Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan padi milik warga di Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten Jawa Tengah dari bulan Juni sampai Oktober 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa isolat cendawan endofit (Nigrospora, Penicillium , dan Acremonium), air steril, dan benih padi varietas Ciherang. Alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas ukur, blender, plastik, karung.
Metode Penelitian Perlakuan Benih
Inokulasi cendawan endofit dilakukan pada benih padi dengan perendaman. Isolat cendawan endofit didapatkan dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, koleksi Dr. Suryo Wiyono yaitu Nigrospora, Penicillium dan Acremonium. Biakan cendawan endofit pada media PDA yang berumur 10 hari dipanen sporanya dan dicampurkan dengan air steril sehingga didapatkan suspensi spora dengan kepadatan 106 cfu/ml. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp. 2. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp. 3. Perlakuan cendawan endofit Penicillium sp.
4. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Acremonium sp. 5. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp. 6. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp.+Penicillium sp.
7. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp.+Acremonium sp.
8. Perlakuan insektisida MIPC
10
Persiapan Lahan
Penelitian ini menggunakan lahan seluas 675 m2 dengan ukuran panjang lahan 60 m dan lebar 13 m. Jumlah keseluruhan petak percobaan berdasarkan sembilan jenis perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan adalah 27 petak percobaan. Setiap petak percobaan mempunyai ukuran 25 m2 (5 m x 5 m). Jarak antar petak sebesar 50 cm. Adapun skema pengacakan petak percobaan terdapat pada lampiran.
Penanaman padi
Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Benih padi disemai dengan cara benih direndam dalam air terlebih dahulu selama 24 jam kemudian ditiriskan dan dicampur dengan suspensi spora. Benih padi yang telah diberi perlakuan dibungkus lalu dibiarkan selama 24 jam dalam ruang gelap yang lembab. Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disebar di lahan persemaian. Persemaian ini dilakukan selama tiga minggu untuk menghasilkan bibit padi yang cukup kuat untuk ditanam. Setelah berumur 21 hari bibit dipindahtanamkan ke lahan percobaan. Setiap dua bibit padi ditanam dengan jarak 25 x 25 cm pada satu lubang.
Gambar 1. Skema penanaman bibit pada petak percobaan
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X 50 cm 5 m 25 cm 5 m 25 cm
Gambar 2 Skema pengacakan petak percobaan Keterangan gambar :
N = perlakuan Nigrospora P = perlakuan Penicillium A = perlakuan Acremonium
NP = perlakuan Nigrospora + Penicillium NA = perlakuan Nigrospora + Acremonium PA = perlakuan Penicillium + Acremonium
NPA = perlakuan Nigrospora + Penicillium + Acremonium MIPC = perlakuan pestisida
K = tanpa perlakuan TP = tempat persemaian N 3 A 2 NP 3 A 3 MIPC 1 NA 3 MIPC 3 PA 3 PA 1 A 1 NPA 3 PA 2 P 2 N 1 MIPC 2 NA 2 NP 1 K 1 K 2 NP2 NPA 2 N 2 P 3 K 3 NA 1 NPA 1 P 1 TP
12
Pemeliharaan
Pemberian pupuk pada percobaan ini mengikuti kebiasaan petani setempat. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk Urea 250 kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan tiga kali yaitu pada saat umur 0 hari setelah tanam (HST), 14 HST, dan 35 HST.
Pengairan lahan dilakukan jika lahan terlihat agak kering dan air tersedia. Hal ini terjadi karena musim kemarau yang cukup panjang sehingga ketersediaan air terbatas. Penyiangan gulma dilakukan pada umur 15 dan 30 HST secara
manual menggunakan alat “sorokan”.
Penyemprotan pestisida MIPC sebagai perlakuan pembanding yang dilakukan setiap satu minggu sekali sejak padi berumur 7 HST.
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan dengan interval pengamatan dua minggu sekali. Parameter yang diamati adalah tingkat serangan penggerek batang padi merah jambu, tingkat serangan belalang, dan populasi kepinding tanah.
Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu dilakukan dengan mengamati gejala di bagian pangkal batang padi. Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu menggunakan rumus :
I = Tingkat serangan hama (%)
Pengamatan tingkat serangan belalang dilakukan dengan mengamati bekas gigtan belalang pada daun dan diberi nilai berdasarkan tingkat kerusakannya. Pengamatan dilakukan pada saat padi berumur 35 HST. Pengamatan tingkat serangan belalang menggunakan rumus Towsen dan Heuberger 1943 dalam Unterstenhofer (1976):
I =
JumlahJ a a aa a a ae e aax
%
I = Intensitas serangan hama,
ni = Jumlah contoh pada kategori ke-i, vi = Nilai numerik masing-masing kategori, Z = Nilai skala tertinggi, dan
N = Jumlah rumpun contoh yang diamati
Tabel 1 Penentuan kategori tingkat serangan belalang
No Kategori serangan Skor % Kerusakan
1 Tidak ada serangan 0 0
2 Serangan ringan 1 0 < x = 20 3 Serangan sedang 2 20 < x = 40 4 Serangan berat 3 40 < x = 80 5 Serangan parah 4 80 < x = 100
Pada pengamatan populasi kepinding tanah dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi menggunakan rumus :
Pengamatan Padi
Penentuan tanaman contoh dilakukan secara diagonal. Pengamatan pada setiap petak percobaan dilakukan dengan mengambil lima rumpun tanaman contoh pada setiap petak percobaan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif tiap tanaman contoh, jumlah dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh. Pengamatan pada saat fase bibit juga dilakukan yaitu menghitung pertumbuhan bibit yang terdiri dari panjang akar, tinggi tanaman, dan daya perkecambahan benih.
14
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan dimulai pada umur tanaman padi 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengukur tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi dan menghitung jumlah anakan. Pengamatan jumlah anakan produktif tiap tanaman dilakukan saat padi akan dipanen. Penghitungan jumlah dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh dilakukan di rumah menggunakan alat penghitung “counter” dan timbangan.
Pengamatan pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengambil 10 rumpun contoh pada setiap perlakuan pada saat padi akan pindah tanam pada umur 21 HST. Tanaman contoh yang diambil diukur panjang akar dan tinggi bibitnya. Pengamatan daya perkecambahan benih padi dilakukan pada seratus benih padi untuk setiap perlakuan. Keseluruhan benih yang digunakan direndam pada masing-masing suspensi cendawan endofit selama 24 jam. Selanjutnya, benih ditumbuhkan dalam cawan petri yang telah dilapisi kertas basah kemudian digulung dengan rapi. Setiap hari gulungan dibuka dan dibasahi secara merata untuk menjaga kelembaban. Setelah satu minggu, dilakukan penghitungan jumlah benih yang tumbuh untuk mengetahui persentase daya kecambah benih.
Penimbangan bobot panen dilakukan pada saat padi berumur 91 HST. Pemanenan dilakukan secara manual dan dirontokkan menggunakan mesin perontok padi. Bobot panen ditimbang berdasarkan jenis perlakuannya dan disatukkan dalam karung untuk masing-masing perlakuan.
Analisis Data
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh ditabulasi menggunakan program Microsoft Office Excel 2010 dan Statistical Analisis System (SAS) for Windows versi 9.1.3, dan dilanjutkan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata α = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Kabupaten Klaten merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini terdiri atas 26 kecamatan dengan 53 desa dan 103 kelurahan. Wilayahnya terletak di antara Gunung Merapi dan pegunungan seribu. Luas wilayahnya 665,56 km2 atau 1,93% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Menurut Badan Pusat Statisitik Provinsi Jawa Tengah (2012), pada tahun 2010 luas areal yang digunakan sebagai sawah di Kabupaten Klaten seluas 54.737 ha dengan rata-rata produksi 55,48 kuintal/ha dan produksi total mencapai 302.893 ton. Wilayah Kabupaten Klaten memiliki ketinggian rata-rata 75-160 m dpl. Suhu rata-rata mencapai 28-30 o
C. Kecepatan angin dan curah hujan rata-rata sebesar 153
mm/bulan dan 8-350 mm/bulan. Luas wilayahnya mencapai 65.556 Ha.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu penyangga pangan di Jawa Tengah, dari seluruh wilayah kabupaten, 50% digunakan untuk areal persawahan. Dilihat dari luas areal persawahan, intensifikasi penanganan hama dan penyakit tanaman khususnya padi menjadi hal yang sangat penting. Kurangnya penanganan terhadap hama dan penyakit tanaman padi dapat mengganggu produksi dan akan berdampak pada kesejahteraan petani. Salah satu wilayah di Kabupaten Klaten yang memerlukan perhatian khusus terkait dengan hama dan penyakit tanaman adalah Kecamatan Juwiring. Beberapa kali petani gagal panen akibat serangan hama yang mengakibatkan menurunnya hasil produksi bahkan gagal panen.
Beberapa hama yang ditemukan menyerang tanaman padi di Kabupaten Klaten pada saat pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan petani serta menjadi masalah di lahan persawahan mereka diantaranya adalah: wereng coklat (Nilavarpata lugens) (Hemiptera : Delphacidae), tikus (Rattus argentiventer) dan belalang (Oxya sp) (Orthoptera : Acrididae). Umumnya petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama-hama tersebut namun apabila pestisida digunakan secara terus-menerus dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan dan merusak ekosistem yang ada. Oleh karena itu, saat ini diharapkan masyarakat dapat menggunakan metode mengendalikan hama dengan pengendalian secara
16
hayati sehingga keseimbangan ekosistem dapat dipertahankan. Masalah hama dan pengairan sawah menjadi masalah yang penting bagi petani di Kabupaten Klaten.
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama
Hama tanaman yang menyerang tanaman padi bermacam-macam dengan spesifikasi yang berbeda. Pada penelitian ini, beberapa hama yang diamati antara lain adalah penggerek batang padi merah jambu, kepinding tanah, dan belalang.
a.) Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens)
Hama ini merusak tanaman padi khususnya bagian pangkal batang. Beberapa metode dilakukan untuk mengendalikan hama ini antara lain yaitu usaha-usaha pengendalian dengan cara pembakaran jerami dari tanaman sebelumnya segera setelah panen, penggenangan jerami selama kurang lebih 15 hari, pembersihan gulma pada pertanaman padi yang diduga menjadi inang alternatif, penggunaan pupuk urea sesuai anjuran, dan penggunaan insektisida (Deptan 1983; Reissig et al. 1985).
Dominasi penggerek batang padi merah jambu berfluktuasi sejak tahun 1969. Pada tahun 1980, 1990, dan 1998 populasinya rendah sekali, tetapi meningkat pada tahun 1995. Pada tahun 2007 juga ditemukan penggerek batang padi merah jambu. Fenomena tersebut bukan hanya terjadi di Sukamandi, tetapi juga di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada umumnya. Hasil survei di Jawa pada tahun 2007 menunjukkan, berdasarkan morfologi larva, populasi penggerek batang padi merah jambu meningkat dibanding tahun 1999 (Hendarsih et al. 2007).
Kondisi ini dapat disebabkan oleh meluasnya areal pertanaman jagung, sehingga populasi penggerek batang padi merah jambu bisa berkembang pada jagung maupun padi. Populasi penggerek batang merah jambu biasanya tinggi jika tanaman inang yang lain ditanam di sekitar padi, seperti jagung, tebu, atau gandum. Menurut Boer (2007), perubahan keberadaan penggerek batang merah jambu ini disebabkan oleh perubahan iklim, di mana dalam tahun terakhir frekuensi kekeringan makin sering terjadi dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.
Tabel 2 Tingkat serangan penggerek batang merah jambu pada tanaman padi berdasarkan perlakuan cendawan endofit dan waktu pengamatan
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 0 0 8,53 ± 2,84a 2,22 ± 1,07a 1,86 ± 1,28a 2,47 ± 4,27a
Insektisida MIPC 0 0 4,68 ± 5,82a 4,74 ± 8,20a 4,35 ± 3,14a 8,23 ± 4,97a
Nigrospora 0 0,30 ± 0,60ab 4,16 ± 2,84a 2,57 ± 1,11a 0,74 ± 1,28a 0,51 ± 0,89a
Penicillium 0 0,67 ± 1,20a 0,44 ± 0,77a 6,85 ± 7,39a 6,55 ± 7,45a 4,81 ± 7,13a
Acremonium 0 0 6,80 ± 11,78a 7 ± 11,27a 4,43 ± 7,67a 1,93 ± 3,35a
Nigrospora + Penicillium 0 0 1,44 ± 1,34a 0,51 ± 0,88a 0,60 ± 0,54a 3,57 ± 2,52a
Nigrospora + Acremonium 0 0 3,42 ± 5,36a 1,67 ± 2,89a 1,71 ± 1,67a 8,83 ± 8,39a
Penicillium + Acremonium 0 0 2,44 ± 4,23a 1,73 ± 1,09a 3,55 ± 4,27a 5,59 ± 4,40a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 0 0 6,43 ± 9,40a 5,88 ± 5,23a 1,18 ± 1,05a 3,87 ± 6,70a
18
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit pada tanaman padi tidak mempengaruhi tingkat serangan penggerek batang merah jambu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Hal ini dapat diakibatkan oleh rendahnya tingkat serangan hama penggerek batang merah jambu.
b.) Belalang (Oxya spp.)
Tabel 3 Tingkat serangan belalang pada umur 35 HST pada padi dengan perlakuan cendawan endofit
Perlakuan Tingkat serangana
Tanpa perlakuan 35,00abb
Insektisida MIPC 25,00b
Nigrospora 38,33ab
Penicillium 33,33ab
Acremonium 46,67a
Nigrospora + Penicillium 30,00ab
Nigrospora + Acremonium 38,33ab
Penicillium + Acremonium 36,67ab
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 35,00ab
a
nilai dalam persen (%)
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit yang diberikan pada padi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan belalang. Kejadian ini diakibatkan oleh kondisi cuaca di lapangan yang panas dan kering, sehingga populasi belalang juga meningkat. Hal ini selaras dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Sun et al. (1991) dalam CPC (2000) bahwa populasi hama ini dapat meledak pada musim kering dengan cuaca yang panas.
Perlakuan dengan menggunakan pestisida memiliki tingkat serangan belalang terendah. Bahan aktif dari pestisida ini mampu menghambat populasi belalang sehingga tingkat serangan belalang di lahan percobaan yang diberi perlakuan pestisida menjadi rendah.
c.) Kepinding Tanah
Tabel 4 Populasi kepinding tanah pada tanaman padi yang diberi perlakuan cendawan endofit
Perlakuan Populasi (ekor/rumpun)
7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 0,30 ± 0,60ab 0,00 4,20 ± 3,65a 3,60 ± 3,34a 1,07 ± 0,81a 0,80 ± 0,20a
Insektisida MIPC 0,00 0,00 4,73 ± 0,42a 4,07 ± 0,70a 2,47 ± 0,76a 1,40 ± 0,69a
Nigrospora 0,00 0,00 2,80 ± 1,64a 2,53 ± 1,22a 1,93 ± 0,61a 1,67 ± 0,64a
Penicillium 0,00 0,00 1,73 ± 1,51a 1,40 ± 1,04a 0,93 ± 0,92a 1,13 ± 0,95a
Acremonium 0,00 0,00 1,93 ± 1,03a 1,27 ± 0,95a 1,00 ± 0,92a 0,87 ± 0,64a
Nigrospora + Penicillium 0,00 0,00 3,67 ± 1,21a 3,13 ± 0,83a 2,87 ± 1,01a 2,53 ± 0,90a
Nigrospora + Acremonium 0,30 ± 0,60a 0,00 3,40 ± 3,08a 2,73 ± 2,39a 2,13 ± 0,76a 1,73 ± 1,22a
Penicillium + Acremonium 0,00 0,00 2,20 ± 1,78a 2,13 ± 1,60a 1,73 ± 0,12a 1,27 ± 0,61a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 0,30 ± 0,60a 0,00 2,87 ± 2,70a 2,87 ± 2,13a 2,13 ± 2,32a 1,93 ± 1,86a
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
20
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa populasi kepinding tanah relatif rendah selama masa percobaan (Tabel 4). Rata-rata populasi kepinding tanah kurang dari 5 ekor/rumpun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit dan insektisida tidak memberikan pengaruh terhadap populasi kepinding tanah di lahan percobaan. Rendahnya populasi kepinding tanah diduga menjadi penyebab sulitnya mengetahui pengaruh perlakuan cendawan endofit.
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Cendawan endofit merupakan simbion mutualis tanaman. Peran yang menguntungkan tanaman yaitu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Narisawa et. al. 2002), memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan suhu tinggi (Lewis et. al 1997;Lehtonen et. al 2005) dan bioindikator kesehatan tanaman (Genarro-Genarro 2003). Pertumbuhan bibit padi yang baik akan mempengaruhi kualitas tanaman padi. Berikut ini adalah data pertumbuhan bibit padi yang telah diberi perlakuan endofit.
a) Pertumbuhan bibit padi
Tabel 5 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap panjang akar, tinggi bibit, serta daya kecambah tanaman padi
Perlakuan Panjang Akar Tinggi Tanaman Daya Kecambah
(cm) (cm) (%)
Tanpa perlakuan 9,50 ± 0,95ea 18,50 ± 2,14c 40
Insektisida MIPC 12,25 ± 1,47cd 21,50 ± 2,44ab 40
Nigrospora 11,65 ± 1,49de 20,25 ± 2,98abc 60
Penicillium 15,25 ± 1,05a 20,95 ± 2,69ab 80
Acremonium 13,25 ± 1,41bc 19,85 ± 2,79bc 84
Nigrospora + Penicillium 14,20 ± 1,26ab 20,00 ± 1,43abc 70
Nigrospora + Acremonium 11,55 ± 1,36de 22,00 ± 1,26a 79
Penicillium + Acremonium 12,25 ± 1,51cd 20,40 ± 0,64abc 70
Nigrospora + Penicillium + Acremonium
12,70 ± 1,52cd 20,70 ± 1,21abc 65
a
Perkecambahan benih padi yang diberi perlakuan cendawan endofit memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan kontrol. Inokulasi benih padi dengan menggunakan cendawan endofit Acremonium dan Penicillium mampu menghasilkan perkecambahan benih 80-84%. Pengaruh juga terlihat pada panjang akar dan tinggi bibit, dimana benih yang diinokulasi cendawan endofit memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan benih padi dengan cendawan endofit tidak bersifat toksik terhadap benih dan tidak menghambat pertumbuhan benih.
b.) Tinggi tanaman
Tabel 6 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman padi
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 22,14 ± 2,48abb 31,47 ± 5,77ab 44,27 ± 9,45ab 49,93 ± 7,89a 57,86 ± 7,29ab 64,40 ± 7,66a
Insektisida MIPC 19,27 ± 3,15b 29,27 ± 3,95ab 48,60 ± 3,89a 53,40 ± 5,44a 59,47 ± 8,71ab 64,53 ± 11,84a
Nigrospora 19,38 ± 4,25b 25,87 ± 7,52b 40,00 ± 9,23ab 50,92 ± 4,54a 57,07 ± 6,59ab 64,47 ± 8,69a
Penicillium 20,33 ± 3,11ab 26,80 ± 3,57ab 40,33 ± 7,46ab 47,80 ± 5,54a 54,93 ± 4,72ab 62,27 ± 9,75a
Acremonium 18,85 ± 5,23b 25,53 ± 6,85b 36,93 ± 12,42b 43,60 ± 10,97a 51,73 ± 10,21b 60,93 ± 8,15a
Nigrospora + Penicillium 22,27 ± 3,51ab 29,73 ± 4,08ab 45,47 ± 4,59ab 52,40 ± 4,38a 61,60 ± 5,62a 69,87 ± 6,53a
Nigrospora + Acremonium 19,60 ± 2,58b 28,07 ± 9,13ab 38,47 ± 14,35ab 46,00 ± 14,14a 54,20 ± 13ab 63,40 ± 13,03a
Penicillium + Acremonium 19,38 ± 3,95b 29,00 ± 5,71ab 44,20 ± 7,93ab 50,20 ± 7,30a 56,13 ± 7,11ab 61,27 ± 6,80a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 22,70 ± 2,54a 32,73 ± 5,69a 44,33 ± 10,63ab 52,33 ± 9,11b 60,80 ± 8,48c 68,47 ± 9,34a
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perlakuan cendawan endofit berpengaruh terhadap tinggi bibit dan panjang akar bibit, namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman setelah dipindahtanamkan.
Faktor lain yang dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman adalah faktor lingkungan dan cuaca. Kondisi cuaca yang panas dan musim kemarau di Klaten menjadi penyebab kurang baiknya pertumbuhan padi karena kekurangan air. Cuaca yang panas dan ketersediaan air yang kurang menyebabkan kurang terlihatnya pengaruh dari perlakuan cendawan endofit . Hal ini di dukung pernyataan dari Petrini (1992) bahwa tingginya kolonisasi cendawan endofit berkorelasi positif dengan ketinggian dan kondisi lingkungan suatu tempat.
c.) Jumlah anakan
Tabel 7 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap jumlah anakan padi
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 4,00 ± 1,13abb 7,27 ± 2,94ab 13,73 ± 6,11ab 16,87 ± 4,45a 14,13 ± 3,15a 12,67 ± 3,81a
Insektisida MIPC 4,93 ± 1,33ab 6,80 ± 3bc 17,60 ± 5,33a 16,87 ± 4,43a 15,67 ± 3,95a 15,33 ± 4,85a
Nigrospora 3,80 ± 0,94b 5,47 ± 2,80bc 10,67 ± 5,25b 11,33 ± 3,65a 12,60 ± 3,75a 13,53 ± 4,32a
Penicillium 4,07 ± 0,96ab 5,80 ± 1,78bc 10,40 ± 4,17b 11,53 ± 4,34a 11,87 ± 4,82a 12,67 ± 5,70a
Acremonium 3,73 ± 1,10b 5,20 ± 2,24bc 12,07 ± 6,04ab 13,06 ± 5,84a 13,13 ± 5,32a 13,33 ± 5,33a
Nigrospora + Penicillium 3,87 ± 1,25b 4,73 ± 1,94c 13,47 ± 5,14ab 14,53 ± 5,05a 15,40 ± 4,68a 16,00 ± 5,10a
Nigrospora + Acremonium 5,33 ± 2,38a 6,80 ± 3,73bc 14,67 ± 8,09ab 13,60 ± 6,69a 12,67 ± 6,99a 11,40 ± 7,30a
Penicillium + Acremonium 3,80 ± 1,21b 5,60 ± 2,29bc 11,80 ± 5,75ab 12,60 ± 5,65a 13,13 ± 5,93a 13,73 ± 6,03a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 4,07 ± 1,39ab 9,20 ± 2,93a 16,40 ± 4,39ab 16,67 ± 3,37a 16,80 ± 3,68a 16,87 ± 4,26a
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh yang nyata jumlah anakan padi. Hal ini dapat diakibatkan oleh keadaan cuaca yang kering dan kurangnya ketersediaan air akibat musim kemarau serta kondisi lahan yang kurang baik sehingga efektifitas cendawan endofit menjadi menurun dan pertumbuhan padi menjadi terganggu. Perlakuan cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan (Tabel 7).
d.) Berat bulir, jumlah bulir dan anakan produktif
Tabel 8 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap berat bulir, jumlah bulir, serta jumlah anakan produktif
Perlakuan Berat bulir /
malai (g)
Jumlah bulir / malai
Jumlah anakan produktif
Tanpa perlakuan 3,63 ± 3,33aa 79,40 ± 57,83a 8,13 ± 2,85ab
Insektisida MIPC 2,13 ± 0,91a 68,27 ± 32,20ab 9,53 ± 2,29ab
Nigrospora 3,24 ± 1,22a 78,78 ± 27,32a 7,67 ± 2,82b
Penicillium 3,72 ± 1,69a 74,26 ± 42,21ab 7,67 ± 2,55b
Acremonium 3,68 ± 2,68a 62,76 ± 26,95ab 9,13 ± 3,62ab
Nigrospora + Penicillium 3,33 ± 0,87a 69,00 ± 20,26ab 9,00 ± 1,93ab
Nigrospora + Acremonium 2,59 ± 0,95a 52,79 ± 16,98ab 8,00 ± 2,88ab
Penicillium + Acremonium 2,31 ± 0,83a 47,46 ± 21,90b 9,27 ± 3,47ab
Nigrospora + Penicillium + Acremonium
3,17 ± 1,49a 64,03 ± 36,47ab 10,40 ± 3,50a
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05). Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, berat bulir/malai dan jumlah bulir/malai (Tabel 8). Beberapa perlakuan memberikan kecenderungan positif, namun masih belum bisa menunjukkan pengaruh yang nyata.
26
e.) Bobot panen
Tabel 9 Bobot panen padi untuk setiap perlakuan
Perlakuan Jumlah / 75m2 (kg) Tanpa Perlakuan 22,00 Insektisida MIPC 20,00 Nigrospora 23,50 Penicillium 26,50 Acremonium 20,50 Nigrospora + Penicillium 23,50 Nigrospora + Acremonium 22,00 Penicillium + Acremonium 19,00
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 20,50
Dari hasil pengujian yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil panen dari padi dengan perlakuan cendawan Penicillium memiliki bobot panen tertinggi sebesar 26,5 kg dan perlakuan cendawan Penicillium + Acremonium memperoleh hasil yang terendah sebesar 19 kg.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan cendawan endofit tidak mempengaruhi tingkat serangan dan populasi hama padi yang ditemukan di lapangan yaitu penggerek batang merah jambu, kepinding tanah, dan belalang.
Cendawan endofit berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit padi, tetapi tidak pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi di lapangan.
Saran
Penelitian lapang ini perlu dilakukan secara multilokasi pada tingkat serangan hama tinggi, dengan perlakuan cendawan endofit pada benih, bibit dan setelah dipindahtanamkan sehingga hasilnya lebih maksimal.