PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP HAMA
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DI LAPANGAN
M. KHAIRY
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
M. KHAIRY. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama dan Pertumbuhan Tanaman Padi di Lapangan. Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan SURYO WIYONO.
Cendawan endofit merupakan cendawan yang hidup dalam jaringan tanaman, tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman inangnya. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh cendawan endofit terhadap hama dan pertumbuhan tanaman padi di lapangan. Perlakuan yang digunakan adalah perendaman benih padi varietas Ciherang menggunakan suspensi cendawan endofit dengan kerapatan 106 cfu/ml. Cendawan endofit yang digunakan yaitu Nigrospora, Penicillium, dan Acremonium. Sebagai pembanding digunakan tanaman yang tidak diberi perlakuan cendawan endofit dan tanaman yang diberi perlakuan pestisida. Penelitian terdiri dari sembilan perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengamatan yang dilakukan terdiri dari dua pengamatan yaitu pengamatan hama dan pertumbuhan padi. Parameter yang diamati pada pengamatan hama meliputi tingkat serangan hama penggerek batang merah jambu dan belalang serta populasi kepinding tanah. Pada pengamatan pertumbuhan padi yang diamati meliputi pertumbuhan bibit (panjang bibit, panjang akar, dan daya perkecambahan), tinggi tanaman, jumlah anakan, berat bulir, jumlah bulir, dan jumlah anakan prduktif serta bobot panen. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA pada taraf 5% dan uji lanjut Duncan. Perlakuan cendawan endofit meningkatkan pertumbuhan bibit padi. Padi yang diberi perlakuan cendawan endofit menunjukkan pertumbuhan bibit, akar bibit dan daya perkecambahan yang berbeda dibandingkan kontrol. Perlakuan cendawan endofit secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan hama dan pertumbuhan tanaman.
PENGARUH CENDAWAN ENDOFIT TERHADAP HAMA
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN PADI DI LAPANGAN
M. KHAIRY
A34060675
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama dan Pertumbuhan Padi di Lapangan
Nama : M. Khairy NRP : A340600675
Disetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Sugeng Santoso, M. Agr Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. Agr NIP. 19640304 198903 1004 NIP. 19690212 199203 1003
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cairo pada tanggal 28 Juli 1988 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak H. Matsani Kosim dan Ibu Walana Burmawi. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2006 di SMA Negeri 91 Jakarta dan diteima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman pada tahun 2007.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama dan Pertumbuhan Tanaman Padi di Lapangan” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu penulis. Khususnya kepada :
1. Ayah dan ibu serta adik-adik tercinta yang telah memberikan dukungan moral, materi, doa, dan semangat yang tanpa henti kepada penulis;
2. Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr. dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc. Agr. yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta saran kepada penulis; 3. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Sc. selaku dosen penguji tamu yang
telah memberikan arahan dan saran yang bermanfaat;
4. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran kepada penulis;
5. Nielma Kartika Dewi yang selalu memberikan perhatian, motivasi, dan bantuan dalam setiap kegiatan;
6. Mbak Ratih, Mbak Tuti, Mbak Sri, Pak Kelik Purwanta, dan Pak Wardiono atas dukungan dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Klaten;
7. Agung, Godzali, serta semua saudara-saudara seperjuangan di Asrama Sylvasari dan Sylvapinus;
8. Teman-teman mahasiswa Proteksi Tanaman angkatan 43, 44, dan 45 yang tidak bisa saya sebutkan semuanya atas dukungannya selama ini;
9. Dosen, staff, serta laboran Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan dukungannya selama ini.
DAFTAR ISI
Cendawan Endofit sebagai Agens Hayati ... 4
Hama Tanaman Padi ... 5
Penggerek Batang Merah Jambu ... 5
Kepinding Tanah ... 6
Belalang ... 7
BAHAN DAN METODE ... 9
Tempat dan Waktu Penelitian ... 9
Bahan dan Alat ... 9
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama ... 16
Penggerek Batang Padi Merah Jambu ... 16
Belalang ... 18
Kepinding Tanah ... 19
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Padi ... 20
Pertumbuhan Bibit Padi ... 20
Tinggi Tanaman ... 22
Jumlah Anakan ... 24
Berat Bulir, Jumlah Bulir, dan Anakan Produktif ... 25
Bobot Panen ... 26
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Penentuan kategori tingkat serangan belalang ... 13 2. Pengaruh cendawan endofit terhadap tingkat serangan penggerek batang
merah jambu ... 17 3. Pengaruh cendawan endofit terhadap tingkat serangan belalang... 18 4. Pengaruh cendawan endofit terhadap populasi kepinding tanah ... 19 5. Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan bibit dan daya
kecambah benih padi ... 20 6. Pengaruh cendawan endofit terhadap tinggi tanaman... 22 7. Pengaruh cendawan endofit terhadap jumlah anakan padi ... 24 8. Pengaruh cendawan endofit terhadap berat bulir, jumlah bulir, dan jumlah
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia,
karena sebagian besar penduduknya menggunakan beras sebagai makanan pokok.
Kebutuhan beras sebagai bahan pangan utama terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2012),
produksi padi di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 65,39 juta ton gabah kering giling
(GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,08 juta ton (1,63 %) dari produksi tahun 2010
sebesar 66,47 juta ton GKG. Menurunnya produksi padi disebabkan faktor fenomena
iklim berupa musim kemarau panjang serta gangguan hama dan penyakit.
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala
dalam usaha meningkatkan produksi padi. Upaya pengendalian hama umumnya masih
menggunakan pestisida sebagai metode pengendalian hama yang paling ampuh.
Namun, akibat dari penggunaan pestisida secara berlebihan dan terus menerus dapat mengakibatkan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif dari penggunaan insektisida yang tidak bijaksana, mengharuskan kita terus mengembangkan teknologi baru yang efektif dan ramah lingkungan untuk mengendalikan OPT. Salah satu teknik yang mempunyai harapan cukup baik adalah pemanfaatan cendawan endofit.
Cendawan endofit merupakan cendawan yang mengkolonisasi internal bagian tanaman tanpa memberikan kerusakan yang nyata bagi inangnya (Petrini 1996). Cendawan endofit mampu meningkatkan resistensi tanaman inang dari serangan hama (Clay 1992). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaman antar cendawan endofit antar tanaman terserang dengan tidak terserang hama. Salah satu cendawan endofit asal pelepah padi yaitu Nigrospora sp. isolat SWSS dapat meningkatkan ketahanan terhadap wereng coklat (Santoso dan Wiyono 2008). Cendawan isolat tersebut tidak bersifat
patogen tanaman, dan meningkatkan pertumbuhan bibit padi yaitu 74% panjang akar dan 100% tinggi bibit. Selain itu cendawan endofit lain yang telah diuji
umumnya bersifat simbiosis mutualisme. Cendawan endofit dapat menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol 1988; Clay 1988). Menurut Saikkoen dan Helander (2003) asosiasi beberapa cendawan endofit dengan tanaman inangnya mampu melindungi tanaman dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora.
Selama ini penelitian tentang pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan hama dan pertumbuhan tanaman padi baru dilaksanakan dalam skala laboratorium. Untuk itu perlu adanya pengujian skala lapangan agar teruji keefektifannya di lapangan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam mengendalikan hama padi yang ramah lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cendawan endofit terhadap hama dan pertumbuhan tanaman padi di lapangan.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Endofit
Deskripsi
Cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion endofitik merupakan
cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimulkan gejala sakit (Petrini 1992). Sedangkan menurut Sinclair dan Cercauskas (1996) mendefinisikan endofit sebagai mikroorganisme yang hidup dalam tumbuhan lain. Clay (1988) mengatakan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan.
Cendawan endofit ditemukan pada berbagai kelompok tanaman yaitu rumput-rumputan, teki, dan berbagai pohon-pohonan dan sayuran (Petrini 1992, Siegel dan Schardl 1992). Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya digolongkan dalam dua kelompok yaitu mutualisme konstutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara fungi dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Sedangkan mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara (Carrol 1988).
Cendawan endofit hidup dalam jaringan internal tanaman. Cendawan endofit pada banyak rumput-rumputan hidup secara simbiosis mutualisme karena cendawan tersebut membantu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap herbivora, patogen dan kondisi ekstrim, juga meningkatkan kemampuan bersaing tanaman inang dengan tanaman lainnya yaitu dengan menerima nutrisi sehingga mampu melindungi inangnya tersebut (Saikkonen dan Helander 2003).
Taksonomi dan Ekologi
cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes dan Pyrenomycetes. Strobel et. al. 1996 dalam Worang 2003 mengemukakan bahwa cendawan endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia dan lain-lain.
Cendawan endofit utama pada rumput-rumputan adalah kelas Ascomycotina, famili Clavicipitaceae, tribus Balansiae dengan genus Balansia, Myriogenospora, Atkinsospora dan Epichloe (Siegel dan Schardl 1992, Parberry 1996). Genus Balansia umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inangnya dari serangan hama dan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon 1991; Petrini 1992; Rao 1994 dalam Worang 2009).
Kelimpahan cendawan endofit dipengaruhi oleh faktor biotik dan biotik. Faktor biotik terdiri dari varietas dan spesies inang. Sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh adalah faktor-faktor cuaca yaitu suhu, kelembaban relatif dan kadar air tanah serta teknik budidaya (Lewis et al. 1997).
Cendawan Endofit sebagai Agens Hayati
Cendawan endofit merupakan simbion mutualis tanaman. Peran yang menguntungkan tanaman yaitu meningkatkan ketahanan terhadap serangga dan mamalia herbivora (Clay 1992; Siegel dan Schardl 1992, Faeth 2002), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Narisawa et al. 2002), memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan suhu tinggi (Lewis et al. 1997; Lehtonen et al. 2005) dan bioindindikator kesehatan tanaman (Genarro-Genarro 2003).
5
antibiotika (Carrol 1988; Clay 1988) sehingga asosiasi beberapa cendawan endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora (Saikkonen dan Herlander 2003).
Salah satu manfaat penting cendawan endofit bagi tanaman inang adalah meningkatkan resistensi tanaman inang dari serangan hama. Clay (1992) mengemukakan bahwa secara keseluruhan terdapat 21 spesies rumput-rumputan dan tiga teki dari daerah iklim sedang, dimana cendawan endofit meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap seranggan serangga. Cendawan endofit berpengaruh terhadap serangga dari berbagai famili. Cendawan endofit Acremonium coephialum pada rumput Festuca arundinacea sangat menurunkan laju ketahanan hidup Schizaphis graminum, Rhopalosiphum padi namun tidak berpengaruh terhadap Sitobion avenaei dan Rhopalosiphum maidis. Perlakuan yang sama juga menghambat larva Spodoptera frugiperda dan ulat Crambus spp.
Cendawan endofit lain yaitu Acremonium lolii pada rumput Lolium perenne
dapat menolak maka dan peletakan telur, menurunkan ketahanan hidup, menghambat aktivitas makan dan laju peletakan telur kumbang Listronotus bonariensis dan menimbulkan kematian 100% jangkrik Acheta domesticus (Clay 1988; Carrol 1992).
Hama-Hama Tanaman Padi
Penggerek Batang Padi Merah Jambu
Penggerek batang padi merah jambu Sesamia inferens (Wlk.) termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae (Kalshoven 1981). Daerah penyebaran penggerek batang padi merah jambu adalah India, China, Jepang, dan seluruh negara di Asia Tenggara (Feakin 1971).
tidak ditutupi oleh rambut-rambut. Satu barisan terdiri dari 30-100 butir. Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari (Kalshoven 1981).
Larva berwarna merah jambu keunguan pada bagian dorsal dan putih pada bagian ventral; kepala berwarna coklat kemerahan (Siwi 1978). Stadium larva berlangsung sekitar 3-4 minggu (Kalshoven 1981). Larva muda langsung menggerek pelepah daun dan masuk ke dalam batang. Satu batang dapat ditemuan beberapa ekor larva (Kalshoven 1981).
Larva berkepompong pada pelepah daun. Pupa berwarna coklat gelap dengan warna ungu pada bagian kepalanya. Stadium pupa sekitar 10 hari. Siklus hidup penggerek batang padi merah jambu berlangsung sekitar 46-83 hari (Tjoa 1952).
Usaha-usaha pengendalian yang dapat dilakukan diantaranya adalah pembakaran jerami dari tanaman sebelumnya segera setelah panen, penggenangan jerami selama kurang lebih 15 hari, pembersihan gulma pada pertanaman padi
yang diduga menjadi inang alternatif, penggunaan pupuk urea sesuai anjuran, dan penggunaan insektisida (Deptan 1983; Reissig et al. 1985).
Kepinding Tanah
Spesies Kepinding tanah yang umum ditemukan pada pertanaman padi di pulau Jawa adalah Scotinophara cinerea LeG. (Scotinophara vermiculata Voll.). Kepinding tanah termasuk dalam ordo Hemiptera, super famili Pentatomidae, famili Pentatomidae, dan subfamili Scutellerinae (Kalshoven 1981).
Fase imago dan nimfanya menghisap cairan tanaman padi. Tempat sekitar hisapannya berwarna coklat tua pada tepinya dan menyerupai gejala penyakit blas. Ujung daun atau tepinya atau seluruh bagian tanaman menjadi kering apabila hama menyerang dalam jumlah besar (Deptan 1983).
7
Imago meletakkan telur secara berkelompok atau dalam barisan. Jumlah telur dalam satu kelompok sekitar 20-60 butir. Telur diletakkan pada pangkal batang atau bagian tanaman lainnya yang sudah membusuk atau mulai membusuk. Jumlah telur yang dapat diletakkan oleh satu imago betina sekitar 300-680 butir yang diletakkan selama 115 hari (Soemartono et al. 1974). Bentuk telur silindris dan berwarna merah jambu kehijauan, dan stadium telur berlangsung sekitar 7 hari (Kalshoven 1981).
Nimfa instar awal berwarna coklat dengan abdomen berwarna hijau kekuningan dan beberapa bercak hitam. Nimfa ganti kulit sekitar 4-5 kali dan mencapai stadium imago setelah 25-30 hari. Stadium imago berlangsung sekitar 7 bulan (Kalshoven 1981).
Usaha pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan kepinding tanah diantaranya adalah penghilangan inang alternatif disekitar pertanaman padi, seperti gandum, jagung, dan tebu; pembersihan gulma untuk mengurangi kelembaban mikro; penggunaan varietas padi yang mempunyai masa pemasakan cepat; dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985).
Belalang
Belalang Oxya spp. (Orthoptera: Acrididae) memiliki kisaran inang yang cukup luas, diantaranya jagung, kacang-kacangan, padi, kapas, talas dan gandum (Willemse, 2001). Telur salah satu spesies Oxya berbentuk panjang dan silindris dengan lekukan di bagian tengah. Telur berwarna kuning kecoklatan. Telur diletakkan secara berkelompok yang ditutupi cairan pekat yang berasal dari imago betina. Panjang telur sekitar 4,5 sampai 5,2 mm dan lebar 1,2 sampai 1,6 mm (CPC 2000). Menurut Kalshoven (1981), telur akan menetas 4 minggu setelah diletakkan dan sebagian besar penetasan telur terjadi pada pagi hari.
Dalam keadaan cuaca mendung atau hujan biasanya hanya sedikit telur menetas. Populasi hama ini dapat meledak pada musim kering dengan cuaca yang panas (Sun et. al., 1991 dalam CPC 2000).
09.00 dan pada sore hari pukul 16.00 sampai 19.00 (Sun et al. 1991 dalam CPC 2000).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan padi milik warga di Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten Jawa Tengah dari bulan Juni sampai Oktober 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa isolat cendawan endofit (Nigrospora, Penicillium , dan Acremonium), air steril, dan benih padi varietas Ciherang. Alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas ukur, blender, plastik, karung.
Metode Penelitian
Perlakuan Benih
Inokulasi cendawan endofit dilakukan pada benih padi dengan perendaman. Isolat cendawan endofit didapatkan dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, koleksi Dr. Suryo Wiyono yaitu Nigrospora, Penicillium dan Acremonium. Biakan cendawan endofit pada media PDA yang berumur 10 hari dipanen sporanya dan dicampurkan dengan air steril sehingga didapatkan suspensi spora dengan kepadatan 106 cfu/ml. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp. 2. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp. 3. Perlakuan cendawan endofit Penicillium sp.
4. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Acremonium sp. 5. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp. 6. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp.+Penicillium sp.
7. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp.+Acremonium sp.
8. Perlakuan insektisida MIPC
Persiapan Lahan
Penelitian ini menggunakan lahan seluas 675 m2 dengan ukuran panjang lahan 60 m dan lebar 13 m. Jumlah keseluruhan petak percobaan berdasarkan sembilan jenis perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan adalah 27 petak percobaan. Setiap petak percobaan mempunyai ukuran 25 m2 (5 m x 5 m). Jarak antar petak sebesar 50 cm. Adapun skema pengacakan petak percobaan terdapat pada lampiran.
Penanaman padi
Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Benih padi disemai dengan cara benih direndam dalam air terlebih dahulu selama 24 jam kemudian ditiriskan dan dicampur dengan suspensi spora. Benih padi yang telah diberi perlakuan dibungkus lalu dibiarkan selama 24 jam dalam ruang gelap yang lembab. Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disebar di lahan persemaian. Persemaian ini dilakukan selama tiga minggu untuk menghasilkan bibit padi yang
cukup kuat untuk ditanam. Setelah berumur 21 hari bibit dipindahtanamkan ke lahan percobaan. Setiap dua bibit padi ditanam dengan jarak 25 x 25 cm pada satu lubang.
Gambar 1. Skema penanaman bibit pada petak percobaan
11
Gambar 2 Skema pengacakan petak percobaan Keterangan gambar :
N = perlakuan Nigrospora P = perlakuan Penicillium A = perlakuan Acremonium
NP = perlakuan Nigrospora + Penicillium NA = perlakuan Nigrospora + Acremonium PA = perlakuan Penicillium + Acremonium
Pemeliharaan
Pemberian pupuk pada percobaan ini mengikuti kebiasaan petani setempat. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk Urea 250 kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan tiga kali yaitu pada saat umur 0 hari setelah tanam (HST), 14 HST, dan 35 HST.
Pengairan lahan dilakukan jika lahan terlihat agak kering dan air tersedia. Hal ini terjadi karena musim kemarau yang cukup panjang sehingga ketersediaan air terbatas. Penyiangan gulma dilakukan pada umur 15 dan 30 HST secara
manual menggunakan alat “sorokan”.
Penyemprotan pestisida MIPC sebagai perlakuan pembanding yang dilakukan setiap satu minggu sekali sejak padi berumur 7 HST.
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan dengan interval pengamatan dua minggu sekali. Parameter
yang diamati adalah tingkat serangan penggerek batang padi merah jambu, tingkat serangan belalang, dan populasi kepinding tanah.
Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu dilakukan dengan mengamati gejala di bagian pangkal batang padi. Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu menggunakan rumus :
I = Tingkat serangan hama (%)
Pengamatan tingkat serangan belalang dilakukan dengan mengamati bekas gigtan belalang pada daun dan diberi nilai berdasarkan tingkat kerusakannya. Pengamatan dilakukan pada saat padi berumur 35 HST. Pengamatan tingkat serangan belalang menggunakan rumus Towsen dan Heuberger 1943 dalam Unterstenhofer (1976):
I =
JumlahJ a a aa a a ae e aax
%
13
I = Intensitas serangan hama,
ni = Jumlah contoh pada kategori ke-i, vi = Nilai numerik masing-masing kategori, Z = Nilai skala tertinggi, dan
N = Jumlah rumpun contoh yang diamati
Tabel 1 Penentuan kategori tingkat serangan belalang
No Kategori serangan Skor % Kerusakan
1 Tidak ada serangan 0 0
2 Serangan ringan 1 0 < x = 20 3 Serangan sedang 2 20 < x = 40 4 Serangan berat 3 40 < x = 80 5 Serangan parah 4 80 < x = 100
Pada pengamatan populasi kepinding tanah dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi menggunakan rumus :
Pengamatan Padi
Penentuan tanaman contoh dilakukan secara diagonal. Pengamatan pada setiap petak percobaan dilakukan dengan mengambil lima rumpun tanaman contoh pada setiap petak percobaan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif tiap tanaman contoh, jumlah
dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh. Pengamatan pada saat fase bibit juga dilakukan yaitu menghitung pertumbuhan bibit yang terdiri dari panjang akar, tinggi tanaman, dan daya perkecambahan benih.
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan dimulai pada umur tanaman padi 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengukur tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi dan menghitung jumlah anakan. Pengamatan jumlah anakan produktif tiap tanaman dilakukan saat padi akan dipanen. Penghitungan jumlah dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh dilakukan di rumah menggunakan alat penghitung “counter” dan timbangan.
Pengamatan pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengambil 10 rumpun contoh pada setiap perlakuan pada saat padi akan pindah tanam pada umur 21 HST. Tanaman contoh yang diambil diukur panjang akar dan tinggi bibitnya. Pengamatan daya perkecambahan benih padi dilakukan pada seratus benih padi untuk setiap perlakuan. Keseluruhan benih yang digunakan direndam pada masing-masing suspensi cendawan endofit selama 24 jam. Selanjutnya, benih ditumbuhkan dalam cawan petri yang telah dilapisi kertas basah kemudian
digulung dengan rapi. Setiap hari gulungan dibuka dan dibasahi secara merata untuk menjaga kelembaban. Setelah satu minggu, dilakukan penghitungan jumlah benih yang tumbuh untuk mengetahui persentase daya kecambah benih.
Penimbangan bobot panen dilakukan pada saat padi berumur 91 HST. Pemanenan dilakukan secara manual dan dirontokkan menggunakan mesin perontok padi. Bobot panen ditimbang berdasarkan jenis perlakuannya dan disatukkan dalam karung untuk masing-masing perlakuan.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Kabupaten Klaten merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini terdiri atas 26 kecamatan dengan 53 desa dan 103 kelurahan. Wilayahnya terletak di antara Gunung Merapi dan pegunungan seribu. Luas wilayahnya 665,56 km2 atau 1,93% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Menurut Badan Pusat Statisitik Provinsi Jawa Tengah (2012), pada tahun 2010 luas areal yang digunakan sebagai sawah di Kabupaten Klaten seluas 54.737 ha dengan rata-rata produksi 55,48 kuintal/ha dan produksi total mencapai 302.893 ton. Wilayah Kabupaten Klaten memiliki ketinggian rata-rata 75-160 m dpl. Suhu rata-rata mencapai 28-30 o
C. Kecepatan angin dan curah hujan rata-rata sebesar 153
mm/bulan dan 8-350 mm/bulan. Luas wilayahnya mencapai 65.556 Ha.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu penyangga pangan di Jawa Tengah, dari seluruh wilayah kabupaten, 50% digunakan untuk areal persawahan. Dilihat dari luas areal persawahan, intensifikasi penanganan hama dan penyakit tanaman khususnya padi menjadi hal yang sangat penting. Kurangnya penanganan terhadap hama dan penyakit tanaman padi dapat mengganggu produksi dan akan berdampak pada kesejahteraan petani. Salah satu wilayah di Kabupaten Klaten yang memerlukan perhatian khusus terkait dengan hama dan penyakit tanaman
adalah Kecamatan Juwiring. Beberapa kali petani gagal panen akibat serangan hama yang mengakibatkan menurunnya hasil produksi bahkan gagal panen.
hayati sehingga keseimbangan ekosistem dapat dipertahankan. Masalah hama dan pengairan sawah menjadi masalah yang penting bagi petani di Kabupaten Klaten.
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama
Hama tanaman yang menyerang tanaman padi bermacam-macam dengan spesifikasi yang berbeda. Pada penelitian ini, beberapa hama yang diamati antara lain adalah penggerek batang padi merah jambu, kepinding tanah, dan belalang.
a.) Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens)
Hama ini merusak tanaman padi khususnya bagian pangkal batang. Beberapa metode dilakukan untuk mengendalikan hama ini antara lain yaitu usaha-usaha pengendalian dengan cara pembakaran jerami dari tanaman sebelumnya segera setelah panen, penggenangan jerami selama kurang lebih 15 hari, pembersihan gulma pada pertanaman padi yang diduga menjadi inang alternatif, penggunaan pupuk urea sesuai anjuran, dan penggunaan insektisida (Deptan 1983; Reissig et al. 1985).
Dominasi penggerek batang padi merah jambu berfluktuasi sejak tahun 1969. Pada tahun 1980, 1990, dan 1998 populasinya rendah sekali, tetapi meningkat pada tahun 1995. Pada tahun 2007 juga ditemukan penggerek batang padi merah jambu. Fenomena tersebut bukan hanya terjadi di Sukamandi, tetapi juga di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada umumnya. Hasil survei di Jawa pada tahun 2007 menunjukkan, berdasarkan morfologi larva, populasi penggerek batang padi merah jambu meningkat dibanding tahun 1999 (Hendarsih et al. 2007).
Tabel 2 Tingkat serangan penggerek batang merah jambu pada tanaman padi berdasarkan perlakuan cendawan endofit dan waktu pengamatan
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 0 0 8,53 ± 2,84a 2,22 ± 1,07a 1,86 ± 1,28a 2,47 ± 4,27a
Insektisida MIPC 0 0 4,68 ± 5,82a 4,74 ± 8,20a 4,35 ± 3,14a 8,23 ± 4,97a
Nigrospora 0 0,30 ± 0,60ab 4,16 ± 2,84a 2,57 ± 1,11a 0,74 ± 1,28a 0,51 ± 0,89a
Penicillium 0 0,67 ± 1,20a 0,44 ± 0,77a 6,85 ± 7,39a 6,55 ± 7,45a 4,81 ± 7,13a
Acremonium 0 0 6,80 ± 11,78a 7 ± 11,27a 4,43 ± 7,67a 1,93 ± 3,35a
Nigrospora + Penicillium 0 0 1,44 ± 1,34a 0,51 ± 0,88a 0,60 ± 0,54a 3,57 ± 2,52a
Nigrospora + Acremonium 0 0 3,42 ± 5,36a 1,67 ± 2,89a 1,71 ± 1,67a 8,83 ± 8,39a
Penicillium + Acremonium 0 0 2,44 ± 4,23a 1,73 ± 1,09a 3,55 ± 4,27a 5,59 ± 4,40a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 0 0 6,43 ± 9,40a 5,88 ± 5,23a 1,18 ± 1,05a 3,87 ± 6,70a
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit pada tanaman padi tidak mempengaruhi tingkat serangan penggerek batang merah jambu. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 2). Hal ini dapat diakibatkan oleh rendahnya tingkat serangan hama penggerek batang merah jambu.
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 35,00ab
a
nilai dalam persen (%)
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit yang diberikan pada padi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan belalang. Kejadian ini diakibatkan oleh kondisi cuaca di lapangan yang panas dan kering, sehingga populasi belalang juga meningkat. Hal ini selaras dengan pernyataan
yang dikemukakan oleh Sun et al. (1991) dalam CPC (2000) bahwa populasi hama ini dapat meledak pada musim kering dengan cuaca yang panas.
c.) Kepinding Tanah
Tabel 4 Populasi kepinding tanah pada tanaman padi yang diberi perlakuan cendawan endofit
Perlakuan Populasi (ekor/rumpun)
7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 0,30 ± 0,60ab 0,00 4,20 ± 3,65a 3,60 ± 3,34a 1,07 ± 0,81a 0,80 ± 0,20a
Insektisida MIPC 0,00 0,00 4,73 ± 0,42a 4,07 ± 0,70a 2,47 ± 0,76a 1,40 ± 0,69a
Nigrospora 0,00 0,00 2,80 ± 1,64a 2,53 ± 1,22a 1,93 ± 0,61a 1,67 ± 0,64a
Penicillium 0,00 0,00 1,73 ± 1,51a 1,40 ± 1,04a 0,93 ± 0,92a 1,13 ± 0,95a
Acremonium 0,00 0,00 1,93 ± 1,03a 1,27 ± 0,95a 1,00 ± 0,92a 0,87 ± 0,64a
Nigrospora + Penicillium 0,00 0,00 3,67 ± 1,21a 3,13 ± 0,83a 2,87 ± 1,01a 2,53 ± 0,90a
Nigrospora + Acremonium 0,30 ± 0,60a 0,00 3,40 ± 3,08a 2,73 ± 2,39a 2,13 ± 0,76a 1,73 ± 1,22a
Penicillium + Acremonium 0,00 0,00 2,20 ± 1,78a 2,13 ± 1,60a 1,73 ± 0,12a 1,27 ± 0,61a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 0,30 ± 0,60a 0,00 2,87 ± 2,70a 2,87 ± 2,13a 2,13 ± 2,32a 1,93 ± 1,86a
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa populasi kepinding tanah relatif rendah selama masa percobaan (Tabel 4). Rata-rata populasi kepinding tanah kurang dari 5 ekor/rumpun. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit dan insektisida tidak memberikan pengaruh terhadap populasi kepinding tanah di lahan percobaan. Rendahnya populasi kepinding tanah diduga menjadi penyebab sulitnya mengetahui pengaruh perlakuan cendawan endofit.
Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Cendawan endofit merupakan simbion mutualis tanaman. Peran yang menguntungkan tanaman yaitu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Narisawa et. al. 2002), memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan suhu tinggi (Lewis et. al 1997;Lehtonen et. al 2005) dan bioindikator kesehatan tanaman (Genarro-Genarro 2003). Pertumbuhan bibit padi yang baik akan mempengaruhi kualitas tanaman
padi. Berikut ini adalah data pertumbuhan bibit padi yang telah diberi perlakuan endofit.
a) Pertumbuhan bibit padi
Tabel 5 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap panjang akar, tinggi bibit, serta daya kecambah tanaman padi
Perlakuan Panjang Akar Tinggi Tanaman Daya Kecambah
(cm) (cm) (%)
Nigrospora + Penicillium 14,20 ± 1,26ab 20,00 ± 1,43abc 70
Nigrospora + Acremonium 11,55 ± 1,36de 22,00 ± 1,26a 79
Penicillium + Acremonium 12,25 ± 1,51cd 20,40 ± 0,64abc 70
Nigrospora + Penicillium + Acremonium
12,70 ± 1,52cd 20,70 ± 1,21abc 65
a
21
b.) Tinggi tanaman
Tabel 6 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap tinggi tanaman padi
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 22,14 ± 2,48abb 31,47 ± 5,77ab 44,27 ± 9,45ab 49,93 ± 7,89a 57,86 ± 7,29ab 64,40 ± 7,66a
Insektisida MIPC 19,27 ± 3,15b 29,27 ± 3,95ab 48,60 ± 3,89a 53,40 ± 5,44a 59,47 ± 8,71ab 64,53 ± 11,84a
Nigrospora 19,38 ± 4,25b 25,87 ± 7,52b 40,00 ± 9,23ab 50,92 ± 4,54a 57,07 ± 6,59ab 64,47 ± 8,69a
Penicillium 20,33 ± 3,11ab 26,80 ± 3,57ab 40,33 ± 7,46ab 47,80 ± 5,54a 54,93 ± 4,72ab 62,27 ± 9,75a
Acremonium 18,85 ± 5,23b 25,53 ± 6,85b 36,93 ± 12,42b 43,60 ± 10,97a 51,73 ± 10,21b 60,93 ± 8,15a
Nigrospora + Penicillium 22,27 ± 3,51ab 29,73 ± 4,08ab 45,47 ± 4,59ab 52,40 ± 4,38a 61,60 ± 5,62a 69,87 ± 6,53a
Nigrospora + Acremonium 19,60 ± 2,58b 28,07 ± 9,13ab 38,47 ± 14,35ab 46,00 ± 14,14a 54,20 ± 13ab 63,40 ± 13,03a
Penicillium + Acremonium 19,38 ± 3,95b 29,00 ± 5,71ab 44,20 ± 7,93ab 50,20 ± 7,30a 56,13 ± 7,11ab 61,27 ± 6,80a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 22,70 ± 2,54a 32,73 ± 5,69a 44,33 ± 10,63ab 52,33 ± 9,11b 60,80 ± 8,48c 68,47 ± 9,34a
23
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perlakuan cendawan endofit berpengaruh terhadap tinggi bibit dan panjang akar bibit, namun tidak mempengaruhi tinggi tanaman setelah dipindahtanamkan.
c.) Jumlah anakan
Tabel 7 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap jumlah anakan padi
Perlakuan 7 HSTa 21 HST 35 HST 49 HST 63 HST 70 HST
Tanpa perlakuan 4,00 ± 1,13abb 7,27 ± 2,94ab 13,73 ± 6,11ab 16,87 ± 4,45a 14,13 ± 3,15a 12,67 ± 3,81a
Insektisida MIPC 4,93 ± 1,33ab 6,80 ± 3bc 17,60 ± 5,33a 16,87 ± 4,43a 15,67 ± 3,95a 15,33 ± 4,85a
Nigrospora 3,80 ± 0,94b 5,47 ± 2,80bc 10,67 ± 5,25b 11,33 ± 3,65a 12,60 ± 3,75a 13,53 ± 4,32a
Penicillium 4,07 ± 0,96ab 5,80 ± 1,78bc 10,40 ± 4,17b 11,53 ± 4,34a 11,87 ± 4,82a 12,67 ± 5,70a
Acremonium 3,73 ± 1,10b 5,20 ± 2,24bc 12,07 ± 6,04ab 13,06 ± 5,84a 13,13 ± 5,32a 13,33 ± 5,33a
Nigrospora + Penicillium 3,87 ± 1,25b 4,73 ± 1,94c 13,47 ± 5,14ab 14,53 ± 5,05a 15,40 ± 4,68a 16,00 ± 5,10a
Nigrospora + Acremonium 5,33 ± 2,38a 6,80 ± 3,73bc 14,67 ± 8,09ab 13,60 ± 6,69a 12,67 ± 6,99a 11,40 ± 7,30a
Penicillium + Acremonium 3,80 ± 1,21b 5,60 ± 2,29bc 11,80 ± 5,75ab 12,60 ± 5,65a 13,13 ± 5,93a 13,73 ± 6,03a
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 4,07 ± 1,39ab 9,20 ± 2,93a 16,40 ± 4,39ab 16,67 ± 3,37a 16,80 ± 3,68a 16,87 ± 4,26a
a
HST = hari setelah tanam
b
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
25
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak memberikan pengaruh yang nyata jumlah anakan padi. Hal ini dapat diakibatkan oleh keadaan cuaca yang kering dan kurangnya ketersediaan air akibat musim kemarau serta kondisi lahan yang kurang baik sehingga efektifitas cendawan endofit menjadi menurun dan pertumbuhan padi menjadi terganggu. Perlakuan cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan (Tabel 7).
d.) Berat bulir, jumlah bulir dan anakan produktif
Tabel 8 Pengaruh perlakuan cendawan endofit terhadap berat bulir, jumlah bulir, serta jumlah anakan produktif
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan (α = 0,05).
Data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan cendawan endofit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif, berat bulir/malai dan jumlah
e.) Bobot panen
Tabel 9 Bobot panen padi untuk setiap perlakuan
Perlakuan Jumlah / 75m2 (kg)
Tanpa Perlakuan 22,00
Insektisida MIPC 20,00
Nigrospora 23,50
Penicillium 26,50
Acremonium 20,50
Nigrospora + Penicillium 23,50
Nigrospora + Acremonium 22,00
Penicillium + Acremonium 19,00
Nigrospora + Penicillium + Acremonium 20,50
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perlakuan cendawan endofit tidak mempengaruhi tingkat serangan dan populasi hama padi yang ditemukan di lapangan yaitu penggerek batang merah jambu, kepinding tanah, dan belalang.
Cendawan endofit berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit padi, tetapi tidak pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi di lapangan.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. http://jateng.bps.go.id/ [24 Juli 2012]
[DEPTAN] Departemen Pertanian. 1983. Pedoman Becocok Tanam Padi Palawija dan Sayur-sayuran. Satuan Pengendali Bimas, Departemen Pertanian. Jakarta 281 hal.
Boer, R. 2007. “Is Our Agriculture System Resilient to Climate Change?” The
Jakarta Post.The Journal of Indonesia Today. Dec 04, 2007. Diakses 6/12/2007.
Carrol, GC. 1988. Fungal endophytes in stems and leaves: from latent pathogen to mutualistic simbiont. Ecology 69:29.
Clay K. 1988. Clavicipitaceous fungal endophytes of grasses coevolution and the change from parasitism to mutualism. Di dalam; Pirozinsky KA, Hawksworth, DL, editor. Coevolution of fungi with plant and animals. London: Academic Press.
Clay K. 1992. Endophytes as antagonists of plant pest. Hlm 331-357. dalam: JH. Andrews and SS Hirano (eds). Miicrobiology of Leaves. Springer Verlag. New York.
CPC [Crop Protection Compendium]. 2000. 2nd ed. CAB [Commonwealth Agricultural Bureaux].
Faeth S. H. 2002. Are endophytic fungi defensive plant mutualism? Oikos 98: 25-36.
Fagi MA, Lass I. 1988. Dalam: Ismunadji M, Partohardjono, Syam M dan Widjono A. Lingkungan Tumbuh Padi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal: 167-213.
Feakin, M. D. 1971. Insect Pest of Rice. Pans Manual No. 3. Tropical Pesticides Research Headquarter and Information Unit. 56 Gray`s Mn Rocol. London. WCIX 8 LU, England.
Gennaro Gennaro M, P Gonthier, G Nicolotti. 2003. Fungal endophytic communities in healty and declining Quercus robur L. And Q. cerris L. Trees in Northern Italy. J. Phytopathology 151: 529-534.
29
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Revised and translated by P. A. Van Der Laan. P. T. Ichtiar Baru - van Hoeve. Jakarta. 710 hal.
Kertoseputro, D. Suharto, H. 1986. The Bionomics of Rice Blackbug (Scotinophora coarctata F.) (Heteroptera : Pentatomidae) : Life Cycle and Its Occurence in Rice Fields. Media Penelitian Sukamandi No. 2, Pebruari 1986. Hal. 47-50.
Lehtonen P, M Helander, K Saikkonen. 2005 Are endophyte-mediated effects on herbivores conditional on soil nutriens?. Oecologia 142: 38-45.
Lewis GC, C Ravel, W Naffaa, C Astier, G Charmet. 1997. Occurence of Acremonium endophytes in wild population of Lulium spp. in European countries and relationship between level of invfection and climate in France. Ann. Appl. Biol 130: 227-238.
Manurung SO, Ismunadji M. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, hal 55-102. Dalam: Ismunadji M, Partohardjono, Syam M dan Widjono A. Lingkungan Tumbuh Padi. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Narisawa K, H Kawamata, R S Currah, T Hashiba. 2002. Suppression of Verticillium with in eggplant by some fungal root endophytes. European. J. Plan Pathol 108: 103-109.
Parberry DG. 1996. Trophism and the ecology of fungi associated with plants. Biol. Rev. 71: 473-527.
Petrini O. 1992. Fungal endiphytes of tree leaves. Di dalam Andrew JH, Hirano SS, editor Microbial Ecology of Leaves. New York: Springer-Verlag. p 179.
Reissig, WH, Heinrichs EA, Litsinger JA, Moody K., Mew T, Barrion AT. 1985. Illustrated Guide to Integrate Pest Management in Rice Tropical Asia. International Rice Research Institute. Los Banos, Philipines. 411 hal.
Saikkonen KT, Helander ML. 2003. Ecology and diversity of endophytic fungi. http://www.sci.utu.fi/biologia/ekologia/endofyytti.htm [20 Mei 2009]
Siegel MR, CL Schardl. 1992. Fungal endophytes of grasses: detrimental or beneficial association. hlm 198-221. dalam: JH Andrews dan SS Hirano (eds). Microbiology of Leaves. Springer Verlag. New York.
Sinclair JB, Cerkaukas RF. 1996. Latens infection vs endophytic colonization by fungi. Di dalam: Redlin SC, Carris LM, editors. Endophytic Fungi in Grasses and Woody Plant. St Paul Minnesota: The American Phytopathological Society. P 3-29.
Sudjono S, Sudarmadi. 1989. Teknik Pengamatan Hama dan Penyakit. Yogyakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Santoso S, S Wiyono. 2008. Keragaman cendawan endofit padi dan kaitannya dengan Ketahanan terhadap Wereng Coklat. Laporan Akhir Penelitian Fundamental Dikti.
Siwi, S. S. 1978. Pengenalan Wereng dan Penggerek Batang Padi. LP3. Bogor. 15 hal.
Tjoa, Tjien Mo. 1952. Memberantas Hama-Hama Padi di Sawah dan di dalam Gudang. Noordhoff, N. V. Jakarta. 127 hal.
Unterstenhofer G. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Field Trial. Bayer Pflantensshutz.
ABSTRAK
M. KHAIRY. Pengaruh Cendawan Endofit terhadap Hama dan Pertumbuhan Tanaman Padi di Lapangan. Dibimbing oleh SUGENG SANTOSO dan SURYO WIYONO.
Cendawan endofit merupakan cendawan yang hidup dalam jaringan tanaman, tanpa menimbulkan gejala penyakit pada tanaman inangnya. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh cendawan endofit terhadap hama dan pertumbuhan tanaman padi di lapangan. Perlakuan yang digunakan adalah perendaman benih padi varietas Ciherang menggunakan suspensi cendawan endofit dengan kerapatan 106 cfu/ml. Cendawan endofit yang digunakan yaitu Nigrospora, Penicillium, dan Acremonium. Sebagai pembanding digunakan tanaman yang tidak diberi perlakuan cendawan endofit dan tanaman yang diberi perlakuan pestisida. Penelitian terdiri dari sembilan perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengamatan yang dilakukan terdiri dari dua pengamatan yaitu pengamatan hama dan pertumbuhan padi. Parameter yang diamati pada pengamatan hama meliputi tingkat serangan hama penggerek batang merah jambu dan belalang serta populasi kepinding tanah. Pada pengamatan pertumbuhan padi yang diamati meliputi pertumbuhan bibit (panjang bibit, panjang akar, dan daya perkecambahan), tinggi tanaman, jumlah anakan, berat bulir, jumlah bulir, dan jumlah anakan prduktif serta bobot panen. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA pada taraf 5% dan uji lanjut Duncan. Perlakuan cendawan endofit meningkatkan pertumbuhan bibit padi. Padi yang diberi perlakuan cendawan endofit menunjukkan pertumbuhan bibit, akar bibit dan daya perkecambahan yang berbeda dibandingkan kontrol. Perlakuan cendawan endofit secara umum tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan hama dan pertumbuhan tanaman.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan utama di Indonesia,
karena sebagian besar penduduknya menggunakan beras sebagai makanan pokok.
Kebutuhan beras sebagai bahan pangan utama terus meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS 2012),
produksi padi di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 65,39 juta ton gabah kering giling
(GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,08 juta ton (1,63 %) dari produksi tahun 2010
sebesar 66,47 juta ton GKG. Menurunnya produksi padi disebabkan faktor fenomena
iklim berupa musim kemarau panjang serta gangguan hama dan penyakit.
Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala
dalam usaha meningkatkan produksi padi. Upaya pengendalian hama umumnya masih
menggunakan pestisida sebagai metode pengendalian hama yang paling ampuh.
Namun, akibat dari penggunaan pestisida secara berlebihan dan terus menerus dapat mengakibatkan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif dari penggunaan insektisida yang tidak bijaksana, mengharuskan kita terus mengembangkan teknologi baru yang efektif dan ramah lingkungan untuk mengendalikan OPT. Salah satu teknik yang mempunyai harapan cukup baik adalah pemanfaatan cendawan endofit.
Cendawan endofit merupakan cendawan yang mengkolonisasi internal bagian tanaman tanpa memberikan kerusakan yang nyata bagi inangnya (Petrini 1996). Cendawan endofit mampu meningkatkan resistensi tanaman inang dari serangan hama (Clay 1992). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keragaman antar cendawan endofit antar tanaman terserang dengan tidak terserang hama. Salah satu cendawan endofit asal pelepah padi yaitu Nigrospora sp. isolat SWSS dapat meningkatkan ketahanan terhadap wereng coklat (Santoso dan Wiyono 2008). Cendawan isolat tersebut tidak bersifat
patogen tanaman, dan meningkatkan pertumbuhan bibit padi yaitu 74% panjang akar dan 100% tinggi bibit. Selain itu cendawan endofit lain yang telah diuji
2
umumnya bersifat simbiosis mutualisme. Cendawan endofit dapat menginfeksi tanaman sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim serta antibiotika (Carrol 1988; Clay 1988). Menurut Saikkoen dan Helander (2003) asosiasi beberapa cendawan endofit dengan tanaman inangnya mampu melindungi tanaman dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora.
Selama ini penelitian tentang pengaruh cendawan endofit terhadap perkembangan hama dan pertumbuhan tanaman padi baru dilaksanakan dalam skala laboratorium. Untuk itu perlu adanya pengujian skala lapangan agar teruji keefektifannya di lapangan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam mengendalikan hama padi yang ramah lingkungan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cendawan endofit terhadap hama dan pertumbuhan tanaman padi di lapangan.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Cendawan Endofit
Deskripsi
Cendawan endofit disebut juga sebagai mikosimbion endofitik merupakan
cendawan yang melakukan kolonisasi dalam jaringan tanaman tanpa menimulkan gejala sakit (Petrini 1992). Sedangkan menurut Sinclair dan Cercauskas (1996) mendefinisikan endofit sebagai mikroorganisme yang hidup dalam tumbuhan lain. Clay (1988) mengatakan bahwa cendawan endofit adalah cendawan yang terdapat di dalam sistem jaringan tumbuhan, seperti daun, bunga, ranting ataupun akar tumbuhan.
Cendawan endofit ditemukan pada berbagai kelompok tanaman yaitu rumput-rumputan, teki, dan berbagai pohon-pohonan dan sayuran (Petrini 1992, Siegel dan Schardl 1992). Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya digolongkan dalam dua kelompok yaitu mutualisme konstutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara fungi dengan tumbuhan terutama rumput-rumputan. Sedangkan mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara (Carrol 1988).
Cendawan endofit hidup dalam jaringan internal tanaman. Cendawan endofit pada banyak rumput-rumputan hidup secara simbiosis mutualisme karena cendawan tersebut membantu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap herbivora, patogen dan kondisi ekstrim, juga meningkatkan kemampuan bersaing tanaman inang dengan tanaman lainnya yaitu dengan menerima nutrisi sehingga mampu melindungi inangnya tersebut (Saikkonen dan Helander 2003).
Taksonomi dan Ekologi
4
cendawan endofit dalam kelompok Ascomycotina dan Deuteromycotina. Keragaman pada jasad ini cukup besar seperti pada Loculoascomycetes, Discomycetes dan Pyrenomycetes. Strobel et. al. 1996 dalam Worang 2003 mengemukakan bahwa cendawan endofit meliputi genus Pestalotia, Pestalotiopsis, Monochaetia dan lain-lain.
Cendawan endofit utama pada rumput-rumputan adalah kelas Ascomycotina, famili Clavicipitaceae, tribus Balansiae dengan genus Balansia, Myriogenospora, Atkinsospora dan Epichloe (Siegel dan Schardl 1992, Parberry 1996). Genus Balansia umumnya dapat menginfeksi tumbuhan tahunan dan hidup secara simbiosis mutualistik dengan tumbuhan inangnya. Dalam simbiosis ini, fungi dapat membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inangnya dari serangan hama dan penyakit, dan hasil dari fotosintesis dapat digunakan oleh cendawan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Bacon 1991; Petrini 1992; Rao 1994 dalam Worang 2009).
Kelimpahan cendawan endofit dipengaruhi oleh faktor biotik dan biotik. Faktor biotik terdiri dari varietas dan spesies inang. Sedangkan faktor abiotik yang berpengaruh adalah faktor-faktor cuaca yaitu suhu, kelembaban relatif dan kadar air tanah serta teknik budidaya (Lewis et al. 1997).
Cendawan Endofit sebagai Agens Hayati
Cendawan endofit merupakan simbion mutualis tanaman. Peran yang menguntungkan tanaman yaitu meningkatkan ketahanan terhadap serangga dan mamalia herbivora (Clay 1992; Siegel dan Schardl 1992, Faeth 2002), meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Narisawa et al. 2002), memacu pertumbuhan dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan suhu tinggi (Lewis et al. 1997; Lehtonen et al. 2005) dan bioindindikator kesehatan tanaman (Genarro-Genarro 2003).
antibiotika (Carrol 1988; Clay 1988) sehingga asosiasi beberapa cendawan endofit dengan tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen virulen, kondisi ekstrim maupun herbivora (Saikkonen dan Herlander 2003).
Salah satu manfaat penting cendawan endofit bagi tanaman inang adalah meningkatkan resistensi tanaman inang dari serangan hama. Clay (1992) mengemukakan bahwa secara keseluruhan terdapat 21 spesies rumput-rumputan dan tiga teki dari daerah iklim sedang, dimana cendawan endofit meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap seranggan serangga. Cendawan endofit berpengaruh terhadap serangga dari berbagai famili. Cendawan endofit Acremonium coephialum pada rumput Festuca arundinacea sangat menurunkan laju ketahanan hidup Schizaphis graminum, Rhopalosiphum padi namun tidak berpengaruh terhadap Sitobion avenaei dan Rhopalosiphum maidis. Perlakuan yang sama juga menghambat larva Spodoptera frugiperda dan ulat Crambus spp.
Cendawan endofit lain yaitu Acremonium lolii pada rumput Lolium perenne
dapat menolak maka dan peletakan telur, menurunkan ketahanan hidup, menghambat aktivitas makan dan laju peletakan telur kumbang Listronotus bonariensis dan menimbulkan kematian 100% jangkrik Acheta domesticus (Clay 1988; Carrol 1992).
Hama-Hama Tanaman Padi
Penggerek Batang Padi Merah Jambu
Penggerek batang padi merah jambu Sesamia inferens (Wlk.) termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae (Kalshoven 1981). Daerah penyebaran penggerek batang padi merah jambu adalah India, China, Jepang, dan seluruh negara di Asia Tenggara (Feakin 1971).
6
tidak ditutupi oleh rambut-rambut. Satu barisan terdiri dari 30-100 butir. Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari (Kalshoven 1981).
Larva berwarna merah jambu keunguan pada bagian dorsal dan putih pada bagian ventral; kepala berwarna coklat kemerahan (Siwi 1978). Stadium larva berlangsung sekitar 3-4 minggu (Kalshoven 1981). Larva muda langsung menggerek pelepah daun dan masuk ke dalam batang. Satu batang dapat ditemuan beberapa ekor larva (Kalshoven 1981).
Larva berkepompong pada pelepah daun. Pupa berwarna coklat gelap dengan warna ungu pada bagian kepalanya. Stadium pupa sekitar 10 hari. Siklus hidup penggerek batang padi merah jambu berlangsung sekitar 46-83 hari (Tjoa 1952).
Usaha-usaha pengendalian yang dapat dilakukan diantaranya adalah pembakaran jerami dari tanaman sebelumnya segera setelah panen, penggenangan jerami selama kurang lebih 15 hari, pembersihan gulma pada pertanaman padi
yang diduga menjadi inang alternatif, penggunaan pupuk urea sesuai anjuran, dan penggunaan insektisida (Deptan 1983; Reissig et al. 1985).
Kepinding Tanah
Spesies Kepinding tanah yang umum ditemukan pada pertanaman padi di pulau Jawa adalah Scotinophara cinerea LeG. (Scotinophara vermiculata Voll.). Kepinding tanah termasuk dalam ordo Hemiptera, super famili Pentatomidae, famili Pentatomidae, dan subfamili Scutellerinae (Kalshoven 1981).
Fase imago dan nimfanya menghisap cairan tanaman padi. Tempat sekitar hisapannya berwarna coklat tua pada tepinya dan menyerupai gejala penyakit blas. Ujung daun atau tepinya atau seluruh bagian tanaman menjadi kering apabila hama menyerang dalam jumlah besar (Deptan 1983).
Imago meletakkan telur secara berkelompok atau dalam barisan. Jumlah telur dalam satu kelompok sekitar 20-60 butir. Telur diletakkan pada pangkal batang atau bagian tanaman lainnya yang sudah membusuk atau mulai membusuk. Jumlah telur yang dapat diletakkan oleh satu imago betina sekitar 300-680 butir yang diletakkan selama 115 hari (Soemartono et al. 1974). Bentuk telur silindris dan berwarna merah jambu kehijauan, dan stadium telur berlangsung sekitar 7 hari (Kalshoven 1981).
Nimfa instar awal berwarna coklat dengan abdomen berwarna hijau kekuningan dan beberapa bercak hitam. Nimfa ganti kulit sekitar 4-5 kali dan mencapai stadium imago setelah 25-30 hari. Stadium imago berlangsung sekitar 7 bulan (Kalshoven 1981).
Usaha pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan kepinding tanah diantaranya adalah penghilangan inang alternatif disekitar pertanaman padi, seperti gandum, jagung, dan tebu; pembersihan gulma untuk mengurangi kelembaban mikro; penggunaan varietas padi yang mempunyai masa pemasakan cepat; dan penggunaan insektisida (Reissig et al. 1985).
Belalang
Belalang Oxya spp. (Orthoptera: Acrididae) memiliki kisaran inang yang cukup luas, diantaranya jagung, kacang-kacangan, padi, kapas, talas dan gandum (Willemse, 2001). Telur salah satu spesies Oxya berbentuk panjang dan silindris dengan lekukan di bagian tengah. Telur berwarna kuning kecoklatan. Telur diletakkan secara berkelompok yang ditutupi cairan pekat yang berasal dari imago betina. Panjang telur sekitar 4,5 sampai 5,2 mm dan lebar 1,2 sampai 1,6 mm (CPC 2000). Menurut Kalshoven (1981), telur akan menetas 4 minggu setelah diletakkan dan sebagian besar penetasan telur terjadi pada pagi hari.
Dalam keadaan cuaca mendung atau hujan biasanya hanya sedikit telur menetas. Populasi hama ini dapat meledak pada musim kering dengan cuaca yang panas (Sun et. al., 1991 dalam CPC 2000).
8
09.00 dan pada sore hari pukul 16.00 sampai 19.00 (Sun et al. 1991 dalam CPC 2000).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan padi milik warga di Desa Kwarasan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten Jawa Tengah dari bulan Juni sampai Oktober 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini berupa isolat cendawan endofit (Nigrospora, Penicillium , dan Acremonium), air steril, dan benih padi varietas Ciherang. Alat yang digunakan adalah cawan petri, gelas ukur, blender, plastik, karung.
Metode Penelitian
Perlakuan Benih
Inokulasi cendawan endofit dilakukan pada benih padi dengan perendaman. Isolat cendawan endofit didapatkan dari Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, koleksi Dr. Suryo Wiyono yaitu Nigrospora, Penicillium dan Acremonium. Biakan cendawan endofit pada media PDA yang berumur 10 hari dipanen sporanya dan dicampurkan dengan air steril sehingga didapatkan suspensi spora dengan kepadatan 106 cfu/ml. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp. 2. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp. 3. Perlakuan cendawan endofit Penicillium sp.
4. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Acremonium sp. 5. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp. 6. Perlakuan cendawan endofit Acremonium sp.+Penicillium sp.
7. Perlakuan cendawan endofit Nigrospora sp.+Penicillium sp.+Acremonium sp.
8. Perlakuan insektisida MIPC
10
Persiapan Lahan
Penelitian ini menggunakan lahan seluas 675 m2 dengan ukuran panjang lahan 60 m dan lebar 13 m. Jumlah keseluruhan petak percobaan berdasarkan sembilan jenis perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan adalah 27 petak percobaan. Setiap petak percobaan mempunyai ukuran 25 m2 (5 m x 5 m). Jarak antar petak sebesar 50 cm. Adapun skema pengacakan petak percobaan terdapat pada lampiran.
Penanaman padi
Varietas padi yang digunakan adalah varietas Ciherang. Benih padi disemai dengan cara benih direndam dalam air terlebih dahulu selama 24 jam kemudian ditiriskan dan dicampur dengan suspensi spora. Benih padi yang telah diberi perlakuan dibungkus lalu dibiarkan selama 24 jam dalam ruang gelap yang lembab. Benih yang telah diberi perlakuan kemudian disebar di lahan persemaian. Persemaian ini dilakukan selama tiga minggu untuk menghasilkan bibit padi yang
cukup kuat untuk ditanam. Setelah berumur 21 hari bibit dipindahtanamkan ke lahan percobaan. Setiap dua bibit padi ditanam dengan jarak 25 x 25 cm pada satu lubang.
Gambar 1. Skema penanaman bibit pada petak percobaan
Gambar 2 Skema pengacakan petak percobaan Keterangan gambar :
N = perlakuan Nigrospora P = perlakuan Penicillium A = perlakuan Acremonium
NP = perlakuan Nigrospora + Penicillium NA = perlakuan Nigrospora + Acremonium PA = perlakuan Penicillium + Acremonium
12
Pemeliharaan
Pemberian pupuk pada percobaan ini mengikuti kebiasaan petani setempat. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk Urea 250 kg/ha, SP36 200 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan tiga kali yaitu pada saat umur 0 hari setelah tanam (HST), 14 HST, dan 35 HST.
Pengairan lahan dilakukan jika lahan terlihat agak kering dan air tersedia. Hal ini terjadi karena musim kemarau yang cukup panjang sehingga ketersediaan air terbatas. Penyiangan gulma dilakukan pada umur 15 dan 30 HST secara
manual menggunakan alat “sorokan”.
Penyemprotan pestisida MIPC sebagai perlakuan pembanding yang dilakukan setiap satu minggu sekali sejak padi berumur 7 HST.
Pengamatan Hama
Pengamatan hama dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan dengan interval pengamatan dua minggu sekali. Parameter
yang diamati adalah tingkat serangan penggerek batang padi merah jambu, tingkat serangan belalang, dan populasi kepinding tanah.
Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu dilakukan dengan mengamati gejala di bagian pangkal batang padi. Pengamatan tingkat serangan penggerek batang merah jambu menggunakan rumus :
I = Tingkat serangan hama (%)
Pengamatan tingkat serangan belalang dilakukan dengan mengamati bekas gigtan belalang pada daun dan diberi nilai berdasarkan tingkat kerusakannya. Pengamatan dilakukan pada saat padi berumur 35 HST. Pengamatan tingkat serangan belalang menggunakan rumus Towsen dan Heuberger 1943 dalam Unterstenhofer (1976):
I =
JumlahJ a a aa a a ae e aax
%
I = Intensitas serangan hama,
ni = Jumlah contoh pada kategori ke-i, vi = Nilai numerik masing-masing kategori, Z = Nilai skala tertinggi, dan
N = Jumlah rumpun contoh yang diamati
Tabel 1 Penentuan kategori tingkat serangan belalang
No Kategori serangan Skor % Kerusakan
1 Tidak ada serangan 0 0
2 Serangan ringan 1 0 < x = 20 3 Serangan sedang 2 20 < x = 40 4 Serangan berat 3 40 < x = 80 5 Serangan parah 4 80 < x = 100
Pada pengamatan populasi kepinding tanah dilakukan sejak padi berumur 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan populasi kepinding tanah pada tanaman padi menggunakan rumus :
Pengamatan Padi
Penentuan tanaman contoh dilakukan secara diagonal. Pengamatan pada setiap petak percobaan dilakukan dengan mengambil lima rumpun tanaman contoh pada setiap petak percobaan. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif tiap tanaman contoh, jumlah
dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh. Pengamatan pada saat fase bibit juga dilakukan yaitu menghitung pertumbuhan bibit yang terdiri dari panjang akar, tinggi tanaman, dan daya perkecambahan benih.
14
Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan dimulai pada umur tanaman padi 7 HST hingga 70 HST. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan mengukur tinggi tanaman dimulai dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi dan menghitung jumlah anakan. Pengamatan jumlah anakan produktif tiap tanaman dilakukan saat padi akan dipanen. Penghitungan jumlah dan berat bulir per malai pada setiap tanaman contoh dilakukan di rumah menggunakan alat penghitung “counter” dan timbangan.
Pengamatan pertumbuhan bibit dilakukan dengan mengambil 10 rumpun contoh pada setiap perlakuan pada saat padi akan pindah tanam pada umur 21 HST. Tanaman contoh yang diambil diukur panjang akar dan tinggi bibitnya. Pengamatan daya perkecambahan benih padi dilakukan pada seratus benih padi untuk setiap perlakuan. Keseluruhan benih yang digunakan direndam pada masing-masing suspensi cendawan endofit selama 24 jam. Selanjutnya, benih ditumbuhkan dalam cawan petri yang telah dilapisi kertas basah kemudian
digulung dengan rapi. Setiap hari gulungan dibuka dan dibasahi secara merata untuk menjaga kelembaban. Setelah satu minggu, dilakukan penghitungan jumlah benih yang tumbuh untuk mengetahui persentase daya kecambah benih.
Penimbangan bobot panen dilakukan pada saat padi berumur 91 HST. Pemanenan dilakukan secara manual dan dirontokkan menggunakan mesin perontok padi. Bobot panen ditimbang berdasarkan jenis perlakuannya dan disatukkan dalam karung untuk masing-masing perlakuan.
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Kabupaten Klaten merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini terdiri atas 26 kecamatan dengan 53 desa dan 103 kelurahan. Wilayahnya terletak di antara Gunung Merapi dan pegunungan seribu. Luas wilayahnya 665,56 km2 atau 1,93% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Menurut Badan Pusat Statisitik Provinsi Jawa Tengah (2012), pada tahun 2010 luas areal yang digunakan sebagai sawah di Kabupaten Klaten seluas 54.737 ha dengan rata-rata produksi 55,48 kuintal/ha dan produksi total mencapai 302.893 ton. Wilayah Kabupaten Klaten memiliki ketinggian rata-rata 75-160 m dpl. Suhu rata-rata mencapai 28-30 o
C. Kecepatan angin dan curah hujan rata-rata sebesar 153
mm/bulan dan 8-350 mm/bulan. Luas wilayahnya mencapai 65.556 Ha.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu penyangga pangan di Jawa Tengah, dari seluruh wilayah kabupaten, 50% digunakan untuk areal persawahan. Dilihat dari luas areal persawahan, intensifikasi penanganan hama dan penyakit tanaman khususnya padi menjadi hal yang sangat penting. Kurangnya penanganan terhadap hama dan penyakit tanaman padi dapat mengganggu produksi dan akan berdampak pada kesejahteraan petani. Salah satu wilayah di Kabupaten Klaten yang memerlukan perhatian khusus terkait dengan hama dan penyakit tanaman
adalah Kecamatan Juwiring. Beberapa kali petani gagal panen akibat serangan hama yang mengakibatkan menurunnya hasil produksi bahkan gagal panen.