• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan

Bahanyang digunakan dalam penelitian ini ialah sebanyak 51biakan kapang asal serasah tanaman hutan koleksi IPBCC yaitu 19 kapang asal Katingan, Kalimantan Tengah (Tabel 1) dan 32 kapang asal Tarakan, Kalimantan Timur (Tabel 2), media potato dextrose agar (PDA), media Czapek Dox cair, pereaksi Salkowski, pepton, kertas saring Whatman No.1.

Tabel 1 Kapang asal serasah tanaman hutan dari Katingan

No. Nama Cendawan No. Aksesi

1 Acremonium sp. IPBCC 07.548

2 Aspergillus ornatus IPBCC 07.554 3 Gliocladium deliquescens IPBCC 07.543

4 Paecylomyces sp. IPBCC 07.550

5 Penicillium herqueii IPBCC 07.557 6 Penicillium janthinellum IPBCC 07.542 7 Penicillium miczynskii IPBCC 07.541 8 Penicillium notatum IPBCC 07.555

9 Penicillium sp. IPBCC 07.536

10 Penicillium sp. IPBCC 07.537

11 Penicillium sp. IPBCC 07.538

12 Penicillium sp. IPBCC 07.539

13 Penicillium velutenum IPBCC 07.535 14 Trichoderma harzianum IPBCC 07.545

15 T. harzianum IPBCC 07.546

16 T. harzianum IPBCC 07.547

17 Trichoderma koningii IPBCC 07.552 18 Trichoderma longibranchiatum IPBCC 07.556 19 Trichoderma viridae IPBCC 07.551

Tabel 2 Kapang asal serasah tanaman hutan dari Tarakan

No. Nama Cendawan No. Aksesi

1 Acremonium sp. IPBCC 08.574

2 Acremonium sp. IPBCC 08.600

3 Acremonium sp. IPBCC 08.601

4 Aspergillus foetidus IPBCC 08.575 5 Aspergillus japanicum IPBCC 08.576

6 A. japonicum IPBCC 08.608

7 A. japonicum IPBCC 08.609

8 Aspergillus niger IPBCC 08.610

9 Aspergillus Ochraceus IPBCC 08.577 10 Aspergillus parasiticus IPBCC 08.611

11 Diplodina sp. IPBCC 08.579

12 Gliocladium roseum IPBCC 08.614

13 Gliocladium sp. IPBCC 08.584

14 Gliocladium sp. IPBCC 08.585

15 Gliocladium sp. IPBCC 08.607

16 Penicillium aurantiocandidum IPBCC 08.587

17 P. aurantiocandidum IPBCC 08.588

18 Penicillium citrinum IPBCC 08.589 19 Penicillium corylophilum IPBCC 08.590

20 P. corylophilum IPBCC 08.591

21 P. corylophilum IPBCC 08.592

22 Penicillium decumbens IPBCC 08.616 23 Penicillium piscarium IPBCC 08.593 24 Penicillium roseopurpureum IPBCC 08.594

25 P. roseopurpureum IPBCC 08.595

26 P. roseopurpureum IPBCC 08.596

27 P. roseopurpureum IPBCC 08.603

28 Penicillium steckii IPBCC 08.597

29 P. steckii IPBCC 08.598

30 Trichoderma harzianum IPBCC 08.605

31 Trichoderma sp. IPBCC 08.599

Metode

Penelitian ini dilakukan secara bertahap mengikuti alur penelitian pada Gambar 2. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).

Gambar 2 Alur penelitian. penapisan isolat berdasarkan asal isolat, dan cara inkubasi

dalam produksi AIA

penapisan Isolat terpilih dalam produksi AIA setelah biakan menjalani prosespenyimpanan

uji toleransi kapang terpilih terhadap pH asam

uji produksi AIA pada beberapa konsorsium kapang terpilih

uji antagonistik antar isolat terpilih

konfirmasi produksi AIA

isolat dan cara inkubasi terpilih

isolat terpilih

isolat terpilih

Peremajaan Biakan

Kultur stok diremajakan pada media PDA selama 7-10 hari dan digunakan sebagai sumber biakan kerja.

Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA

Potensi kapang dalam produksi AIA diukur sebelum dan setelah kapang disimpan selama tiga bulan di dalam lemari pendingin pada suhu 10°C.

Sebanyak tiga potong biakan kerja (masing-masing berdiameter 5 mm) diinokulasikan ke dalam 50 ml media Czapek Dox cair (Lampiran 1) dengan ditambahkan sumber N berupa pepton 1% (Hasan 2002). Kultur diinkubasi dalam keadaan statis dan di atas mesin penggoyang pada suhu ruang dengan kondisi gelapselama 9 hari.

Pada akhir masa inkubasi, kadar AIA ditetapkan berdasarkan metode Patten dan Glick (2002) yang dimodifikasi. Sebanyak 5 ml filtrat disentrifugasi pada kecepatan 1.957 x g selama 5 menit. Sebanyak 1 ml supernatan ditambahkan dengan 4 ml pereaksi Salkowski (Lampiran 2). Selanjutnya supernatan dikocok dengan vorteks dan didiamkan di ruang gelap pada suhu ruang selama 20 menit untuk pengembangan warna.Perubahan warna menjadi merah muda menandakan adanya AIA.Absorbansi supernatandibaca dengan menggunakan spektrofotometer Thermospectronic Genesys20 pada panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi AIA (ppm) yang dihasilkan diperoleh melalui konversi absorbansi dengan menggunakan kurva standar AIA.

Kapang-kapang dengan potensi produksi AIA tertinggi dipilih untuk digunakan dalam penelitian selanjutnya. Cara inkubasi yang menghasilkan kadar AIA tertinggi dipilih sebagai metode inkubasi.

Toleransi Kapang terhadap pH Asam

Sebanyak tiga potong biakan kerja kapang terpilih (masing-masing berdiameter 5 mm) diinokulasikan ke dalam 50 ml media Czapek Dox cair dengan ditambahkan sumber N berupa pepton 1% (Hasan 2002). Kultur diinkubasi selama 9

hari dengan cara inkubasi terpilih pada suhu ruang dengan beberapa tingkat pH yang berbeda (4,5; 5,0; dan 5,5). Tingkat keasaman diatur dengan menggunakan bufer sitrat (0,1 M, pH 3,0-6,2) sebagai pelarut. Pada akhir masa inkubasi, sebanyak 5 ml filtrat disentrifugasi pada kecepatan 1.957 x g selama 5 menit. Kadar AIA pada supernatan ditetapkan dengan metode Patten dan Glick (2002). Pertumbuhanyang dinyatakan dalam berat kering biomasa dan pH akhir medium juga diamati. Kapang yang menghasilkan AIA dengan kadar AIA tertinggi dan toleran terhadap kondisi asam digunakan dalam uji produksi AIA selanjutnya. pH medium yang menunjukkan produksi AIA maksimum digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Uji Antagonistik

Sebelum produksi AIA dalam bentuk konsorsium, kapang terpilih terlebih dahulu diuji potensi antagonistiknya. Uji antagonistik dilakukan dengan menggunakan uji konfrontasi langsung dua koloni secara in vitro(Abdel-Sater 2001) antar isolat kapang terpilih. Interaksi antagonistik antar isolat kapang terpilih dilakukan dengan menumbuhkan kedua kapang tersebut pada satu media PDA cawan petri 10 cm secara berdampingan dengan jarak antar koloni 2 cm. Pertumbuhan kedua kapang diukur setiap hari hingga hari kesembilan. Sifat antagonistik ditetapkan berdasarkan persentase penghambatan. Persentase penghambatan pertumbuhan diukur berdasarkan persamaan (r1-r2)/r1 x100%, dengan r1 adalah jari-jari dalam dari kapang kontrol, dan r2

Sebanyak tiga potong biakan kerja kapangterpilih (masing-masing berdiameter 5 mm) diinokulasikan ke dalam 50 ml media Czapek Dox cair dengan ditambahkan sumber N berupa pepton 1% (Hasan 2002). Kultur diinkubasi selama 9 adalah jari-jari dalam dari kapang yang sama pada perlakuan(Abdel-Sater 2001). Masing-masing perlakuan dan kontrol dilakukan sebanyak tiga ulangan. Kapang-kapang yang tidak menunjukkan sifat antagonis dijadikan sebagai sumber inokulum dalam uji produksi AIA dengan bentuk konsorsium.

hari dengan cara inkubasi terpilih dan pH optimum pada suhu ruang dengan beberapa bentuk konsorsiumdua biakan, tiga biakan, dan empat biakan kapang terpilih. Pada akhir masa inkubasi, sebanyak 5 ml filtrat disentrifugasi pada kecepatan 1.957 x g selama 5 menit. Kadar AIA pada supernatan ditetapkan dengan metode Patten dan Glick (2002).

Konfirmasi Produksi AIA

Konsorsium terpilih diproduksi ulang untuk pengujian konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC). Analisis HPLC dilakukan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia, Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor dengan berdasarkan pada prosedur analisis dari lembaga tersebut (Lampiran 6). Sebanyak 1 ml sampel ditambahkan dengan 1 ml eter, kemudian dikocok dengan vorteks selama 1 menit. Pembilasan dengan eter tersebut dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat eter ditampung dan dikeringkan, kemudian dilarutkan dengan 2 ml metanol 60% dan dikocok dengan vorteks. Selanjutnya filtrat disaring dengan milifor 0,45 µm, kemudian sebanyak 10 µL filtrat disuntikkan ke HPLC. HPLC yang digunakan yaitu merk Shimadzu L20344700989 35 Mpa, dengan kolom C18, detektor SPD-M 20, fase gerakmenggunakan metanol 60%, kecepatan aliran 0,5 ml/menit, waktu 15 menit,suhu 40°C, dan pada panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi AIA (ppm) ditentukan melalui konversi luas daerah serapan sampel terhadap kurva standar AIA dikali faktor pengenceran.

HASIL

Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA

Sebanyak 51 kapang asal serasah tanaman hutan yaitu 19 dari Katingan (Tabel 1) dan 32 dari Tarakan (Tabel 2) telah diuji potensinya dalam memproduksi AIA. Kapang-kapang yang berasal dari dua daerah ini seluruhnya mampu menghasilkan AIA dengan kadar yang sangat bervariasi (Lampiran 3). Secara umum, kapang-kapang asal Katingan memproduksi AIA (1,92±0,26 ppm) lebih tinggi dibanding kapang-kapang asal Tarakan (1,08±0,14 ppm) (Gambar 3a). Isolat kapang asal Katingan merupakan isolat kapang terpilih dalam memproduksi AIA.

Produksi AIA dengan cara inkubasi statis (2,72±0,89 ppm) lebih tinggi dibandingkan dengan cara digoyang (1,92±0,26 ppm) (Gambar 3b). Cara inkubasi statis merupakan cara inkubasi yang dipilih dalam produksi AIA.

Gambar 3 (a)Rataan kadar AIA yang dihasilkan oleh isolat kapang asal Katingan dan Tarakan dengan inkubasi digoyang;(b) Rataan kadar AIA yang dihasilkan oleh isolat kapang asal Katingan dengan inkubasi statis dan digoyang.

Pengaruh penyimpanan terhadap produksi AIA dari 19 isolat kapang asal Katingan bervariasi tergantung kepada jenis kapangnya. Sebesar 36,84% isolat kapang asal Katingan dipengaruhi oleh proses penyimpanan dalam produksi AIA. Produksi AIA pada kapang yang lainnya (63,16%) tidak dipengaruhi oleh proses penyimpanan. Jika produksi AIA dipengaruhi oleh proses penyimpanan, maka sebanyak 31,58% mengalami penurunan produksi AIA secara nyata dan sebaliknya sebanyak 5,26% mengalami kenaikan produksi AIA secara nyata (Tabel 3).

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 Katingan Tarakan K ad ar A IA (p p m ) Asal Isolat 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 Statis digoyang K ad ar A IA (p p m ) Cara Inkubasi (a) (b)

Tabel 3 Produksi AIA dari isolat asal Katingan sebelum dan setelah proses penyimpanan selama tiga bulan pada suhu 10°C

Nama Kapang No. Aksesi

Kadar AIA (ppm) Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan Acremonium sp. IPBCC 07.548 7,83±0,16 b 3,52±0,46 a

Aspergillus ornatus IPBCC 07.554 1,85±0,09 a 4,50±0,92 b

Gliocladium deliquescens IPBCC 07.543 6,96±2,18 b 2,23±0,38 a

Paecylomyces sp. IPBCC 07.550 0,94±0,71 a 1,33±0,08 a Penicillium herqueii IPBCC 07.557 1,38±0,18 a 1,46±0,05 a Penicillium janthinellum IPBCC 07.542 0,88±1,24 a 1,23±0,05 a Penicillium miczynskii IPBCC 07.541 0,33±0,15 a 1,12±0,00 a

Penicillium notatum IPBCC 07.555 7,20±0,11 b 5,06±0,46 a

Penicillium sp. IPBCC 07.536 4,48±2,80 b 1,25±0,52 a Penicillium sp. IPBCC 07.537 4,75±2,64 b 2,21±0,57 a Penicillium sp. IPBCC 07.538 0,82±1,15 a 1,00±0,16 a Penicillium sp. IPBCC 07.539 1,82±1,15 a 0,77±0,11 a Penicillium velutenum IPBCC 07.535 1,57±0,09 a 0,88±0,38 a Trichoderma harzianum IPBCC 07.545 0,50±0,71 a 0,71±0,08 a T. harzianum IPBCC 07.546 2,13±0,88 a 0,46±0,05 a T. harzianum IPBCC 07.547 0,39±0,51 a 0,81±0,05 a Trichoderma koningii IPBCC 07.552 2,07±0,62 a 1,54±0,33 a Trichoderma

longibranchiatum IPBCC 07.556 1,13±0,18 a 1,29±0,46 a Trichoderma viridae IPBCC 07.551 4,75±0,35 b 0,75±0,03 a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 4 Koloni kapang pada media PDA dan ciri mikroskopis dari (a) Acremonium sp.IPBCC 07.548, (b) A. ornatusIPBCC 07.554, (c) G. deliquescensIPBCC 07.543, dan (d) P. notatumIPBCC 07.555.

Empat isolat kapang yang menghasilkan AIA tertinggi dijadikan sebagai sumber inokulum pada uji selanjutnya. Empat isolat kapang tersebut diambil dari hasil uji produksi AIA setelah penyimpanan ialah Acremonium sp.IPBCC 07.548(Gambar 4a) memproduksi AIA sebesar 3,52±0,46 ppm, A. ornatusIPBCC 07.554 (Gambar 4b)memproduksi AIA sebesar 4,50±0,92 ppm, G. deliquescensIPBCC 07.543 (Gambar 4c)memproduksi AIA sebesar 2,23±0,38 ppm, dan P. notatumIPBCC 07.555(Gambar 4d) memproduksi AIA sebesar 5,06±0,46 ppm.

Toleransi Kapang terhadap pH Asam

Produksi AIA dari keempat kapang terpilih dipengaruhi oleh pH medium. pH optimum untuk produksi AIA bervariasi tergantung kepada jenis kapangnya (Gambar 5a). Namun secara umum, produksi AIA mencapai maksimum pada pH 5,5. pH medium pada akhir masa produksi AIA berubah (meningkat atau menurun) dari pH awalnya (Tabel 4).

Gambar 5 (a) Kadar AIA dan (b) bobot kering biomasa dari (

) Acremonium sp.IPBCC 07.548, (▲) A. ornatusIPBCC 07.554, (

) G. deliquescensIPBCC 07.543, dan (

) P. notatumIPBCC 07.555.

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 4,5 5,0 5,5 7,3 K ad ar A IA (p p m ) pH Awal 0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 700,00 4,5 5,0 5,5 7,3 B obot K er in g B iom as a ( m g ) pH Awal (a) (b)

Bobot kering biomasa tidak berkorelasi nyata terhadap produksi AIA pada berbagai pH awal medium.Pertumbuhan miselium (bobot kering biomasa)menunjukkan pertumbuhan yang baik pada pH asam. Bobot kering biomasa miselium A. ornatus IPBCC 07.554, G. deliquescens IPBCC 07.543,dan P. notatum IPBCC 07.555 cenderung menurun dengan kenaikan pH media kultur. Sebaliknya, bobot kering biomasa miselium Acremonium sp.IPBCC 07.548 cenderung meningkat(Gambar 5b).

Tabel 4 pH awal dan pH akhir dalam produksi AIA pada kapang terpilih

pH awal pH akhir Acremonium sp.IPBCC 07.548 A. ornatus IPBCC 07.554 G. deliquescens IPBCC 07.543 P. notatum IPBCC 07.555 4,5 4,70±0,00 c 3,05±0,07 a 4,50±0,00 b 4,65±0,07 c 5,0 5,20±0,28 bc 3,15±0,07 a 5,45±0,21 c 4,85±0,07 b 5,5 5,40±0,00 bc 3,55±0,07 a 5,45±0,07 c 5,30±0,00 b 7,3 5,85±0,07 c 2,30±0,14 a 7,25±0,07 d 3,65±0,07 b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT).

Produksi AIA oleh Acremonium sp.IPBCC 07.548 optimum pada pH 5,5 (Gambar 5a), tumbuh optimum pada pH 7,3 (Gambar 5b), dan pH awal medium cenderung tidak berubah kecuali pada pH awal medium 7,3menurun menjadi 5,85±0,07(Tabel 4).A. ornatus IPBCC 07.554sangat menurunkan pH mediumawalnya (Tabel 4). A. ornatus IPBCC 07.554menunjukkan toleransi yang kuat terhadap asam karena A. ornatus IPBCC 07.554tumbuh baik di pH asam dan tumbuh optimum pada pH 5,0 (Gambar 5b). Namun demikian, produksi AIA dari A. ornatus IPBCC 07.554 sangat rendah pada pH asam tetapi optimum pada pH 7,3 (Gambar 5a), padahal pada pH 7,3 tumbuhnya relatif terhambat (Gambar 5b).Pada akhir produksi AIA, pH akhir medium G. deliquescens IPBCC 07.543 relatif tidak berubah dari pH awalnya (Tabel 4). Produksi AIA oleh G. deliquescens IPBCC 07.543 mencapai maksimum pada pH 5,5 dan tumbuh optimum pada pH 4,5 (Gambar 5b), tetapi pada pH ini produksi AIA relatif rendah (Gambar 5a). pH akhir medium P. notatum IPBCC 07.555 cenderung menurun (Tabel 4) dan menunjukkan toleransi terhadap kondisi asam. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhannya yang baik di pH asam dan optimum pada pH 4,5 (Gambar 5b).P. notatum IPBCC 07.555 selain menunjukkan pertumbuhan yang baik di pH asam juga mampu memproduksi AIA dengan kadar yang cukup tinggi pada pH

asam (Gambar 5a). Produksi AIA dari P. notatum IPBCC 07.555 optimum pada pH 5,0 dan 5,5 (Gambar 5a).

Sifat Antagonistik

Uji antagonistik menunjukkan bahwa isolat-isolat kapang terpilih tidak bersifat antagonis. Hal ini ditunjukkan oleh nilai persentase hambatan dari setiap kapang yang diuji sangat rendah yaitu berkisar antara 0,00-0,65% (Tabel 5). Dengan demikian, semua isolat kapang terpilih digunakan dalam uji produksi AIA dalam bentuk konsorsium.

Tabel 5 Interaksi penghambatan pertumbuhan antara dua isolat kapang terpilih

Isolat Persentase (%) penghambatan isolat kapang terhadap

Acremonium sp. A. ornatus G. deliquescens P. notatum

Acremonium sp. - 0,00±0,00 0,00±0,00 0,13±0,14

A. ornatus 0,08±0,04 - 0,00±0,00 0,39±0,18

G. deliquescens 0,53±0,12 0,65±0,09 - 0,57±0,13

P. notatum 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 -

Produksi AIApada Beberapa Konsorsium Kapang

Secara umum, produksi AIA pada beberapa konsorsium kapang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk kultur tunggal. Produksi AIAP. notatum IPBCC 07.555 dalam bentuk kultur tunggal menghasilkan AIA tertinggi. Kehadiran P. notatum IPBCC 07.555 pada bentuk konsorsium apapun selalu menghasilkan kadar AIA yang tinggi (Gambar 6).

Gambar 6 Produksi AIA dari kultur tunggal dan beberapa konsorsiumkapang. Keterangan: (A)Acremonium sp.IPBCC 07.548, (B)A. ornatusIPBCC 07.554, (C) G.

deliquescensIPBCC 07.543, (D)P. notatumIPBCC 07.555, (E)IPBCC 07.543+548, (F)IPBCC 07.543+554,(G) IPBCC 07.543+555, (H)IPBCC

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 A B C D E F G H I J K L M N O K ad ar A IA (p p m ) Konsorsium

07.548+554, (I)IPBCC 07.548+555, (J)IPBCC 07.554+555, (K)IPBCC 07.543+548+554, (L)IPBCC 07.543+548+555, (M)IPBCC 07.543+554+555, (N)IPBCC 07.548+554+555, (O)IPBCC 07.543+548+554+555.

Kemampuan kapang dalam produksi AIA bervariasi menurut bentuk konsorsiumnya, yaitu berkisar 3,28±0,07 ppm hingga 10,51±1,25 ppm. Produksi AIA tertinggi diperoleh oleh konsorsium G yaitu antara G. deliquescens IPBCC 07.543 denganP. notatum IPBCC 07.555 yang diikuti oleh konsorsium M, L, dan O (Gambar 6). Produksi AIA tertinggi dari setiap bentuk konsorsium dikultur ulang untuk uji konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan HPLC.

Konfirmasi Produksi AIA

Uji konfirmasi produksi AIA dengan menggunakan HPLC dari konsorsium terpilih (G, L, M dan O) menunjukkan bahwa produksi AIAtertinggi diperoleh oleh konsorsium M yaitu sebesar 38,66 ppm diikuti oleh konsorsium O (23,58 ppm), G (23,13 ppm), dan L (21,57 ppm) (Tabel 6).

Tabel 6 Konfirmasi produksi AIA dari konsorsium terpilih dengan menggunakan HPLC

Kode Sampel Kadar AIA (ppm)

kontrol 0,00

G 23,13

L 21,57

M 38,66

O 23,58

Kromatogram HPLC untuk produksi AIA dari setiap bentuk konsorsium terpilih menunjukkan profil puncak dengan waktu retensi 7,1 (Gambar7). Waktu retensi ini sama dengan waktu retensi pada kromatogram standar AIA dengan konsentrasi 1 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, dan 20 ppm (Lampiran 4). Profil puncak dengan waktu retensi selain 7,1 (Gambar 7) diduga sebagai profil puncak untuk asam-asam organik yang lain selain AIA.

(a) (b)

(b) (d)

Gambar 7 Kromatogram HPLC untuk produksi AIA dari (a) konsorsium G, (b) konsorsium L, (c) konsorsium M, dan (d) konsorsium O.

PEMBAHASAN

Penapisan Kapang yang Berpotensi dalam Produksi AIA

Sebanyak 19 kapang asal serasah tanaman hutan dari Katingan dan 32 dari Tarakan seluruhnya berpotensi menghasilkan AIA dengan kadar yang sangat bervariasi. Secara umum, potensi produksi AIA oleh kapang-kapang asal Katingan (1,92±0,26 ppm) lebih tinggi dibanding kapang-kapang asal Tarakan (1,08±0,14 ppm). Hal ini menunjukkan bahwa AIA selain disintesis oleh tumbuhan tinggi, tetapi dapat juga disintesis oleh cendawan berfilamen AIA(Yurekliet al. 2003).

Medium kultur pada produksi AIA dari kapang asal kedua daerah tersebut ditambahkan pepton 1%sebagai sumber nitrogen eksogen (Hasan 2002). Yurekliet al. (2003) mengemukakan bahwa produksi AIApada L.

sajor-Produksi AIA dipengaruhi oleh suhu, cahaya, waktu inkubasi, maupun sumber karbon yang tepat. Sumber karbon yang digunakan ialah sukrosa3%. Sukrosa digunakan selain sebagai komponen standar dari media Czapek dox, juga merupakan disakarida

caju menurun jika medium kultur tidak mengandung sumber nitrogen eksogen. Namun, penambahan 0,015 ppm triptofan relatif tidak memberikan peningkatan produksi AIA pada Penicillium sp. IPBCC 09.620, tetapi produksi AIAmeningkat hingga 27,78 kali dari kontrol setelah penambahan pepton 1%ke dalam medium kultur (Imaningsih 2010). Hasil penelitian pendahuluan terhadap beberapa kapang simpanan IPBCC menunjukkan bahwa penambahan triptofan 0,0015-0,015 ppm ke dalam medium kultur tidak menunjukkan adanya produksi AIA (data tidak dipublikasikan). Penambahan triptofan eksogen pada konsentrasi tertentu menyebabkan kejenuhan dan hambatan balik pada biosintesis AIA (Zhao et al. 2001). Kapang-kapang asal Katingan dan Tarakan diduga mampu mensintesis triptofan endogen sebagai prekursor AIA dengan menggunakan sumber N dari pepton.

yang seringdigunakanuntukproduksi metabolitsekunder (Adrio & Demain 2003). Glukosamerupakansumberkarbonyang pertama kali digunakanuntuk memproduksisel dalam pertumbuhan somatis,sehingga berpengaruh terhadap sedikitatau tidak adanyametabolitsekunderyangdibentuk (Adrio & Demain 2003).

Produksi AIA juga dipengaruhi oleh cara inkubasi. Kapang yang diinkubasi dalam keadaan statis (2,72±0,89 ppm) menghasilkan AIA dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara digoyang (1,92±0,26 ppm). Hal ini berbeda dengan laporanYurekliet al. (2003) yang mengemukakan bahwa produksi AIAmenjadi meningkat jika kapang diinkubasi pada mesin penggoyang.

Pada inkubasi statis, miselium kapang tumbuh di permukaan medium dan bersporulasi, sedangkan pada inkubasi digoyangkapang tumbuh membentuk butiran (pelet) dan tidak bersporulasi. Miselium yang berbentuk pelet dan tidak bersporulasi diduga berhubungan dengan pembentukan metabolit sekunder pada fase stasioner. Fase stasioner berhubungan dengan diferensiasi, sporulasi, dan produksi metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologi (Kavanagh 2005). Cara inkubasi digoyang dapat menyebabkan struktur AIA rusak oleh oksigen karena proses dekarboksilasi yang mengakibatkan hilangnya gugus karboksil (Taiz & Zeiger 2002).

Inkubasi kapang dalam produksi AIA dilakukan dalam kondisi gelap selama 9 hari. Kondisi gelap diharapkan dapat meningkatkan produksi AIA karena menurut Yurekliet al. (2003) bahwa produksi AIApada L.

sajor-Berdasarkan hasil penapisan di atas, maka isolat asal Katingan dan cara inkubasi statis dipilih untuk uji pengaruh proses penyimpanan terhadap produksi AIA. Sebagian besar (63,16%) isolat kapang asal Katingan tidak dipengaruhi oleh proses penyimpanan dalam memproduksi AIA. Jika dipengaruhi oleh penyimpanan, hanya sebanyak 31,58% mengalami penurunan dan 5,26% mengalami kenaikan dalam produksi AIA. Penurunan produksi AIA oleh sebagian kecil kapang asal Katingan ini diduga disebabkan oleh subkultur berulang (Hall 1980;Qu et al.2006). Subkultur berulang pada media agar-agaryang berbeda mengakibatkan (1) perubahan caju meningkat jika kultur diinkubasi dalam keadaan gelap. Inkubasi selama 9 hari dilakukan untuk meyakinkan bahwa fase pertumbuhan kapang benar-benar sudah berada pada fase stasioner. Pada umumnya kapang mulai memasuki fase stasioner pada hari ketujuh (Griffin 1994). Selain itu, waktu inkubasi dalam produksi AIA yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya berkisar antara 5-15 hari (Bau 1981; Tuomi et al. 1995; Hasan 2002; Chung & Tzeng 2004; Bilkay 2010; Subbarayanetal. 2010; Imaningsih 2010).

karakteristik morfologi dan fisiologi dari kultur murni sebelumnya; (2)ketidakstabilanbiosintesismetabolitsekunder, hasil metabolitberfluktuasi,danmenurunsecara drastisselamasiklussubkultur; dan (3)ukuraninokulummemilikidampakbesarterhadap stabilitasbiosintesis metabolit sekunder (Hall 1980; Qu et al.2006).

Penurunan aktivitas biosintesis AIA sebagai metabolit sekunder oleh kapang asal serasah tanaman hutan diduga tidak ada hubungannya dengan proses penyimpanan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya ketidakkonsistenan produksi AIA dari setiap kapang yang diuji. Ketidakkonsistenan respon ini setidaknya untuk beberapa jenis tidak menunjukkan hubungan secara langsung terhadap lama penyimpanan (Hwang 1976). Arabiet al. (2007) melaporkanbahwapenyimpanan dan pengawetanCochliobolussativus menimbulkan masalah,yaitu kelangsungan hidup yang rendah danakibat kontaminasiketika cendawan disimpandimedia PDA

Produksi AIA pada berbagai pH awal medium tidak berkorelasi nyata terhadap bobot kering biomasa miselium. Pertumbuhan miselium (bobot kering biomasa) menunjukkan pertumbuhan yang baik pada pH asam. Bobot kering biomasa miselium A. ornatus IPBCC 07.554, G. deliquescens IPBCC 07.543, dan P. notatum

.

Toleransi Kapang terhadap pH Asam

Kemampuan produksi AIA dari keempat kapang terpilih dipengaruhi oleh pH medium. pH optimum untuk produksi AIA bervariasi tergantung pada jenis kapang. Namun secara umum, produksi AIA mencapai maksimum pada pH 5,5. Walaupun medium kultur dalam kondisi ekstrem masam (pH 4,5), masam sangat kuat(pH 5,0), dan sangat masam (pH 5,5) (Sparks 2003)setiap kapang terpilih masihmampu memproduksi AIA. Hal ini membuktikan bahwa kapang-kapang tersebut toleran terhadap kondisi asam. Organisme toleran asam adalah organisme yangsecara genetik toleran atau organisme yang telah mengalami prosesadaptasi fisiologi sehingga menjadi toleran terhadap kondisi asam (Keyser & Munns 1979). Selain itu, Bau (1981) menyatakan bahwa S.cerevisiae dan A. niger mampu memproduksi AIA pada pH ekstrem asam yaitu pada pH<4,5.

IPBCC 07.555 cenderung menurun dengan kenaikan pH medium kultur. Sebaliknya, bobot kering biomasa miselium Acremonium sp.IPBCC 07.548 cenderung meningkat. Rousk et al. (2009) mengemukakan bahwa pengaruh pH terhadap pertumbuhan kapang dapat meningkat hingga lima kali jika kapang ditumbuhkan pada pH yang lebih rendah (4,5-5,5).

Produksi AIA oleh Acremonium sp.IPBCC 07.548 optimum pada pH 5,5. Acremonium sp.IPBCC 07.548 tumbuh optimum pada pH 7,3 dengan produksi AIA relatif tinggi walaupun pH awal 7,3 menurun menjadi 5,85±0,07 pada akhir masa inkubasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Yunasfi (2008) yang menyatakan bahwa pada umumnya Acremonium sp. tumbuh optimum pada pH 6 atau yang mendekati pH netral walaupun belum ada laporanAcremonium sp. mampu memproduksi AIA. Kemampuan Acremonium sp.IPBCC 07.548 memproduksi AIA pada pH sangat masam (5,5) menunjukkan bahwa kapang ini toleran terhadap kondisi asam. Selain itu, produksi AIA oleh Acremonium sp. IPBCC 07.548 pada pH awal 7,3 menurun menjadi 5,85±0,07 mendekati pH optimum dalam produksi AIA. Kecilnya bobot kering biomasa Acremonium sp. IPBCC 07.548 diduga disebabkan oleh kecepatan pertumbuhan Acremonium sp. yanglambat(Yunasfi 2008).

Aspergillus ornatus IPBCC 07.554 menunjukkan toleransi yang kuat terhadap kondisi asam karenaA. ornatus IPBCC 07.554 tumbuh baik di pH asam dan optimum pada pH 5,0 serta sangat menurunkan pH awal medium. Namun demikian, produksi AIA dari A. ornatus IPBCC 07.554 tergolong sangat rendah pada pH asam tetapi optimum pada pH 7,3, padahal pada pH 7,3 tumbuh relatif terhambat. pH akhir yang sangat rendah ini diduga disebabkan banyaknya asam-asam organik yang lain selain AIA seperti asam oksalat, asam sitrat, dan asam glukonat yang dapat menurunkan pH medium kultur (Santi et al. 2000).

Pada akhir masa inkubasi produksi AIA, pH akhir medium G. deliquescens IPBCC 07.543 relatif tidak berubah dari pH awalnya. Produksi AIA oleh G. deliquescens IPBCC 07.543 mencapai maksimum pada pH 5,5, tumbuh optimum pada pH 4,5 dan cenderung menurun dengan meningkatnya pH medium kultur, tetapi pada pH 4,5 produksi AIA relatif rendah. Pertumbuhan optimum pada pH 4,5

menunjukkan toleran terhadap kondisi asam. Selain itu, G. deliquescens IPBCC 07.543 mengindikasikan memiliki kemampuan tumbuh pada kisaran pH yang cukup luas. Hal ini berbeda dengan G. roseum yang tumbuh optimum pada kisaran 6,4-8,0 (Isaac 1954).

Penicillium notatum IPBCC 07.555 selain menunjukkan pertumbuhan yang baik di pH asam juga mampu memproduksi AIA dengan kadar yang cukup tinggi pada pH asam. Produksi AIA dari P. notatum IPBCC 07.555 optimum pada pH 5,0 dan 5,5. pH akhir medium P. notatum IPBCC 07.555 cenderung menurun dan menunjukkan toleran terhadap kondisi asam. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan

Dokumen terkait