• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

D. Bahan

Emulsifying agent merupakan surfaktan yang dapat mengurangi

tegangan permukaan antara minyak dan air, sehingga energi permukaan dapat

berkurang melalui pembentukan droplet. Setiap surfaktan memiliki nilai HLB

yang berbeda-beda. Surfaktan dengan nilai HLB tinggi digunakan untuk

meningkatkan kelarutan minyak pada medium air. Bagian lipofil dari

surfaktan akan menjebak minyak ke dalam bagian lipofil dari misel.

Sedangkan bagian hidrofil dari surfaktan akan mengelilingi droplet minyak

(Allen,2002).

Surfaktan yang dikombinasikan dengan surfaktan lain dapat

menghasilkan emulsi yang lebih stabil daripada emulsi dengan surfaktan

tunggal. Kombinasi surfaktan membutuhkan rasio dan proporsi yang tepat

sehingga didapatkan nilai HLB yang sesuai (Allen, 2002).

a. Polyoxyethylene Sorbitan Fatty Acid Ester (Tween 20)

Tween 20 merupakan surfaktan non ionik yang banyak digunakan

sebagai emulsifying agent pada preparasi emulsi minyak dalam air. Tween

20 yang dikombinasikan dengan emulsifying agent lain digunakan pada

konsentrasi antara 1-10%. Tween 20 memiliki bau yang khas dan pada

suhu 25o C memiliki warna kuning. Nilai HLB dari tween 20 adalah 16,7 (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009).

b. Sorbitan Esters (Span 20)

Tween 20 merupakan surfaktan non ionik yang umumnya

digunakan sebagai emulsifying agent pada preparasi krim, emulsi dan

salep untuk sediaan topikal. Span biasanya dikombinasikan dengan tween

menggunakan perbandingan tertentu untuk menghasilkan emulsi air dalam

minyak atau minyak dalam air. Konsentrasi span yang digunakan sebagai

emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air ketika dikombinasikan

dengan emulsifying agent lain yaitu 1-10%. Nilai HLB dari Span 20 adalah

4,7 (Rowe et al., 2009).

2. Gelling agent

Karbopol merupakan polimer sintetis dari asam akrilat yang mana

membentuk crosslinked dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaeritritol.

Karbopol mengandung antara 52% dan 68% gugus asam karboksilat (COOH).

Karbopol memiliki fungsi antara lain sebagai emulsifying agent, gelling agent

dan stabilizing agent. Konsentrasi karbopol yang digunakan sebagai gelling

agent pada sediaan yaitu antara 0,5-2%. Karbopol akan mengalami

dekomposisi ketika dipanaskan pada suhu 260o C selama 30 menit. Gel dapat disterilisasi menggunakan autoklaf dengan sedikit perubahan pada viskositas

atau pH (Rowe et al., 2009).

Penambahan air pada karbopol menyebabkan polimer membesar pada

media air dan membentuk jaringan gel. Dengan adanya penambahan amin

organik sebagai agen netralisasi memungkinkan karbopol menjadi lebih kental

3. Triethanolamin

Triethanolamin merupakan alkalizing agent yang dapat digunakan

sebagai pembentuk karbopol. Karbopol menjadi akan lebih kental ketika

dinetralisasi pada ph 6-11. Karbopol dapat dinetralisasi menggunakan amin

organik seperti triethanolamin (Rowe et al., 2009).

4. Parafin Cair

Parafin cair atau bisa disebut dengan mineral oil digunakan sebagai

fase minyak. Pada emulsi minyak dalam air digunakan sebagai emollient

sedangkan pada formulasi kapsul dan tablet digunakan sebagai lubrikan.

Konsentrasi parafin cair yang dipakai pada sediaan emulsi topikal antara

1-32%. Parafin cair dapat disterilisasi dengan metode panas kering (Rowe et al.,

2009).

5. Propilen Glikol

Propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan pada sediaan

topikal dengan konsentrasi yang digunakan yaitu kurang lebih 15%. Fungsi

lain dari propilen glikol yaitu disinfektan, pengawet dan solvent. Pada sediaan

topikal, propilen glikol dapat dikategorikan sebagai iritan rendah. Propilen

glikol yang berbentuk larutan dapat disterilisasi menggunakan autoklaf (Rowe

et al., 2009).

6. Pengawet

Metil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba pada sediaan

topikal dengan konsentrasi antara 0,02-0,3%. Aktivitas antimikroba pada metil

disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 120oC selama 20 menit tanpa mengalami dekomposisi (Rowe et al., 2009).

Propil paraben digunakan secara luas sebagai antimikroba pada

kosmetik, makanan dan formulasi farmasetika. Konsentrasi yang digunakan

paraben pada sediaan topikal yaitu antara 0,01-0,6%. Aktivitas propil paraben

dapat meningkat dengan penggunaan kombinasi dengan pengawet lain seperti

metil paraben. Penggunaan campuran paraben sering digunakan pada

formulasi topikal dan oral. Larutan propil paraben pada pH 3-6 dapat

disterilisasi menggunakan autoklaf tanpa mengalami dekomposisi (Rowe et

al., 2009).

7. Alkohol

Alkohol digunakan secara luas pada formulasi farmasetika dan

kosmetik. Alkohol umumnya digunakan sebagai pelarut, selain itu dapat juga

digunakan sebagai desinfektan dan pengawet antimikroba. Konsentrasi

alkohol yang digunakan sebagai pelarut pada sediaan topikal yaitu antara

60-90%. Larutan alkohol dapat disterilisasi menggunakan autoklaf atau

menggunkan metode filtrasi (Rowe et al., 2009).

8. Aquadest

Aquadest memiliki sifat berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak

berbau dan tidak mempunyai rasa. Aquadest atau air suling dibuat dengan

proses penyulingan. Penyimpannya pada wadah yang tertutup baik (Dirjen

E. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan pendestruksian seluruh organisme hidup termasuk

spora. Pemilihan metode sterilisasi sediaan farmasetika didasarkan pada bahan

sediaan dan preparasinya. Terlepas dari metode yang digunakan, sediaan

farmasetika harus lulus uji sterilitas untuk membuktikan efektifitas dari sediaan

tersebut. Terdapat lima metode sterilisasi yang digunakan untuk produk

farmasetika yaitu sterilisasi panas basah, sterilisasi panas kering, filtrasi, sterilisasi

gas dan sterilisasi radiasi (Ansel et al., 2009).

Sterilisasi panas basah dapat dilakukan dengan menggunakan autoklaf.

Banyak produk farmasetika tidak tahan panas sehingga tidak dapat disterilisasi

menggunakan metode panas kering yang biasanya membutuhkan suhu sekitar

170o C. Ketika pemanasan dilakukan di bawah kondisi atmosfer, suhu yang dicapai tidak dapat lebih dari 100o C, sehingga peningkatan tekanan dibutuhkan untuk dapat mencapai suhu lebih dari 100o C. Tekanan hanya dibutuhkan untuk meningkatkan suhu sistem namun tidak membantu mempengaruhi proses

pembunuhan mikroorganisme, yang mempengaruhi proses pembunuhan

mikroorganisme adalah suhu. Pada umumnya sterilisasi panas basah dilakukan

pada suhu 121o C (Ansel et al., 2009).

Sediaan topikal semisolid yang bertujuan untuk mengobati luka terbuka

atau luka bakar, produk sekali pakai, harus berbentuk sediaan steril. Metode

jenis wadah. Uji sterilitas perlu dilakukan pada wadah untuk menguji kerapatan

wadah dalam melindungi sediaan steril (Benson et al., 2012).

Penambahan polimer pada sediaan steril digunakan untuk meningkatkan

viskositas dan stabilitasnya. Sediaan steril baik semisolid maupun cairan dengan

viskositas tinggi tidak dapat disterilisasi secara filtrasi, melainkan menggunakan

metode sterilisasi panas. Namun, sterilisasi dengan panas dapat mempengaruhi

reologi dari sediaan berpolimer. Adanya pemanasan dapat menurunkan viskositas

dari sediaan (Bindal et al., 2003).

F. Uji sifat fisis

Viskositas adalah suatu pernyataan pertahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, semakin tinggi viskositas akan semakin besar tahanannya.

Penggolongan bahan menurut tipe aliran dan deformasinya dibagi menjadi dua

yaitu, sistem Newton dan sistem non-Newton. Tipe alir plastis, pseudoplastis, dan

dilatan termasuk dalam sitem non-Newton (Martin, Swarbick dan Cammarata,

1983).

Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di

tempat aplikasi. Besarnya daya sebar bergantung pada viskositas sediaan. Dengan

meningkatnya viskositas sediaan maka waktu retensi sediaan pada tempat aplikasi

juga meningkat, namun kemampuan menyebar sediaan tersebut akan menurun.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama

Salah satu uji yang digunakan untuk menguji daya sebar adalah

parallel-plate method. Parallel-plate method merupakan metode yang paling banyak

digunakan untuk mengukur daya sebar suatu sediaan semisolid. Kelebihan metode

ini adalah sederhana. Namun metode ini memiliki kekurangan yaitu kurang presisi

dan pembacaan data yang subyektif (Garg et al., 2002).

G. Landasan Teori

Manggis mengandung xanthone yang telah terbukti secara ilmiah memiliki

beragam manfaat. Salah satu khasiat xanthone adalah sebagai anti bakteri dan alfa

mangostin merupakan salah satu komponen utama pada xanthone yang memiliki

aktivitas anti bakteri paling besar. Berdasarkan khasiatnya sebagai anti bakteri,

ekstrak kulit manggis dapat diformulasikan sebagai sediaan anti jerawat yang

dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis. Alfa

mangostin memiliki kelarutan yang rendah di air sehingga cocok dibuat dalam

bentuk sediaan emulgel dengan tipe emulsi o/w, selain itu adanya gelling agent

dapat meningkatkan stabilitas sediaan.

Emulgel merupakan sediaan topikal gabungan dari dua sistem yaitu sistem

emulsi di dalam sistem gel. Sistem emulsi ini menggunakan emulsifying agent

tween 20 dan span 20 dimana merupakan surfaktan non ionik dan menggunakan

Karbopol 940 sebagai gelling agent. Kelebihan emulgel antara lain, dapat

bercampur dengan obat yang bersifat hidrofob, mudah dibersihkan, mudah

Sediaan topikal semisolid yang ditujukkan untuk mengobati luka terbuka

atau luka bakar harus berbentuk sediaan steril. Salah satu metode yang digunakan

untuk sterilisasi adalah metode panas basah dengan mengggunakan autoklaf.

Sterilisasi dengan panas dapat mempengaruhi reologi dari sediaan berpolimer

yang ditandai dengan penurunan viskositas sediaan tersebut.

H. Hipotesis

Suhu dan lama sterilisasi metode panas basah berpengaruh terhadap

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimental murni

karena adanya perlakuan khusus pada setiap subyek uji (emulgel ekstrak kulit

manggis) dengan rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah suhu dan lama

proses sterilisasi menggunakan autoklaf.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah

viskositas dan daya sebar emulgel ekstrak kulit manggis.

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali pada penelitian

ini adalah keaseptisan kerja, formula sediaan, jenis dan ukuran mixer, suhu

pencampuran.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali pada

penelitian ini adalah suhu ruangan pada saat proses pembuatan emulgel.

2. Definisi operasional

a. Ekstrak kulit manggis adalah ekstrak yang dibuat dari kulit manggis

b. Emulgel ekstrak kulit manggis adalah sediaan topikal semisolid hasil

emulsifikasi Tween 20 dan Span 20 sebagai emulsifying agent dan

karbopol 940 sebagai gelling agent dengan penambahan ekstrak kulit

manggis 3% pada 100 gram sediaan untuk mengobati jerawat yang dibuat

sesuai dengan prosedur pada penelitian ini.

c. Sterilmerupakan kondisi bebas dari bakteri.

d. Sterilisasi adalah usaha penghilangan jasad renik dari suatu benda atau

bahan tertentu.

e. Sterilisasi panas basah merupakan salah satu metode sterilisasi yang

menggunakan uap air panas, dengan menggunakan autoklaf.

f. Lama sterilisasi merupakan durasi dilakukannya sterilisasi sediaan dalam

suhu dan tekanan yang tetap.

g. Suhu sterilisasi merupakan suhu yang digunakan selama sterilisasi sediaan

dilakukan.

h. Viskositasadalah tahanan emulgel untuk mengalir.

i. Daya sebar adalah kemampuan emulgel untuk menyebar pada permukaan

tertentu setelah pemberian tekanan.

C. Alat Penelitian

Alat-alat gelas (beaker glass, kaca pengaduk, erlenmeyer), mortir, neraca

digital, waterbath, pipet ukur, cawan petri, tabung reaksi, mixer merk Philip

modifikasi (Elecsa,USD), viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, alat

D. Bahan

Ekstrak kering kulit buah manggis yang diperoleh dari PT. Borobudur,

Karbopol 940 sebagai gelling agent, paraffin cair, Tween 20 dan Span 20 (kualitas

farmasetis) sebagai emulsifying agent, propilen glikol, metil paraben, propil

paraben, aquadest, media nutrient agar (NA) (Oxoid), R 3.0.1.

Dokumen terkait