• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan selama

delapan bulan yaitu antara bulan Januari-September 2010. Lokasi penelitian bertempat di Kebun Percobaan Manoko Balittro, Lembang, Bandung dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan Tanaman

Penelitian ini menggunakan 14 aksesi tanaman nilam dengan umur tanaman 6 bulan setelah tanam yang berasal dari koleksi plasma nutfah di Kebun Percobaan Manoko Lembang. Jarak tanam antar tanaman 0.5 m dan jarak antar baris tanam 1 m dengan luas lahan tanam 0.2 hektar (2.000 m) pada ketinggian 1.200 m dpl.

Pengambilan Sampel

Sampel daun nilam diambil langsung dari Kebun Percobaan Manoko, Lembang, selanjutnya diamati di Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, IPB. Daun yang digunakan untuk mengamati kerapatan sel minyak diambil dari daun yang telah dewasa yaitu daun ke tiga dari pucuk, lalu dimasukkan ke dalam plastik bening. Sampel daun tersebut disimpan dalam termos yang telah berisi campuran es batu dengan garam.

Untuk pengamatan kerapatan trikoma dan stomata diambil daun yang telah dewasa yaitu daun ketiga dari pucuk, lalu dimasukkan ke dalam botol film bekas yang ditambahkan alkohol 70%.

Pengamatan Struktur Morfologi Tanaman Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, diameter tanaman, panjang daun, lebar daun, jumlah daun per tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah ranting per tanaman, bobot per helai daun, jumlah produksi per tanaman, dan menghitung luas

permukaan daun nilam. Tiap pengamatan

dilakukan 5 kali ulangan. Alat yang digunakan pada pengamatan ini adalah penggaris, jangka sorong, dan neraca timbang. Untuk menghitung luas daun digunakan rumus,

Luas daun = (luas kertas x bobot daun

duplikat) : bobot kertas utuh (Sitompul & Guritno 1995).

Pengamatan Struktur Anatomi Daun Struktur anatomi daun diamati melalui sayatan paradermal. Sediaan mikroskopis pengamatan kerapatan sel minyak dibuat dengan cara sebagai berikut: daun dikerik dengan pisau silet untuk mendapatkan lapisan epidermis. Selanjutnya lapisan epidermis diletakkan di atas gelas obyek dan ditetesi larutan Sudan III, kemudian ditutup dengan gelas penutup (Sass 1951).

Sediaan mikroskopis pengamatan kerapatan trikoma dan stomata dibuat dengan cara sebagai berikut: Daun yang telah direndam dalam alkohol 70%, dicuci dengan air dan direndam dalam nitrat 30% selama 5 sampai 10 menit. Selanjutnya daun dikerik dengan pisau silet untuk mendapatkan lapisan epidermis. Lapisan epidermis yang diperoleh direndam dalam larutan kloroks sampai lapisan terlihat benar-benar transparan. Kemudian dibilas dengan air sebanyak dua kali. Selanjutnya lapisan epidermis diwarnai dengan safranin 0,5% selama 5 sampai 10 menit, lalu dibilas dengan air keran. Kemudian diletakkan di atas gelas obyek yang telah diberi larutan gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup (Sass 1951).

Dilakukan tiga ulangan terhadap 14 aksesi daun nilam, dengan bagian pengamatan adaksial dan abaksial daun. Tiap preparat diamati 5 bidang pandang. Parameter yang diamati yaitu kerapatan trikoma, kerapatan stomata, dan kerapatan sel minyak. Kerapatan trikoma dapat dinyatakan dengan jumlah

trikoma/mm2, kerapatan stomata dinyatakan

dengan jumlah stomata/mm2, dan kerapatan

sel minyak dapat dinyatakan dengan jumlah

sel minyak/mm2

Analisis Lintas

. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 400x.

Data hasil pengamatan karakter morfologi dan anatomi (Lampiran 1) dilakukan analisis lintas (Path analysis) dengan metode matriks analisis koefisien lintas (Path coefficient analysis). Untuk mengetahui korelasi antara parameter yang diamati digunakan metode analisis regresi berganda, yang disajikan dalam bentuk matriks korelasi. Program yang digunakan ialah Microsoft Excel 2007. Hasil analisis lintas ditampilkan dalam bentuk diagram lintas.

Menurut Sighn dan Chaudhary (1979) untuk menarik kesimpulan dari koefisien

lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Apabila koefisien korelasi antara

peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung melalui peubah tersebut akan efektif.

2. Apabila koefisien korelasi positif

tetapi koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) negatif maka pengaruh tidak langsunglah yang menyebabkan korelasi tersebut dan untuk seleksi yang diperhatikan adalah pengaruh tidak langsungnya.

3. Apabila koefisien korelasi negatif

dan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) positif atau tinggi maka diusahakan memperkecil pengaruh tidak langsung untuk memperoleh pengaruh langsung.

HASIL

Berdasarkan pengamatan morfologi dan anatomi terhadap empat belas aksesi tanaman nilam (Lampiran 1), menunjukkan bahwa tanaman aksesi Girilaya lebih tinggi dari aksesi lainnya mencapai 92.07 cm. Batang dengan diameter terbesar dijumpai pada aksesi Kuningan dengan diameter 11.32 cm. Daun yang paling panjang dijumpai pada aksesi Girilaya mencapai 6.50 cm, daun terlebar dimiliki oleh aksesi Aceh 3 mencapai 2.56 cm, dan jumlah daun terbanyak dijumpai pada aksesi Aceh 3 sebesar 729.53 daun per rumpun. Aksesi Aceh merah memiliki jumlah cabang per tanaman terbesar sebesar 18.67, sedangkan jumlah ranting per tanaman terbesar dimiliki oleh aksesi Aceh 8 sebesar 31.93. Bobot daun per helai terbesar dimiliki oleh Aceh 3 sebesar 0.86 g, produksi tanaman per rumpun terbanyak dimiliki oleh aksesi Aceh 3 sebesar 1890.95 g, sedangkan daun terluas dimiliki oleh aksesi Girilaya sebesar 26.61 cm.

Nilai kerapatan sel minyak dan trikoma paling tinggi dimiliki oleh aksesi Aceh 3 yaitu

sebesar 33.71 sel minyak/mm2 dan 58.80

trikoma/mm2. Kerapatan stomata tertinggi

dimiliki oleh aksesi kultur jaringan sebesar 241.82 stomata/mm2.

Pengamatan Struktur Morfologi Tanaman Empat belas aksesi tanaman nilam yang diamati merupakan nilam Aceh (Pogostemon

cablin Benth), nilam Jawa (Pogostemon heyneanus Benth), dan nilam hasil kultur jaringan.

Nilam Aceh (Gambar 1) memiliki bentuk daun bulat (orbicularis) sampai bulat telur (ovatus), duduk daun bersilang, warna daun hijau, permukaan daun halus dan berbulu lembut (villosus), pertulangan daun menyirip dan bercabang-cabang, bagian ujung daun runcing (acutus), pangkal daun tumpul

(obtusus), bagian tepi daun bergerigi

(serratus) sampai bergerigi ganda, bagian sinus agak dalam,memiliki bagian angulus yang tumpul, dan tangkai daunnya panjang. Tinggi tanaman lebih pendek dari nilam Jawa, rata-rata 57.71 cm.

Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh.

Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. Nilam Jawa (Gambar 2) memiliki bentuk dan bulat telur atau lonjong, lebih ramping dari nilam Aceh. Bagian ujung daun meruncing (acuminatus), bagian tepi daun bergerigi sampai bergerigi ganda dengan sinus yang dalam dan angulus yang runcing. Duduk

lintas, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu:

1. Apabila koefisien korelasi antara

peubah hampir sama dengan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) maka korelasi tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung melalui peubah tersebut akan efektif.

2. Apabila koefisien korelasi positif

tetapi koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) negatif maka pengaruh tidak langsunglah yang menyebabkan korelasi tersebut dan untuk seleksi yang diperhatikan adalah pengaruh tidak langsungnya.

3. Apabila koefisien korelasi negatif

dan koefisien lintas (nilai pengaruh langsung) positif atau tinggi maka diusahakan memperkecil pengaruh tidak langsung untuk memperoleh pengaruh langsung.

HASIL

Berdasarkan pengamatan morfologi dan anatomi terhadap empat belas aksesi tanaman nilam (Lampiran 1), menunjukkan bahwa tanaman aksesi Girilaya lebih tinggi dari aksesi lainnya mencapai 92.07 cm. Batang dengan diameter terbesar dijumpai pada aksesi Kuningan dengan diameter 11.32 cm. Daun yang paling panjang dijumpai pada aksesi Girilaya mencapai 6.50 cm, daun terlebar dimiliki oleh aksesi Aceh 3 mencapai 2.56 cm, dan jumlah daun terbanyak dijumpai pada aksesi Aceh 3 sebesar 729.53 daun per rumpun. Aksesi Aceh merah memiliki jumlah cabang per tanaman terbesar sebesar 18.67, sedangkan jumlah ranting per tanaman terbesar dimiliki oleh aksesi Aceh 8 sebesar 31.93. Bobot daun per helai terbesar dimiliki oleh Aceh 3 sebesar 0.86 g, produksi tanaman per rumpun terbanyak dimiliki oleh aksesi Aceh 3 sebesar 1890.95 g, sedangkan daun terluas dimiliki oleh aksesi Girilaya sebesar 26.61 cm.

Nilai kerapatan sel minyak dan trikoma paling tinggi dimiliki oleh aksesi Aceh 3 yaitu

sebesar 33.71 sel minyak/mm2 dan 58.80

trikoma/mm2. Kerapatan stomata tertinggi

dimiliki oleh aksesi kultur jaringan sebesar 241.82 stomata/mm2.

Pengamatan Struktur Morfologi Tanaman Empat belas aksesi tanaman nilam yang diamati merupakan nilam Aceh (Pogostemon

cablin Benth), nilam Jawa (Pogostemon heyneanus Benth), dan nilam hasil kultur jaringan.

Nilam Aceh (Gambar 1) memiliki bentuk daun bulat (orbicularis) sampai bulat telur (ovatus), duduk daun bersilang, warna daun hijau, permukaan daun halus dan berbulu lembut (villosus), pertulangan daun menyirip dan bercabang-cabang, bagian ujung daun runcing (acutus), pangkal daun tumpul

(obtusus), bagian tepi daun bergerigi

(serratus) sampai bergerigi ganda, bagian sinus agak dalam,memiliki bagian angulus yang tumpul, dan tangkai daunnya panjang. Tinggi tanaman lebih pendek dari nilam Jawa, rata-rata 57.71 cm.

Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh.

Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa. Nilam Jawa (Gambar 2) memiliki bentuk dan bulat telur atau lonjong, lebih ramping dari nilam Aceh. Bagian ujung daun meruncing (acuminatus), bagian tepi daun bergerigi sampai bergerigi ganda dengan sinus yang dalam dan angulus yang runcing. Duduk

daun bersilang, warna daun hijau sampai hijau keunguan, permukaan daun berbulu dan kasar, bagian tangkai daun pendek, pertulangan daun menyirip dan bercabang, dan memiliki ukuran tanaman yang lebih tinggi dari nilam Aceh dengan tinggi rata-rata 85 cm.

Pengamatan Struktur Anatomi Daun

Pengamatan Sel Minyak. Hasil

pengamatan sel minyak pada daun nilam Aceh sayatan paradermal (Gambar 3) dan sebagai pembanding pada sayatan transversal (Gambar 4) didapatkan sel minyak berbentuk bulat, dengan warna kuning kemerahan, sampai kuning mengkilat. Sel minyak pada daun nilam Jawa (Gambar 5) berbentuk seperti kapsul dengan warna kuning kecoklatan.

Gambar 3 Sel minyak daun nilam Aceh sayatan paradermal.

Gambar 4 Sel minyak daun nilam Aceh

sayatan transversal: (a) sel

minyak, (b) sel palisade, (c) sel parenkima bunga karang.

Gambar 5 Sel minyak daun nilam Jawa sayatan paradermal.

Pengamatan Trikoma. Trikoma

tanaman nilam termasuk dalam golongan glandular (berkelenjar) (Gambar 6.a) dan golongan nonglandular (tidak berkelenjar) (Gambar 6.b).

(a)

(b)

Gambar 6 Trikoma golongan glandular (a) dan golongan nonglandular (b) pada daun nilam Aceh.

Gambar 7 Trikoma golongan nonglandular pada daun nilam Jawa.

Pengamatan Stomata. Tanaman nilam

memiliki stomata yang bertipe anisositik (Gambar 8).

Gambar 8 Stomata daun nilam: (a) porus, (b) sel tetangga, dan (c) sel penutup menggunakan pewarna safranin.

Analisis Lintas

Analisis Sifat-Sifat Kuantitatif terhadap Produksi Tanaman Per Rumpun.

Hubungan antara sifat-sifat kuantitatif

tanaman nilam (X) terhadap produksi tanaman per rumpun (Y1) (Gambar 9) dan kerapatan sel minyak (Y2) (Gambar 10), dapat dihitung korelasi matriksnya seperti terlihat pada Lampiran 2. Dari matriks korelasi beberapa parameter menunjukkan adanya hubungan yang erat satu sama lain. Terdapat korelasi positif dan korelasi negatif antara parameter yang diamati dengan produksi tanaman per rumpun dan kerapatan sel minyak.

Korelasi positif dan nyata terlihat antara produksi tanaman per rumpun (Y1) dengan tinggi tanaman (X1), panjang daun (X3), lebar daun (X4), jumlah daun per rumpun (X5), jumlah cabang per tanaman (X6), jumlah ranting per tanaman (X7), bobot daun per helai (X8), dan luas daun (X11) dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0.87, 0.66, 0.80, 0.94, 0.78, 0.70, 0.72, dan 0.78. Korelasi positif dan nyata juga terlihat antara kerapatan sel minyak (Y2) dengan bobot daun per helai (X8) dan kerapatan trikoma (X9) dengan nilai koefisien korelasi berturut-turut 0.62 dan 0.55.

Analisis Sifat-Sifat Kuantitatif

terhadap Kerapatan Sel Minyak. Diameter

batang (X2), panjang daun (X3), jumlah cabang per tanaman (X6), jumlah ranting per tanaman (X7) dan kerapatan stomata (X10) juga menunjukkan korelasi negatif terhadap sel minyak. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai dari parameter-parameter tersebut akan menurunkan jumlah sel minyak. Oleh karenanya parameter-parameter tersebut tidak dapat digunakan untuk menduga kerapatan sel minyak pada tanaman nilam.

Gambar 9 Diagram lintas sifat-sifat kuantitatif tanaman nilam terhadap produksi tanaman per rumpun.

Tinggi Tanaman (X1)

Diameter Batang (X2)

Produksi Tanaman per Rumpun

Kerapatan Sel Minyak (Y2)

Panjang Daun (X3)

Lebar Daun (X4)

Jumlah Daun per Rumpun (X5)

Jumlah Cabang per Tanaman (X6)

Jumlah Ranting per Tanaman (X7)

Bobot Daun per Helai (X8) Kerapatan Trikoma (X9) Kerapatan Stomata (X10) 0,120823 0,144762 0,133793 -0,07877 -0,20323 0,287113 0,213609 0,130046 0.319953 0,1115 -0,00855 Luas Daun (X11) 0,321557

Gambar 10 Diagram lintas sifat-sifat kuantitatif tanaman nilam terhadap kerapatan sel minyak.

Tinggi Tanaman (X1)

Diameter Batang (X2)

Produksi Tanaman per Rumpun (Y1)

Kerapatan Sel Minyak (Y2)

Panjang Daun (X3)

Lebar Daun (X4)

Jumlah Daun per Rumpun

Jumlah Cabang per Tanaman (X6)

Jumlah Ranting per Tanaman (X7)

Bobot Daun per Helai (X8) Kerapatan Trikoma (X9) Kerapatan Stomata (X10) -0,21816 -0,55755 0,305413 0,611937 0,374864 -0,18075 -1,13059 -0,76775 0,464032 0,391312 2,250418 Luas Daun (X11) -0,90951

PEMBAHASAN

Pengamatan Struktur Morfologi Tanaman Tanaman nilam merupakan tumbuhan semak dengan tinggi antara 0.30-1.30 meter, berakar serabut, berbatang lunak, dan berbuku-buku. Bagian buku menggembung di bagian ujung ruas dan berair. Di alam bebas tanaman nilam tumbuh merambat tidak beraturan dan cenderung mengarah ke datangnya sinar matahari, namun pada kebun pertumbuhannya tegak ke atas dan merumpun pendek bila diberi penegak bambu (Haryudin 2001).

Terdapat perbedaan antara nilam Aceh dan nilam Jawa yang diamati. Daun nilam Aceh berwarna hijau tua, memiliki susunan daun yang tidak lengkap, karena daun terdiri atas tangkai dan helaian daun saja yang disebut daun bertangkai (Tjitrosoepomo 2007). Duduk daun bersilang, warna daun hijau, permukaan daun halus dan berbulu lembut (villosus). Bulu-bulu pada daun tidak menempel pada permukaan tapi lebih tegak dan menyebabkan warna daun nilam Aceh lebih pucat (Syukur dan Nuryani 1998). Pada nilam Aceh aksesi Tapak Tuan memiliki beberapa karakter yang berbeda yaitu duduk daun berhadapan, permukaan daun bergelombang dan berbulu, pinggir daun bergerigi ganda atau rangkap (biserratus) dengan sinus pendek dan angulus bergerigi tumpul, bagian pangkal daun rompang atau rata (truncatus) dengan ujung daun tumpul (Haryudin 2001). Nilam Aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak daun keringnya tinggi berkisar antara 2.5-5% (Mangun 2008).

Nilam Jawa memiliki bentuk daun bulat telur atau lonjong, melebar di bagian tengah. Bagian ujung daun meruncing (acuminatus), sama seperti bagian ujung daun yang runcing tetapi titik pertemuan kedua tepi daunnya lebih tinggi, sehingga bagian ujung daun terlihat sempit panjang dan runcing (Tjitrosoepomo 2007). Warna daun hijau sampai hijau keunguan. Menurut Syukur dan Nuryani (1998) nilam Jawa memiliki permukaan daun yang kasar dan tidak berbulu, sedangkan permukaan nilam Aceh halus dan berbulu. Daun nilam Jawa lebih tipis, ujungnya lebih meruncing. Aroma daun nilam Aceh lebih harum dibandingkan aroma daun nilam Jawa. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah kenyataan bahwa nilam Aceh tidak berbunga sedangkan nilam

Jawa berbunga. Bunga tanaman nilam merupakan bunga majemuk (inflorescentia), ibu tangkai bunga (pedunculus), tangkai bunga (pedicellus) dan kelopak bunga berwarna hijau keunguan. Tangkai bunga nilam termasuk dichasial, karena dari tangkai keluar dua cabang yang berhadapan, dijumpai pada tumbuhan dengan bunga berbibir (family Labiatae) (Tjitrosoepomo 2007). Bunga tanaman nilam berwarna putih (Santoso 2007).

Pengamatan Struktur Anatomi Daun

Pengamatan Sel Minyak. Pengamatan

anatomi sel minyak dilakukan melalui sayatan paradermal daun (Gambar 3) dan untuk pembanding dilakukan sayatan transversal (Gambar 4). Secara anatomi keempat belas aksesi tanaman nilam yang diamati, sel minyak daun nilam Aceh berwarna kuning kemerahan sampai kuning mengkilat dengan bentuk bulat, sel minyak daun nilam Jawa berwarna kuning kecoklatan dengan bentuk seperti kapsul.

Sumber minyak atsiri pada umumnya dihasilkan dari bagian tanaman berupa daun, bunga, biji, kulit buah, dan akar ataupun rhizoma. Pada tanaman nilam selain dihasilkan dari bagian daun minyak atsiri juga diproses di kelenjar minyak (sel minyak) melalui proses metabolisme dalam tanaman yang terbentuk karena adanya berbagai senyawa kimia dengan adanya air (Ketaren 1985).

Sel minyak tanaman nilam sangat berperan penting dalam menghasilkan minyak atisiri. Sel minyak terletak di antara sel palisade dan parenkima bunga karang. Jumlah sel minyak lebih banyak ditemukan pada bagian sel palisade karena sel ini terletak dekat permukaan epidermis atas daun yang lebih banyak mendapatkan sinar matahari sehingga pembentukan sel minyak dari hasil metabolisme lebih sempurna

(Haryudin et al. 2002). Namun, pada

penelitian ini sel minyak juga dapat ditemukan pada bagian epidermis daun.

Menurut Tjondronegoro et al. (1997) hasil

pengamatan struktur anatomi terhadap sediaan irisan daun tanaman nilam dalam kultur menunjukkan di antara sel-sel epidermis terdapat kelenjar-kelenjar minyak. Sel minyak ini juga dapat ditemukan sebagai bagian trikoma. Pada permukaan atas jaringan epidermis daun banyak terdapat trikoma dengan bentuk khusus yang merupakan modifikasi sel-sel epidermis yang

diduga menjadi tempat akumulasi minyak atsiri (Tjondronegoro et al. 1997).

Pengamatan Trikoma. Trikoma yang

berasal dari sel-sel epidermis, terdiri atas sel tunggal atau banyak sel yang memiliki peranan penting bagi tumbuhan. Di antara peran tersebut adalah untuk mengurangi penguapan (apabila terdapat pada bagian epidermis daun), meneruskan rangsang, mengurangi gangguan hewan, membantu penyebaran biji, membantu penyerbukan bunga, dan menyerap air serta garam-garam mineral dari dalam tanah (Nugroho et al. 2006).

Tipe trikoma pada tanaman nilam termasuk ke dalam golongan glandular (berkelenjar) dan non glandular (tidak berkelenjar). Umumnya bentuk trikoma tanaman nilam seperti duri dan runcing pada bagian ujungnya, terdiri atas dua sel atau lebih. Trikoma nilam Aceh memiliki ukuran yang lebih pendek dari nilam Jawa. Bentuk trikoma nilam Jawa lebih ramping dan lebih panjang dari nilam Aceh, rata-rata memiliki trikoma yang lebih dari 2 sel. Trikoma banyak terdapat pada semua bagian tanaman nilam kecuali pada akar. Pada bagian daun dan batang nilam banyak terdapat trikoma, sedangkan pada daun dan batang yang tua sebagian besar trikomanya sudah gugur.

Pengamatan Stomata. Stomata

merupakan lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang dibatasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel yang bentuknya sama atau berbeda dengan sel-sel epidermis lainnya yang disebut sel tetangga (Nugroho et al. 2006). Stomata pada tanaman nilam Aceh dan Jawa yang diamati bertipe anisositik. Bentuk sel penutup seperti ginjal.

Stomata tipe anisositik (Cruciferous)

dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang tidak

sama ukurannya. Fungsi utama stomata adalah sebagai alat transpirasi, respirasi, dan sebagai alat penghubung udara.

Analisis Lintas

Analisis Sifat-Sifat Kuantitatif

terhadap Produksi Tanaman per

Rumpun. Parameter kerapatan trikoma (X9)

dan kerapatan stomata (X10) berkorelasi negatif terhadap produksi tanaman per rumpun. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai dari parameter-parameter tersebut akan menurunkan produksi tanaman per rumpun. Dengan demikian pada tanaman

nilam parameter tersebut tidak dapat

digunakan untuk menduga nilai produksi tanaman per rumpun.

Berdasarkan analisis lintas dapat dilihat bahwa seluruh parameter yang diamati pada tanaman nilam ada yang memiliki pengaruh langsung dan ada pula pengaruh tidak langsung terhadap produksi tanaman per rumpun (Y1). Ada yang bernilai positif dan ada juga yang bernilai negatif. Untuk nilai pengaruh langsung dan tidak langsung sifat-sifat kuantitatif terhadap produksi tanaman per rumpun terdapat pada lampiran 5. Parameter utama yang berpengaruh besar secara langsung dan bernilai positif terhadap produksi tanaman per rumpun adalah kerapatan sel minyak, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun per rumpun, jumlah cabang per tanaman, bobot daun per helai, dan luas daun dengan nilai koefisien lintas berturut-turut 0.12, 0.14, 0.13, 0.29, 0.21, 0.32, dan 0.32. Ketujuh parameter ini menunjukkan hubungan yang sangat kuat terhadap produksi dan dapat digunakan sebagai kriteria seleksi.

Pengaruh langsung tinggi tanaman ditiadakan oleh pengaruh tidak langsung jumlah daun per rumpun, jumlah cabang per tanaman, bobot daun per helai dan luas daun. Olek karena itu parameter yang memberikan pengaruh tidak langsung tersebut perlu diperhatikan dalam seleksi. Pengaruh

tidak langsung diusahakan agar lebih besar sehingga diperoleh pengaruh langsung yang lebih besar pula, karena parameter seperti jumlah cabang, jumlah daun per rumpun, dan bobot daun per helai sangat menentukan jumlah produksi. Kerapatan stomata memberikan nilai koefisien lintas dan koefisien korelasi yang kecil dan negatif, sehingga penggunaan parameter stomata sebagai kriteria seleksi dapat dianggap tidak

penting. Di antara semua parameter

pengaruh total jumlah daun per rumpun dan

luas daun paling besar yaitu sebesar 0.94 dan 1.01.

Di antara semua parameter di atas, yang memberikan pengaruh nyata terhadap produksi tanaman per rumpun adalah parameter tinggi tanaman, jumlah daun per rumpun, jumlah cabang per tanaman, jumlah ranting per tanaman, dan luas daun. Dari hasil analisis lintas ini terlihat jelas bahwa jika tanaman semakin tinggi, maka jumlah cabang dan jumlah ranting pun semakin banyak, sehingga jumlah daun per rumpun yang dihasilkan juga akan semakin

bertambah. Pemanenan pada tanaman nilam biasanya dilakukan dengan memangkas tanaman (cabang dan daun) setinggi 20 cm dari permukaan tanah (Nuryani & Sutjihno 1994).

Analisis Sifat-Sifat Kuantitatif

terhadap Kerapatan Sel Minyak.

Berdasarkan analisis lintas semua parameter memiliki hubungan yang langsung dan tidak langsung terhadap kerapatan sel minyak (Y2). Ada yang bernilai positif dan ada yang bernilai negatif. Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung sifat-sifat kuantitatif terhadap kerapatan sel minyak terdapat pada lampiran 6. Parameter utama yang memberi pengaruh langsung yang besar terhadap kerapatan sel minyak adalah produksi tanaman per rumpun, lebar daun, jumlah daun per rumpun, dan kerapatan trikoma. Keempat parameter ini memiliki nilai koefisien korelasi positif dan koefisien lintas positif, sehingga korelasi menunjukkan hubungan yang sebenarnya dan dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Diameter batang, jumlah cabang per tanaman, dan jumlah ranting per tanaman memiliki nilai koefisien lintas dan koefisien korelasi yang kecil dan negatif sehingga dapat dianggap tidak

Dokumen terkait