• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli 2015 sampai Desember 2015, bertempat di kebun percobaan IPB, desa Cikarawang, Darmaga, Bogor, Indonesia dengan letak geografi 6o30 – 6o45’ LS dan 106o30’-106o45’ BT, pada 250 m dpl. Analisis tanah dan hara daun dilaksanakan di Laboratorium terpadu Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisis pascapanen tanaman dilakukan di laboratorium pascapanen dan laboratorium mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Uji fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain benih tempuyung, arang sekam, abu sekam, kapur, pupuk kandang ayam petelur, pupuk organik kascing, pupuk urea, SP-36, KCl, tray. Selanjutnya bahan-bahan kimia untuk analisis laboratorium yaitu metanol, etanol, Tris-HCl, AlCl3, potasium asetat, KH2PO4, asetonitril, DPPH, L-ascorbic acid, akuabides, H2SO4, saring vakum, saring Whatman 0.22 µm, kertas saring Whatman No.02, standar luteolin, kuersetin (Sigma Aldrich). Alat yang digunakan adalah penggaris, termometer minimum- maksimum, printer canon MP 230, timbangan merk Kern ALJ220-4, digital microscope, oven merk Sanyo, magnetic stirrer, waterbath, shimadzu UV-1800

spektrofotometer (Japan), sentrifuge heraeus labofuge-400R, Hitachi Uv High Performance Liquid Cromatogrhaphy (HPLC) Hitachi LaChrom Elite L-200 series dengan kolom Zorbax SB C-18 (Japan).

Metode Penelitian

Penelitian terbagi atas dua percobaan terpisah yaitu secara organik dan konvensional secara terpisah yang masing-masing disusun dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor tunggal yaitu waktu panen daun (Tabel 6). Terdapat 4 perlakuan yang masing-masing diulang 3 kali dan diperoleh 12 unit percobaan sehingga total terdapat 24 unit percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 25 tanaman termasuk 5 tanaman sebagai tanaman contoh. Perlakuan panen meliputi :

Tabel 6 Perlakuan waktu panen tempuyung

Kode perlakuan

Fase vegetatif Fase generatif

Vegetatif (Awal pemanjangan batang) Awal pembentukan kuncup bunga Berbunga dan menghasilkan biji W1 Panen daun

bawah (B) Panen daun atas (A)

W2 Panen daun

bawah (B) Panen daun atas (A)

W3 Panen daun bawah +

daun atas (B+A)

W4 Panen daun bawah +

daun atas (B+A)

Gambar 10 Ilustrasi komponen panen daun tempuyung

(A

Model statistik untuk rancangan acak kelompok lengkap sebagai berikut : Yij = + αi + βj + εij

Dimana

i : 1,2,3,4 dan j : 1,2,3

Yij : Produksi tanaman dari perlakuan waktu panen ke-i dan kelompok ke-j : Rataan umum hasil pengamatan

αi : Pengaruh perlakuan waktu panen ke-i βj : Pengaruh kelompok ke-j

εij : Pengaruh acak pada perlakuan waktu panen ke-i dan kelompok ke-j Pelaksanaan Penelitian

Persiapan bahan tanam. Benih tempuyung disemai dalam tray penyemaian dengan media campuran arang sekam dan pupuk kascing (1:1/v:v). Benih disemai dengan cara disebar pada tray yang telah disiapkan, kemudian ditutup tipis dengan media tanam. Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman setiap pagi hari dan pencabutan gulma apabila terdapat gulma yang tumbuh. Setelah bibit berumur 4 minggu, dilakukan penjarangan di setiap lubang tray hingga mendapatkan satu bibit per lubang tanam. Bibit dipelihara di tray selama 8 minggu untuk mendapatkan bibit yang siap dipindahkan ke lahan.

Persiapan lahan. Lahan terlebih dahulu diolah dan dibersihkan dari gulma kemudian dibuat petakan dengan ukuran panjang 2 m, lebar 1.5 m dan tinggi 20 cm sebanyak 15 petak untuk masing-masing percobaan dengan jarak antar petak berupa selokan dengan lebar 50 cm. Percobaan secara organik menerapkan cara pemupukan dasar yang dilakukan dua minggu sebelum tanam. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk kandang ayam petelur sebanyak 250 g untuk setiap tanaman atau setara dengan dosis 21 ton.ha-1. Pada percobaan di lahan konvensional dilakukan aplikasi pupuk kandang ayam petelur dengan dosis 5 ton.ha-1 pada dua minggu sebelum tanam. Aplikasi pupuk kandang sebelum tanam dengan cara di alur di sekitar lubang tanam. Aplikasi kapur dan arang sekam juga dilakukan pada kedua lahan percobaan dengan dosis masing-masing 1 ton.ha-1 satu minggu sebelum pindah tanam dengan cara ditebar pada permukaan tanah kemudian dicangkul dan ditutup tipis dengan tanah.

Penanaman. Bibit tempuyung yang berumur delapan minggu selanjutnya ditanam di petak percobaan dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, sehingga terdapat 25 tanaman dalam satu petak percobaan. Bibit yang ditanam adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam pada saat pembibitan. Dilakukan penyulaman apabila terdapat bibit yang mati hingga 2 minggu setelah pindah tanam.

Pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lingkungan dan kebutuhan tanaman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di setiap petakan. Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan memperhatikan gejala serangan.

Pemupukan. Aplikasi pupuk pada percobaan konvensional dilakukan pada dua minggu setelah bibit di pindah tanam ke lahan dengan menggunakan pupuk urea, SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 100 kg.ha-1 merujuk pada hasil penelitian Nurhayati et al. (2013). Aplikasi pupuk anorganik pada 2 minggu setelah

pindah tanam dengan cara melarutkan dosis pupuk setiap petakan ke dalam 5 Liter air kemudian dialur di sekitar lubang tanam.

Pemanenan. Perlakuan panen daun bawah pada awal pemanjangan batang dengan cara memetik daun bawah yang tumbuh melingkar diatas permukaan tanah dan kemudian disisakan daun atas sekitar 3 helai yang tumbuh pada batang. Selanjutnya daun atas dipanen sesuai waktu perlakuan dengan cara memotong pangkal batang diatas permukaan tanah. Perlakuan panen daun bawah sekaligus dengan daun atas dilakukan sesuai perlakuan dengan cara memangkas pangkal batang diatas permukaan tanah

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi komponen fisiologis dan pertumbuhan tanaman.

Komponen pertumbuhan tanaman

Analisis komponen pertumbuhan tempuyung dilakukan pada saat pertumbuhan dan setelah panen daun sesuai perlakuan. Komponen analisis meliputi:

1. Peubah pertumbuhan yang diukur setiap minggunya yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun (dihitung pada daun yang telah membuka sempurna), panjang dan lebar daun terpanjang dan diameter tajuk.

2. Pengukuran laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi bersih (LAB). Pengukuran dilakukan pada 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah pindah tanam. Cara mengukur LTR dan LAB yaitu:

ln W2 – ln W1 Laju tumbuh relatif =

T2 – T1 Keterangan:

W1 = Bobot kering pada waktu T1 (g) W2 = Bobot kering pada waktu T2 (g) T1 = Waktu pengamatan awal (minggu) T2 = Waktu pengamatan akhir (minggu)

W2 – W1 ln A2 – ln A1 Laju Asimilasi Bersih = ×

A2 – A1 T2 – T1 Keterangan:

W1 = Bobot kering pada waktu T1 (g) W2 = Bobot kering pada waktu T2 (g) T1 = Waktu pengamatan awal (minggu) T2 = Waktu pengamatan akhir (minggu) A1 = Luas daun total pada waktu T1 (cm2) A2 = Luas daun total pada waktu T2 (cm2)

3. Tebal daun diukur pada saat panen untuk setiap perlakuan. Sampel daun yang digunakan yaitu daun dengan panjang dan lebar tertinggi.

4. Luas daun total diukur pada saat panen dengan menggunakan metode software black spot 1.0 (Varma dan Osuri 2013).

5. Bobot basah dan bobot kering daun, batang dan bunga (g). Pengukuran bobot basah dilakukan sesuai dengan perlakuan dengan cara menimbang hasil pangkasan daun, batang dan bunga yang dihasilkan setiap individu tanaman. Bobot kering daun diukur pada saat panen untuk seluruh perlakuan dengan menggunakan timbangan setelah dioven pada suhu 50 0C selama 3x24 jam. 6. Dilakukan perhitungan produksi flavonoid total tempuyung dengan rumus:

Produksi flavonoid = bobot kering daun (g/tan) x kadar flavonoid total (mg.g-1)

Komponen fisiologis tanaman

Analisis komponen fisiologis tempuyung dilakukan setelah panen daun sesuai perlakuan. Komponen analisis meliputi:

1. Analisis kadar klorofil, antosianin dan karotenoid total daun yang dilakukan dengan mengambil sampel daun segar di setiap perlakuan pada saat panen. Analisis yang digunakan berdasarkan metode Sims dan Gamon (2002) dengan sedikit modifikasi. (Lampiran 1)

2. Analisis kadar flavonoid total dengan metode Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi. Analisis dilakukan dengan mengambil sampel daun kering oven (500 C selama 3x24 jam) pada setiap perlakuan setelah panen. (Lampiran 3)

3. Analisis kapasitas antioksidan dengan menggunakan metode modifikasi Brand- Williams et al. (1995). Sampel daun yang digunakan yaitu sampel daun kering oven (500 C selama 3x24 jam) (Lampiran 4).

4. Analisis kadar nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) daun yang dilakukan saat panen sesuai perlakuan. Sampel daun yang digunakan yaitu sampel daun kering oven. Analisis kadar N total dilakukan dengan menggunakan metode Semi- mikro Kjeldhal. Analisis kadar P dan K menggunakan metode pengabuan kering. Konsentrasi P dan K diukur dengan Spectrophotometer UV-VIS.

5. Analisis kadar luteolin dengan metode Hertog et al. (1992). Sampel daun yang digunakan yaitu sampel daun kering oven (500 C selama 3x24 jam). (Lampiran 5)

Analisis Data

Data hasil pengamatan diuji dengan Statistical Analytical Program (SAS) 9.2 dan apabila dalam sidik ragam pada taraf α=5% terdapat pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). Dilakukan uji korelasi

Pearson untuk melihat hubungan antar peubah pengamatan. Data pada percobaan organik dan konvensional juga diuji dengan uji t-Student untuk membandingkan nilai tengah kedua percobaan.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Kondisi Umum

Penentuan Panen

Penentuan panen daun bawah dilakukan berdasarkan pengamatan visual perkembangan tempuyung. Pertumbuhan daun tempuyung pada awal masa vegetatif berada di atas permukaan tanah dengan membentuk pola roset yaitu daun tumbuh melingkar dekat dengan permukaan tanah (Gambar 11a). Proses perkembangan tempuyung dari fase vegetatif ke fase generatif sebelumnya didahului dengan pemanjangan batang dan pertumbuhan daun pada batang. Perlakuan panen daun secara bertahap dilakukan saat tempuyung mulai menunjukkan pemanjangan batang ± 8 cm (Gambar 11b) karena pada saat tersebut jelas terlihat daun atas yang tumbuh pada batang. Daun bagian bawah dipanen kemudian daun atas akan tumbuh dan bertambah seiring pertumbuhan batang (Gambar 11c).

Gambar 11 Kondisi tanaman tempuyung pada awal pemanjangan batang. (a) keragaan tanaman sebelum dipanen daun bawah; (b) kriteria panen daun bawah; (c) keragaan tanaman setelah dipanen daun bawah Perkembangan tanaman tempuyung sebelum membentuk bunga dan menghasilkan biji diawali dengan pemanjangan batang dan diikuti dengan tumbuhnya daun di sekitar batang. Penentuan perlakuan panen pada awal fase generatif dilakukan saat tanaman mulai membentuk kuncup bunga (Gambar 12a). Sedangkan panen daun pada fase generatif maksimum dilakukan pada saat tempuyung telah menghasilkan biji (Gambar 12b).

(a)

(b)

Gambar 12 (a) Keragaan tanaman tempuyung saat membentuk kuncup bunga (b) Keragaan tanaman tempuyung yang telah berbunga dan membentuk biji

Umur tanaman berdasarkan fase pertumbuhan

Pengamatan terhadap waktu panen daun tempuyung dilakukan untuk mengetahui periode panen daun tempuyung dan melihat interval waktu panen daun bawah dan daun bagian atas (Tabel 7). Data pengamatan diambil berdasarkan waktu panen tanaman sampel pada masing-masing perlakuan. Panen daun pada percobaan organik diketahui lebih cepat dibandingkan penanaman konvensional. Hal tersebut disebabkan karena tanaman tempuyung pada penanaman konvensional terhambat pertumbuhannya disebabkan kondisi lingkungan yang kurang optimal. Tanaman tempuyung konvensional mulai meningkat pertumbuhannya saat terjadi peningkatan curah hujan (± 8 minggu setelah pindah tanam).

Perbedaan tempat tumbuh mempengaruhi waktu panen tempuyung. Panen daun bawah secara bertahap pada penanaman organik dilakukan saat tanaman berumur 8 MSP (Perlakuan W1 dan W2) karena pada waktu tersebut mulai tumbuh batang disertai daun bagian atas (Gambar 10a). Tempuyung membentuk kuncup bunga pada sekitar umur 10 MSP sedangkan bunga mekar pada umur 12 MSP. Selanjutnya pada penanaman konvensional, tanaman tempuyung menunjukkan pemanjangan batang pada sekitar umur 11 MSP sehingga pada perlakuan panen daun secara bertahap panen daun bawah dilakukan pada waktu tersebut. Pembentukan kuncup bunga tempuyung pada penanaman konvensional diketahui berada disekitar 13 MSP kemudian panen daun saat tanaman bunga mekar dilakukan pada 15 MSP.

(b) (a)

Tabel 7 Umur tanaman berdasarkan fase pertumbuhan

Perlakuan

Daun bawah Daun atas

Fase pertumbuhan

Waktu panen Fase pertumbuhan

Waktu panen Organik Konvensional Organik Konvensional W1 (Panen bertahap) Vegetatif - awal pemanjangan batang 8 MSP 11 MSP Generatif - kuncup bunga 10 MSP 13 MSP W2 (Panen bertahap) Vegetatif - awal pemanjangan batang 8 MSP 11 MSP Generatif - bunga mekar 12 MSP 15 MSP W3 (Panen bersamaan) Generatif - kuncup bunga 10 MSP 13 MSP Generatif - kuncup bunga 10 MSP 13 MSP W4 (Panen bersamaan) Generatif - bunga mekar 12 MSP 15 MSP Generatif - bunga mekar 12 MSP 15 MSP Ket : n=5; MSP: Minggu setelah pindah tanam

Gambar 13 Perbandingan keragaan tanaman tempuyung pada umur 10 MSP. a) Organik; b) Konvensional

Kondisi iklim

Informasi data iklim selama penelitian disajikan dalam Tabel 8. Data iklim dikelompokkan setiap dua minggu untuk melihat fluktuasi kondisi iklim di lapang. Selama penelitian berlangsung, jumlah curah hujan sangat rendah terutama pada minggu ke-2 hingga pertengahan minggu ke-8. Data curah hujan pada dua minggu awal penelitian (111.40 mm) terlihat cukup tinggi, akan tetapi curah hujan tersebut tidak merata dan hanya terdistribusi di dua hari awal dan selanjutnya tidak terjadi hujan. Rendahnya curah hujan pada minggu kedua hingga kedelapan cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tempuyung. Curah hujan mulai meningkat pada minggu ke-10 dan terus meningkat hingga akhir penelitian. Suhu

maksimum selama penelitian berada di atas 320C dan berbanding terbalik dengan rata-rata tingkat kelembaban udara yang berada di bawah 75%.

Tabel 8 Kondisi iklim setiap dua minggu selama penelitian

Minggu ke- Jumlah curah hujan (mm) Kelembaban (%) Temperatur (°C)

Maksimum Minimum Rata-rata

2 111.40 78.50 21.87 31.39 25.74 4 1.00 73.69 22.64 32.24 26.54 6 3.20 70.64 21.72 32.59 26.19 8 16.00 71.29 22.24 32.69 26.44 10 92.00 74.93 22.86 32.32 26.30 12 15.10 73.23 23.04 32.60 26.78 14 147.80 75.29 23.85 32.99 26.93 16 483.50 81.89 24.58 31.84 26.54 Rata- rata 108.75 74.93 22.85 32.33 26.43

Ket: Data diperoleh dari stasiun Klimatologi Dramaga Bogor.

Hasil uji kimia tanah

Hasil analisis kimia tanah dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil pengukuran pH- H2O pada kedua lahan menunjukkan bahwa kondisi lahan tergolong dalam kategori agak masam. Kandungan N-total tanah organik 1.9 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanah konvensional. Kandungan C organik dan rasio C/N menunjukkan nilai yang rendah pada kedua jenis tanah, sedangkan kandungan fosfor dan kalium tinggi pada kedua jenis tanah. Kandungan yang tinggi tersebut diduga karena terjadi penumpukan unsur P dan K akibat masukan pupuk dan bahan organik. Penumpukan juga terjadi karena jarak penanaman yang pendek yaitu sekitar 1 bulan dengan penanaman sebelumnya.

Tabel 9 Hasil analisis kimia tanah pada kedua jenis lahan percobaan

Peubah kimia

tanah Satuan Metode

Organik Konvensional Nilai tanah Kriteria 1 Nilai tanah Kriteria 1 pH H2O 5.85 Agak masam 6.5 Agak masam N-Total % Kejdhal 0.38 Sedang 0.2 Rendah C-Organik % Walkey

dan Black 2.08 Rendah 1.78 Rendah P2O5 mg/100g Ekstrak HCl 25% 190.99 Sangat tinggi 120.39 Sangat tinggi K2O mg /100g 92.45 Sangat tinggi 45.05 Tinggi C/N 5.47 Rendah 8.9 Rendah

1 Berdasarkan kriteria penilaian dari literatur Hardjowigeno (2007)

Selama percobaan berlangsung ditemukan hama dan penyakit yang menyerang tempuyung. Hama yang menyerang yaitu gangsir (Brachytrypes

portentosus) sedangkan penyakit yaitu karat daun yang disebabkan oleh cendawan

Puccinia sp (Gambar 14). Gangsir menyerang tanaman tempuyung muda yang baru dipindah tanam terutama di lahan konvensional. Hama ini merusak tempuyung dengan cara memotong pangkal batang tapi tidak memakannya. Serangannya dilakukan pada malam hari, sedangkan pada siang harinya bersembunyi di dalam tanah. Cara pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif karbofuran 3% dengan dosis 5 g per petak percobaan. Selanjutnya serangan penyakit karat tempuyung merupakan penyakit utama tanaman tempuyung dan telah banyak dilaporkan mampu menurunkan produksi daun hingga 90% ( Nurhayati et al. 2013). Gejala serangan penyakit karat daun ditemukan pada penanaman organik dan cara pengendalian dilakukan dengan mencabut tanaman yang menunjukkan gejala serangan.

Peubah Vegetatif Pertumbuhan Tempuyung Secara Organik dan Konvensional Sebelum Panen Awal Daun Bawah

Tinggi tanaman dan jumlah daun

Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun menunjukkan pola pertumbuhan yang berbeda antara percobaan organik dengan konvensional (Gambar 15). Hasil uji t-Student menunjukkan tinggi tanaman tempuyung tidak berbeda pada umur 4 dan 5 minggu setelah pindah tanam (MSP). Selanjutnya pada umur 6 dan 7 MSP tinggi tanaman tempuyung yang ditanam secara organik lebih tinggi dibandingkan konvensional (P<0.05). Pertambahan tinggi tanaman umur 8 MSP pada penanaman organik menunjukkan awal pemanjangan batang tanaman. Hasil pengamatan visual di lapangan diketahui bahwa tempuyung yang ditanam secara konvensional mulai menunjukkan peningkatan signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan daun pada umur 8 MSP dan hal tersebut berkaitan dengan peningkatan curah hujan sehingga mengoptimalkan pertumbuhan tempuyung. Tempuyung pada percobaan konvensional mengalami percepatan pertumbuhan vegetatif terutama pertumbuhan daun hingga mulai menunjukkan pemanjangan batang pada umur 11 MSP.

Hasil uji t-Student diketahui bahwa pertambahan jumlah daun pada penanaman secara organik lebih tinggi dibandingkan konvensional pada semua waktu pengamatan (P<0.05). Rata-rata jumlah daun penanaman organik pada umur Gambar 14 (a) Gejala serangan karat daun akibat cendawan Puccinia sp; (b) Hama

gangsir (Brachytrypes portentosus) yang menyerang awal vegetatif tanaman

0.81 1.10 1.42 1.93 3.21 4.76 0.67 1.20 1.42 1.66 1.81 2.35 0 1 2 3 4 5 6 7 8 3 4 5 6 7 8 T in g g i tan am an (c m ) Waktu Pengamatan (MSP) Organik Konvensional 4.8 6.0 8.1 11.2 17.0 4.2 5.3 5.7 6.7 8.1 10.7 0 4 8 12 16 20 24 3 4 5 6 7 8 Ju m la h d au n Waktu Pengamatan (MSP) Organik Konvensional 12.15 16.46 21.42 23.96 27.52 7.49 9.81 11.50 15.13 18.03 21.55 0 5 10 15 20 25 30 35 3 4 5 6 7 8 Di am et er t aj uk (c m ) Minggu pengamatan (MSP) Organik Konvensional

7 MSP sebesar 17.0 lebih tinggi dibandingkan penanaman konvensional yaitu sebesar 8.1.

Gambar 15 Rata-rata tinggi tanaman (a) dan jumlah daun (b) tempuyung pada beberapa umur pengamatan.

Diameter tajuk

Hasil uji t-Student menunjukkan bahwa diameter tajuk dengan penanaman secara organik yang lebih tinggi dibandingkan penanaman konvensional pada semua umur pengamatan (P<0.05) (Gambar 16). Tanaman tempuyung yang ditanam secara konvensional mengalami penghambatan dalam pertambahan diameter tajuk tanaman akibat kondisi lingkungan yang tidak mendukung terutama berkaitan dengan ketersediaan air dan kondisi tanah.

Gambar 16 Rata-rata diameter tajuk tempuyung pada beberapa umur pengamatan.

tn= tidak nyata; *= nyata (P<0.05); **= sangat nyata (P<0.01) Rekapitulasi uji t-Student peubah pertumbuhan tempuyung

Secara umum diketahui bahwa tempuyung yang ditanam secara organik menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter tajuk yang lebih tinggi dibandingkan tempuyung pada penanaman konvensional (Tabel 10). Kondisi tanah dan ketersediaan air mempengaruhi perbedaan pertumbuhan pada kedua jenis penanaman.

Tabel 10 Rekapitulasi hasil uji t-Student peubah pertumbuhan sebelum panen daun bawah

Laju tumbuh relatif

Hasil pengukuran laju tumbuh relatif menunjukkan tempuyung yang ditanam secara organik hasil yang lebih tinggi dibandingkan secara konvensional (Gambar 17). Laju tumbuh relatif tempuyung organik pada minggu ke-4 sebesar 0.26 g BK/minggu sedangkan tempuyung konvensional lebih lambat yaitu sebesar 0.11 g BK/minggu. Perbedaan signifikan terlihat pada minggu ke-8 dimana terdapat selisih hingga 0.31 g BK/minggu. Pengaruh ketersediaan air dan kondisi fisik tanah diduga berpengaruh terhadap perbedaan laju tumbuh pada kedua jenis penanaman tersebut.

Gambar 17 Rata-rata laju tumbuh relatif tempuyung pada penanaman organik dan konvensional

Laju asimilasi bersih

Hasil pengukuran laju asimilasi bersih tempuyung menunjukkan penanaman organik menghasilkan laju asimilasi bersih yang lebih tinggi dibandingkan

Peubah Umur (MSP) 3 4 5 6 7 Tinggi tanaman * tn tn * ** Jumlah daun ** * ** ** ** Diameter tajuk ** ** ** ** ** 0.26 0.69 0.81 0.11 0.42 0.50 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 2-4 4-6 6-8 L aj u tum b uh r el at if (gB K /m in ggu)

Interval waktu (Minggu setelah pindah tanam) Organik Konvensional

0.04 0.05 0.09 0.01 0.03 0.03 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 2-4 4-6 6-8 la ju as im il as i b er si h (g/cm /m in ggu)

Interval waktu (minggu setelah pindah tanam) Organik Konvensional

penanaman konvensional (Gambar 18). Laju asimilasi bersih tempuyung organik menunjukkan peningkatan signifikan pada minggu ke-8 hingga 0.09 g/cm/minggu dibandingkan tempuyung konvensional yang hanya 0.03 g/cm/minggu.

Gambar 18 Rata-rata laju asimilasi bersih tempuyung pada penanaman organik dan konvensional

Pengaruh Waktu Panen Terhadap Peubah Vegetatif

Hasil sidik ragam dan uji t-Student peubah panen organik dan konvensional

Berikut adalah rekapitulasi hasil analisis ragam peubah panen dan hasil uji t- Student percobaan organik dan konvensional

Tabel 11 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji t-Student peubah panen organik dan konvensional Peubah Organik Konvensional Uji t-Student Organik vs konvensional Pengaruh waktu panen KK (%) Pengaruh waktu panen KK (%) Tinggi tanaman ** 11.29 * 16.61 **

Jumlah daun bawah tn 12.75 tn 18.24 tn

Jumlah daun atas * 15.78 tn 16.91 *

Jumlah daun total tn 13.36 tn 17.45 *

Panjang daun bawah tn 6.13 tn 5.02 tn

Panjang daun atas * 6.51 * 6.34 tn

Lebar daun bawah tn 5.9 tn 4.93 tn

Lebar daun atas tn 8.84 * 6.15 tn

Tebal daun bawah * 5.98 tn 7.48 **

Tebal daun atas ** 7.51 tn 10.57 **

Luas daun bawah tn 10.66 tn 19.81 tn

Luas daun atas ** 10.93 * 18.72 **

Luas daun total * 8.63 * 9.49 **

Bobot basah daun bawah tn 12.22 tn 13.78 * Ket: tn= tidak nyata (P>0.05); *= nyata (P<0.05); **= sangat nyata (P<0.01)

Tabel 11 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan uji t-Student peubah panen organik dan konvensional (lanjutan) Peubah Organik Konvensional Uji t-Student Organik vs konvensional Pengaruh waktu panen KK (%) Pengaruh waktu panen KK (%)

Bobot basah daun atas * 13.21 tn 13.45 ** Bobot basah daun total * 10.28 tn 13.21 **

Bobot basah batang * 13.72 tn 16.42 **

Bobot basah bunga * 15.61 tn 20.05 *

Bobot basah total tanaman tn 12.36 tn 14.38 tn Bobot kering daun bawah tn 14.94 tn 15.33 tn Bobot kering daun atas tn 14.51 tn 19.26 ** Bobot kering daun total tn 14.37 tn 16.22 * Bobot kering batang tn 22.71 tn 18.17 *

Bobot kering bunga tn 22.35 tn 21.66 *

Bobot kering total tanaman tn 17.73 tn 17.06 tn Total Klorofil daun bawah tn 12.56 tn 15.62 tn Total Klorofil daun atas tn 12.23 tn 15.66 ** Antosianin daun bawah * 36.88 tn 21.63 tn Antosianin daun atas tn 37.27 tn 17.81 tn Total flavonoid daun bawah tn 10.67 tn 15.71 ** Total flavonoid daun atas ** 5.94 * 12.86 **

Antioksidan daun bawah tn 1.57 * 2.63 tn

Antioksidan daun atas tn 3.39 tn 2.93 tn

Kadar Nitrogen daun bawah tn 4.26 tn 7.31 tn Kadar Nitrogen daun atas ** 3.04 tn 6.78 tn Kadar Fosfor daun bawah tn 14.03 tn 10.24 tn Kadar Fosfor daun atas tn 4.28 tn 10.42 * Kadar Kalium daun bawah tn 14.25 * 7.33 tn Kadar Kalium daun atas tn 16.4 tn 14.15 tn Produksi daun kering/ha tn 14.36 tn 16.19 * Produksi flavonoid total tn 12.45 tn 14.69 tn

Ket: tn= tidak nyata (P>0.05); *= nyata (P<0.05); **= sangat nyata (P<0.01) Tinggi tanaman, panjang dan lebar daun

Perlakuan waktu panen berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan peubah daun bagian atas (Tabel 12). Hasil pengukuran pada percobaan organik menunjukkan bahwa tempuyung yang dipanen pada saat bunga mekar (12 MSP) menghasilkan tempuyung yang lebih tinggi dibandingkan tempuyung yang dipanen saat masih kuncup (10 MSP) (P<0.05). Selanjutnya perbedaan waktu panen daun lebih berpengaruh terhadap komposisi daun atas. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan panjang daun atas dari 10 MSP hingga 12 MSP. Daun bagian atas membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memaksimalkan pertumbuhannya sehingga umur 12 MSP adalah waktu terbaik, namun pertumbuhan daun atas

ditentukan oleh daun bawah. Daun bawah perlu dipanen bertahap saat pertumbuhan maksimum (8 MSP), kemudian panen daun atas 4 minggu setelahnya saat tempuyung berbunga (12 MSP).

Dokumen terkait