• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada lahan pertanaman kedelai di Cikabayan, Bogor dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Desember 2004 sampai bulan Juli 2005.

Bahan dan Alat

Benih kedelai yang digunakan adalah varietas Wilis yang diperoleh dari Balitro. Kebutuhan benih kedelai tersebut sebesar 31 kg/ha. Telur perangkap S. litura (Fabricius) (Lepidoptera: Noctuidae) dan C. cephalonica (Stainton) (Lepidoptera: Pyralidae) diperoleh dari hasil rearing di laboratorium. Telur perangkap yang dibutuhkan dalam setiap minggunya, masing-masing sebanyak 3600 butir. Telur perangkap direkatkan pada pias (karton manila 1 cm x 5 cm) dan dimasukkan dalam kulkas selama sehari. Untuk telur C. cephalonica, perlu difreezer dulu selama dua jam untuk menghambat penetasan telur bila telur tidak terparasit.Untuk memenuhi kebutuhan telur perangkap S.litura setiap minggunya, selain didapat dari hasil perbanyakan di laboratorium, setiap jangka waktu dua minggu juga dilakukan pengambilan larva S. litura (berbagai instar) dari lapang.

Bahan lain yang digunakan adalah kertas buram, daun talas, pakan buatan, pakan jagung dan pur, madu 10%, gum arabic, karton manila, isolatip, larutan Hoyer, dan KOH 10%.

Alat-alat yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah kotak plastik untuk pemeliharaan S. litura dan C. cephalonica, pinset, kuas, tabung reaksi, gunting, wadah plastik, stoples, silinder peneluran, cawan petri, mikroskop, lampu duduk, jarum bertangkai, ajir bambu sebagai tempat pemasangan telur di lapang, gelas obyek dan gelas penutup, gelas ukur Pyrex, kompor listrik, dan kunci identifikasi Alba 1988, Nixon 1937, Barrion & Litsinger 1989.

Metode

Budidaya tanaman kedelai dilakukan pada lahan seluas 394, 25 m 2. Lahan dibagi menjadi tiga petakan dengan ukuran 10,5 m x 9,5 m untuk masing-masing petak. Jarak antara satu petak dengan petak lain sejauh 5 m. Ketiga petak tersebut diolah dengan cara ditraktor, selanjutnya dilakukan pengapuran dan pemberian pupuk kandang secara bersamaan setelah pengolahan lahan. Dosis pemberian kapur dan pupuk kandang masing-masing sebesar 2 ton/ha dan 20 ton/ ha.

Penanaman benih dilakukan dengan cara ditugal dimana dua benih ditanam dalam satu lubang dan menggunakan jarak tana m 20 cm x 40 cm. Benih yang tidak tumbuh disulam paling lambat pada saat tanaman berumur 1 MST (minggu setelah tanam).

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi pemupukan, pengairan, dan penyiangan. Pupuk Urea, TSP, dan KCl diberikan secara bersamaan di sekitar lubang benih (10 cm dari lubang benih) dengan dosis masing-masing 76 kg/ha, 152 kg/ha, dan 152 kg/ha. Setelah tanaman mulai berbunga, pupuk Urea diberikan kembali, yaitu sebesar 76 kg/ha. Pengairan dilakukan menggunakan

sprinkle. Sampai dengan tana man berumur 1 MST, pengairan dilakukan setiap hari. Sampai dengan tanaman berumur 2 MST, frekuensi pengairan sebanyak satu kali dalam dua hari. Selanjutnya, frekuensi pengairan hanya dua kali dalam seminggu. Penyiangan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada saat 2-3 minggu pertama dan saat tanaman mulai berbunga. Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan hama sengaja tidak dilakukan karena serangga hama dan parasitoid telur pada pertanaman kedelai merupakan obyek penting dalam penelitian ini.

Analisis Struktur Komunitas Parasitoid Telur

Struktur komunitas parasitoid telur diamati melalui dua cara, yaitu melalui pemasangan telur perangkap dan pengamatan langsung terhadap telur serangga yang terkumpul dari pertanaman kedelai.

Telur S. litura dan C. cephalonica merupakan alat untuk mengetahui jenis- jenis parasitoid telur yang terdapat pada pertanaman kedelai. Kedua telur perangkap tersebut dipasang pada titik-titik contoh (ajir bambu) pertanaman kedelai. Dalam satu luasan lahan terdapat tiga ulangan petak dan setiap petak dibagi menjadi empat kuadran. Dalam setiap kuadran ditentukan 20 titik-titik

contohnya mengikuti pola X (Gambar 1). Pemasangan telur perangkap pada titik- titik contoh dilakukan secara berseling antara telur S. litura dan C. cephalonica.

I II I II III IV III IV 9,5 m

Gambar 1 Penentuan titik contoh setiap petak lahan

Pengamatan langsung dilakukan terhadap telur serangga yang berhasil dikumpulkan dari pertanaman kedelai. Pengumpulan telur-telur tersebut dilakukan dengan menyisir seluruh luasan lahan. Tujuan pengumpulan telur-telur ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis serangga yang berasosiasi dengan tanaman kedelai sehingga hubungan antara struktur komunitas parasitoid telur dengan serangan hama pertanaman kedelai dapat dipelajari.

Pemasangan Telur Perangkap di Lapang. Telur S. litura dan C.

cephalonica dipasang secara serentak pada pertanaman kedelai sejak tanaman

berumur 0 sampai 12 MST. Frekuensi pemasangan dilakukan satu kali dalam satu minggu. Dalam setiap pemasangan, kebutuhan telur S. litura dan C. cephalonica

masing-masing 120 kelompok telur. Setiap satu kelompok telur, masing-masing berisi ± 30 butir telur yang direkatkan pada pias. Hari pemasangan telur perangkap dalam setiap minggu diusahakan konsisten, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya percepatan atau penundaan waktu pemasangan karena faktor cuaca dan ketersediaan telur. Pemasangan telur perangkap selama enam jam pada pertanaman. Telur kemudian diambil dan dipelihara di laboratorium sampai muncul parasitoidnya. Parasitoid yang muncul dibiarkan berkopulasi

5 m

10,5 m

selama 24 jam dan diparasitkan pada telur C. cephalonica sebagai inangnya di laboratorium. Tujuan perbanyakan parasitoid ini adalah untuk menyediakan parasitoid telur sebanyak-banyaknya sehingga apabila terjadi kerusakan pada saat proses identifikasi dapat diganti dengan spesies yang sama dari hasil perbanyakan. Pemeliharaan parasitoid dilakukan dengan memberikan madu 10% sebagai sumber nutrisi bagi kelangsungan hidupnya di laboratorium.

Pengumpulan Telur Serangga dari Lapang. Pengumpulan telur serangga dari lapang dilakukan bersamaan dengan waktu pemasangan telur perangkap. Telur alami yang terkumpul, dipelihara dan diamati di laboratorium. Pemeliharaan parasitoid dilakukan dengan memberikan madu 10% sebagai sumber nutrisi bagi kelangsungan hidupnya di laboratorium.

Pengamatan Larva Lepidoptera dan Gejala Serangannya

Pengumpulan larva Lepidoptera dan gejala serangannya dilakukan saat tanaman berumur 0-12 MST dengan frekuensi pengumpulan sekali dalam satu minggu. Pengumpulan dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan telur serangga alami, yaitu dengan menyisir seluruh petakan lahan pertanaman kedelai. Hasil pengumpulan larva dan gejala serangan larva Lepidoptera dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi. Ini dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis serangga yang berasosiasi dengan pertanaman kedelai sehingga hubungan antara struktur komunitas parasitoid telur dengan serangan hama dapat dipelajari.

Identifikasi

Identifikasi parasitoid dilakukan dengan tahapan-tahapan yang terdiri dari perebusan, penataan parasitod pada kaca obyek, dan identifikasi. Dalam proses perebusan, parasitoid jantan dimasukkan dalam tabung reaksi berisi KOH 10% (± 5 ml). Tabung reaksi kemudian direbus dalam gelas ukur besar yang berisi air (± 1/3 volum) sampai air mendidih. Parasitoid jantan tersebut ditata di atas kaca obyek yang telah ditetesi larutan Hoyer (satu tetes), kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diberi label. Identifikasi terhadap genitalia jantan

bawah mikroskop stereo (Olympus BX 51), berdasarkan kunci identifikasi Alba (1988), Nixon (1937), dan Barrion & Litsinger (1989).

Identifikasi tingkat spesies terhadap serangga-serangga alami maupun parasitoid telur dan larva dari serangga alami dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid, Departemen Proteksi Tanaman.

Dokumen terkait