dengan mulsa hitam perak.

Penanaman

Penanaman dilakukan pada sore hari. Bibit cabai ditanam satu bibit per lubang dengan jarak tanam 0.5 m x 0.5 m dan diberi ajir. Bibit diikat ke ajir untuk menghindari rebah. Penyulaman bibit dilakukan hingga dua minggu setelah tanam.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman cabai berupa penyiraman, pemupukan, pewiwilan, pengendalian gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak terjadi hujan. Pemupukan dilakukan satu minggu sekali dalam bentuk larutan NPK (16:16:16) 10 g L-1, sebanyak 250 mL pertanaman. Pewiwilan dilakukan pada tanaman cabai yang muncul tunas air sehingga tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan satu minggu sekali dengan menggunakan fungisida mankozeb 80% atau propineb dengan konsentrasi 2 g L-1, dan insektisida prefonovos dengan konsentrasi 2 ml L-1.

Pengamatan

(20)

6

Peubah kuantitatif yang diamati adalah:

1. Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi, pada saat 50% tanaman telah terbentuk buah.

2. Tinggi dikotomus (cm) diukur dari pangkal batang sampai percabangan dikotomus setelah panen pertama.

3. Diameter batang (mm) diukur pada pertengahan batang jarak antara permukaan tanah hingga percabangan dikotomus setelah panen pertama. 4. Lebar tajuk (cm) diukur pada kanopi yang terlebar setelah panen kedua. 5. Panjang daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua. 6. Lebar daun (cm) diukur dari 10 daun dewasa setelah panen kedua.

7. Umur berbunga (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di dalam petak telah mempunyai bunga mekar pada percabangan pertama. 8. Umur mulai panen (HST), jumlah hari setelah tanam hingga 50% tanaman di

dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama.

9. Panjang buah (cm) diukur dari pangkal sampai ujung buah sebanyak 10 buah mulai panen kedua.

10. Diameter buah (mm) diukur pada diameter paling besar dari 10 buah yang masak dari panen kedua.

11. Panjang tangkai buah (cm) diukur dari 10 buah segar mulai panen kedua. 12. Tebal daging buah (mm), diambil 10 buah segar mulai dari panen kedua. 13. Jumlah buah per tanaman, dihitung dari panen pertama.

14. Bobot per buah (g) yaitu rata-rata bobot buah dari 10 buah yang telah masak mulai dari panen ke-2 hingga panen ke-8.

15. Bobot buah per tanaman (g), dihitung dari jumlah keseluruhan bobot buah yang dipanen dari 10 tanaman contoh mulai panen ke-2 hingga panen ke-8.

Analisis Data

Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus

Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus galur murni dihitung dengan menggunakan metode II Griffing yaitu berdasarkan persilangan setengah diallel (enam tetua dan 15 hibrida) dengan asumsi tidak terdapat efek resiprokal.

DGU : . )

DGK : Keterangan :

Gi = daya gabung umum galur ke-i

Sij = daya gabung khusus dari hibrida antara galur ke-i dan j n = jumlah galur

Yij = nilai rataan dari hibrida antara galur ke-i dan j Yi. = jumlah nilai rataan galur ke-i

(21)

7 Tabel 2 Analisis sidik ragam (Sigh dan Chaudhary 1979)

Sumber

keragaman db KT E(KT)

x

DGU (p-1) Mg σ2e+ σ2DGK + (n+2) σ2DGU

DGK p(p-1)/2 Ms σ2e+ σ2DGK

Galat (r-1)((p-1) + p(p-1)/2) Me σ2e x

Penjelasan σ2DGU = (Mg - Ms)/(n+2); σ2DGK = (Ms -Me); σ2A = 2 σ2DGU; σ2D = σ2DGK;σ2e = Me

Nilai heterosis dan heterobeltiosis

Pendugaan nilai heterosis dilihat dengan nilai tengah kedua tetuanya. Nilai heterobeltiosis dilihat dengan nilai tengah tetua terbaik.

Heterosis = x 100% Heterobeltiosis = x 100% Keterangan :

= Nilai tengah F1

= Nilai tengah kedua tetua ( ) Nilai tengah tetua terbaik

Uji F dan uji lanjut

Genotipe yang diteliti memerlukan uji F untuk melihat pengaruh genotipe terhadap keragaan tanaman. Apabila antar genotipe berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan metode t-Dunnett pada taraf 5% untuk membandingkan varietas hibrida (F1) dengan varietas pembanding yang telah

komersial dan duncan’s multiple range test (DMRT) untuk mengetahui hibrida

(F1) terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(22)

8

Gambar 1 Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang

Kondisi umum tanaman cabai rawit yang berada di lapang menunjukkan masih banyaknya tanaman yang tidak terserang penyakit dan tumbuh subur (Gambar 1), walaupun demikian masih ada beberapa tanaman cabai yang mati ataupun buahnya busuk akibat terserang penyakit. Hama yang secara umum menyerang tanaman cabai adalah kutu daun, lalat buah, dan thrips. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap yang diolesi antraktan. Penyakit teridentifikasi menyerang tanaman cabai di lapang adalah layu fusarium, layu bakteri, dan penyakit antraknosa yang menyerang buah (Gambar 2).

Gambar 2 Tanaman yang terserang penyakit: A. rebah semai, B. layu bakteri, C. antraknosa

Buah cabai rawit hibrida yang diamati, rata-rata memiliki penampilan diantara kedua tetuanya. Keragaan buah kelimabelas hibrida tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

(23)

9

Daya Gabung

Nilai kuadrat tengah pada Tabel 3, 4, dan 5 menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang diuji berpengaruh nyata untuk semua karakter yang diamati. Daya gabung umum (DGU) berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 3, 4 dan 5 terdapat pengaruh yang nyata pada karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, panjang daun, lebar daun, bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai buah, tebal daging buah, dan diameter buah, sedangkan daya gabung khusus (DGK) berpengaruh nyata untuk karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, panjang buah, panjang tangkai buah, umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman.

Tabel 3 Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit

TT: tinggi tanaman, TD: tinggi dikotomus, DBat: diameter batang, LT: lebar tajuk, PD: panjang daun, LD: lebar daun; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.

Menurut Yustiana et al. (2013) daya gabung umum dan daya gabung khusus yang nyata mengindikasikan bahwa karakter yang diuji dikendalikan oleh gen aditif dan gen non-aditif. Hafsah et al. (2007) menyatakan bahwa karakter yang memiliki DGU yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa karakter yang diamati dikendalikan oleh gen aditif, sedangkan karakter yang memiliki DGK dengan pengaruh nyata dikendalikan oleh aksi gen non-aditif.

(24)

10

Tabel 4 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit

BpB: bobot perbuah, PB: panjang buah, PT: panjang tangkai buah, TD: tebal daging buah, DB: diameter buah; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.

Tabel 5 Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit tanaman; yAngka yang diikuti * : berpengaruh nyata pada taraf 5%, ** : berpengaruh nyata pada taraf 1%, tn: tidak berpengaruh nyata.

(25)

11 C174. Diameter batang yang memiliki nilai DGU tertinggi terdapat pada genotipe IPB C293 dan DGU lebar tajuk tertinggi dimiliki oleh IPB C160.

Tabel 7 dan 8 menunjukkan nilai DGU pada karakter generatif hasil persilangan half diallel. Genotipe tetua IPB C174 memiliki nilai DGU tertinggi pada karakter bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai, tebal daging buah, diameter buah, dan bobot buah per tanaman. Nilai DGU tinggi pada jumlah buah per tanaman dimiliki genotipe tetua IPB C293. Menurut Rustikawati et al. (2012) suatu genotipe yang memiliki daya gabung umum tinggi mengindikasikan bahwa genotipe tersebut memiliki kemampuan bergabung yang lebih baik dalam menghasilkan hibrida.

Nilai DGU dan DGK yang dikehendaki untuk karakter umur berbunga dan umur panen bernilai negatif. Semakin negatif nilai DGU dan DGK, maka diperoleh umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat. Genotipe IPB C145 memiliki potensi untuk untuk perbaikan karakter umur berbunga dan umur panen karena nilai daya gabung umum sebesar -2.10 dan -2.40 (Tabel 8).

Tabel 6 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit

Genotipe

(26)

12

Kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus (DGK) yang tinggi dapat digunakan sebagai kandidat untuk menentukan hasil persilangan sesuai karakter yang diinginkan (Rustikawati et al. 2012). Tabel 6 menunjukkan bahwa genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai DGK yang tinggi untuk karakter vegetatif yaitu tinggi tanaman, diameter batang, dan lebar tajuk. Genotipe hibrida IPB C174 x IPB C291 memiliki DGK tinggi untuk karakter tinggi dikotomus, dan lebar daun, sedangkan nilai DGK tertinggi untuk karakter panjang daun dimiliki oleh genotipe IPB C291 x IPB C293. Genotipe hibrida yang memiliki nilai DGK tertinggi diberbagai karakter yang diamati disebabkan oleh kedua tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif atau setidaknya salah satu tetua persilangan memiliki nilai DGU yang positif. Hibrida yang memiliki nilai daya gabung khusus yang baik untuk semua karakter vegetatif adalah genotipe IPB C10 x IPB C174, IPB C145 x IPB C 174, dan IPB C174 x IPB C291. Tabel 7 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter

generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit Genotipe

(27)

13 Genotipe hibrida IPB C160 x C291 Tabel 7 dan 8 memiliki nilai DGK tertinggi pada karakter bobot per buah, panjang buah, dan bobot buah per tanaman. Nilai daya gabung khusus yang tinggi untuk karakter tebal daging buah dihasilkan oleh kombinasi persilangan IPB C160 x IPB C293. Genotipe IPB C174 x IPB C291 memiliki nilai DGK tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman. Genotipe hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai DGK tertinggi pada karakter panjang tangkai dan diameter buah serta memiliki nilai yang baik untuk karakter bobot buah per tanaman, bobot per buah, panjang buah, dan tebal daging buah. Nilai DGK tertinggi pada karakter panjang tangkai buah tidak dihasilkan dari kombinasi tetua yang memiliki nilai DGU positif, akan tetapi kedua tetua memiliki nilai DGU negatif.

Tabel 8 Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit

Genotipe

(28)

14

berbunga dan umur panen yang genjah. Tabel 8 menunjukkan genotipe IPB C10 x IPB C291 memiliki nilai DGK rendah pada umur berbunga dan IPB C145 x IPB C293 memiliki nilai DGK terendah untuk karakter umur panen. Nilai DGK terendah pada umur berbunga dihasilkan dari kedua tetua yang memiliki nilai DGU positif, sedangkan nilai DGK terendah pada umur panen dihasilkan dari kedua tetua yang memiliki nilai DGU negatif.

Karakter lebar tajuk, panjang daun, lebar daun pada Tabel 6, serta bobot per buah, panjang buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman pada Tabel 7 dan 8 terlihat bahwa nilai DGK yang tinggi tidak hanya berasal dari dua tetua dengan nilai DGU yang tinggi saja, akan tetapi bila salah satu tetua telah memiliki nilai DGU yang tinggi maka dapat pula menghasilkan hibrida yang tinggi. Menurut Iriany et al. (2011) genotipe-genotipe yang mempunyai nilai DGU positif diharapkan mempunyai kemampuan bergabung yang baik untuk menghasilkan genotipe dengan potensi hasil yang lebih tinggi. Persilangan antar genotipe yang memiliki DGU positif dengan DGU negatif umumnya memberikan efek DGK yang tinggi karena gen yang menguntungkan dapat menutupi gen-gen yang merugikan dan mampu bergabung dengan baik.

Heterosis dan Heterobeltiosis

Peristiwa heterosis ini sangat penting dalam perakitan kultivar hibrida karena suatu indakator diperolehnya daya hasil hibrida yang lebih tinggi dari tetuanya (Herison et al. 2001).

Karakter umur berbunga

Umur berbunga tetua cabai rawit memiliki kisaran nilai 28.00-35.33 HST dan hibridanya memiliki umur berbunga 24.33-33.67 HST. Empat hibrida yang memiliki umur berbunga lebih genjah dibandingkan hibrida lain yang diamati yaitu IPB C10 x C291, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x C291 dan IPB C145 x IPB C293. Hibrida IPB C291 x IPB C293 memiliki umur berbunga yang lebih lama yaitu 32.67 HST dibandingkan kedua tetuanya yang memiliki rata-rata umur berbunga 29.67 HST (Tabel 9).

Heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga dan umur panen diinginkan bernilai negatif karena menunjukkan hibrida tersebut akan berbunga lebih cepat dibandingkan kedua tetuanya (Mardianawati 2013). Pendugaan nilai heterosis berkisar -23.70-10.11% dan heterobeltiosis memiliki kisaran nilai -16.85-13.48%. Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis umur berbunga hibrida terbaik terdapat pada persilangan IPB C10 x IPB C291 dan IPB C10 x IPB C293.

(29)

15 huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Karakter umur panen

Nilai rata-rata umur panen tetua betina (P1), tetua jantan (P2), dan generasi pertama (F1), serta nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 10. Umur panen tetua memiliki kisaran nilai sebesar 70.00-78.33 HST, sedangkan nilai umur panen hibridanya sebesar 58.33-74.67 HST. Hasil persilangan IPB C145 x IPB C293 memiliki umur panen paling genjah dari semua hibrida yang diuji yaitu 58.33 HST, sedangkan hibrida IPB C174 x IPB C291 dan IPB C291 x IPB C293 memiliki umur panen paling lama.

Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis pada kisaran -18.61-2.53 HST dan -16.67-3.24 HST. Semua hibrida memiliki nilai heterosis negatif kecuali pada IPB C291 x IPB C293. Nilai heterosis yang negatif pada umur panen menunjukkan bahwa genotipe yang diamati memiliki umur panen genjah dibandingkan rataan kedua tetuanya. Menurut Sitaresmi et al. (2010) genotipe yang memiliki umur panen genjah akan memberikan keuntungan bagi pemulia tanaman dalam seleksi varietas hibrida dengan karakter umur panen genjah. Genotipe IPB C145 x IPB C293 memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis terbaik yaitu -18.61% dan -16.67%.

(30)

16 huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Karakter tinggi tanaman

Nilai rata-rata tinggi tanaman tetua betina (P1), tetua jantan (P2), generasi pertama (F1), dan nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 11.

(31)

17 Karakter tinggi tanaman pada cabai berhubungan dengan ketahanan lapang terhadap penyakit antraknosa, dimana ketinggian tanaman dapat mengurangi percikan air dari tanah ke buah yang merupakan sumber infeksi (Kirana dan Sofiari 2007). Genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki nilai rataan tinggi tanaman terbaik dari semua genotipe yang diuji.

Kisaran nilai duga heterosis dan heterobeltiosis karakter tinggi tanaman antara -5.11-28.81% dan -12.79-15.88%. Tujuh kombinasi persilangan yang memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif yaitu IPB C10 x IPB C174, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x IPB C160, IPB C145 x IPB C174, IPB C160 x IPB C174, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C293. Nilai duga heterosis terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 dan nilai heterobeltiosis terbaik dimiliki genotipe IPB C160 x IPB C174.

Karakter tinggi dikotomus

Nilai rataan tetua untuk karakter tinggi dikotomus antara 22.71-29.23 cm dan hibridanya antara 22.44-30.00 cm. Hibrida dengan tinggi dikotomus terbaik dimiliki IPB C174 x IPB C291 yaitu 30.00 cm. IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x IPB C160, IPB C10 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C291 memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif. Pendugaan heterosis dan heterobeltiosis terbaik dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C145 dengan masing-masing nilai 16.19% dan 13.81%. Persilangan kedua tetua dengan rataan terendah dapat menghasilkan heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi, hal ini juga terjadi pada penelitian De Sousa dan Maluf (2003).

(32)

18

Karakter diameter batang

Karakter diameter batang tetua memiliki kisaran nilai 7.03-7.93 mm sedangkan rataan hibridanya 7.60-9.23 mm. Semua hibrida yang diamati tidak berbeda nyata terhadap karakter diameter batangnya (Lampiran 2).

Tabel 13 Nilai rata-rata diameter batang P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.

Genotipe hibrida yang diuji memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis yang positif kecuali pada genotipe IPB C10 x IPB C291 yang memiliki nilai duga negatif. Nilai duga heterosis antara -0.38-20.57% sedangkan nilai duga heterobeltiosisnya -0.88-17.58%. Nilai heterosis dan nilai heterobeltiosis tertinggi dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 13). Hal ini sejalan dengan nilai daya gabung khusus tertinggi pada karakter diameter batang yang juga dimiliki oleh genotipe IPB C10 x IPB C174 (Tabel 6).

Karakter lebar tajuk

Lebar tajuk tetua memiliki kisaran nilai 26.15-58.42 cm, sedangkan hibridanya memiliki kisaran nilai 55.97-67.82 cm (Tabel 14). Semua hibrida yang diamati tidak berbeda nyata satu sama lain (Lampiran 2). Menurut Mardianawati (2013) lebar tajuk suatu tanaman dapat menentukan jarak tanam. Lebar tajuk yang lebar akan mengurangi populasi tanaman per satuan luas tetapi dapat mengakibatkan tingginya produksi per tanaman.

(33)

19

P1: tetua betina, P2 tetua jantan, F1: generasi pertama.

Karakter panjang daun

Tetua yang diamati memiliki kisaran panjang daun sebesar 6.20-7.83 cm sedangkan hibridanya sebesar 6.03-8.63 cm (Tabel 15).

(34)

20

Hibrida yang memiliki panjang daun terbesar terdapat pada genotipe IPB C174 x IPB C291 dengan nilai 8.63 cm. Dugaan nilai heterosis panjang daun memiliki kisaran nilai -6.00-27.76% dan nilai heterobeltiosis pada kisaran -9.05-26.79%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis terbaik dimiliki genotipe IPB C291 x IPB C293. Hal ini sejalan dengan nilai daya gabung khusus tertinggi pada karakter panjang daun yang juga dimiliki oleh genotipe IPB C291 x IPB C293 (Tabel 6).

Karakter lebar daun

Rata-rata lebar daun tetua dengan kisaran nilai 2.47-3.47 cm, sedangkan rata-rata lebar daun hibrida memiliki kisaran 2.37-3.47 cm. Pendugaan heterosis dan heterobeltiosis masing-masing memiliki kisaran nilai -7.06-34.24% dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Rata-rata lebar daun tetua dengan kisaran nilai 2.47-3.47 cm, sedangkan rata-rata lebar daun hibrida memiliki kisaran 2.37-3.47 cm. IPB C10 x IPB C174 dan IPB C174 x IPB C291 merupakan hibrida yang memiliki lebar daun paling besar dibandingkan hibrida yang lain, akan tetapi lebar daun IPB C10 x IPB C174 tidak berbeda dengan tetua betinanya yaitu IPB C10. Pendugaan nilai heterosis terbaik dimiliki genotipe IPB C174 x IPB C291, sedangkan nilai heterobeltiosis terbaik dimiliki IPB C291 x IPB C293.

Karakter bobot per buah

(35)

21 hibrida yang diamati. Pendugaan nilai heterosis dan heterobeltiosis bobot per buah berkisar -5.60-28.78% dan -33.89-22.68%. Nilai heterosis paling tinggi dimiliki genotipe IPB 160 x IPB C291 sedangkan IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai heterobeltiosis tertinggi (Tabel 17).

Tabel 17 Nilai rata-rata bobot per buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Karakter panjang buah

Nilai rataan tetua pada karakter panjang buah adalah 3.86-6.57 cm dan rataan hibridanya adalah 3.90-6.04 cm. Genotipe IPB C174 x IPB C291 memiliki panjang buah yang paling besar yaitu 6.04 cm dibandingkan dengan seluruh genotipe hibrida yang diamati (Tabel 18).

Karakter panjang buah memiliki nilai duga heterosis -6.76-20.81% dan nilai duga heterobeltiosis berkisar -25.42-18.44%. Terdapat tujuh persilangan yang memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif yaitu IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x IPB C160, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x IPB C291, IPB C145 x IPB C293, IPB C160 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB C293. Heterosis terbesar dimiliki oleh genotipe IPB C160 x IPB C291 dengan nilai 20.81%, sedangkan heterobeltiosis terbesar dimiliki genotipe IPB C10 x IPB C160 dengan nilai 18.44%.

Genotipe IPB C160 x IPB C291 dengan genotipe IPB C10 x IPB C160 pada karakter panjang buah, nilai duga daya gabung khususnya juga menghasilkan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan kombinasi persilangan yang lain (Tabel 7).

(36)

22 kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Karakter panjang tangkai buah

Nilai rata-rata panjang tangkai buah tetua betina (P1), tetua jantan (P2), generasi pertama (F1), dan nilai heterosis dan heterobeltiosis ditunjukkan pada Tabel 19.

(37)

23 Nilai rata-rata panjang tangkai buah tetua berada pada kisaran 2.56-3.68 cm dan nilai rataan hibridanya berkisar 2.64-3.21 cm. Genotipe IPB C10 x IPB C145 dan IPB C174 x IPB C293 merupakan hibrida yang mimiliki panjang tangkai buah paling besar dengan nilai masing-masing 3.20 cm dan 3.21 cm. IPB C 174 x IPB C293 merupakan genotipe yang memiliki panjang tangkai buah terbesar tetapi memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis negatif, hal ini menunjukkan bahwa genotipe tersebut memiliki panjang tangkai buah yang lebih kecil dari rataan kedua tetua dan tetua terbaiknya.

Nilai duga heterosis dan heterobeltiosis pada karakter panjang tangkai buah berkisar -9.66-19.97% dan -17.39-16.24%. Genotipe IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x IPB C291, IPB C10 x IPB C293, IPB C145 x IPB C160, IPB C160 x IPB C293, dan IPB C291 x IPB C293 merupakan genotipe yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif. Genotipe IPB C291 x IPB C293 memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis tertinggi.

Karakter tebal daging buah

Kisaran nilai tebal daging buah tetua relatif sama dengan kombinasi persilangannya. Tebal daging buah tetua memiliki kisaran nilai 0.83-1.24 mm, sedangkan hibridanya berkisar 0.75-1.16 mm. IPB C174 x IPB C291 merupakan hibrida yang memiliki tebal daging buah yang paling besar yaitu 1.16 mm dibandingkan hibrida lain yang diamati (Tabel 20).

Tabel 20 Nilai rata-rata tebal daging buah P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

(38)

24

yang memiliki nilai heterobeltiosis positif dan terbaik yaitu 4.51%. Hibrida dengan nilai duga heterobeltiosis yang positif menunjukkan bahwa nilai hibridanya lebih baik dari rataan tetua terbaik.

Karakter diameter buah

Diameter buah tetua yang diamati memiliki kisaran nilai 8.02-10.23 mm, sedangkan nilai rata-rata hibridanya berkisar 8.22-10.13 mm. Hibrida yang memiliki nilai diameter buah terbesar dimiliki genotipe IPB C291 x IPB C293 kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Sepuluh kombinasi persilangan yang diamati memiliki nilai duga heterosis positif. Hibrida IPB C10 x IPB C293 memiliki nilai duga heterosis paling tinggi yaitu 8.40%. Empat kombinasi persilangan memiliki nilai duga heterobeltiosis positif. Nilai heterobeltiosis terbaik yaitu 4.33% dimiliki oleh kombinasi persilangan IPB C10 x IPB C160.

Karakter jumlah buah per tanaman

Jumlah buah per tanaman tetua memiliki kisaran nilai 46.38-258.50 dan hibridanya memiliki kisaran nilai 145.25-346.25. IPB C174 x IPB C291 merupakan hibrida dengan jumlah buah per tanaman terbanyak dibandingkan hibrida lain yang diuji (Tabel 22).

(39)

25 positif. Hibrida IPB C174 x IPB C291 juga memiliki nilai duga heterobeltiosis terbaik dibandingkan hibrida lain yang diuji.

Tabel 22 Nilai rata-rata jumlah buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Genotipe IPB C174 x IPB C291 (Tabel 8) juga memiliki nilai daya gabung khusus tertinggi untuk karakter jumlah buah per tanaman dan IPB C291 merupakan tetua dengan nilai daya gabung umum yang baik pada karakter jumlah buah per tanaman. Karakter jumlah buah pertanaman dipengaruhi oleh gen dominan (Tabel 5) sehingga karakter tersebut dapat dikembangkan menjadi varietas hibrida.

Karakter bobot buah per tanaman

Kisaran nilai bobot buah per tanaman tetua dan F1 atau hibridanya ditunjukkan pada Tabel 23. Rata-rata bobot buah per tanaman tetua pada kisaran 122.36-145.49 g dan nilai rata-rata hibridanya berkisar 145.03-243.39 g. Semua hibrida yang diuji memiliki bobot buah per tanaman lebih besar dibandingkan rataan kedua tetuanya, hal tersebut ditunjukkan dengan nilai heterosis yang positif. Hibrida IPB C145 x IPB C174 dan IPB C160 x IPB C291 memiliki nilai tertinggi untuk bobot buah per tanaman yaitu 243.18 g dan 243.39 g (Tabel 23).

(40)

26

disebabkan tetua yang digunakan dalam persilangan memiliki jarak genetik yang jauh.

Tabel 23 Nilai rata-rata bobot buah per tanaman P1, P2, dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis

Genotipe (IPB C-)

Bobot buah per tanaman (g)x

Heterosis (%) Heterobeltiosis (%) kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5%.

Daya Hasil

Keragaan vegetatif tanaman dibandingkan varietas komersial ditunjukkan pada Tabel 24. Genotipe IPB C10 x IPB C174 merupakan hibrida yang memiliki tinggi tanaman nyata lebih besar daripada varietas pembanding Santika dan Sonar. Tinggi dikotomus IPB C174 x IPB C291 nyata lebih besar daripada varietas Sonar. Hibrida IPB C10 x IPB C174 dan IPB C10 x IPB C293 memiliki diameter batang nyata lebih besar dibandingkan Santika dan Sonar. Semua genotipe hibrida yang diuji memiliki lebar tajuk yang tidak berbeda nyata dengan keempat varietas pembanding (Lampiran 3).

Genotipe IPB C174 x IPB C291 dan IPB C291 x IPB C293 memiliki panjang daun berbeda nyata lebih besar dengan varietas pembanding Santika dan Nirmala. Lebar daun genotipe IPB C10 x IPB C145, IPB C10 x IPB C160, IPB C291 x IPB C293 berbeda nyata lebih besar dengan varietas pembanding Nirmala, sedangkan lebar daun IPB C10 x IPB C174, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C174 x IPB C293 memiliki lebar daun yang berbeda nyata dengan varietas pembanding Santika dan Nirmala (Tabel 24).

(41)

27 C291, dan IPB C291 x IPB C293 nyata lebih besar dibandingkan varietas Santika dan Nirmala.

Tabel 24 Nilai rata-rata keragaan karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding

Genotipe pada kolom yang sama berturut-turut berbeda nyata dengan Santika, Bhaskara, Sonar, dan Nirmala berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

(42)

28

Tabel 25 Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding

Genotipe daging buah (mm), DB: diameter buah (mm); yAngka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d pada kolom yang sama berturut-turut berbeda nyata dengan Santika, Bhaskara, Sonar, dan Nirmala berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

(43)

29 Tabel 26 Nilai rata-rata keragaan karakter generatif hasil persilangan half diallel

enam genotipe cabai rawit dan empat varietas pembanding Genotipe

UB: umur berbunga (HST), UP: umur panen (HST), JBpT: jumlah buah per tanaman, dan BBpT: bobot buah per tanaman (g); yAngka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d pada kolom yang sama berturut-turut berbeda nyata dengan Santika, Bhaskara, Sonar, dan Nirmala berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.

Varietas pembanding yang digunakan memiliki bobot buah per tanaman dan produktivitasnya yang lebih rendah dibandingkan deskripsi varietas cabai (Lampiran 5, 6, 7, dan 8). Varietas Santika menurut deskripsi varietas memiliki bobot buah per tanaman 600-680 g, varietas Bhaskara 443-756 g, varietas Sonar 632-919 g, dan varietas Nirmala 530-670 g. Potensi hasil (produktivitas) yang dari keempat varietas pembanding berdasarkan deskripsi varietas cabai rawit adalah 11.67-14.09 ton ha-1 (Santika), 12-15 ton ha-1 (Bhaskara), 10- 16 ton ha-1 (Sonar), dan 11.67-14.09 ton ha-1 (Nirmala). Rendahnya bobot buah per tanaman dan produktivitas keempat varietas pembanding yang diuji dapat disebabkan kondisi lingkungan yang kurang optimum.

SIMPULAN

Simpulan

(44)

30

tanaman. Genotipe IPB C145 memiliki nilai daya gabung umum terbaik untuk karakter umur berbunga, dan umur panen. Nilai daya gabung umum terbaik pada tinggi tanaman dan lebar daun dimiliki IPB C10. Genotipe IPB C160 memiliki daya gabung umum terbaik untuk lebar tajuk, sedangkan IPB C293 terbaik untuk karakter diameter batang dan jumlah buah per tanaman.

IPB C10 x IPB C174, IPB C160 x IPB C291, IPB C174 x IPB C291, dan IPB C291 x IPB C293 merupakan hibrida yang memiliki DGK terbaik, serta memiliki nilai duga heterosis dan heterobeltiosis positif pada sebagian karakter yang diamati dibandingkan hibrida yang lain.

Genotipe IPB C10 x IPB C174 memiliki DGK, heterosis, dan heterobeltiosis yang baik pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, lebar tajuk, umur berbunga, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman. Genotipe IPB C160 x IPB C291 memiliki DGK, heterosis, dan heterobeltiosis yang baik pada karakter diameter batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, bobot per buah, panjang buah, umur panen, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman. Genotipe IPB C174 x IPB C291 memiliki DGK, heterosis, dan heterobeltiosis yang baik pada karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, jumlah buah per tanaman, dan bobot buah per tanaman. Genotipe IPB C291 x IPB C293 memiliki DGK, heterosis, dan heterobeltiosis yang baik pada karakter diameter batang, lebar tajuk, panjang daun, lebar daun, bobot per buah, panjang buah, panjang tangkai, diameter buah, dan bobot buah per tanaman.

Genotipe IPB C10 x IPB 174 dan IPB C160 x IPB C291 memiliki bobot buah per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan varietas Sonar dan Nirmala.

Saran

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita resmi statistik. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 20]. Tersedia pada: http:www.bps.go.idbrs_filehorti_01agu13.pdf. [BPS dan Ditjen Horti] Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012. Produktivitas cabe rawit menurut provinsi, 2007 – 2011. [Internet]. [diunduh 2013 Nov 26]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/info eksekutif/horti/pdf-ATAP2011/Prodv-CabeRawit.pdf.

(45)

31 [Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa bahan makanan di Indonesia, 2008-2012. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 20]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf.

De Sousa JA, Maluf. (2003). Diallel analyses and estimation of genetic parameters of hot pepper (Capsicum chinense Jacq.). Scientia Agricola. 60(1):105-113.

[Ditbenih Hortikultura] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2009a. Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada: http://www.ditbenih.hortikultura.deptan.go.id.

[Ditbenih Hortikultura] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2009b. Deskripsi cabai rawit varietas Sonar. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada: http://www.ditbenih.hortikultura.deptan.go.id.

[Ditbenih Hortikultura] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2010. Deskripsi cabai rawit varietas Santika. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada: http://www.ditbenih.hortikultura.deptan.go.id.

[Ditbenih Hortikultura] Direktorat Perbenihan Hortikultura. 2011. Deskripsi cabai rawit varietas Nirmala. [Internet]. [diunduh 2014 Jul 17]. Tersedia pada: http://www.ditbenih.hortikultura.deptan.go.id.

[Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Volume ekspor impor total sayuran tahun 2012. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 21]. Tersedia pada: http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=337:volume-impor-a-ekspor-sayuran-th-2012&catid=57:ekspor-impor &Itemid=686.

Direktorat Pengkajian Ekonomi. 2013. Meningkatkan produktivitas pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan dalam rangka ketahanan nasional. [Internet]. Jurnal Kajian Lemhannas RI. (15): 12-19.

Hafsah S, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Sobir, Hidayat SH. 2007. Daya gabung dan heterosis ketahanan papaya (Carica papaya L.) terhadap penyakit antranoksa. Bul.Agron. 35(3):197-204.

Harpenas A, Dermawan R. 2011. Budidaya Cabai Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 106 hlm.

Herison C, Rustikawati, Sudarsono. 2001. Studi potensi pada persilangan beberapa galur cabai merah (Capsicum annuum L.). Bul.Agron. 29(1): 23-26. Hill J, Becker HC, Tigerstedt PMA. 1998. Quantitative and Ecological Aspects of

Plant Breeding. London (UK): Chapman & Hall. 275 hlm.

Iriany RN, Sujiprihati S, Syukur M, Koswara J, Yunus M. 2011. Evaluasi daya gabung dan heterosis lima galur jagung manis (Zea mays var. saccharata) hasil persilangan dialel. J.Agron.Indonesia. 39(2):103-111.

Isnaini M. 2008. Pendugaan nilai daya gabung dan heterosis jagung hibrida toleran cekaman kekeringan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 63 hlm.

Janulia D. 2010. Pendugaan daya gabung dan nilai heterosis hasil persilangan half diallel cabai (Capsicum annuum) toleran naungan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(46)

32

[IPGRI] Internasional Plant Genetic Resources Institute. 1995. Description for Capsicum (Capsicum sp.). [Internet]. [diunduh 2013 Maret 20]. Tersedia pada: http://indoplasma.or,id/deskriptor/IPGRI/deskriptorcabe.pdf.

Makmur A. 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Rineka Cipta. 273 hlm.

Mardianawati Y. 2013. Heterosis dan daya gabung pada persilangan half diallel cabai besar dan cabai keriting (Capsicum annuum L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 37 hlm.

Poehlman JM, Sleper DA. 1996. Breeding Field Crop Fourth Edition. Amerika (US): Iowa State University Pr. 492 hlm.

Poespodarsono S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Bogor (ID): PAU,Institut Pertanian Bogor. 169 hlm.

Prajnanta F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 162 hlm.

Rustikawati, Suprijono E, Romeida A, Herison C, Sutjahjo SH. 2012. Analisis daya gabung umum dan daya gabung khusus 6 mutan dan persilangannya dalam rangka perakitan kultivar hibrida jagung tenggang kemasaman. Simposium dan seminar bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI mendukung kedaulatan pangan dan energi yang berkelanjutan; 2012 Mei 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hlm 286-291.

Singh RK, Chaudhary BD. 1979. Biometrical Method in Quantitative Genetic Analysis. New Delhi (IN): Kalyani Publisher. 304 hlm.

Sitaresmi T, Sujiprihati S, Syukur M. 2010. Combining ability of several introduced and local chili pepper (Capsicum annuum L.) genotypes and heterosis of the offsprings. J.Agron.Indonesia. 38(3):212-217.

Sujiprihati S, Syukur M, Yunianti R, Undang. 2007. Pendugaan nilai heterosis dan daya gabung beberapa komponen hasil pada persilangan dialel penuh enam genotipe cabai (Capsicum annuum L). Bul.Agron. 35(1):28-35.

Syahibullah A. 2006. Evaluasi hasil dan kualitas buah sepuluh hibrida pepaya, pendugaan nilai heterosis serta daya gabung tetuanya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 33 hlm.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 348 hlm.

Syukur M, Yunianti R, Dermawan R. 2012. Sukses Panen Cabai Tiap Hari. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 148 hlm.

Yunianti R, Sastrosumarjo S, Sujiprihati S, Surahman M, Hidayat SH. 2007. Pendugaan daya gabung dan heterosis ketahanan terhadap Phytophthora capsici leonian pada persilangan diallel penuh enam genotipe cabai (Capsicum annuum L.). Peningkatan Perolehan HKI dari Hasil Penelitian yang Dibiayai Oleh Hibah Kompetitif ; 2007 Jul 1-2; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(47)

33

LAMPIRAN

(48)
(49)

35

(50)

36

Lampiran 4 Data iklim Darmaga Bogorx

Bulan Tahun Curah hujan (mm) Suhu (oC) Kelembapan

Lampiran 5 Deskripsi cabai rawit varietas Santika Asal : PT. East West Seed Indonesia Silsilah : 3478 F x 4229 M

Golongan varietas : hibrida silang tunggal Tinggi tanaman : 105 – 110 cm

Ukuran buah : panjang 4.01-4.05 cm, diameter pangkal buah 1.11-1.14 mm, diameter tengah buah 0.95-1.05 cm

(51)

37

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan altitude 900-1 100 m dpl

Pengusul : PT. East West Seed Indonesia

Peneliti : Ardiyan Yuliandri, Asep Harpenas (PT. East West Seed Indonesia)

(Ditbenih Hortikultura 2010)

Lampiran 6 Deskripsi cabai rawit varietas Bhaskara

(52)

38

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 150-1 050 m dpl

Pengusul : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk

Peneliti : Kim In Tae, Mulyantoro, Andi W, Danang W. Tauchid (PT. BISI INTERNATIONAL Tbk) (Ditbenih Hortikultura 2009a)

Lampiran 7 Deskripsi cabai rawit varietas Sonar

(53)

39

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi dengan altitude 150-1 050 m dpl

Pengusul : PT. BISI INTERNATIONAL Tbk

Peneliti : Kim In Tae, Mulyantoro, Andi W, Danang W. Tauchid (PT. BISI INTERNATIONAL Tbk) (Ditbenih Hortikultura 2009b)

Lampiran 8 Deskripsi cabai rawit varietas Nirmala

Asal : PT. East West Seed Indonesia

Silsilah : 3481 x 4288

Golongan varietas : hibrida silang tunggal Tinggi tanaman : 120-124 cm

Kerapatan kanopi tanaman : sedang Bentuk penampang batang : bulat Diameter batang : 1.3-1.8 cm

Umur mulai berbunga : 40-45 hari setelah tanam Umur mulai panen : 108 hari setelah tanam

Bentuk buah : mengerucut

Ukuran buah : panjang 4.72-4.76 cm, diameter 1.11-1.15 cm

Warna buah : merah cerah

(54)

40

Tebal kulit buah : 1.0 -1.5 mm

Rasa buah : Pedas

Bentuk biji : bundar pipih

Warna biji : Krem

Berat 1 000 biji : 5.5-6.0 g Berat per buah : 2.50-2.53 g Jumlah buah per tanaman : 213-269 buah Berat buah per tanaman : 0.53-0.67 kg Daya simpan buah pada

suhu (25-30 oC)

: 6-7 hari setelah panen Ketahanan terhadap

penyakit

: agak tahan layu bakteri Ralstonia solanacearum

Hasil buah : 11.67-14.09 ton ha-1 Populasi per hektar : 18 000 tanaman Kebutuhan benih per

hektar

: 130-140 g

Keterangan : beradaptasi dengan baik di dataran tinggi dengan altitud 900-1 100 m dpl

Pengusul : PT. East West Seed Indonesia

Peneliti : Ardiyan Yuliandri, Asep Harpenas (PT. East West Seed Indonesia)

(55)

41

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Kondisi umum tanaman cabai rawit di lapang
Tabel 3  Analisis keragaman karakter vegetatif hasil persilangan half diallel enam
Tabel 4  Analisis keragaman karakter generatif hasil persilangan half diallel enam genotipe cabai rawit
Tabel 6  Daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi cekaman kekeringan, genotipe MR 14 mempunyai daya gabung umum yang baik untuk karakter bobot biji per tanaman dan jumlah tongkol per tanaman, sedangkan genotipe CML

Kombinasi persilangan Genotipe IPB C-2 x IPB C-3 (produksi 639.04 g per tanaman) menghasilkan hibrida terbaik karena memiliki DGK yang tinggi dan nilai heterosis

Kombinasi persilangan Genotipe IPB C-2 x IPB C-3 (produksi 639.04 g per tanaman) menghasilkan hibrida terbaik karena memiliki DGK yang tinggi dan nilai heterosis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pendugaan daya gabung khusus, nilai heterosis dan nilai tengah karakter maka 12 hibrida berpotensi untuk dijadikan

Genotipe IPBT1, IPBT13, dan IPBT84 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk karakter bobot per buah, ukuran buah dan bobot buah per tanaman sehingga genotipe

Genotipe IPBT1, IPBT13, dan IPBT84 merupakan tetua yang memiliki nilai DGU tinggi untuk karakter bobot per buah, ukuran buah dan bobot buah per tanaman sehingga genotipe

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf 5%; P1: tetua betina; P2: tetua jantan;

Kombinasi persilangan Genotipe IPB C-2 x IPB C-3 (produksi 639.04 g per tanaman) menghasilkan hibrida terbaik karena memiliki DGK yang tinggi dan nilai heterosis