• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2009 – Oktober 2009 di

screenhouse Kebun Misi Teknik Taiwan, ICDF (International Cooperation and Development Fund), Cikarawang, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih asparagus va- rietas UC 800, pupuk Urea, tanah, pasir, pupuk kandang ayam, arang sekam, serbuk sabut kelapa, dan kompos. Alat yang digunakan yaitu tray semai, cangkul, kored, ember, meteran, jangka sorong, polybag diameter 15 cm, timbangan, oven, gelas ukur, dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) de- ngan satu faktor yaitu media tanam, dan lima ulangan. Adapun perlakuan yang di- berikan adalah :

M1 = pasir : kompos (1:1)

M2 = pasir : tanah : pupuk kandang ayam (1:2:1) M3 = pasir : tanah : arang sekam (1:2:1)

M4 = pasir : tanah : kompos (1:2:1)

M5 = pasir : tanah : serbuk sabut kelapa (1:2:1)

Perbandingan media berdasarkan volume (v/v/v). Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman, sehingga total tanaman yang diamati adalah 250 tanaman.

Model linier aditif yang digunakan dalam percobaan ini adalah : Yij = µ + τi +εij

dimana :

Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = rataan umum

εij = pengaruh galat percobaan

i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3,4,5

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji F pada taraf 5 %. Jika perlakuan berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan alat dan bahan, penanaman benih, pemindahan bibit ke dalam polybag, dan pemeliharaan. Benih asparagus ditanam di dalam tray persemaian yang sudah diisi dengan media tanam yang sesuai dengan perlakuan. Pemeliharaan yang dilakukan pada saat per- semaian adalah penyiraman yang dilakukan setiap hari. Bibit diambil dari perse- maian untuk penanaman pada saat bibit berumur 4 minggu. Bibit tersebut kemu- dian ditanam di dalam polybag. Media yang digunakan di dalam polybag sesuai dengan perlakuan. Media tersebut sebelumnya sudah ditimbang dan dianalisis un- tuk mengetahui kandungan N, P, K, nilai EC, dan pHnya.

Pemeliharaan yang dilakukan selama tanaman di dalam polybag meliputi penyiraman, pemupukan, dan penyiangan. Penyiraman dilakukan setiap hari, pe- mupukan dilakukan saat tanaman sudah berumur 4 minggu dan sudah dipindah- kan ke dalam polybag. Pupuk yang digunakan adalah Urea dengan dosis 30 ml untuk setiap tanaman. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan selama 12 ming- gu.

Tanaman asparagus yang sudah berumur 12 minggu ditimbang bobot ba- sah dan bobot keringnya pada akhir penelitian. Tanaman dibongkar dari polybag

lalu bagian tajuk dan akar dipisahkan, setelah itu masing-masing bagian ditimbang untuk mengetahui bobot basah. Bagian tajuk dan akar asparagus dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105º C selama 24 jam, setelah itu ditimbang untuk menge- tahui bobot kering.

14

Pengamatan

Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan bibit as- paragus, maka peubah yang diamati pada tanaman adalah :

1. Perkecambahan benih saat di tray persemaian. Pengamatan dilakukan se- telah tunas tumbuh.

2. Tinggi tanaman, diamati setiap minggu setelah dipindah ke dalam polybag

dengan cara mengukur dari pangkal batang tepat di atas permukaan media sampai ke titik tumbuh.

3. Jumlah cladophyl (modifikasi batang yang berfungsi sebagai daun), di- amati setiap minggu setelah ditanam di polybag.

4. Jumlah cabang, diamati setiap minggu setelah ditanam di polybag. 5. Jumlah tunas baru, diamati setiap minggu setelah ditanam di polybag. 6. Diameter batang, diamati pada akhir penelitian dengan menggunakan jang-

ka sorong.

7. Bobot basah tajuk, diamati pada akhir penelitian. 8. Bobot kering tajuk, diamati pada akhir penelitian. 9. Bobot basah akar, diamati pada akhir penelitian. 10. Bobot kering akar, diamati pada akhir penelitian.

Hasil Kondisi Umum

Penelitian dilakukan di screenhouse Kebun Misi Teknik Taiwan ICDF (In- ternational Cooperation and Development Fund), Cikarawang pada bulan Juni sampai Oktober 2009. Setiap media tanam yang digunakan memiliki bobot jenis yang berbeda. Media tanam M1 memiliki bobot jenis paling berat dengan rataan 1.416 g/pot. Hal ini terjadi karena dalam campuran media tanam mengandung ½ bagian pasir. Media tanam paling ringan adalah media tanam M3 yaitu 934 g/pot. Media tanam M2 mempunyai bobot 1 049 g/pot, media M4 mempunyai bobot 1.351 g/pot, dan media M5 memiliki bobot 1 281 g/pot.

Kandungan unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam media tanam yang digunakan pada penelitian ini telah dianalisis di Laboratorium Tanah. Selain analisis unsur NPK dilakukan juga analisis terhadap pH dan EC (Tabel 1).

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, media M1 memiliki kandungan N, P dan nilai EC tertinggi sedangkan kandungan K tertinggi dimiliki oleh media M4. Kisaran pH yang didapatkan cocok untuk semua media tanam, kecuali media M5 yang nilai pHnya cukup asam untuk tanaman asparagus. Asparagus dapat tumbuh secara optimal di tanah yang memiliki kisaran pH 6.0 - 6.8.

Tabel 1. Bobot Kandungan Nitrogen, Fosfor, Kalium, pH, EC pada Berbagai Jenis Media Tanam

Perlakuan N P K EC pH ...(%)... (μs/cm) M1 0.38 0.24 0.17 2.000 6.40 M2 0.25 0.20 0.18 380 6.90 M3 0.24 0.17 0.16 88 5.90 M4 0.24 0.20 0.20 280 5.90 M5 0.32 0.19 0.17 500 5.40 Keterangan : M1 = pasir + kompos

M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam

M4= pasir + tanah + kompos

16

Tanaman asparagus diserang oleh hama burung di awal penelitian dengan memakan cladophyl dan batang tanaman. Hal ini cukup menjadi masalah karena harus dilakukan penyulaman berulang kali pada polybag yang tanamannya habis dimakan oleh burung. Selain burung terdapat hama dan penyakit yang menyerang tanaman asparagus. Hama lain yang menyerang adalah kumbang asparagus (Crio- ceris asparagi L.), sedangkan penyakit yang menyerang adalah karat asparagus (Puccinia asparagi). Berdasarkan pengamatan visual yang dilakukan, tidak ada gangguan dari serangan hama dan penyakit yang berarti sehingga tidak dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara khusus.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Kumbang Asparagus (Crioceris asparagi L.) (b) Tanaman yang Terkena Penyakit Karat Asparagus (Puccinia asparagi)

Pengaruh Jenis Media Secara Umum

Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah cladophyl, tunas baru, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah akar, bobot basah dan kering tajuk berdasarkan hasil uji F pada taraf kesalahan 1 %. Perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah bobot kering akar, namun perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah benih berkecambah berdasarkan hasil uji F pada taraf kesalahan 5 % (Tabel 2).

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Tiap Peubah (1-11 MST)

Peubah Perlakuan Media Tanam

MST 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tinggi tanaman ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Jumlah cladophyl ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Tunas baru ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Jumlah cabang - - - tn * ** ** ** ** ** ** Diameter batang - - - ** Perkecambahan benih - - - tn BB tajuk - - - ** BK tajuk - - - ** BB akar - - - ** BK akar - - - *

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam BB = Bobot Basah BK = Bobot Kering * = nyata pada taraf 5 % ** = sangat nyata pada taraf 1 %

tn = tidak nyata - = tidak dilakukan pengamatan

Peubah tinggi tanaman, jumlah cladophyl, dan jumlah tunas baru membe- rikan respon yang sangat nyata untuk perlakuan media sejak minggu pertama sampai minggu kesebelas, sedangkan peubah jumlah cabang memberikan respon yang sangat nyata mulai minggu keenam. Peubah bobot kering akar memberikan respon yang nyata terhadap perlakuan media, sedangkan peubah jumlah benih berkecambah tidak memberikan respon yang nyata (Tabel 2).

Keragaan bibit asparagus pada umur 12 MST dengan perlakuan media ta- nam menunjukkan hasil yang berbeda antar tiap perlakuan. Setiap perlakuan mengakibatkan tinggi tanaman yang berbeda, penampilan tajuk yang berbeda ka- rena jumlah cladophyl dan jumlah cabang yang dihasilkan juga berbeda, serta penampakan akar yang ditunjukkan berbeda. Hasil ini dapat dilihat pada Gam- bar..2.

18

M1 M2 M3 M4 M5

Gambar 2. Penampilan Tanaman Asparagus Berumur 12 MST pada Setiap Perla- kuan Jenis Media Tanam

Perkecambahan Benih

Perlakuan media tanam tidak berpengaruh nyata terhadap persentase per- kecambahan benih (Tabel 2). Nilai rata-rata perkecambahan benih tanaman aspa- ragus dalam perlakuan media tanam cukup tinggi yaitu sebesar 84 %.

Tabel 3. Pengaruh Media Tanam terhadap Perkecambahan Benih

Perlakuan Perkecambahan Benih (%)

1 MST M1 84.8 M2 77.6 M3 82.0 M4 87.6 M5 88.4 Keterangan : M1 = pasir + kompos

M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam

M4 = pasir + tanah + kompos

Tinggi Tanaman

Perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman sesuai dengan hasil uji F pada taraf kesalahan 1 % (Tabel 2). Sela- ma pengamatan perlakuan M1, M2, dan M4 memberikan pengaruh yang sama ba- ik, walaupun dalam beberapa minggu seperti minggu ke-6 sampai minggu ke-8 terdapat perbedaan diantara ketiga perlakuan tersebut (Gambar 3). Namun pada awal dan akhir pengamatan, ketiga perlakuan memberikan pengaruh yang sama baik sehingga ketiga perlakuan tersebut tidak memberikan perbedaan yang nyata.

Perlakuan M1, M2, dan M4 berbeda nyata terhadap tinggi tanaman bila dibandingkan dengan perlakuan M3 dan M5. Sejak awal hingga akhir pengamatan perlakuan M1, M2 dan M4 memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan M3 dan M5 untuk peubah tinggi tanaman.

Perlakuan M4 menghasilkan tinggi tanaman rata-rata paling tinggi yaitu 41.7 cm, sedangkan perlakuan M5 menghasilkan tinggi tanaman rata-rata terendah yaitu 28.5 cm di akhir pengamatan (Gambar 3).

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Minggu Setelah Tanam

Ti nggi t a na m a n ( c m ) M1 M2 M3 M4 M5

Gambar 3. Pertumbuhan Rata-Rata Tinggi Tanaman A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam

20

Jumlah Cladophyl

Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah

cladophyl dari pengamatan 1 MST hingga 11 MST (Tabel 2). Pengamatan akhir pada media tanam M1 menghasilkan jumlah cladophyl rata-rata terbanyak yaitu 28.0, sedangkan jumlah cladophyl rata-rata paling sedikit diberikan oleh media ta- nam M5 yaitu 8.1. Media tanam M2, M3, dan M4 menghasilkan jumlah cladophyl

rata-rata sebesar 20.8, 10.3, dan 22.2.

Selama penelitian dapat dilihat peningkatan jumlah cladophyl tanaman pada media M1, M2, dan M4 menunjukkan peningkatan yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan media M3 dan M5 (Gam- bar.4). 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Minggu Setelah Tanam

J u m lah cl ad o p h yl ( h el ai ) M1 M2 M3 M4 M5

Gambar 4. Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah CladophylA. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam

Jumlah Cabang

Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang mulai 5 MST sampai 11 MST (Tabel 2). Perlakuan media M1, M2, dan M4 menun- jukkan jumlah cabang yang nyata lebih banyak dibandingkan media M3 dan M5 pada 5 sampai 11 MST. Media yang menghasilkan jumlah cabang terbanyak ada- lah M1 sebesar 4.1, sedangkan M5 adalah media yang menghasilkan jumlah ca- bang paling sedikit sebesar 0.1 pada 11 MST.

Peningkatan jumlah cabang selama penelitian dapat dilihat pada Gam- bar.5, tanaman pada media M1, M2, dan M4 menunjukkan peningkatan jumlah cabang yang tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dan lebih tinggi diban- dingkan media M3 dan M5.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 6 7 8 9 10 11

Minggu Setelah Tanam

Jum la h c a b a n g ( c abang ) M1 M2 M3 M4 M5

Gambar 5. Pertumbuhan Rata-Rata Jumlah Cabang A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam

Tunas Baru

Perlakuan media tanam berpengaruh nyata terhadap peubah tunas baru pa- da 1 MST sampai 11 MST. Perlakuan M2 menghasilkan jumlah tunas baru rata- rata terbanyak yaitu 9.2, sedangkan perlakuan M5 menghasilkan jumlah tunas ba- ru paling sedikit yaitu 4.8 pada akhir pengamatan (Tabel 2).

Semua perlakuan meningkatkan jumlah tunas baru dengan cukup signifi- kan, namun dapat dilihat bahwa peningkatan perlakuan M1, M2, dan M4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan M3 dan M5 (Gambar 6).

22 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Minggu Setelah Tanam

J um la h t u na s ba ru ( tuna s ) M1 M2 M3 M4 M5

Gambar 6. Pertumbuhan Rata-Rata Tunas Baru A. officinalis pada Berbagai Jenis Media Tanam

Diameter Batang

Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah diame- ter batang (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki rata-rata diameter batang terbesar yaitu 1.94 mm, M1 tidak berbeda nyata dengan M4 yang memiliki nilai rata-rata diameter batang sebesar 1.79 mm. Perlakuan yang memiliki nilai rata-rata diame- ter batang terkecil adalah media M5 sebesar 0.92 mm, M5 tidak berbeda nyata dengan M3 yang memiliki nilai rata-rata diameter batang sebesar 1.00 mm (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Media Tanam terhadap Diameter Batang

Perlakuan Diameter Batang (mm)

11 MST M1 1.94a M2 1.53b M3 1.00c M4 1.79ab M5 0.92c Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata pada uji Tukey taraf 1 % M1 = pasir + kompos

M2 = pasir + tanah + pupuk kandang ayam M3 = pasir + tanah + arang sekam

M4 = pasir + tanah + kompos

Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk

Perlakuan media berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah dan kering tajuk (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk paling besar yaitu 87.71 g dan 23.96 g. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M4. Untuk nilai bobot basah dan kering tajuk yang terkecil di- hasilkan oleh perlakuan M5 sebesar 11.49 g dan 4.41 g. Perlakuan M5 tidak ber- beda nyata dengan perlakuan M3 (Gambar 7).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 M1 M2 M3 M4 M5 Jenis Perlakuan B o b o t ta ju k (g )

Bobot Basah Tajuk Bobot Kering Tajuk a b b a b c c b c c

Gambar 7. Pengaruh Jenis Media Tanam terhadap Bobot Tajuk A. officinalis

Bobot Basah dan Bobot Kering Akar

Perlakuan media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap peubah bobot basah akar dan berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar (Tabel 2). Perlakuan M1 memiliki nilai bobot basah akar yang paling besar yaitu 298.65 g. Perlakuan M1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M2 dan M4. Dan untuk nilai bobot basah akar terkecil dihasilkan oleh perlakuan M3 sebesar 125.87 g. Perlakuan M3 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M5 (Gambar 8).

24

Perlakuan M2 memiliki nilai bobot kering akar yang paling besar yaitu 124.54 g. Perlakuan M2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 dan M4. Nilai bobot kering terkecil dihasilkan oleh perlakuan M5 sebesar 52.50 g. Perlakuan M5 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M1 dan M3 (Gambar 8).

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 M1 M2 M3 M4 M5 Jenis Perlakuan Bobot ak ar ( g ).

Bobot Basah Akar Bobot Kering Akar a a a b b ab a ab b b

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan pertambahan ukuran tanaman (umumnya dalam bobot kering) yang tidak dapat dibalik (irreversible). Menurut Gardner et al. (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan diantaranya adalah bahan organik serta unsur hara esensial yang cukup. Bahan organik dan un- sur hara tersebut terkandung di dalam media tanam, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada jenis media tanam yang diguna- kan.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mempelajari pengaruh jenis media ta- nam terhadap pertumbuhan bibit asparagus. Di akhir penelitian diketahui bahwa perlakuan media tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertum- buhan bibit asparagus. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari peubah yang diamati, seperti: tinggi tanaman, jumlah cladophyl, tunas baru, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk. Selama penelitian peubah-peubah yang diamati mengalami peningkatan, walaupun peningkatan tersebut berbeda untuk setiap perlakuan yang dilakukan.

Berdasarkan data yang dihasilkan dapat diketahui bahwa perlakuan M1 (pasir + kompos), M2 (pupuk kandang ayam + pasir + tanah), M3 (arang sekam + pasir + tanah), M4 (kompos + pasir + tanah), dan M5 (serbuk kelapa + pasir + tanah) memberikan pengaruh yang baik pada peubah-peubah yang diamati, namun dari data tersebut dapat dikatakan bahwa perlakuan M1 memberikan hasil akhir yang paling tinggi, sedangkan perlakuan M5 memberikan hasil akhir yang paling rendah. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya, bahwa terda- pat media tanam yang memberikan pengaruh terbaik untuk pertumbuhan bibit as- paragus.

Nilai bobot basah dan kering tajuk perlakuan M1 paling tinggi yaitu se- besar 87.71 g dan 23.96 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot basah dan kering tajuk terendah sebesar 11.49 g dan 4.41 g. Bobot basah akar perlakuan M1 memiliki nilai paling tinggi yaitu 298.65 g, sedangkan perlakuan M5 memiliki nilai bobot kering akar terendah yaitu 52.50 g.

Nilai bobot basah akar yang tinggi mempengaruhi nilai bobot basah tajuk yang dihasilkan. Diduga apabila nilai bobot basah akar besar maka bobot basah

26

tajuk juga besar. Menurut Syukron (2000) bobot segar tajuk tanaman merupakan akumulasi biomassa dari hasil fotosintat tanaman melalui fotosintesis. Bobot basah yang tinggi menunjukkan akumulasi biomassa hasil fotosintesis yang tinggi pula. Hal ini berarti proses fotosintesis yang berlangsung di dalam tanaman juga berlangsung dengan baik. Berdasarkan acuan ini maka dapat dikatakan proses fotosintesis tanaman di media M1 berlangsung dengan baik karena tanaman terse- but menghasilkan bobot basah tajuk yang tinggi.

Nilai bobot basah tajuk dan kering yang tinggi pada perlakuan M1 diha- silkan dari nilai peubah yang tinggi pula. Peubah yang memiliki nilai paling tinggi untuk perlakuan M1 adalah jumlah cladophyl, jumlah cabang, dan diameter ba- tang. Pada pengamatan terakhir perlakuan M1 memiliki jumlah cladophyl paling banyak, jumlah cabang paling banyak, dan diameter batang paling besar.

Pertumbuhan tanaman yang baik pada perlakuan M1 dipengaruhi oleh me- dia tanam yang digunakan. Jenis media yang digunakan untuk perlakuan M1 ter- diri dari campuran pasir dan kompos. Pencampuran pasir dan kompos tersebut menyebabkan media M1 memiliki aerasi, porositas dan daya tahan air yang baik, serta mampu memberikan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangan ta- naman. Media pasir dan kompos mudah untuk didapatkan dan harganya relatif murah.

Dari hasil analisis media yang telah dilakukan (Tabel 1), media M1 memi- liki kandungan N, P dan EC tertinggi. Diduga kandungan nitrogen yang tinggi da- lam media tanam membuat pertumbuhan tanaman menjadi baik. Menurut Setya- midjaja (1986) nitrogen mempunyai beberapa peran, diantaranya adalah merang- sang pertumbuhan vegetatif. Hal ini terbukti oleh penambahan jumlah cladophyl, jumlah cabang dan diameter batang yang cukup besar pada tanaman asparagus di perlakuan M1.

Tanaman memerlukan unsur nitrogen yang lebih dominan dibandingkan unsur fosfor dalam pertumbuhan vegetatif. Diduga peningkatan pertumbuhan ve- getatif dipengaruhi oleh tingginya kandungan unsur nitrogen dalam bahan organik yang didukung oleh kecukupan kandungan fosfor dan kalium untuk pertumbuhan optimum (Setyamidjaya, 1986).

Dalam pertumbuhan tanaman unsur fosfor dibutuhkan lebih sedikit diban- dingkan nitrogen pada fase vegetatif. Fosfor merupakan komponen penting pe- nyusun senyawa untuk transfer energi yang berfungsi dalam pembentukan bunga, buah dan biji serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar (Soepardi, 1983).

Perlakuan M1 memiliki kandungan P yang paling tinggi yaitu 0.24 % (Ta- bel 1), hal ini menyebabkan ketersediaan P di dalam media besar sehingga tanam- an dapat memiliki perkembangan akar yang baik terbukti dari nilai bobot basah akar yang dihasilkan paling tinggi. Perkembangan akar yang baik tersebut menye- babkan perkembangan tajuk yang baik pula.

Dari hasil analisis media (Tabel 1) yang didapatkan, media M1 memiliki EC (Electrical Conductivity) paling tinggi. Tingginya nilai EC tersebut diduga menjadi salah satu faktor yang membuat pertumbuhan tanaman pada media M1 lebih baik dibandingkan dengan jenis media lainnya. Cavins et al (2002) dalam

Susilawati (2007) menyatakan bahwa EC dari larutan media memberikan gambar- an mengenai status hara tanaman. Semakin besar kandungan EC, maka semakin mudah ion-ion bergerak melalui larutan. Apabila ion-ion tersebut mudah bergerak maka ketersediaannya semakin tinggi untuk tanaman sehingga tanaman mudah untuk menyerap ion-ion tersebut.

Salah satu campuran media yang digunakan dalam perlakuan M1 adalah kompos. Diduga penggunaan kompos sebagai salah satu campuran media mem- berikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan asparagus pada perlakuan M1. Menurut Sutanto (2002) kompos merupakan sumber bahan organik dan nutrisi yang lengkap bagi tanaman. Hal ini dikarenakan kompos terbuat dari bahan orga- nik yang berasal dari bermacam-macam sumber, semakin beragam sumber bahan organik yang dikandung suatu media maka semakin tinggi unsur-unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Bahan organik tersebut akan diserap oleh akar tanam- an.

Perlakuan M5 memberikan hasil akhir yang paling rendah, hal ini dapat dilihat dari nilai bobot basah dan kering tajuk serta bobot kering akar yang diha- silkan. Waltjini (2002) menyatakan bahwa banyaknya fotosintat yang dihasilkan oleh tanaman tercermin dari bobot kering biomassa yang dihasilkan suatu

28

tanaman. Untuk perlakuan M5 dapat dikatakan bahwa fotosintat yang dihasilkan sedikit karena bobot kering tajuk dan akar yang dihasilkan juga sedikit. Rendah- nya nilai bobot basah dan kering tajuk berkaitan dengan rendahnya pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan yang rendah tersebut dapat dilihat dari peubah-peubah yang diamati, seperti tinggi tanaman, jumlah cladophyl, jumlah cabang, jumlah tu- nas baru, dan diameter batang. Tanaman pada media M5 memiliki nilai paling rendah untuk semua peubah yang diamati.

Pertumbuhan tanaman yang rendah pada perlakuan M5 dipengaruhi oleh media tanam yang digunakan. Media tanam M5 terdiri dari campuran serbuk sa- but kelapa, pasir, dan tanah. Dari analisis media yang telah dilakukan perlakuan M5 memiliki kandungan N yang cukup tinggi sebesar 0.32 %, namun pertumbuh- an tanaman pada perlakuan M5 merupakan yang paling rendah. Hal ini disebab- kan oleh beberapa alasan, salah satunya adalah kondisi pH media.

Hasil analisis media yang telah dilakukan menunjukkan perlakuan media M5 memiliki nilai pH yang paling rendah yaitu 5.40. Nilai pH tersebut termasuk cukup asam untuk tanaman asparagus yang tumbuh secara optimum di tanah yang memiliki nilai pH antara 6.0 – 6.8. Menurut Gardner et al. (1991) pH tanah yang kurang dari 6.0 meningkatkan kelarutan aluminium, mangan, besi yang dapat ber- sifat racun dan dapat membatasi pertumbuhan dan perkembangan akar.

Pertumbuhan tanaman akan terganggu akibat terhambatnya penyerapan zat-zat hara oleh tanaman pada kondisi keasaman tanah yang ekstrem. Dalam kon- disi asam kuat, beberapa unsur hara tidak dapat diserap oleh akar tanaman karena ada reaksi kimia di dalam tanah yang mengikat ion-ion dari unsur-unsur tersebut. Di tanah yang masam, tanaman cenderung kekurangan zat fosfor, kalsium, dan magnesium (Agomedia, 2007). Sarief (1985) menambahkan pada pH tanah ku- rang dari 6.0 ketersediaan unsur-unsur nitrogen, fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdenum menurun dengan cepat.

Tanaman asparagus tidak toleran terhadap media yang masam, oleh karena itu diduga nilai pH yang cukup asam pada media M5 menyebabkan tanaman tidak menyerap unsur hara dengan baik sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman rendah. Menurut Sarief (1985) ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh ta- naman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi

Dokumen terkait