• Tidak ada hasil yang ditemukan

district Evaluasi hasil persilangan, analisis daya gabung serta pendugaan nilai heterosis tujuh genotipe pepaya (carica papaya l.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "district Evaluasi hasil persilangan, analisis daya gabung serta pendugaan nilai heterosis tujuh genotipe pepaya (carica papaya l.)"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

VALUASI HASIL PERSILANGAN, ANALISIS DAYA

GABUNG SERTA PENDUGAAN NILAI HETEROSIS TUJUH

GENOTIPE PEPAYA (

Carica papaya

L.)

APRI SULISTYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

(3)

ABSTRAK

APRI SULISTYO. Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.). Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Penurunan produktivitas tanaman pepaya di Indonesia disebabkan karena belum tersedianya varietas unggul yang diinginkan. Usaha perbaikan tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang mempunya i daya gabung tinggi. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi beberapa kombinasi persilangan pepaya. Tujuh genotipe pepaya hasil seleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB yaitu IPB 1, IPB 5, IPB 6, IPB 10, PB 000174, PB 000201 dan Str 6-4 dijadik an sebagai tetua, bersama 21 kombinasi persilangannya ditanam dalam Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal dengan tiga kelompok sebagai ulangan di Kebun Percobaan Leuwikopo yang terletak pada ketinggian 250 m dpl. Daya gabung dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis dialel yang dikemukakan oleh Simmonds dan Smartt dan komponen genetik dihitung dengan menggunakan persamaan Singh dan Chaudhary. Gejala heterosis untuk masing- masing karakter yang diamati dihitung menurut persamaan Hallauer dan Miranda.

Hasil sidik ragam untuk semua peubah-peubah yang diamati, meliputi karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah menunjukkan perbedaan penampilan yang nyata dari genotipe-genotipe yang diuji. Hasil sidik ragam DGU dan DGK untuk semua peubah yang diamati berbeda sangat nyata kecuali untuk DGK pada peubah panjang petiole dan panjang daun.

Genotipe IPB 5 merupakan tetua dengan daya gabung umum yang cenderung tinggi untuk karakter-karakter vegetatif, sedangkan genotipe IPB 10 merupakan tetua dengan DGU yang baik untuk karakter-karakter generatif. Genotipe IPB 6, IPB 10 dan Str 6-4 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk mendapatkan buah-buah berukuran besar, sedangkan genotipe IPB 1, PB 000201 dan PB 000174 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk mendapatkan buah-buah berukuran kecil. Pada karakter-karakter kualitas buah, genotipe IPB 6 merupakan tetua dengan DGU yang baik.

(4)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(5)

EVALUASI HASIL PERSILANGAN, ANALISIS DAYA

GABUNG SERTA PENDUGAAN NILAI HETEROSIS TUJUH

GENOTIPE PEPAYA (

Carica papaya

L.)

APRI SULISTYO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)

Nama : Apri Sulistyo NIM : A351030181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(7)

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan

dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari

t umbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau Kami keluarkan dari tanaman

yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai

tangkai -tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan

pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah

buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya.

Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi

orang-orang yang beriman” (Q.S. Al-An’aam : 99)

Sekali lagi...

Karya kecil ini kupersembahkan untuk yang selalu ku cinta

(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga akhirnya karya ilmiah dengan judul “Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)” ini dapat diselesaikan. Selama proses pembuatan karya ilmiah ini penulis memperoleh dukungan, sokongan, bantuan serta saran profesional dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar telah membimbing penulis selama pembuatan tesis ini.

2. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan nasihat kepada penulis untuk dapat menjadi lebih dewasa. 3. Dr. Ir. Darda Efendi M.Si. selaku penguji yang telah memberikan masukan

dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.

4. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika yang telah memberikan bantuan dana penelitian ini melalui kegiatan Riset Unggulan Strategis Nasional Buah.

5. Mba Siti sebagai satu tim dalam kegiatan penelitian ini, Pak Syukur dan Mba Eca atas kesediannya berdiskusi dengan penulis.

6. Mba Niken, Ka Nila, Mba Izmi, Mba Milah, Mba Uli dan Imay atas semangat yang diberikan, serta untuk rekan-rekan PS Agronomi’03, terima kasih atas kebersamannya selama ini.

7. Teman-teman di Wisma Ar-Rizqi : Asoed, Sefudin, Hakim, Ari, Rury, Kemaz, Andro, Eka, Egi, Firman, Fauzan, Rahman, Ajen, Arieph, Arif terima kasih atas kebersamaannya. Untuk Norman, Nurman, Asep, Kang Uus dan Tante Vera terima kasih atas bantuannya di lapangan.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tangga l 15 April 1980. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara buah cinta dari pasangan bapak Ngatidjo dan ibu Muljani.

Tahun 1992 penulis lulus dari SDN Jelambar 01 pagi Jakarta, kemudian melanjutkan sekolah di SLTPN 83 Jakarta dan lulus pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis lulus dari SMUN 16 jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2003 penulis mendapat kesempatan melanjutkan kuliah di Program Studi Agronomi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

(10)

DAFTAR ISI

Halama n

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Manfaat Penelitian ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Asal- usul dan Botani Pepaya ... 4

Program Pemuliaan Pepaya ... 5

Pembentukan Hibrida ... 8

Heterosis ... 10

Analisis Daya Gabung... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Karakterisasi Tetua ... 14

Kegiatan Persilangan... 16

Evaluasi Hasil Persilangan... 17

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Kondisi Umum ... 23

Karakterisasi Tetua ... 23

Tingkat Keberhasilan Persilangan... 29

Evaluasi Hasil Persilangan ... 30

KESIMPULAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

VALUASI HASIL PERSILANGAN, ANALISIS DAYA

GABUNG SERTA PENDUGAAN NILAI HETEROSIS TUJUH

GENOTIPE PEPAYA (

Carica papaya

L.)

APRI SULISTYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2006

(13)

ABSTRAK

APRI SULISTYO. Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.). Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan TRIKOESOEMANINGTYAS.

Penurunan produktivitas tanaman pepaya di Indonesia disebabkan karena belum tersedianya varietas unggul yang diinginkan. Usaha perbaikan tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman sering dihadapkan kepada masalah dalam memilih tetua-tetua yang mempunya i daya gabung tinggi. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi beberapa kombinasi persilangan pepaya. Tujuh genotipe pepaya hasil seleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika IPB yaitu IPB 1, IPB 5, IPB 6, IPB 10, PB 000174, PB 000201 dan Str 6-4 dijadik an sebagai tetua, bersama 21 kombinasi persilangannya ditanam dalam Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal dengan tiga kelompok sebagai ulangan di Kebun Percobaan Leuwikopo yang terletak pada ketinggian 250 m dpl. Daya gabung dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis dialel yang dikemukakan oleh Simmonds dan Smartt dan komponen genetik dihitung dengan menggunakan persamaan Singh dan Chaudhary. Gejala heterosis untuk masing- masing karakter yang diamati dihitung menurut persamaan Hallauer dan Miranda.

Hasil sidik ragam untuk semua peubah-peubah yang diamati, meliputi karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah menunjukkan perbedaan penampilan yang nyata dari genotipe-genotipe yang diuji. Hasil sidik ragam DGU dan DGK untuk semua peubah yang diamati berbeda sangat nyata kecuali untuk DGK pada peubah panjang petiole dan panjang daun.

Genotipe IPB 5 merupakan tetua dengan daya gabung umum yang cenderung tinggi untuk karakter-karakter vegetatif, sedangkan genotipe IPB 10 merupakan tetua dengan DGU yang baik untuk karakter-karakter generatif. Genotipe IPB 6, IPB 10 dan Str 6-4 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk mendapatkan buah-buah berukuran besar, sedangkan genotipe IPB 1, PB 000201 dan PB 000174 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk mendapatkan buah-buah berukuran kecil. Pada karakter-karakter kualitas buah, genotipe IPB 6 merupakan tetua dengan DGU yang baik.

(14)

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(15)

EVALUASI HASIL PERSILANGAN, ANALISIS DAYA

GABUNG SERTA PENDUGAAN NILAI HETEROSIS TUJUH

GENOTIPE PEPAYA (

Carica papaya

L.)

APRI SULISTYO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(16)

Judul Tesis : Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)

Nama : Apri Sulistyo NIM : A351030181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(17)

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan

dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari

t umbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau Kami keluarkan dari tanaman

yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai

tangkai -tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan

pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah

buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya.

Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi

orang-orang yang beriman” (Q.S. Al-An’aam : 99)

Sekali lagi...

Karya kecil ini kupersembahkan untuk yang selalu ku cinta

(18)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga akhirnya karya ilmiah dengan judul “Evaluasi Hasil Persilangan, Analisis Daya Gabung serta Pendugaan Nilai Heterosis Tujuh Genotipe Pepaya (Carica papaya L.)” ini dapat diselesaikan. Selama proses pembuatan karya ilmiah ini penulis memperoleh dukungan, sokongan, bantuan serta saran profesional dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. selaku ketua komisi pembimbing yang dengan sabar telah membimbing penulis selama pembuatan tesis ini.

2. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberikan nasihat kepada penulis untuk dapat menjadi lebih dewasa. 3. Dr. Ir. Darda Efendi M.Si. selaku penguji yang telah memberikan masukan

dan saran untuk perbaikan karya ilmiah ini.

4. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika yang telah memberikan bantuan dana penelitian ini melalui kegiatan Riset Unggulan Strategis Nasional Buah.

5. Mba Siti sebagai satu tim dalam kegiatan penelitian ini, Pak Syukur dan Mba Eca atas kesediannya berdiskusi dengan penulis.

6. Mba Niken, Ka Nila, Mba Izmi, Mba Milah, Mba Uli dan Imay atas semangat yang diberikan, serta untuk rekan-rekan PS Agronomi’03, terima kasih atas kebersamannya selama ini.

7. Teman-teman di Wisma Ar-Rizqi : Asoed, Sefudin, Hakim, Ari, Rury, Kemaz, Andro, Eka, Egi, Firman, Fauzan, Rahman, Ajen, Arieph, Arif terima kasih atas kebersamaannya. Untuk Norman, Nurman, Asep, Kang Uus dan Tante Vera terima kasih atas bantuannya di lapangan.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2006

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tangga l 15 April 1980. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara buah cinta dari pasangan bapak Ngatidjo dan ibu Muljani.

Tahun 1992 penulis lulus dari SDN Jelambar 01 pagi Jakarta, kemudian melanjutkan sekolah di SLTPN 83 Jakarta dan lulus pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis lulus dari SMUN 16 jakarta dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dan lulus pada tahun 2002. Tahun 2003 penulis mendapat kesempatan melanjutkan kuliah di Program Studi Agronomi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

(20)

DAFTAR ISI

Halama n

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Manfaat Penelitian ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Asal- usul dan Botani Pepaya ... 4

Program Pemuliaan Pepaya ... 5

Pembentukan Hibrida ... 8

Heterosis ... 10

Analisis Daya Gabung... 11

BAHAN DAN METODE ... 14

Karakterisasi Tetua ... 14

Kegiatan Persilangan... 16

Evaluasi Hasil Persilangan... 17

Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Kondisi Umum ... 23

Karakterisasi Tetua ... 23

Tingkat Keberhasilan Persilangan... 29

Evaluasi Hasil Persilangan ... 30

KESIMPULAN ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(21)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Skoring Karakter-karakter Kualitatif ... 15

2. Bagan Persilangan Tujuh Genotipe Pepaya ... 17

3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ... 24

4. Tinggi Tanaman dan Diameter Batang Tujuh Genotipe Pepaya ... 24

5. Penampilan Panjang Petiole, Panjang Daun dan Lebar Daun Tujuh Genotipe Pepaya ... 25

6. Tinggi Letak Bunga dan Buah Pertama serta Umur Bunga Fertil dan Panen Buah Pertama Tujuh Genotipe Pepaya ... 25

7. Hasil Karakterisasi Tujuh Genotipe Pepaya Berdasarkan Karakter Kualitatif ... 28

8. Persentase Keberhasilan Persilangan Berdasarkan Waktu Persilangan ... 29

9. Rekapitulasi Nilai Ragam Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus ... 31

10.Penampilan Tinggi Tanaman, Diameter Batang, Panjang Petiole, Panjang Daun dan Lebar Daun 28 Nomor Persilangan Pepaya ... 32

11.Nilai Duga Daya Gabung Umum Tujuh Genotipe Pepaya untuk Karakter-karakter Vegetatif ... 32

12.Rekapitulasi Ragam Aditif dan Ragam Dominan serta Nilai Duga Heritabilitas Arti Sempit untuk Karakter-karakter Vegetatif .... 34

13.Nilai Duga Daya Gabung Khusus 28 Nomor Persilangan untuk Karakter-karakter Vegetatif ... 35

14.Penampilan Letak Bunga Pertama, Umur Berbunga, Letak Buah Pertama dan Umur Panen 28 Nomor Persilangan Pepaya ... 37

15.Nilai Duga Daya Gabung Umum Tujuh Genotipe Pepaya untuk Karakter-karakter Generatif ... 38

(22)

No. Halama n 17.Nilai Duga Daya Gabung Khusus 28 Nomor Persilangan untuk

Karakter-karakter Generatif ... 40 18.Penampilan Jumlah Buah pada Umur 7 BST, Panjang Buah,

Diameter Buah dan Bobot Buah 28 Nomor Persilangan Pepaya ... 41 19.Nilai Duga Daya Gabung Umum Tujuh Genotipe Pepaya untuk

Karakter-karakter Produksi ... 42 20.Rekapitulasi Ragam Aditif dan Ragam Dominan serta Nilai

Duga Heritabilitas Arti Sempit untuk Karakter-karakter Produksi ... 43 21.Nilai Duga Daya Gabung Khusus 28 Nomor Persilangan untuk

Karakter-karakter Produksi ... 44 22.Penampilan Tebal Daging Buah, Kandungan PTT dan Jumlah

Biji 28 Nomor Persilangan Pepaya ... 46 23.Nilai Duga Daya Gabung Umum Tujuh Genotipe Pepaya untuk

Karakter-karakter Kualitas Buah ... 46 24.Rekapitulasi Ragam Aditif dan Ragam Dominan serta Nilai Duga

Heritabilitas Arti Sempit untuk Karakter-karakter Kualitas Buah ... 47 25.Nilai Duga Daya Gabung Khusus 28 Nomor Persilangan untuk

Karakter-karakter Kualitas Buah ... 47 26.Nilai Duga Heterosis (MP-Mid Parent) dan Heterobeltiosis

(HP-High Parent) untuk Karakter-karakter Vegetatif ... 49 27.Nilai Duga Heterosis (MP-Mid Parent) dan Heterobeltiosis

(HP-High Parent) untuk Karakter-karakter Generatif ... 51 28.Nilai Duga Heterosis (MP-Mid Parent) dan Heterobeltiosis

(HP-High Parent) untuk Karakter-karakter Produksi ... 52 29.Nilai Duga Heterosis (MP-Mid Parent) dan Heterobeltiosis

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Informasi Asal- usul Tujuh Genotipe Pepaya ... 62 2. Pepaya yang Dijadikan sebagai Tetua ... 63 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Korelasi terhadap Peubah-peubah

yang Diamati ... 64 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Peubah-peubah yang Diamati

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya merupakan tanaman tropis yang bernilai ekonomi tinggi. Selain sebagai buah meja, pepaya juga digunakan sebagai bahan baku di berbagai industri. Getah papain, suatu enzim proteolitik yang terdapat dalam getah pepaya, banyak dimanfaatkan di industri makanan sebagai pengempuk daging, juga dimanfaatkan di industri tekstil untuk melembutkan wol. Bijinya dapat digunakan di industri farmasi sebagai obat peluruh cacing (Villegas, 1992).

Produksi buah pepaya di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 650 ribu ton pada tahun 2004, meningkat sekitar 3.71% dari produksi tahun sebelumnya yang hanya mencapai 626 ribu ton. Hasil ini menempatkan Indonesia di urutan kelima negara produsen pepaya terbesar di dunia setelah Brazil, Meksiko, Nigeria dan India, dan mewakili sekitar 11% dari produksi pepaya dunia. Walaupun demikian jika dilihat dari produktivitas per satuan luas, terjadi penurunan sekitar 3.49% pada tahun 2004. Produktivitas pepaya di Indonesia pada tahun 2003 bisa mencapai 67.3 ribu kg/Ha dan menurun menjadi 65 ribu kg/Ha pada tahun 2004 (FAO, 2004).

Penurunan produktivitas tanaman pepaya di Indonesia disebabkan belum tersedianya varietas unggul yang diinginkan. Menurut laporan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2001) usaha tani buah pepaya pada saat ini mengalami beberapa kendala dalam hal produktivitas yang masih rendah (30-40 kg per pohon), varietas unggul yang bersifat genjah dan berperawakan pendek masih jarang, nilai °Brix buah masih dibawah 12 dan kemampuan adaptasi terhadap cekaman lingkunga n yang rendah. Oleh karena itu, buah pepaya, bersama-sama dengan tiga buah tropis lainnya yaitu pisang, nenas dan manggis, sejak tahun 2000 menjadi komoditas utama dalam kegiatan Riset Unggulan Strategis Nasional Buah (RUSNAS Buah). Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh pepaya varietas unggul baru.

(25)

Penilaian suatu genotipe yang akan digunakan sebagai tetua dalam program pemuliaan, didasarkan atas penampilan keturunan yang dihasilkan dari persilangan tertentu. Uji keturunan tersebut dikaitkan dengan daya gabung yaitu kemampuan suatu tetua dalam melakukan persilangan dengan tetua lain. Menurut Darlina et al. (1992) daya gabung sangat diperlukan untuk mengidentifikasi kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi.

Koleksi plasma nutfah pepaya PKBT cukup banyak untuk dijadikan sebagai material genetik dalam usaha perbaikan sifat pada tanaman pepaya. Sebagian besar dari plasma nutfah tersebut sudah dikarakterisasi dan diseleksi berdasarkan sifat-sifat yang diinginkan. Dari kegiatan tersebut diperoleh tujuh genotipe pepaya yang potensial dijadikan sebagai tetua. Tahap kegiatan berikutnya yang harus dilakukan adalah melakukan kegiatan persilangan untuk mengetahui kemampuan daya gabung umum dari tetua-tetua yang digunakan dan memilih kombinasi persilangan yang berpotensi untuk dijadikan sebagai varietas pepaya hibrida. Hibrida dapat berarti produk dari hasil persilangan antara tetua-tetua yang secara genetiknya berbeda (Allard, 1960). Vassal (2001) dan CIMMYT (2003) menambahkan bahwa hibrida yang dibentuk dengan menggunakan tetua non-galur murni disebut sebagai hibrida non-konvensional.Varietas pepaya hibrida dibuat untuk lebih dapat beradaptasi, lebih vigorous dan berproduksi tinggi melebihi kultivar tradisional yang sudah ada. Menurut Chan (1991) pada dasarnya terdapat dua keuntungan jika menggunakan F1 hibrida, yaitu : 1)

eksploitasi fenomena heterosis dan 2) sebagai perlindungan varietas tanaman.

Manfaat Penelitian

(26)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Memperoleh deskripsi lebih lanjut dari tujuh genotipe pepaya yang dijadikan sebagai tetua dalam kegiatan persilangan yang akan dilakukan.

2. Memperoleh informasi tentang waktu persilangan yang baik pada pepaya. 3. Menduga nilai daya gabung umum tujuh genotipe pepaya yang digunakan. 4. Menduga nilai daya gabung khusus 21 kombinasi persilangan pepaya.

5. Memperoleh informasi gejala heterosis pada karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah pepaya.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakter antara tujuh genotipe pepaya yang digunakan sebagai tetua.

2. Terdapat perbedaan waktu persilangan yang baik pada pepaya.

3. Terdapat genotipe pepaya yang memiliki daya gabung umum yang tinggi. 4. Terdapat kombinasi persilangan yang memiliki daya gabung khusus yang

tinggi.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal-usul dan Botani Pepaya

Genus carica merupakan satu dari empat genus yang ada dalam famili

Caricaceae. Semua spesies yang ada pada genus carica berasal dari Amerika tropis (Villegas, 1992; Garrett, 1995; Nakasone dan Paull, 1998). Genus carica mempunyai 21 spesies, namun hanya C. papaya L yang memiliki nilai penting secara ekonomi (Nakasone dan Paull, 1998). C. papaya L terbentuk dari persilangan alami yang melibatkan C. peltata Hook. & Arn (Villegas, 1992; Chan, 1995).

Pepaya merupakan tanaman herba, batangnya tidak bercabang namun apabila pucuknya dipotong, cabang akan terbentuk. Bentuk batang lurus, bulat berongga di dalam dan dapat mencapai ketinggian hingga 10 m. Daun-daun pepaya tersusun secara spiral, tangkai daunnya panjang hingga mencapai 1 m dan berongga (Villegas, 1992).

Pepaya merupakan tanaman polygamous, memiliki bunga jantan, bunga betina dan bunga hermafrodit (Villegas, 1992; Nakasone dan Paull, 1998). Tipe bunga sangat bergantung pada sifat kelamin masing- masing pohon yang ekspresi seksnya dikendalikan oleh gen tunggal denga n tiga alel yaitu M untuk jantan, H untuk hermafrodit dan m untuk betina. Alel M dan H dominan terhadap m, tetapi jika dalam keadaan homozigot dominan bersifat letal, sehingga tanaman jantan dan hermafrodit selalu dalam keadaan heterozigot Mm dan Hm (Storey, 1953; Chandler, 1958).

Tipe penyerbukan pada pepaya terdiri dari dua macam yaitu menyerbuk silang dan menyerbuk sendiri, tergantung dari ekspresi seks tanamannya (Villegas, 1992; OGTR, 2003). Literatur lain menyebutkan bahwa varietas pepaya yang memiliki ukuran buah besar umumnya bersifat menyerbuk silang, sedangkan varietas yang termasuk tipe solo dengan ukuran buah yang kecil umumnya bersifat menyerbuk sendiri (Chan, 1995).

(28)

dimulai pada 7 MSA dan selesai 3 minggu kemudian. Pendewasaan organ bunga berlangsung pada saat berumur 4-1 MSA (Arkle dan Nakasone, 1984). Bunga jantan dan bunga betina pepaya tipe solo menunjukkan puncak antesis pada pukul 18.00-20.00, sedangkan bunga hermafrodit pada pukul 20.00-22.00 (Mekako dan Nakasone, 1975a).

Program Pemuliaan Pepaya

Tujuan umum pemuliaan tanaman pepaya adalah untuk mendapatkan varietas yang lebih baik dari varietas yang sudah ada. Menurut Nakasone dan Paull (1998) karakteristik tanaman pepaya yang diinginkan adalah tanaman yang kuat dengan perawakan pendek dan cepat berbuah, hermafrodit, resisten terhadap serangan hama dan penyakit serta produktivitasnya tinggi. Karakteristik buah yang disukai adalah kulit buah halus dengan daging buah yang tebal, rongga buah bulat dan daya simpannya lama.

Program pemuliaan tanaman pepaya di Indonesia menginginkan ideotipe tanaman pepaya yang lebih spesifik, seperti yang telah ditetapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok (2003) yaitu yang mempunyai umur generatif = 4 bulan, umur petik buah = 3.5 bulan dari saat berbunga, tidak dijumpai lag fase generatif, ukuran buah sedang antara 0.5-0.85 kg/buah atau ukuran buah sangat besar = 2.85 kg/buah, padatan total terlarut = 13.5 °Brix, vitamin C = 136 mg/100 g, vitamin A = 91.5 RE/100 g, tesktur keras dan daya simpan = 15 hari setelah panen. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (2003) melalui kegiatan RUSNAS buah menambahkan karakteristik yang diinginkan untuk industri papain yaitu yang mempunyai ukuran buah besar, kandungan getah papainnya tinggi, kulit buah halus, daging buah tebal dan bentuk buah lonjong.

Menurut Allard (1960), syarat agar suatu program pemuliaan tanaman dapat berhasil adalah tersedianya keragaman genetik dalam populasi. Plasma nutfah pepaya di Indonesia cukup banyak dan dapat digunakan dalam perakitan varietas pepaya unggul baru. Purnomo (2001) melaporkan hasil eksplorasi pepaya di Indonesia oleh Balitbu Solok telah diperoleh 41 genotipe pepaya dan dua spesies liar yaitu C. cauliflora sebagai sumber gen ketahanan terhadap PRV serta

(29)

kenyal. Selain itu juga diperoleh lima varietas pepaya hasil introduksi dari Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI). Sementara itu, PKBT (2001) melaporkan bahwa hasil eksplorasi pepaya yang telah dilakukan diperoleh 11 genotipe dari Jawa Barat, sembilan genotipe dari Jawa Tengah, tujuh genotipe dari Jawa Timur, tiga genotipe dari Banten dan satu genotipe masing-masing dari Kalimantan Barat, Lampung, Jambi dan Sumatera Barat. Selain itu juga diperoleh empat varietas hasil introduksi.

Kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan adalah karakterisasi tanaman sehingga tanaman-tanaman dengan sifat yang diinginkan dapat diseleksi. Plasma nutfah yang dimiliki oleh PKBT sebagian besar telah dikarakterisasi. Pusat Kajian Buah-buaha n Tropika (2003) melaporkan hasil karakterisasi terhadap 11 genotipe pepaya lokal dan introduksi dimana diperoleh informasi bahwa buah termanis dan kadar vitamin C tertinggi ada pada genotipe IPB 1. Sementara itu, Sujiprihati dan Sulistyo (2004) melaporkan hasil karakterisasi 15 genotipe pepaya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa genotipe yang berpotensi untuk dijadikan sebagai tetua dengan perawakan pendek adalah Batang Ungu Watulimo, Mojosongo, Turen I dan Turen Talang. Hasil karakterisasi secara molekuler pun telah dilakukan. Galingging (2005) melaporkan bahwa terdapat keragaman genetik secara molekuler dari 20 genotipe pepaya koleksi PKBT-IPB.

Broto, Suyanti dan Sjaifullah (1991) melakukan karakterisasi varietas untuk standardisasi mutu buah pepaya. Berdasarkan kegiatan tersebut diperoleh informasi bahwa pepaya Dampit Bogor, Dampit Malang, Jingga dan Paris merupakan pepaya berukuran besar. Pepaya Dampit Malang, Jingga dan Sunrise merupakan sumber vitamin C yang baik, sedangkan Dampit Bogor, Jingga dan Paris baik digunakan untuk bahan baku industri pengolahan karena mempunyai kandungan air yang banyak. Hasil karakterisasi yang dilakukan oleh Prahardini

et al. (2001) menunjukkan bahwa varietas Bali memiliki ukuran buah terbesar dan varietas Meksiko memiliki ukuran buah terkecil. Varietas Dampit mempunyai daging buah yang tebal, padatan total terlarut tertinggi dan warna daging buah merah segar.

(30)

tetua. Seleksi dan evaluasi hibrida F1 dilaksanakan pada tahun 1993-1995 di

Wajak, Malang. Pada tahun 1997 seleksi dilanjutkan dan tahun 1999 dilepas varietas Sari Rona, hasil seleksi nomor aksesi PSLK-03. Varietas Sari Rona adalah inbrida generasi ketiga dari persilangan varietas Meksiko dan Dampit (Purnomo, 2001). Untuk memperbaiki sifat daya simpan buah, dilakukan transformasi gen reporter (pRQ6) pada pepaya Dampit dan Sari Rona. Evaluasi awal menunjukkan bahwa seleksi kalus kedua varietas pepaya tersebut optimal pada larutan 150 mg/l kanamisin dan jarak optimal penembakan gen pada varietas Dampit adalah 5 cm sedangkan pada varietas Sari Rona adalah 9 cm (Makful

et al., 2004)

Pemuliaan pepaya di Malaysia dilaksanakan sejak tahun 1970an dengan melakukan seleksi pada varietas lokal seperti Subang, Sitiawan dan Batu Arang. Melalui kegiatan backcross, MARDI telah berhasil melepaskan pepaya varietas Eksotika (Chan, 1991). Eksotika merupakan varie tas pepaya yang dibentuk melalui dua kali backcross dan lima kali selfing menggunakan varietas Sunrise Solo sebagai recurrent parent dan Subang 6 sebagai non-recurrent parent (Chan, 1992).

Program pemuliaan pepaya di negara-negara lain banyak difokuskan pada perbaikan sifat ketahanan terhadap penyakit. Salah satu penyakit yang dapat merusak perkebunan pepaya adalah Papaya Ringspot Virus (PRV). Sumber genetik untuk mendapatkan sifat ketahanan ini tidak dijumpai pada spesies

C. papaya L., tetapi dapat ditemui pada kerabat liarnya. C. pubescens, C. stipulata, C. candicans dan C. cauliflora dilaporkan memiliki ketahanan terhadap ringspot virus (Mekako dan Nakasone, 1975b). Ketahanan terhadap ringspot virus juga ditemui pada C. quercifolia dan C. pentagona (Manshardt dan Wenslaff, 1989a)

Transfer gen suatu sifat yang diinginkan dari spesies-spesies liar tersebut ke dalam C. papaya, masih menggunakan teknik persilangan konvensional. Persilangan interspesifik yang dilakukan oleh Sawant (1958) diperoleh hasil bahwa hanya persilangan antara C. monoica x C. cauliflora yang paling sukses dilakukan diantara kombinasi-kombinasi persilangan yang mungkin dibuat dari

(31)

interspesifik yang lain umumnya gagal atau sedikit membentuk buah dengan jumlah biji yang sedikit dan kurang viabel. Manshardt dan Wenslaff (1989a; 1989b) dan Manshardt et al. (1995) mengatasi kegagalan pembentukan buah pada persilangan interspesifik dengan melakukan embrio rescue. Magdalita et al.

(1998) kemudian mengembangkan protokol yang efisien dalam persilangan interspesifik antara C. papaya x C. cauliflora.

Mekako dan Nakasone (1975b) melaporkan keberhasilan melakukan dua persilangan yang sebelumnya susah untuk didapat, yaitu C. monoica x

C. goudotiana dan C. parviflora x C. goudotiana. Biji yang viabel hasil persilangan antara C. papaya x C. cauliflora dilaporkan sebagai hasil persilangan yang resisten terhadap ringspot virus. Manshardt et al. (1995) melaporkan persilangan C. quercifolia x C. pubescens tampak vigorous dan menunjukkan ketahanan terhadap PRV di lapangan.

Persilangan interspesifik sekarang difokuskan pada pemanfaatan spesies

C. cauliflora sebagai sumber ketahanan terhadap PRV, karena spesies ini merupakan spesies yang memiliki adaptasi terhadap lingkungan yang mirip dengan lingkungan yang dibutuhkan pepaya (Manshardt dan Wenslaff, 1989b). Hasil persilangan spesies ini dengan C. papaya menghasilkan hibrida interspesifik yang dilaporkan resisten terhadap PRV (Mekako dan Nakasone, 1975b; Manshardt dan Wenslaff, 1989a; Magdalita et al., 1997).

Pembentukan Hibrida

Terminologi hibrida oleh Allard (1960) digunakan untuk menggambarkan populasi F1. Populasi F1 disini dapat diperoleh melalui persilangan antar klon,

varietas menyerbuk terbuka, galur murni atau populasi lain yang secara genetik berbeda. Hibrida juga dapat berarti produk dari hasil persilangan antara tetua-tetua yang secara genetiknya berbeda.

Keberhasilan pembentukan varietas hibrida sampai saat ini telah banyak dilakukan pada jagung. Penggunaan galur murni telah meningkatkan persentase perbaikan sifat dalam pembentukan varietas hibrida tersebut. Oleh karena itu, terminologi hibrida lebih sering ditujukan pada populasi F1 hasil persilangan

(32)

Shull (1909) merupakan orang pertama yang menyarankan penggunaan galur murni dalam pembentukan F1 hibrida. Galur murni ini memiliki beberapa

kelebihan dibandingkan dengan varietas menyerbuk terbuka jika dijadikan sebaga i tetua, diantaranya yaitu galur murni lebih homozygot sehingga ketika dua tetua galur murni disilangkan akan menghasilkan hibrida yang heterozigot. Individu yang heterozigot ini akan mengalami pembagian sel, pertumbuhan dan mempunyai proses fisiologi yang lebih baik daripada individu homozigot. Duvick (1999) melaporkan bahwa para pemulia tanaman menemui kesulitan dalam memperbaiki sifat hasil pada hibrida lebih lanjut jika hanya menggunakan hasil selfing satu kali dari jagung menyerbuk terbuka. Galur murni yang didapat dari hasil selfing dua kali pun belum dapat memberikan perbaikan pada hibrida. Menurut Allard (1960) homozigositas pada satu lokus dapat diperoleh setelah dilakukan tujuh generasi selfing.

Pada tanaman jagung, hibrida yang dihasilkan melalui persilangan antar galur murni dikenal dengan hibrida konvensional. Selain hibrida konvensional juga terdapat hibrida non-konvensional yaitu pembentukan hibrida yang melibatkan sedikitnya satu tetua non- galur murni. Tetua non-galur murni ini bisa berupa varietas, kultivar, varietas sintetis dan mungkin sebuah famili yang berbeda (Vassal, 2001; CIMMYT, 2003).

Varietas hibrida pepaya dibuat untuk lebih dapat beradaptasi, lebih

vigorous dan berproduksi tinggi melebihi kultivar lokal yang sudah ada. Varietas F1 hibrida pada pepaya masih jarang ditemui meskipun telah diperoleh informasi

(33)

Hibridisasi atau persilangan sering dilakukan untuk memperoleh suatu hibrida. Hibridisasi dapat dilakukan dengan cara melakukan penyerbukan buatan terkontrol. Ada dua alasan umum kenapa dilakukan penyerbukan buatan terkontrol ini, yaitu 1) untuk mencegah penyerbukan silang yang tidak diinginkan dalam pembentukan suatu hibrida dan galur murni, dan 2) penyerbukan buatan terkontrol merupakan kegiatan pokok pada beberapa metode pemuliaan, misalnya pada metode back cross.

Menurut Allard (1960) masalah utama dalam melakukan penyerbukan buatan terkontrol adalah penentua n waktu yang tepat untuk menyerbuki stigma reseptif oleh polen fungsional. Hal ini tergantung pada masing- masing spesies tanaman yang digunakan. Oleh karena itu, masing- masing spesies tanaman memerlukan teknik hibridisasi yang berbeda-beda, termasuk didalamnya adalah teknik emaskulasi.

Pada pepaya, masalah yang sering ditemui pada penyerbukan buatan adalah rendahnya viabilitas polen. Di Australia, produksi buah pepaya yang berubah-ubah seiring dengan pergantian musim disebabkan oleh beberapa faktor termasuk diantaranya adalah viabilitas polen yang rendah. Kecenderungan secara umum menunjukkan bahwa kuantitas polen berkurang selama musim dingin atau awal musim panas (OGTR, 2003).

Heterosis

Menurut Allard (1960) heterosis digambarkan sebagai vigor hibrida dari F1 yang melebihi rata-rata kedua tetuanya. Sebenarnya vigor hibrida menerangkan

pertambahan dalam ukuran dan vigor suatu tanaman, sedangkan heterosis digunakan untuk pertambahan maupun pengurangan ukuran dan vigor suatu tanaman. Selain dari istilah he terosis dikenal juga istilah heterobiltiosis yaitu vigor hibrida dari hibrida F1 yang melebihi dari tetua terbaiknya.

(34)

enzim berbeda sehingga lebih superior jika dibandingkan dengan individu homozigot yang hanya menghasilkan satu enzim.

Gejala heterosis ditemukan pada pembentukan pepaya hibrida. Hasil penelitian Chan (1992; 1995) menunjukkan bahwa gejala heterosis ditemukan pada empat karakter vegetatif yang diamati yaitu diameter batang, tinggi tanaman, panjang petiole dan lebar lamina. Gejala heterosis yang paling nyata terdapat pada karakter diameter batang. Persilangan antara L 19 x Eksotika tetap menunjukkan gejala heterosis pada komponen hasil yang melebihi tetua terbaik pada tiga kali percobaan.

Hasil penelitian Dinesh et al. (1992) juga menemukan gejala heterosis pada hasil persilangan pepaya yang menggunakan kultivar Washington, Thailand, Coorg Honey Dew, Pink Flesh Sweet, Sunrise Solo dan Waimanalo. Gejala heterosis ditemukan pada karakter jumlah buah, hasil, bobot buah, volume buah, ketebalan daging, padatan total terlarut, indeks ronga buah dan gula total. Kultivar Pink Flesh Sweet untuk hasil dan kultivar Sunrise Solo dan Waimanalo untuk kualitas buah ditemukan sebagai kombinasi yang baik.

Pada persilangan interspesifik yang melibatkan genus Carica, gejala heterosis juga ditemukan. Hasil penelitian Mekako dan Nakasone (1975b) yang menggunakan spesies Carica papaya, C. monoica, C. goudotiana, C. cauliflora, C. parviflora dan C. pennata menemukan gejala heterosis pada hibrida interspesifik yang dihasilkan. Persilangan-persilangan yang menunjukkan gejala heterosis adalah C. cauliflora x C. monoica pada karakter tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah buah dan bobot buah dan C. goudotiana x C. monoica pada karakter lingkar batang, jumlah buah dan bobot buah.

Analisis Daya Gabung

Daya gabung adalah kemampuan dari suatu tetua galur murni untuk menurunkan sifat-sifat yang diinginkan ke hibrida F1. Ada dua macam daya

(35)

merupakan hasil dari aksi gen aditif, sedangkan kemampuan berkombinasi spesifik (DGK) merupakan hasil dari gen dominan, epistasis dan aditif.

Menurut Griffing (1956) dalam melakukan analisis daya gabung diperlukan tiga set materi genetik yaitu tetua, F1 hasil silangan serta resiprokalnya.

Dengan menggunakan ketiga set materi genetik tersebut, Griffing memberikan empat metode dalam analisis daya gabung yaitu Metode 1 yang melibatkan tetua, F1 hasil silangan serta resiprokalnya, Metode 2 melibatkan tetua dan hanya F1

hasil silangannya saja, Metode 3 melibatkan F1 hasil silangan serta resiprokalnya

tanpa tetua dan Metode 4 hanya melibatkan F1 hasil silangan saja.

Analisis daya gabung umumnya digunakan dalam program pemuliaan tanaman pangan, misalnya pada padi dan jagung. Pada pepaya, metode ini masih jarang dilakukan. Subhadrabandhu dan Nontaswatsri (1997) mencoba menggunakan metode ini pada pepaya. Dengan memanfaatkan Metode 1 Model 1 menurut Griffing dan menggunakan tiga kultivar pepaya yaitu Khaek Dam, Eksotika #20 serta Tainung #5 diperoleh informasi bahwa Daya Gabung Umum (DGU) ketiga tetua tersebut berbeda nyata pada ke-14 karakter yang diamati yang meliputi fase vegetatif, fase generatif dan kualitas buah. Efek Daya Gabung Khusus (DGK) juga berbeda nyata pada karakter yang diamati sedangkan efek resiprokal hanya berbeda pada bobot buah yang menggambarkan adanya efek maternal pada karakter tersebut.

Program pemuliaan pepaya di Indonesia juga pernah memanfaatkan prosedur analisis daya gabung ini. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Malang pada tahun 1992 melakukan silang dialel resiprokal enam tetua. Kegiatan seleksi dan evaluasi hibrida F1 dilaksanakan pada tahun 1993-1995 di Wajak dan pada

tahun 1999 dilepas varietas Sari Rona hasil seleksi nomor aksesi PSLK-03. Varietas Sari Rona adalah inbrida generasi ketiga dari persilangan varietas Meksiko x Dampit (Purnomo, 2001).

(36)

berbeda nyata pada saat perkecambahan, persentase perkecambahan dan umur panen buah pertama. Dari penelitian ini diketahui bahwa genotipe 99-015 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk letak buah pertama, umur panen buah pertama dan hasil, sedangkan genotipe 99-020 merupakan tetua penggabung umum yang baik untuk letak buah pertama dan hasil.

Hasil penelitian Subhadrabandhu dan Nontaswatsri (1997) menunjukkan bahwa pada karakter umur berbunga, tinggi letak bunga pertama, diameter batang saat berbunga pertama, jumlah node dari permukaan tanah sampai letak buah pertama, bobot buah, panjang buah, diameter bauh, persentase rongga buah, kekerasan buah, tebal buah dan padatan total terlarut dipengaruhi oleh ragam aditif. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Indriyani (2002) dan Indriyani

et al. (2002) yang menunjukkan bahwa karakter umur panen buah pertama, letak buah pertama dan hasil dipengaruhi oleh ragam aditif. Nilai ragam aditif yang tinggi artinya nilai persilangan dapat diduga berdasarkan fenotipe induknya tanpa harus menguji keturunan untuk menentukan induk yang diinginkan. Masny et al.

(37)

BAHAN DAN METODE

Pada penelitian ini materi genetik yang digunakan adalah tujuh genotipe pepaya sebagai tetua yaitu IPB 1, IPB 5, IPB 6, IPB 10, PB 000174, PB 000201 dan Str 6-4. Informasi tentang asal- usul dan keterangan yang lain tentang genotipe-genotipe pepaya yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakterisasi Tetua

Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi tujuh genotipe pepaya yang akan dijadikan sebagai tetua. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2004-Januari 2005 di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-buahan Tropika, Tajur yang terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut (dpl).

Tujuh genotipe pepaya yang akan dijadikan sebagai tetua ditanam dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal dengan tujuh genotipe pepaya sebagai perlakuan dan empat kelompok sebagai ulangan. Tiap genotipe per ulangan terdiri atas dua tanaman sehingga jumlah seluruhnya adalah 56 tanaman. Karakter yang diamati meliputi karakter kuantitatif dan karakter kualitatif.

a. Karakter kuantitatif

Karakter-karakter kuantitatif yang diamati diantaranya :

1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 5 Bulan Setelah Tanam (BST) yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Diameter batang (cm) pada umur 5 BST yang diukur 15 cm di atas permukaan tanah.

3. Panjang petiole (cm) pada umur 5 BST diukur dari pangkal petiole yang menempel pada batang sampai ujung petiole yang menempel pada daun. Petiole yang digunakan adalah 3 petiole terbawah.

4. Panjang daun (cm) pada umur 5 BST diukur dari pangkal daun sampai ujung daun. Daun yang digunakan adalah 3 daun terbawah.

(38)

6. Umur munculnya bunga fertil (HST). Bunga fertil yang dimaksud adalah bunga yang memiliki bakal buah (bunga betina dan hermafrodit).

7. Tinggi letak bunga fertil pertama (cm), diukur dari permukaan tanah sampai letak bunga tersebut.

8. Umur panen buah pertama (HST). Buah yang dipanen adalah buah yang sudah 25% semburat kuning.

9. Tinggi letak buah pertama (cm) diukur dari permukaan tanah sampai letak buah pertama tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat buah pertama tersebut dipanen.

b. Karakter kualitatif

[image:38.596.118.514.455.738.2]

Buku Descriptors for Papaya yang diterbitkan oleh International Board for Plant Genetic Resources (IBPGR) pada tahun 1988 digunakan sebagai buku panduan untuk memudahkan pengamatan karakter kualitatif. Pemberian skor masih berpegang pada buku panduan yang sama dengan sedikit modifikasi. Karakter-karakter kualitatif yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Skoring Karakter-karakter Kualitatif

No. Karakter Skor

1. Warna batang 1 = hijau keabu-abuan 2 = hijau keunguan

2. Warna petiole 1 = hijau

2 = hijau keunguan 3 = ungu

3. Bentuk gerigi daun 1 = straight

2 = convex

3 = concave

4. Bentuk sinus daun 1 = open

2 = slightly open

3 = slightly closed

4 = strongly closed

5. Tipe seks tanaman hermafrodit 1 = no hermafrodit 2 = andromonoecious 3 = hermafrodit 6. Tipe pembungaan 1 = solitary

2 = inflorescens

(39)

Tabel 1. (Lanjutan) Skoring Karakter-karakter Kualitatif

No. Karakter Skor

8. Umur berbunga 1 = genjah

2 = sedang 3 = dalam

9. Bentuk buah 1 = round

2 = elongata

3 = pear shaped

4 = club

5 = blossom end tapered

10. Warna kulit buah 1 = hijau 2 = hijau gelap 11. Warna daging buah 1 = kuning

2 = orange 3 = merah 12. Bentuk rongga buah 1 = irregular

2 = round

3 = angular

4 = slighthly star shaped

5 = star shaped

13. Daya simpan buah 1 = short

2 = intermediate

3 = long

14. Perawakan tanaman 1 = low bearing

2 = intermediate

3 = high bearing

Kegiatan Persilangan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan benih-benih hibrida yang akan digunakan pada tahap kegiatan evaluasi hasil persilangan. Selain itu, dari penelitian ini diharapkan diperoleh informasi mengenai waktu persilangan yang baik pada pepaya.

Persilangan buatan dilakukan secara manual dan dikerjakan pada dua waktu berbeda yaitu pagi hari (pukul 08.00-11.00) dan sore hari (pukul 14.00-17.00). Perbedaan waktu persilangan ini dilakukan untuk mengetahui waktu persilangan yang baik pada pepaya. Bunga yang akan dijadikan sebagai tetua betina adalah bunga sempurna dari tanaman hermafrodit dan sumber serbuk sari diambil dari tanaman hermafrodit pula. Pemilihan bunga ini penting dilakukan dengan tujuan untuk mempertinggi probabilitas mendapatkan tanaman F1 yang

[image:39.596.109.523.101.458.2]
(40)

untuk genotipe PB 000174 yang merupakan tanaman dioecious bunga yang akan dijadikan sebagai tetua betina adalah bunga betina dari tanaman betina dan serbuk sari berasal dari tanaman jantan. Setelah penyerbukan buatan dilakukan, bunga tersebut kemudian ditutup dengan kertas yang kalis air dan dibiarkan sampai terbentuk buah. Bagan persilangan yang akan dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Bagan Persilangan Tujuh Genotipe Pepaya

IPB 1 PB 201 IPB 6 IPB 5 Str 6-4 IPB 10 PB 174

IPB 1 * * * * * * *

PB 201 * * * * * *

IPB 6 * * * * *

IPB 5 * * * *

Str 6-4 * * *

IPB 10 * *

PB 174 *

Keterangan : Tanda * adalah kombinasi persilangan yang akan digunakan pada tahap kegiatan evaluasi hasil persilangan

Peubah yang diamati pada kegiatan ini adalah persentase keberhasilan persilangan, yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% 100 n

persilanga

n persilanga hasil

buah n

persilanga an

keberhasil

% ×

∑ ∑ =

Evaluasi Hasil Persilangan

Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai Daya Gabung Umum dari tujuh genotipe pepaya yang digunakan sebagai tetua dan Daya Gabung Khusus diantara 21 kombinasi persilangannya. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi single-cross superior yang akan digunakan untuk pengembangan pepaya hibrida.

(41)

Karakter-karakter yang diamati pada percobaan tahap ini adalah :

1. Tinggi tanaman (cm) pada umur 5 Bulan Setelah Tanam (BST) yang diukur dari permukaan tanah sampai titik tumbuh.

2. Diameter batang (cm) pada umur 5 BST yang diukur 15 cm di atas permukaan tanah.

3. Panjang petiole (cm) pada umur 5 BST diukur dari pangkal petiole yang menempel pada batang sampai ujung petiole yang menempel pada daun. Petiole yang digunakan adalah 3 petiole terbawah.

4. Panjang daun (cm) pada umur 5 BST diukur dari pangkal daun sampai ujung daun. Daun yang digunakan adalah 3 daun terbawah.

5. Lebar daun (cm) pada umur 5 BST diukur dari ujung ke ujung pada jari-jari daun ketiga. Daun yang digunakan adalah 3 daun terbawah.

6. Umur munculnya bunga fertil (HST). Bunga fertil yang dimaksud adalah bunga yang memiliki bakal buah (bunga betina dan hermafrodit).

7. Tinggi letak bunga pertama (cm) diukur dari permukaan tanah sampai letak bunga pertama tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat muncul bunga fertil pertama.

8. Jumlah buah pada umur 8 BST. Buah yang masuk hitungan adalah dari bunga yang sudah mekar dan terlihat bakal buahnya sampai buah yang sudah jadi.

9. Umur panen buah pertama (HST). Buah yang dipanen adalah buah yang sudah 25% semburat kuning.

10.Tinggi letak buah pertama (cm) diukur dari permukaan tanah sampai letak buah pertama tersebut. Pengukuran dilakukan pada saat buah pertama tersebut dipanen.

11.Bobot buah (g). Buah yang digunakan adalah 5 buah per genotipe per ulangan

12.Panjang buah (cm) diukur dari pangkal sampai ujung buah.

13.Diameter buah (cm) diukur dibagian dekat pangkal, tengah dan dekat ujung buah.

(42)

15.Padatan Total Terlarut (ºBrix) yang dilakukan pada tiga titik yaitu bagian pangkal, tengah serta ujung buah dan dilakukan duplo.

16.Jumlah biji.

Analisis Data Karakterisasi Tetua

Data hasil karakterisasi tetua berdasarkan karakter-karakter kuantitatif dianalisis ragam. Jika didapat perbedaan yang nyata pada taraf 5% maka dilakukan uji lanjut. Uji lanjut yang digunakan adalah Uji Jarak Berganda Duncan atau Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Model matematika Rancangan Acak Kelompok yang digunakan adalah sebagai berikut :

ij j i ij

Y =µ+α +β +ε

dimana :

Yij = nilai pengamatan kelompok ke- i dan genotipe ke-j

µ = nilai rata-rata umum ai = pengaruh kelompok ke- i

ßj = pengaruh genotipe ke-j

eij = galat percobaan

Data hasil karakterisasi berdasarkan sifat kualitatif dianalisis dengan menggunakan program Minitab v.13 dengan prosedur cluster analysis euclidean distance.

Kegiatan Persilangan

Peubah persentase keberhasilan persilangan dianalisis ragam menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktor tunggal. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

( )

jk ijk k

j i

ij k

Y =µ+ +α +β + αβ +ε

(43)

Yij = nilai pengamatan pengaruh kelompok ke- i perlakuan ke-j faktor genotipe

dan perlakuan ke-k faktor waktu persilangan µ = nilai rata-rata umum

ki = pengaruh kelompok ke- i

aj = pengaruh perlakuan ke-j faktor genotipe

ßk = pengaruh perlakuan ke-k faktor waktu persilangan

eijk = galat percobaan

Evaluasi Hasil Persilangan

Daya gabung dianalisis dengan menggunakan prosedur analisis dialel yang dikemukakan oleh Simmonds dan Smartt (1999). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :

AB B A

AB X G G S

X = + + +

dimana :

XAB = rata-rata atas n ulangan dari keturunan persilangan antara tetua betina

ke-a dan tetua jantan ke-b X = rata-rata populasi

GA = efek daya gabung umum dari tetua ke-a

GB = efek daya gabung umum dari tetua ke-b

SAB = efek daya gabung khusus dari persilangan tetua ke-a dan tetua ke-b

Efek DGU tetua ke-a dihitung menggunakan rumus Simmonds dan Smartt (1999) sebagai berikut :

(

)

(

2

)

2 2 − +

    + + = N N T N aa T G A A

Efek DGK masing- masing hasil persilangan tetua ke-a dan ke-b dihitung menggunakan rumus Simmonds dan Smartt (1999) sebagai berikut :

(

2

)

2 + − − − = N N T G G X

(44)

Pendugaan nilai jumlah kuadrat dari daya gabung umum dan daya gabung khusus berturut-turut dihitung menggunakan persamaan yang diberikan oleh Singh dan Chaudhary (1979) sebagai berikut :

(

)

     + +

=

2 2

. .. 4 2 1 Y p Y Y p

JKdgu i ii

(

) ( )( )

∑∑

+ + + +

+ −

= 2 2

. 2 .. 2 1 2 2 1 Y p p Y Y p Y

JKdgk ij i ii

Fhit dari DGU dan DGK masing- masing menggunakan rumus berik ut :

dgk dgu db db KT KT F dgu

g a l a t d g u, ] = [ : galat dgk db db KT KT F dgk

g a l a t d g k, ] = [

:

Sidik Ragam untuk Analisis Daya Gabung Metode 2

SK Db JK KT E KT

DGU p-1 JKdgu KTdgu s2e + s2dgk + (p+2)s2dgu

DGK P(p-1)/2 JKdgk KTdgk s2e + s2dgk

Galat (r-1)[(p-1)+p(p-1)/2] JKgalat KTgalat s2e

Berdasarkan tabel sidik ragam untuk analisis daya gabung Metode 2 di atas, maka komponen ragam dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

s2e = KTgalat s2dgk = KTdgk - KTgalat s2dgu=(KTdgu – KTdgk)/p+2

Komponen genetik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh Singh dan Chaudhary (1979), sebagai berikut :

s2dgu = ½ s2A dan s2dgk = s2D

Uji beda nyata antara DGU tetua-tetua dan antara masing- masing DGK hibrida silang tunggal dilakukan dengan menggunakan uji beda kritis (Critical Difference = CD) dengan rumus sebagai berikut :

0.05 0.05 ragam x t

x t E. S.

(45)

Nilai duga heritabilitas arti sempit dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan Roy (2000) sebagai berikut :

e DGK DGU DGU HNS 2 2 2 2 2 2 2 σ σ σ σ + + = dimana :

H2NS = Nilai duga heritabilitas arti sempit

σ2

DGU = Ragam Daya Gabung Umum σ2

DGK = Ragam Daya Gabung Khusus σ2

e = Ragam eror

Gejala heterosis untuk masing- masing karakter yang diamati dihitung menurut Hallauer dan Miranda (1981) sebagai berikut :

1. Heterosis F1 dibandingkan dengan tetua terbaiknya (High-Parent)

x100% HP

HP F H= 1−

2. Heterosis F1 dibandingkan dengan rata-rata kedua tetuanya (Mid-Parent)

x100% MP

MP F H= 1− dimana :

H = Pendugaan heterosis (%) F1 = Rata-rata nilai hibrida

HP = Rata-rata nilai tetua terbaik MP = Rata-rata nilai kedua tetua

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

(46)

genotipe IPB 5, beberapa tanaman mengalami kerebahan karena lubang tanam yang terlalu dangkal dan perawakan tanaman yang terlalu tinggi. Serangan hama belalang dijumpai pada beberapa genotipe, tetapi tidak sampai merusak.

Pada tahap kegiatan persilangan, bunga fertil pertama muncul pada saat yang tepat dimana curah hujan mencukupi untuk merangsang munculnya bunga hermafrodit, sehingga kegiatan persilangan mudah untuk dilakukan. Pada saat dilakukan kegiatan persilangan, suhu udara pagi hari dan sore hari relatif stabil yaitu berkisar antara 21-33 ºC. Kondisi seperti ini yang menyebabkan persentase keberhasilan persilangan menjadi bertambah hingga mencapai hampir 50%.

Pada tahap kegiatan evaluasi hasil persilangan, beberapa nomor persilangan, terutama yang melibatkan genotipe IPB 1 dan PB 000201, di awal pertumbuhannya banyak terserang hama belalang. Akibat dari serangan hama belalang ini, pertumbuhan nomor-nomor hibrida persilangan tersebut menjadi terhambat. Setelah dilakukan pengendalian HPT, pertumbuhannya kembali normal.

Karakterisasi Tetua Karakter Kuantitatif

Hasil sidik ragam terhadap peubah-peubah yang diamati memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata hampir pada semua peubah yang diamati, kecuali pada peubah umur panen. Nilai koefisienan keragaman dari peubah-peubah yang diamati pun cenderung kecil. Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk peubah-peubah yang diamati ditampilkan pada Tabel 3.

.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Peubah F-Hit KK

Tinggi Tanaman Umur 5 BST 6.24** 15.91

Diameter Batang Umur 5 BST 3.32* 19.35

Panjang Petiole Umur 5 BST 8.06** 8.74

Panjang Daun Umur 5 BST 8.98** 7.39

Lebar Daun Umur 5 BST 6.20** 8.91

Tinggi Letak Bunga Pertama 11.87** 14.29

(47)

Tinggi Letak Buah Pertama 3.18* 21.34

Umur Panen Buah Pertama 2.11tn 7.96

Ket : * Berbeda nyata pada taraf 5 % **

Berbeda sangat nyata pada taraf 1 %

tn

Tidak berbeda nyata

Keragaan tujuh genotipe pepaya yang dijadikan sebagai tetua untuk peubah tinggi tanaman dan diameter batang pada saat berumur 5 BST disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT terlihat bahwa genotipe PB 000201 dan IPB 5 memiliki perawakan yang tinggi. Kedua geno tipe ini juga memiliki diameter batang terbesar, tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe Str 6-4, IPB 10 dan PB 000174. Hasil analisis korelasi (Lampiran 2) memperlihatkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara tinggi tanaman dengan diameter batang (r=0.58). Genotipe yang memiliki perawakan yang tinggi cenderung diikuti dengan diameter batang yang besar. Hal ini dapat dipahami karena dengan batang yang tinggi diperlukan diameter batang yang besar untuk menghindari terjadinya kerebahan tanaman.

Tabel 4. Tinggi Tanaman dan Diameter Batang Tujuh Genotipe Pepaya

Genotipe Tinggi Tanaman (cm) Diameter Batang (cm)

IPB 1 118.13c 5.50bc

IPB 5 155.13ab 6.40abc

IPB 6 110.50c 4.98c

IPB 10 114.75c 7.40ab

PB 000174 134.50bc 6.45abc

PB 000201 176.38a 8.38a

Str 6-4 107.38c 7.70a

Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

(48)

mengakibatkan jumlah populasi persatuan luas semakin berkurang dan dapat menurunkan produksi/ha.

Tabel 5. Penampilan Panjang Petiole, Panjang Daun dan Lebar Daun Tujuh Genotipe Pepaya

Genotipe Panjang Petiole

(cm)

Panjang Daun (cm)

Lebar Daun (cm)

IPB 1 72.50c

52.25b 54.75b

IPB 5 71.50c 54.25b 56.25b

IPB 6 74.25c 66.00a 69.25a

IPB 10 98.50a

66.75a 71.75a

PB 000174 79.75bc 56.75b 59.25b

PB 000201 82.50bc 58.75b 59.50b

Str 6-4 90.75ab 69.25a 69.00a

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Hasil analisis korelasi untuk peubah panjang petiole, panjang daun dan lebar daun menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat nyata (Lampiran 2). Nilai koefisien korelasinya pun besar yaitu 0.65, 0.74 dan 0.86, berturut-turut untuk panjang petiole dengan panjang daun, panjang petiole dengan lebar daun dan panjang daun dengan lebar daun.

Tabel 6. Tinggi Letak Bunga dan Buah Pertama serta Umur Bunga Fertil dan Panen Buah Pertama Tujuh Genotipe Pepaya

Genotipe Tinggi Letak Bunga Pertama (cm) Tinggi Letak Buah Pertama (cm) Umur Bunga Fertil Pertama (HST) Umur Panen Buah Pertama (HST)

IPB 1 77.63b 85.50ab 117.88ab 262.63 IPB 5 68.50bc 86.63ab 92.38bc 245.83 IPB 6 82.00b 86.00ab 137.83a 282.00 IPB 10 41.88d 55.50c 66.25c 236.00 PB 000174 69.33bc 84.00ab 74.00c 247.00 PB 000201 106.00a 106.25a 102.50abc 258.25 Str 6-4 57.25cd 71.00bc 95.13bc 256.88

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

[image:48.596.107.516.166.292.2]
(49)

lapangan memperlihatkan bahwa buah pertama genotipe IPB 10 sampai menyentuh permukaan tanah. Namun demikian, ketujuh genotipe pepaya tersebut memiliki potensi sebagai tanaman yang low bearing berdasarkan kriteria IBPGR (1988) yang menyebutkan bahwa tanaman pepaya yang memiliki kedudukan letak buah pertamanya < 1 m tergolong tanaman yang low bearing, antara 1-1.5 m tergolong intermediate dan > 2 m tergolong high bearing.

Hasil sidik ragam pada peubah umur berbunga fertil pertama menunjukkan perbedaan yang nyata diantara tujuh genotipe pepaya yang digunakan, tetapi tidak pada peubah umur panen buah pertama (Tabel 6). Pada penelitian ini semua genotipe termasuk tanaman yang berumur ge njah berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Balitbu (2003). Kekecualian pada genotipe IPB 6 yang memiliki umur berbunga fertil pertama = 120 HST. Namun demikian seluruh genotipe pepaya yang dijadikan sebagai tetua pada penelitian ini umur petiknya masih terlalu lama yaitu = 105 hari setelah berbunga.

Hasil analisis korelasi (Lampiran 2) menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang nyata antara tinggi letak bunga pertama dengan tinggi letak buah pertama (r=0.60). Hal yang sama juga ditemui antara umur berbunga fertil pertama dengan umur panen buah pertama (r=0.58). Genotipe IPB 10 dan Str 6-4 yang memiliki letak bunga fertil pertama yang rendah ternyata juga memiliki letak buah pertama yang rendah pula. Untuk umur berbunga fertil pertama dan umur panen buah pertama, genotipe IPB 10 dan PB 000174 yang memiliki umur berbunga tercepat juga memiliki umur panen tercepat. Korelasi positif yang nyata juga ditemui antara tinggi letak bunga pertama dengan umur berbunga fertil pertama (r=0.55), begitu juga antara letak buah pertama dengan umur panen buah pertama (r=0.51). Artinya genotipe yang letak bunga dan buah pertamanya rendah cenderung memiliki umur berbunga dan umur panen yang cepat.

Karakter Kualitatif

(50)

analisis kluster menunjukkan bahwa tingkat kemiripan tertinggi diantara ketujuh genotipe yang dijadikan sebagai tetua hanya mencapai 41.02% yang dimiliki oleh pasangan genotipe IPB 1 dengan PB 000201 (Gambar 1). Perbedaan diantara kedua genotipe ini hanya terletak pada tipe pembungaan dan warna daging buah. Genotipe IPB 1 merupakan tanaman andromonoecious dengan tipe pembungaan yang solitary (tunggal) dan warna daging buah merah, sedangkan genotipe PB 000201 merupakan tanaman andromonoecious dengan tipe pembungaan yang inflorescens (majemuk) dan warna daging buah kuning (Tabel 7).

PB 000174 Str 6-4

IPB 10 IPB 6

IPB 5 PB 000201 IPB 1

15.80

43.86

71.93

100.00

Similarity (%)

Genotipe

Gambar 1. Dendogram Hasil Karakterisasi Tujuh Geneotipe Pepaya

(51)
[image:51.842.88.747.132.480.2]

Tabel 7. Hasil Karakterisasi Karakter Kualitatif Tujuh Genotipe Pepaya Berdasarkan Buku Descriptors for Papaya

Karakter IPB 1 IPB 5 IPB 6 IPB 10 PB 000174 PB 000201 Str 6-4

1. Warna Batang Hijau Keabuan Hijau Keabuan Hijau Keabuan Hijau Keunguan Hijau Keabuan Hijau Keabuan Hijau Keabuan

2. Warna Petiole Hijau

Keunguan Hijau Hijau Ungu

Hijau Keunguan

Hijau

Keunguan Hijau 3. Bentuk Gerigi

Daun Concave Concave Concave Concave Concave Concave Concave

4. Bentuk Sinus Daun Slightly Closed Slightly Closed Slightly Closed Slightly Cclosed Slightly Closed Slightly Closed Strongly Closed 5. Tipe Seks

Tanaman Andro monoecious Andro monoecious Andro monoecious Andro

monoecious Dioecious

Andro monoecious

Andro monoecious 6. Tipe Pembungaan Solitary Inflorescens Inflorescens Inflorescens Inflorescens Inflorescens Inflorescens

7. Warna Bunga Krem Krem Krem Kuning

Keunguan Krem Krem Krem 8. Umur Berbunga Dalam Sedang Dalam Genjah Genjah Dalam Sedang

9. Bentuk Buah Pear Blossom end

Tapered Elongata Elongata Round Pear Elongata 10. Warna Kulit

Buah Hijau

Hijau Gelap

Hijau Gelap

Hijau

Gelap Hijau Hijau Hijau 11. Warna Daging

Buah Merah Jingga Merah Jingga Kuning Kuning Jingga

12. Bentuk Rongga Buah

Slighthly Star Shaped

Angular Slighthly Star

Shape Angular Star Shape

Slighthly Star

Shape Angular 13. Daya Simpan

Buah Intermediate Short Long Intermediate Long Intermediate Short 14. Perawakan

Tanaman Low bearing Low bearing Intermediate Low bearing Low bearing Low bearing Low bearing

(52)

29

Secara umum terdapat dua kelompok genotipe dari tujuh genotipe pepaya yang digunakan sebagai tetua (Gambar 1). Tingkat kemiripan antara kelompok genotipe yang satu dengan yang lainnya hanya sebesar 15.80%. Genotipe-genotipe yang termasuk ke dalam kelompok 1 adalah IPB 1, PB 000201, IPB 5 dan IPB 6, sedangkan genotipe-genotipe yang termasuk ke dalam kelompok 2 adalah IPB 10, Str 6-4 dan PB 000174.

Tingkat Keberhasilan Persilangan

Kegiatan persilangan mulai dilakukan pada pertengahan bulan Juli 2004 sampai pertengahan bulan September 2004. Total persilangan yang dilakukan adalah 148 persilangan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara persentase keberhasilan persilangan yang dilakukan pada pagi hari dengan sore hari. Persentase keberhasilan persilangan yang dilakukan pada pagi hari sama baiknya dengan sore hari, masing- masing sebesar 42.16 dan 48.33% (Tabel 8). Hal ini berarti persilangan pada pepaya dapat dilakukan pada pagi hari maupun sore hari.

Tabel 8. Persentase Keberhasilan Persilangan Berdasarkan Waktu Persilangan

Waktu Persilangan Keberhasilan (%)

Pagi 42.16

Sore 48.33

(53)

30

sempurna rudimenter dan bunga jantan, tidak berbeda nyata masing- masing sebesar 86.20, 86.70 dan 82.70%.

Hasil persentase keberhasilan persilangan yang diperoleh pada penelitian ini diduga disebabkan faktor lingkungan, khususnya suhu udara pada saat dilakukan persilangan. Pada penelitian ini, saat dilakukan persilangan suhu udara berkisar antara 21-33 ºC dengan kelembaban udara berkisar 77-90%. Faktor inilah yang menyebabkan persentase keberhasilan persilangan pada pepaya yang dilakukan di pagi hari sama baiknya dengan yang dilakukan di sore hari. Menurut Magdalita et al. (1998) viabilitas serbuk sari pepaya terbaik diperoleh pada saat suhu udara berkisar antara 20-30 ºC.

Evaluasi Hibrida Persilangan Analisis Daya Gabung

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) untuk semua peubah-peubah yang diamati yang meliputi karakter-karakter vegetatif, generatif, produksi dan kualitas buah menunjukkan perbedaan penampilan yang nyata dari genotipe-genotipe yang diuji, sehingga analisis ragam untuk daya gabung dapat dilakukan untuk semua peubah tersebut. Tabel 9 memperlihatkan bahwa hasil sidik ragam DGU dan DGK untuk semua peubah yang diamati berbeda sangat nyata kecuali untuk DGK pada peubah panjang petiole dan panjang daun. Menurut Sujiprihati et al. (2001); Nigussie dan Zelleke (2001) dan Kaya (2005) perbedaan yang nyata pada ragam DGU dan DGK mengindikasikan bahwa aksi gen aditif dan non-aditif mempengaruhi pada penurunan sifat-sifat yang diamati tersebut.

Karakter Vegetatif

(54)

31

Tabel 9. Rekapitulasi Nilai Ragam Daya Gabung Umum dan Daya Gabung Khusus

Peubah s2

DGU s2 DGK s2 DGU/s2 DGK

Tinggi Tanaman Umur 5 BST 121.70** 43.97** 2.77 Diameter Batang Umur 5 BST 0.02** 0.13** 0.15 Panjang Petiole Umur 5 BST 12.01** 7.21tn 1.67 Panjang Daun Umur 5 BST 4.68** 4.06tn 1.15 Lebar Daun Umur 5 BST 8.42** 11.00* 0.77 Tinggi Letak Bunga Pertama 19.52** 27.92** 0.70 Umur Berbunga Fertil Pertama 7.24** 20.56** 0.35 Tinggi Letak Buah Pertama 8.60** 98.14** 0.09 Umur Panen Buah Pertama 12.21** 111.96** 0.11 Jumlah Buah Umur 7 BST 2.45** 6.96** 0.35

Panjang Buah 9.90** 10.27** 0.96

Diameter Buah 0.08** 1.21** 0.07

Bobot Buah 62.69** 40.50** 1.55

Tebal Daging Buah 0.02** 0.04** 0.50

Kandungan PTT 1.14** 1.15** 0.99

Jumlah Biji -2507.59** 42483.72** -0.06

Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda sangat nyata pada taraf 1%, tnTidak berbeda nyata

Peubah tinggi tanaman pada pepaya diduga diturunkan secara genetik dan ada pengaruh dari faktor lingkungan. Sujiprihati dan Sulistyo (2004) dan Saryoko

et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan tinggi tanaman pepaya yang terjadi di lapangan lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Nilai duga heritabilitas arti luas untuk peubah tinggi tanaman ini tergolong tinggi (H2bs > 0.70). Pada penelitian

ini, berdasarkan hasil karakterisasi tetua, genotipe IPB 5 dan PB 000201 memiliki penampilan tanaman yang tertinggi. Hibrida yang melibatkan kedua genotipe tersebut juga memiliki penampilan yang tinggi (> 100 cm).

[image:54.596.111.509.108.345.2]
(55)

32

Tabel 10. Penampilan Tinggi Tanaman, Diameter Batang, Panjang Petiole, Panjang Daun dan Lebar Daun 28 Nomor Persilangan Pepaya

Gambar

Tabel 1. Skoring Karakter-karakter Kualitatif
Tabel 1. (Lanjutan) Skoring Karakter-karakter Kualitatif
Tabel 6. Tinggi Letak Bunga dan Buah Pertama serta Umur Bunga Fertil dan Panen Buah Pertama Tujuh Genotipe Pepaya
Tabel 7. Hasil Karakterisasi Karakter Kualitatif Tujuh Genotipe Pepaya Berdasarkan Buku Descriptors for Papaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis Learning Cycle 5-E pada materi sistem pernapasan yang dihasilkan layak untuk digunakan

Desain pakaian para awak kabin PT Garuda Indonesia, Tbk berguna sebagai salah satu bentuk pesan komunikasi nonverbal untuk menarik perhatian masyarakat yang melihat mereka

Makanan dan pakaian sering dipakai sebagai ungkapan untuk kebutuhan hidup sehari-hari (band. 6:25).Yang manapun penafsirannya, yang jelas disini tidak ada unsur

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang

Kemudian As - Sunnah (Hadis) merupakan sumber kedua dalam Islam. Hadis merupakan penjelasan - penjelasan dari Nabi dalam merealisasikan kehidupan berdasar Al -

Dari adanya kendala-kendala yang mempengaruhi implementasi kebijakan Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas II A Pontianak dalam melakukan kerjasama dengan

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan

Bagi mahasiswa kegiatan ini diharapkan dapat menarik minat (memotivasi dan aktif) serta memudahkan memahami dan menyerap mata kuliah Pengantar Ekonomi Mikro,