• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nematologi Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan contoh akar dan tanah tanaman lada dilakukan di kebun petani Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah pada bulan Oktober hingga Desember 2010.

Metode Penelitian Survei Tanaman Lada dan Penyakit Kuning

Survei tanaman lada dan penyakit kuning dilakukan di wilayah Provinsi Bangka Belitung yaitu di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Survei dilakukan dengan cara menentukan kebun tanaman lada yang relatif sehat dan sakit. Selanjutnya dihitung kejadian penyakit kuning pada lahan tersebut dengan metode silang. Setiap lahan diambil 50 tanaman. Perhitungan kejadian penyakit dengan menggunakan rumus:

P =

Keterangan: P = Kejadian penyakit kuning n = Jumlah tanaman yang bergejala N = Jumlah tanaman yang diamati

Pengambilan Contoh Akar danTanah Tanaman Lada

Pengambilan contoh akar dan tanah tanaman lada dari setiap kabupaten diambil satu kebun sakit dan satu kebun sehat. Berdasarkan keadaan kebun di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah yang sangat sulit menemukan kebun yang benar-benar sehat maka diperoleh katergori sebagai berikut: kebun dikatakan sakit apabila kebun tersebut mempunyai kejadian penyakit lebih dari 60% (Lampiran 2), sedangkan kebun sehat apabila kebun lada yang terserang menunjukkan kejadian penyakit kurang dari 20% (Lampiran 3). Masing-masing kebun diambil 4 tanaman sehat. Setiap tanaman contoh diambil bagian akar dan tanah dengan menggunakan skop untuk dilakukan ekstraksi nematoda dan isolasi bakteri endofit. Kemudian akar dan tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label.

Ekstraksi Nematoda dari Akar dan Tanah

Ekstraksi nematoda dilakukan untuk mengetahui populasi nematoda yang berada dalam tanah dan di dalam jaringan akar. Untuk ekstraksi nematoda dalam akar, akar ditimbang sebanyak 5 g berat basah, kemudian akar dipotong ± 2 cm dengan menggunakan gunting. Selanjutnya akar diletakkan ke dalam wadah yang telah dilandasi dengan saringan yang berdiameter 8 cm dan diberi label. Setelah itu akar diletakkan di dalam ruang pengabut selama 3 hari kemudian dilakukan pemanenan. Pemanenan nematoda dilakukan dengan cara suspensi nematoda yang sudah tertampung dalam wadah kemudian disaring dengan menggunakan saringan khusus nematoda yang berukuran 500 mesh. Setelah itu air yang tersisa di dalam saringan dimasukkan ke dalam botol dan diberi label kemudian dihitung dan diamati dengan menggunakan mikroskop.

Ekstraksi nematoda dalam tanah dengan menggunakan metode corong Baermann yang telah dimodifikasi yaitu tanah ditimbang sebanyak 20 g kemudian diletakkan diatas tisu dan saringan, kemudian dibiarkan tergenang pada wadah yang sudah berisi air dan diberi label selanjutnya diinkubasi selama 3 hari kemudian dilakukan pemanenan. Cara pemanenan sama seperti pemanenan nematoda dalam akar.

Isolasi Bakteri Endofit dari Perakaran Tanaman Lada

Bakteri endofit dieksplorasi dari beberapa tanaman lada yang diambil dari pertanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah. Contoh akar yang diambil masing-masing dicuci dengan air mengalir sampai bersih, kemudian akar ditimbang sebanyak 1 g berat basah akar. Selanjutnya akar dipotong 2-3 cm dengan menggunakan gunting. Contoh akar yang sudah dipotong kemudian disterilisasi permukaan dengan direndam pada alkohol 70% selama satu menit, setelah itu direndam pada larutan NaOCl 2% selama dua menit, dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Sebagai pembanding atau kontrol dilakukan dengan akar yang sudah disterilisasi permukaan (sebelum dihancurkan) ditumbuhkan pada TSA (Tryptic Soy Agar) 20%. Jika pada kontrol tumbuh bakteri maka terjadi kontaminasi atau isolasi yang dilakukan tidak berhasil. Contoh akar yang sudah

disterilkan kemudian dihancurkan dengan menggunakan mortar steril sampai halus. Selanjutnya dilakukan pengenceran sebanyak 4 kali pengenceran. Pengenceran dilakukan secara berseri. Setelah itu suspensi diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet mikro kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisikan air steril sebanyak 9 ml hingga mendapatkan pengenceran sebesar 10-4. Pada tingkat pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4 ditumbuhkan pada media TSA 20% lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang. Koloni bakteri yang tumbuh pada media TSA 20% dihitung dan dimurnikan pada media TSA 100%. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam satuan cfu/ml dengan rumus:

Populasi bakteri =

Keterangan: r = Jumlah koloni yang tumbuh pada cawan dengan faktor pengenceran ke- (cfu)

p = Faktor pengenceran ke-

v = Volume suspensi yang disebar pada cawan (ml)

Bakteri yang sudah murni kemudian dilakukan karakterisasi berdasarkan permukaan, tepian, bentuk, dan warna. Selanjutnya bakteri dimasukkan ke dalam eppendorf yang telah berisi media TSB (Tryptic Soy Broth) dan Gliserol 20% kemudian disimpan pada suhu -20˚C.

Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat Pengujian dilakukan pada benih tomat (sebagai tanaman model). Benih tomat direndam dalam suspensi isolat bakteri selama 24 jam. Sebelum dilakukan perendaman dalam bakteri, benih tomat direndam dalam air steril, benih tomat yang terapung dibuang dan benih yang tenggelam direndam pada suspensi bakteri endofit. Sebagai kontrol, benih direndam dalam air steril selama 24 jam. Selanjutnya benih tomat ditanam pada tiga media yang berbeda yaitu media sekam, cawan petri (kertas saring) dan dengan menggunakan metode blotter test.

Media sekam. Media sekam yang steril dimasukkan ke dalam tray atau tempat persemaian. Selanjutnya benih yang sudah direndam pada suspensi bakteri endofit ditanam pada media tersebut. Perlakuan yang digunakan sebanyak 16

perlakuan yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan menggunakan air steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap ulangan ditanam 10 benih. Pengamatan dilakukan 7 hari setelah perlakuan (7 HSP) terhadap perkecambahan.

Cawan petri (kertas saring). Kertas saring dipotong menggunakan gunting sesuai dengan bentuk cawan petri. Kemudian kertas saring disterilkan dengan menggunakan autoklav pada suhu 121 °C selama 15 menit. Selanjutnya kertas saring yang sudah steril dimasukkkan ke dalam cawan petri steril lalu disemprot dengan air steril hingga lembab. Perlakuan yang digunakan sebanyak 16 perlakuan yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan menggunakan air steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap ulangan ditanam 10 benih. Pengamatan dilakukan pada 3 HSP dan 6 HSP terhadap perkecambahan.

Blotter test. Kertas saring diletakkan di atas plastik. Kemudian kertas

saring dibasahi dengan air steril kemudian benih tomat yang telah diberi perlakuan ditanam pada media tersebut. Perlakuan yang digunakan sebanyak 16 perlakuan yaitu 15 perlakuan dengan isolat bakteri dan 1 perlakuan dengan menggunakan air steril (kontrol). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, setiap ulangan ditanam 5 benih. Setelah benih ditanam pada kertas saring basah yang dibawahnya sudah diberi plastik kemudian digulung. Pengamatan dilakukan 7 HSP terhadap perkecambahan dan panjang akar.

Uji Kultur Filtrat Isolat Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne spp.

Isolat bakteri endofit yang menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan benih selanjutnya akan diuji terhadap larva Meloidogyne spp. Larva Meloidogyne spp. diperoleh dari hasil ekstraksi nematoda. Bakteri endofit yang sudah terpilih dari pengujian isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman tomat ditumbuhkan pada media TSA selama 48 jam pada suhu ruang. Koloni tunggal dari bakteri dipindahkan ke dalam 70 ml media TSB lalu diinkubasikan pada

inkubator bergoyang dengan suhu 25 ˚C selama 48 jam dengan kecepatan 150 rpm. Kemudian kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 5 menit dengan suhu -4 ˚C. Untuk pengujian pengaruh filtrat bakteri terhadap

nematoda, 5 ml kultur filtrat bakteri dimasukkan ke dalam gelas hitung atau cawan sirakus, kemudian ditambahkan 50 ekor Meloidogyne spp. dan disimpan pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan terhadap mortalitas nematoda setelah 12 jam dan 24 jam dengan menggunakan mikroskop.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari kejadian penyakit selanjutnya diolah dengan uji proporsi. Percobaan isolat bakteri endofit terhadap pertumbuhan tanaman tomat dan kultur filtrat isolat bakteri endofit bersifat antagonis terhadap Meloidogyne spp. disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) dan data yang diperoleh diolah melalui sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% dengan menggunakan program SAS 9.1.3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Kejadian Penyakit Kuning

Varietas lada yang banyak ditanam oleh petani daerah Bangka dan yang digunakan untuk pengambilan contoh dalam penelitian ini adalah varietas Lampung Daun Lebar (LDL). Varietas ini sering digunakan karena lebih banyak menghasilkan buah dibandingkan dengan varietas lain. Varietas LDL merupakan vairetas yang tahan terhadap penyakit kuning (Sapian 2003). Hampir semua kebun di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah yang diamati terinfeksi nematoda sehingga dengan adanya serangan lebih lanjut akan menimbulkan gejala penyakit kuning. Gejala dari penyakit kuning yang menyerang tanaman lada adalah daun menjadi kuning, kaku tergantung tegak lurus dan makin lama akan makin mengarah ke batang. Daun-daun yang menguning tidak layu, tetapi sangat rapuh sehingga secara bertahap daun-daun tersebut gugur dan pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Lampiran 1).

Kejadian penyakit di Kabupaten Bangka pada kebun sakit sebesar 82% sedangkan pada kebun sehat 16%. Di Kabupaten Bangka Tengah pada kebun yang sakit, kejadian penyakit yang terjadi sebesar 76% sedangkan pada kebun yang sehat 10% (Tabel 1). Berdasarkan uji proporsi, kejadian penyakit di Kabupaten Bangka lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten Bangka Tengah (Lampiran 4).

Tabel 1 Kejadian penyakit kuning pada tanaman lada di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah

Lokasi Kejadian Penyakit (%)

Kabupaten Bangka

Kebun sakit 82

Kebun sehat 16

Kabupaten Bangka Tengah

Kebun sakit 76

Menurut Siahaan (2010) menyatakan bahwa habitat utama dari nematoda adalah pada tanah berpasir campur dengan lepung atau tanah ringan. Kondisi wilayah di Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah mempunyai pH tanah rata-rata dibawah 5, di dalamnya mengandung mineral biji timah dan pasir. Oleh sebab itu nematoda dapat berkembang dengan baik di kedua kabupaten tersebut. Selain itu kesuburan tanah yang rendah juga dapat mempengaruhi perkembangan penyakit kuning. Kondisi wilayah dengan pH tanah rata-rata dibawah 5 dapat memperlemah keadaan tanaman lada sehingga dengan keadaan tersebut sangat mendukung perkembangan penyakit kuning. Berdasarkan kondisi wilayah di kedua kabupaten dapat dikatakan bahwa kebun di kedua kabupaten sudah terinfeksi oleh nematoda sehingga kejadian penyakit dapat dijumpai pada kebun sakit maupun kebun sehat.

Populasi Nematoda Meloidogyne spp.

Ekstraksi nematoda dilakukan untuk mengetahui populasi nematoda pada kebun lada, baik pada kebun sehat maupun kebun sakit. Populasi nematoda diperoleh dari perhitungan hasil ekstraksi nematoda Meloidogyne spp. yang berasal dari tanah dan jaringan akar.

Gambar 1 Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman lada dari Kabupaten Bangka 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

kebun sehat kebun sakit

P o pul as i la rv a Me loi dogy ne spp. (e ko r) akar tanah

Gambar 2 Rata-rata populasi nematoda Meloidogyne spp. pada tanaman lada dari Kabupaten Bangka Tengah

Populasi Meloidogyne spp. dari bagian akar pada kebun sakit di Kabupaten Bangka adalah 104 ekor per 5 gram berat basah akar dan bagian tanah sebanyak 40 ekor per 20 gram berat tanah, sedangkan pada kebun sehat dari bagian akar adalah 48 ekor per 5 gram berat basah akar dan pada tanah sebanyak 32 ekor per 20 gram berat tanah. Populasi Meloidogyne spp. di Kabupaten Bangka Tengah pada kebun sakit dari bagian akar didapatkan 100 ekor per 5 gram berat basah akar dan dari bagian tanah sebanyak 72 ekor per 20 gram berat tanah. Populasi Meloidogyne spp. pada kebun sehat dari bagian akar sebanyak 84 ekor per 5 gram berat basah akar dan pada tanah sebanyak 56 ekor per 20 gram berat tanah. Hal ini menunjukkan bahwa populasi Meloidogyne spp. pada kebun yang sakit lebih tinggi dibandingkan dengan kebun yang sehat. Menurut Dropkin (1992), nematoda parasit akan dapat berkembang biak lebih baik di dalam akar tanaman yang pertumbuhannya tidak baik karena pada tanaman yang mempunyai zat makanan yang kurang akan mendorong nematoda berkembang dibandingkan dengan tanaman yang menyediakan makanan yang optimal.

Siahaan (2010) melaporkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nematoda parasit pada tanaman kopi antara lain temperatur tanah, keberadaan filum air baik di dalam tanah atau dalam tanaman. Filum air berperan bagi mobilitas nematoda, menentukan inaktif dan tidaknya nematoda, bahkan berpengaruh terhadap mortalitasnya. Porositas, kelembaban, dan aerasi tanah juga berperan dalam keberlangsungan hidup nematoda. Selain itu umumnya nematoda

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

kebun sehat kebun sakit

P o pul as i la rv a Me loi dogy ne spp. (e ko r) akar tanah

ini terdapat pada semua jenis tanah, namun yang merupakan habitat utamanya adalah pada tanah berpasir campur dengan lepung atau tanah ringan. Hal ini disebabkan jenis tanah berpasir atau regosol memiliki pori atau rongga tanah yang besar sehingga nematoda dapat bergerak dengan bebas, selain itu juga kandungan udara dan air dalam tanah tersebut cukup bagi nematoda sehingga nematoda tersebut dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Selain pada tanah nematoda juga terdapat di dalam air tawar, air laut, dan di dalam tanaman.

Penelitian Djiwanti (2009) menyatakan bahwa tingkat kerusakan yang disebabkan oleh nematoda pada tanaman nilam sangat bervariasi, tergantung dari jenis nematodanya, tetapi pada dasarnya menyebabkan kerugian secara ekonomis. Serangan nematoda menyebabkan kerusakan akar sebanyak 72,24%-84,42%. Kerusakan tanaman meliputi terhambatnya pertumbuhan tanaman meliputi pertumbuhan pucuk dan ukuran daun, dan kehilangan hasil sampai 49,06%- 60,67%. Pada tanaman lada serangan nematoda dapat merusak sekitar 32% (Sitepu dan Mustika 2000).

Kelimpahan Populasi Bakteri Endofit

Kerapatan populasi bakteri endofit di wilayah Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah pada kebun sakit lebih sedikit dibandingkan kebun sehat (Gambar 3 & 4). Rata-rata populasi bakteri endofit di Kabupaten Bangka pada kebun sehat lebih tinggi dibandingkan kebun sakit yaitu sebesar 2,7x104 cfu/g berat basah akar (Gambar 3).

Gambar 3 Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada di Kabupaten Bangka 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2,7

kebun sehat kebun sakit

kebun sehat kebun sakit K era p at an ba k te ri e ndof it (10 4 c fu /g be ra t b as ah a ka r)

Populasi bakteri endofit di Kabupaten Bangka Tengah, pada kebun sehat lebih tinggi dibandingkan dengan kebun sakit. Pada kebun sehat, rata-rata populasi bakteri endofit sebesar 4,5x104 cfu/g berat basah akar, sedangkan pada kebun sakit, rata-rata populasi bakteri endofit sebesar 4,0x104 cfu/g berat basah akar (Gambar 4).

Gambar 4 Rata-rata kerapatan bakteri endofit pada akar pertanaman lada di Kabupaten Bangka Tengah

Perbedaan populasi bakteri endofit terjadi karena aktivitas agensia hayati di dalam tanah dan akar dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Menurut Harni (2010) beragamnya populasi dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (curah hujan, suhu) dan teknik budidaya. Cara budidaya tanaman lada, seperti pemupukan yang berlebih dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran, waktu, dosis/konsentrasi, jenis pestisida, dan cara aplikasi dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan keragaman dan kerapatan populasi mikroba di dalam akar dan tanah. Oleh sebab itu, pada tanaman yang sakit sering diberi pestisida yang terkadang berlebih sehingga dapat menyebabkan sebagian mikroba mati baik mikroba penyebab penyakit ataupun mikroba yang bersifat antagonis terhadap patogen.

Intensitas curah hujan dan suhu antara kedua kabupaten tersebut agak berbeda, sehingga diduga mempengaruhi kerapatan populasi bakteri endofit. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa kerapatan suatu bakteri endofit dipengaruhi oleh jenis tanaman, tipe jaringan (akar, batang, daun), umur tanaman, habitat, dan amandemen tanah (Garbeva et al. 2004; Hallmann dan Berg 2006).

3,7 3,8 3,9 4,0 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5

kebun sehat kebun sakit

kebun sehat kebun sakit K era p at an ba k te ri e ndof it (10 4 c fu /g be ra t b as ah a ka r)

Tabel 2 Karakterisasi morfologi isolat bakteri endofit dari perakaran tanaman lada yang berasal dari Kabupaten Bangka dan Bangka Tengah

No Kode isolata

Permukaan Tepian Bentuk Warna

1 EB1 Datar Berombak Bundar Putih

2 EB2 Cembung Licin Bundar Kuning

3 EB3 Cembung Licin Bundar Kuning

4 EB4 Cembung Licin Bundar Kuning

5 EB5 Cembung Licin Bundar Kuning

6 EB6 Seperti tombol Licin Bundar Putih

7 EB7 Cembung Licin Bundar Putih

8 EB8 Timbul Licin Bundar Kuning

9 EB9 Cembung Licin Bundar Kuning

10 EB10 Cembung Licin Bundar Kuning

11 EB11 Cembung Licin Bundar Kuning

12 EB12 Cembung Licin Bundar Kuning

13 EB13 Cembung Licin Bundar Kuning

14 EB14 Berbukit-bukit Tidak beraturan Bundar Putih

15 EB15 Cembung Licin Bundar Putih

Ket: aEB = E: bakteri endofit

B: contoh tanaman lada dari Bangka

Hasil isolasi bakteri endofit pada perakaran lada di Kabupaten Bangka dan Kabupaten Bangka Tengah diperoleh 15 isolat murni. Karakterisasi isolat murni bakteri endofit yang diperoleh mempunyai ciri morfologi yang hampir sama (Tabel 2).

Hasil karakterisasi koloni bakteri menunjukkan bahwa sebagian besar isolat bakteri mempunyai permukaan yang cembung kecuali isolat EB1 mempunyai permukaan yang datar, EB6 mempunyai permukaan seperti tombol, EB8 mempunyai permukaan timbul, dan EB14 mempunyai permukaan berbukit- bukit. Isolat bakteri endofit hamper semua mempunyai tepian yang licin kecuali isolat EB1 dan EB14 yang masing-masing mempunyai tepian berombak dan tidak beraturan. Bentuk pada isolat bakteri endofit mempunyai bentuk yang bundar.

Warna dari isolat bakteri endofit sebagian besar berwarna kuning, namun terdapat 5 isolat yang berwarna putih yaitu isolat EB1, EB6, EB7, EB14, dan EB15. Dalam menentukan spesies bakteri tidak hanya dilihat dari ciri morfologi melainkan dengan ciri fisiologis atau biokimia. Jika dari ciri morfologi menunjukkan karakteristik yang sama, namun secara fisiologis belum tentu sama. Oleh sebab itu untuk menentukan spesies bakteri perlu dilakukan pengujian secara fisiologis terhadap isolat bakteri.

Pengujian Isolat Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat

Sebanyak 15 isolat bakteri endofit diuji kemampuannya terhadap pertumbuhan tanaman tomat pada tiga media yang berbeda. Hasil pengujian bakteri endofit terhadap perkecambahan menunjukkan bahwa dari tiga metode yang digunakan tidak berbeda nyata namun jika dilihat dari rata-rata persentase perkecambahan tanaman tomat dan pertumbuhannya bahwa pengujian bakteri endofit pada cawan petri (kertas saring) memberikan pengaruh terhadap peningkatan perkecambahan. Pada pengamatan 3 HSP (hari setelah perlakuan) isolat EB7 dan EB13 yang mampu mempercepat perkecambahan lebih baik dari yang lain yaitu masing-masing sebesar 40% dan pada pengamatan 6 HSP isolat EB7 yang paling tinggi memberikan pengaruh terhadap perkecambahan sebesar 97%. Pada media sekam, isolat bakteri endofit EB4 memberikan pengaruh yang paling tinggi terhadap perkecambahan sebesar 87%. Pengujian dengan menggunakan metode blotter test, isolat EB9 dan EB12 paling tinggi menunjukkan pengaruh terhadap perkecambahan masing-masing sebanyak 87%. Pada pengujian isolat bakteri endofit terhadap rata-rata panjang akar, bahwa hampir semua isolat memberikan pengaruh memacu pertumbuhan akar tanaman tomat kecuali isolat EB11.

Tabel 3 Pengaruh bakteri endofit terhadap perkecambahan dan panjang akar pada tanaman tomat

Perlakuan

Persentase benih tomat yang berkecambah (%)a,b Rata- rata panjang akar tomat (cm) Efek perkecambaha n dan pertambahan panjang akar Pada cawan petri (kertas saring) Pada media sekam (7HSP) Blotter test (7HSP) 3 HSP 6 HSP Kontrol 17 a 90 a 63 a 73 a 3,1 cd - EB1 27 a 87 a 60 a 53 a 6,6 abc - EB2 20 a 83 a 57 a 53 a 4,6 abcd - EB3 30 a 80 a 47 a 67 a 8,3 ab - EB4 30 a 90 a 87 a 80 a 5,7 abcd + EB5 27 a 83 a 60 a 47 a 8,7 ab - EB6 30 a 83 a 53 a 67 a 8,8 ab - EB7 40 a 97 a 63 a 80 a 5,2 abcd + EB8 30 a 80 a 60 a 80 a 4,2 bcd - EB9 27 a 87 a 50 a 87 a 8,9 a - EB10 30 a 90 a 67 a 80 a 6,2 abcd + EB11 30 a 87 a 57 a 47 a 2,4 d - EB12 30 a 83 a 70 a 87 a 4,7 abcd + EB13 40 a 90 a 63 a 60 a 8,2 ab - EB14 33 a 87 a 70 a 73 a 8,6 ab + EB15 27 a 87 a 57 a 47 a 8,3 ab -

Keterangan: (+) perlakuan bakteri dapat memacu perkecambahan benih dan panjang akar (-) perlakuan bakteri tidak dapat memacu perkecambahan benih dan panjang akar aAngka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

bUntuk keperluan statistik maka data dilakukan transformasi akar kuadrat sebelum dilakukan analisis ragam

Hasil dari pengujian terhadap pertumbuhan tanaman tomat diperoleh 5 isolat yang mempunyai kemampuan memacu pertumbuhan yaitu isolat EB4, EB7,

EB10, EB12, dan EB14. Menurut Kloepper et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa bakteri endofit disamping sebagai agen biokontrol, juga berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan menginduksi ketahanan tanaman terhadap patogen. Boyer & Sikora (1991) melaporkan bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri antagonis adalah melalui siderofor yang dihasilkan oleh bakteri endofit baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, bakteri ini dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya serta menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auksin, dan sitokinin. Mekanisme peningkatan pertumbuhan tanaman oleh bakteri endofit dapat terjadi dengan beberapa proses diantaranya melarutkan senyawa fosfat, fiksasi nitrogen. Secara tidak langsung, bakteri terlebih dahulu menekan pertumbuhan mikroorganisme pengganggu yaitu melalui mekanisme kompetisi, predasi, dan antibiotik yang dihasilkannya (Kloepper et al.

1991). Bacon & Hinton (2006) melaporkan bahwa bakteri endofit dapat menghasilkan hormon pertumbuhan seperti etilen, auxin, dan sitokinin.

Uji Kultur Filtrat Isolat Bakteri Endofit terhadap Meloidogyne spp. Hasil pengujian kultur filtrat terhadap mortalitas nematoda Meloidogyne spp. menunjukkan bahwa bakteri endofit yang diaplikasikan memberikan pengaruh nyata terhadaplarva mortalitas nematoda Meloidogyne spp. (Tabel 4). Tabel 4 Pengaruh kultur filtrat bakteri endofit terhadap mortalitas Meloidogyne

spp. pada 12 jam dan 24 jam setelah perlakuan

No. Isolat bakteri endofit

Mortalitas nematoda (%)a,b

12 jam 24 jam 1. Kontrol 24 c 39 cd 2. EB4 26 c 52 b 3. EB7 30 bc 32 d 4. EB10 45 bc 48 bc 5. EB12 51 b 58 b 6. EB14 73 a 83 a a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%

b

Untuk keperluan statistik maka data dilakukan transformasi arcsin sebelum dilakukan analisis ragam

Pada pengamatan 12 jam dan 24 jam setelah perlakuan, perlakuan kultur filtrat EB14 memberikan pengaruh paling tinggi yaitu 73% dan 83%

Dokumen terkait