FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BAHAN DAN METODE Sampel Kura-kura
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 spesimen ujung ekor dan 1 spesimen karapas O. borneensis (Gambar 1), 1 spesimen ujung ekor H. annandalei
(Gambar 2), 2 spesimen ujung ekor Cuora amboinensis (Gambar 3), 1 spesimen ujung ekor Siebenrockiella crassicolis (Gambar 4) dan 1 spesimen ujung ekor Cyclemys dentata
(Gambar 5). Semua sampel yang digunakan merupakan koleksi Achmad Farajallah (Lab. Zoologi Dept. Biologi FMIPA IPB, Bogor ) yang diambil dari Kalimantan Tengah.
(a) (b) Gambar 1 O. borneensis (a) tampak plastron (b) tampak
karapas.
(a) (b)
Gambar 2 H. annandalei (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
(a) (b)
Gambar 3 C. amboinensis (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
Emydidae menempatkan dua spesies Emydidae yang diteliti sebagai outgroup dari spesies-spesies Bataguridae. Gaffney dan Meylan (1988) berdasarkan data osteologi meletakkan kura-kura Bataguridal ke dalam status famili Bataguridae dengan mengklasifikasikannya menjadi dua subfamili yaitu Batagurinae (termasuk Batagur, Hardella, dan Orlitia complex ( klasifikasi McDowell, 1964)) dan Geomydinae (Geomyda complex (klasifikasi McDowell, 1964)). Ernst dan Barbour (1989) berdasarkan morfologi tengkorak mengklasifikasikan kura-kura Bataguridal ke dalam famili Emydidae. Iverson (1992) berdasarkan penyebaran kura-kura di dunia mengklasifikasikan kura-kura Bataguridal ke dalam famili Emydidae.
Genom mitokondria sangat populer digunakan sebagai penanda molekuler dalam analisis filogeni, mempelajari evolusi, struktur populasi dan aliran genetik, hibridisasi, biogeografi dan berbagai fenomena mikro dan makro evolusi hewan. Genom mitokondria diwariskan secara maternal, memiliki laju evolusi yang cepat dan tanpa intron. Struktur organisasi mtDNA bersifat stabil, sehingga mtDNA hewan memiliki jumlah gen dan ukuran yang sama, yakni terdiri atas 13 gen yang menyandikan protein (terlibat dalam respirasi sel), 2 gen menyandikan rRNA (12S dan 16S), 22 gen menyandikan tRNA dan beberapa daerah lain yang tidak menyandikan protein D-loop (Control Region) dan daerah
intergenic (Moritz et al. 1987) (Lampiran 4). Meski demikian, gen-gen dalam mtDNA memiliki laju evolusi yang berbeda-beda, evolusi tRNA dan rRNA mitokondria relatif lambat jika dibandingkan dengan gen lainnya. Karena itu tRNA dan rRNA mitokondria banyak digunakan untuk mempelajari hubungan filogeni pada tingkat interspesies (Randi 2000).
Zardoya dan Meyer (1998) telah menggunakan genom mitokondria untuk analisis filogeni diantara kelompok vertebrata. Honda et al (2002) juga menggunakan runutan mtDNA untuk menentukan hubungan filogeni Asian Box Turtles.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan posisi filogeni O. borneensis dan
H. annandalei (Testudines) berdasarkan gen 16S rRNA.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2006 bertempat di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BAHAN DAN METODE Sampel Kura-kura
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 spesimen ujung ekor dan 1 spesimen karapas O. borneensis (Gambar 1), 1 spesimen ujung ekor H. annandalei
(Gambar 2), 2 spesimen ujung ekor Cuora amboinensis (Gambar 3), 1 spesimen ujung ekor Siebenrockiella crassicolis (Gambar 4) dan 1 spesimen ujung ekor Cyclemys dentata
(Gambar 5). Semua sampel yang digunakan merupakan koleksi Achmad Farajallah (Lab. Zoologi Dept. Biologi FMIPA IPB, Bogor ) yang diambil dari Kalimantan Tengah.
(a) (b) Gambar 1 O. borneensis (a) tampak plastron (b) tampak
karapas.
(a) (b)
Gambar 2 H. annandalei (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
(a) (b)
Gambar 3 C. amboinensis (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
(a) (b)
Gambar 4 S. crassicolis (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
(a) (b)
Gambar 5 C. dentata (a) tampak plastron (b) tampak karapas.
Ekstraksi dan Isolasi DNA
Isolasi DNA total dilakukan mengikuti metode Farajallah (2002). Sampel dalam alkohol 70% dicuci dengan 500 µl bufer TE sebanyak 2 kali. Sampel otot yang telah dicuci kemudian dihancurkan menggunakan gunting dalam bufer 1X STE 300 µl dan SE 3%. Penghancuran protein dilakukan dengan menambahkan Proteinase K 0.3 mg/mL dan SDS 10% yang kemudian diinkubasi pada suhu 55 0C sambil dikocok pelan selama 2,5 jam.
Material DNA dipisahkan dari material organik lainnya dengan metode ekstraksi fenol, yaitu dengan menambahkan larutan fenol 1X volume, NaCl 5 M 1/10 X volume,
dan CIAA 1X volume. Campuran di atas kemudian dikocok pelan selama 2 jam pada suhu ruang. Bahan organik yang masuk ke fase fenol dipisahkan dari fase air menggunakan sentrifus pada kecepatan 5000 rpm selama 2 menit. Fase air yang terbentuk pada lapisan atas dipindahakan ke tabung baru kemudian DNA dimurnikan dengan teknik pengendapan alkohol yaitu dengan cara menambahkan NaCl 5M 1/10 X volume dan
alkohol 2X volume. Campuran diinkubasi pada suhu 4 0C selama satu malam kemudian molekul-molekul DNA diendapkan dengan
sentrifus 7000 rpm selama 5 menit. Endapan DNA yang diperoleh dicuci dengan alkohol 70%. Setelah alkohol pencuci dibuang dan dievaporasi dalam ruang vakum, molekul- molekul DNA disuspensikan dalam bufer TE 80% dan disimpan dalam freezer untuk digunakan lebih lanjut.
Amplifikasi (Perbanyakan) Fragman DNA
Perbanyakan fragmen DNA dilakukan secara in vitro dengan metode PCR menggunakan mesin Thermo Cyler TaKaRa MP4. Primer yang digunakan yaitu AF05 (5`- ACT GGG ATT AGA TAC CCC ACT AT- 3`) dan AF08 (5`- ATG TTT TTG GTA AAC AGG CG-3`).
Primer AF05 menempel pada bagian akhir gen 16S rRNA dan AF08 menempel pada bagian tengah gen 16S rRNA. Kedua primer tersebut mengapit ruas DNA sebesar 1474 bp atau setara dengan posisi nukleotida 505 sampai 1978 genom mitokondria Dogania subplana (Farajallah 2002) (Gambar 6). Komposisi 25 µl reaksi PCR adalah DNA cetakan 10-100 ng, Taq Polymerase (Promega) 0.75 Unit beserta bufernya, Mg Cl2
5 nM, dNTP 600 pM dan masing-masing primer 25 nM.
Perbanyakan DNA dilakukan pada kondisi suhu denaturasi awal 94 0C selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan 30 siklus perbanyakan pada suhu denaturasi 94 0C selama 1 menit, suhu penempelan (annealing)
50 0C selama 2 menit dan suhu pemanjangan (elongasi) 70 0C selama 2 menit dan diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 70 0C selama 10 menit.
Visualisasi Fragmen DNA
Produk PCR dimigrasikan menggunakan PAGE 5% dalam buffer 1XTBE. Elektroforesis dijalankan pada kondisi 165 mV selama 75 menit. Selanjutnya gel diwarnai dengan pewarnaan sensitif perak (Tegelstrom 1986). pb AF05 AF08 Keterangan: No Gen 2= 12s rRNA 3= tRNA Val 4= 16S rRNA
Gambar 6 Posisi primer AF05 dan AF08 pada mtDNA Dogania subplana (nomor akses AF366350).
Perunutan (Sequencing) DNA produk PCR
Perunutan DNA merupakan tahap akhir untuk memperoleh data urutan nukleotida dari fragmen DNA hasil amplifikasi. Perunutan DNA dilakukan menggunakan jasa Biologi Molekuler CHAROEN POPKHAND Indonesia menggunakan metode Big Dye Determination dalam mesin ABI PRISM. Produk PCR yang berupa pita tunggal (single band) dijadikan sampel dalam reaksi perunutan nukleotida. Perunutan nukleotida dilakukan menggunakan primer AF08.
Analisis Urutan Nukleotida dan Analisis Filogeni
Urutan nukleotida diedit secara manual menggunakan pogram Genetyx win versi 4.0.1 (Genetyx Software Jepang) berdasarkan pada elektropherogram. Urutan nukleotida dari semua sampel kemudian disejajarkan bersama urutan nukleotida beberapa spesies Testudines yang terdapat di Genbank dengan nomor akses terdapat pada Tabel 1. Proses penjajaran dilakukan menggunakan program Clustal W 1.8 kemudian diedit secara manual. Komposisi nukleotida, tipe subsitusi transisi dan transversi (ts/tv) dihitung menggunakan program MEGA 3.0 (Kumar et al. 2001). Penghitungan jarak genetik dan konstruksi pohon filogeni dilakukan menggunakan program MEGA 3.0 (Kumar et al. 2001) dengan metode ME, MP dan NJ dengan
bootstrap 1000X. Analisis bootstrap 1000X dilakukan untuk menguji kestabilan posisi filogeni dari klad tertentu pada pohon filogeni yang dihasilkan.
HASIL
Hasil Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Hasil amplifikasi O. borneensis dan H. annandalei menggunakan primer AF05 dan AF08 menunjukkan fragmen DNA berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 7). Hal
ini menunjukkan panjang DNA yang dihasilkan berada di antara gen 12S dan 16S rRNA. Amplifikasi C. amboinensis, S.
crassicolis dan C. dentata tidak
menghasilkan pita pada gel elektoforesis sehingga dari ketiga spesies ini tidak dilakukan perunutan nukleotida pada lembaga Biologi Molekuler CHAROEN POPKHAND.
Hasil Perunutan (Sequencing) DNA produk PCR
Perunutan DNA dilakukan dari arah primer AF08. Setelah diedit menghasilkan panjang DNA sebesar 681 nt untuk O. borneensis (Gambar 8) dan 673 nt untuk H. annandalei (Gambar 9).
Hasil Penjajaran (Alignment) DNA
Setelah disejajarkan, panjang DNA yang diperbandingkan sebesar 695 nt untuk
O. borneensis dan 696 nt untuk H. Annandalei. Terdiri dari 317 basa yang sama (conserved) dan 359 basa yang berbeda (variabel). Dari 359 basa yang berbeda terdapat 211 basa parsimony dan 143 basa tunggal (singleton). Untuk selanjutnya, basa yang digunakan untuk analisis merupakan basa yang bersifat parsimony (Gambar 10).
Komposisi nukleotida H. annandalei
didominasi oleh nukleotida T sebesar 42.0%, kemudian berturut-turut diikuti oleh nukleotida G (21.7%), A (21.4%) dan C (14.9%). Nilai perbandingan antara A/T dan G/C yaitu 63.4% :36.6%. Komposisi 1 2 M 1500 bp 1000 bp 400 bp
100 bp
Gambar 7 Hasil amplifikasi O. borneensis dan H.
annandalei menggunakan primer AF05 dan
AF08. (1) = Orlitia borneensis; (2) = Hieremys annandalei; M= Marker
Gambar 6 Posisi primer AF05 dan AF08 pada mtDNA Dogania subplana (nomor akses AF366350).
Perunutan (Sequencing) DNA produk PCR
Perunutan DNA merupakan tahap akhir untuk memperoleh data urutan nukleotida dari fragmen DNA hasil amplifikasi. Perunutan DNA dilakukan menggunakan jasa Biologi Molekuler CHAROEN POPKHAND Indonesia menggunakan metode Big Dye Determination dalam mesin ABI PRISM. Produk PCR yang berupa pita tunggal (single band) dijadikan sampel dalam reaksi perunutan nukleotida. Perunutan nukleotida dilakukan menggunakan primer AF08.
Analisis Urutan Nukleotida dan Analisis Filogeni
Urutan nukleotida diedit secara manual menggunakan pogram Genetyx win versi 4.0.1 (Genetyx Software Jepang) berdasarkan pada elektropherogram. Urutan nukleotida dari semua sampel kemudian disejajarkan bersama urutan nukleotida beberapa spesies Testudines yang terdapat di Genbank dengan nomor akses terdapat pada Tabel 1. Proses penjajaran dilakukan menggunakan program Clustal W 1.8 kemudian diedit secara manual. Komposisi nukleotida, tipe subsitusi transisi dan transversi (ts/tv) dihitung menggunakan program MEGA 3.0 (Kumar et al. 2001). Penghitungan jarak genetik dan konstruksi pohon filogeni dilakukan menggunakan program MEGA 3.0 (Kumar et al. 2001) dengan metode ME, MP dan NJ dengan
bootstrap 1000X. Analisis bootstrap 1000X dilakukan untuk menguji kestabilan posisi filogeni dari klad tertentu pada pohon filogeni yang dihasilkan.
HASIL
Hasil Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Hasil amplifikasi O. borneensis dan H. annandalei menggunakan primer AF05 dan AF08 menunjukkan fragmen DNA berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 7). Hal
ini menunjukkan panjang DNA yang dihasilkan berada di antara gen 12S dan 16S rRNA. Amplifikasi C. amboinensis, S.
crassicolis dan C. dentata tidak
menghasilkan pita pada gel elektoforesis sehingga dari ketiga spesies ini tidak dilakukan perunutan nukleotida pada lembaga Biologi Molekuler CHAROEN POPKHAND.
Hasil Perunutan (Sequencing) DNA produk PCR
Perunutan DNA dilakukan dari arah primer AF08. Setelah diedit menghasilkan panjang DNA sebesar 681 nt untuk O. borneensis (Gambar 8) dan 673 nt untuk H. annandalei (Gambar 9).
Hasil Penjajaran (Alignment) DNA
Setelah disejajarkan, panjang DNA yang diperbandingkan sebesar 695 nt untuk
O. borneensis dan 696 nt untuk H. Annandalei. Terdiri dari 317 basa yang sama (conserved) dan 359 basa yang berbeda (variabel). Dari 359 basa yang berbeda terdapat 211 basa parsimony dan 143 basa tunggal (singleton). Untuk selanjutnya, basa yang digunakan untuk analisis merupakan basa yang bersifat parsimony (Gambar 10).
Komposisi nukleotida H. annandalei
didominasi oleh nukleotida T sebesar 42.0%, kemudian berturut-turut diikuti oleh nukleotida G (21.7%), A (21.4%) dan C (14.9%). Nilai perbandingan antara A/T dan G/C yaitu 63.4% :36.6%. Komposisi 1 2 M 1500 bp 1000 bp 400 bp
100 bp
Gambar 7 Hasil amplifikasi O. borneensis dan H.
annandalei menggunakan primer AF05 dan
AF08. (1) = Orlitia borneensis; (2) = Hieremys annandalei; M= Marker
nukleotida O. borneensis didominasi oleh nukleotida T sebesar 43.4%, kemudian berturut-turut diikuti oleh nukleotida G (23.3%), A (19.9%) dan C (13.4%). Nilai perbandingan antara A/T dan G/C yaitu
63.3% :36.7%. Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa sebagian besar spesies memiliki pola