• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Peranian Universitras Asahan (UNA) Jl. Jendral. A. Yani Kisaran, dengan ketinggian 10 m dpl, pada sistim irigasi tetes (Drip irigation system non recovery) dimana penyiraman dan juga pemberian hara dilakukan dalam bentuk tetesan secara terus menerus selama 12 (dua belas) jam perhari dalam tiga tahap.

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan mulai bulan Januari 2008 sampai dan bulan Mei 2008.

Bahan dan Alat

Tanaman cabai varitas CTH-01 ditanam dalam polibag hitam ukuran 40 x 50cm dengan media tanam berupa pasir kali dan serbuk sabut kelapa. Populasi tanaman cabai tersebut ditempatkan dalam bagunan beratap plastik ukuran 8 m x 28 m dengan suplai air dan hara diberikan secara tetesan (drip irrigation system non recovery). Untuk menghasilkan tetesan tersebut digunakan botol infuse sisa penggunaan di Rumah Sakit. Gibberelin (GA 3) dan larutan pupuk NPK.

Penggunaan bahan kimia untuk perlindungan tanaman relatif tidak digunakan karena sistim pertanaman yang digunakan adalah dalam naungan plastik. Untuk meningkatkan sterilisasi lokasi pertanaman maupun areal pembibitan, digunakan alcohol dan Curacron 500 EC.

Alat alat yang terkait dalam penelitian ini meliputi alat-alat pembuatan larutan pupuk dan GA3 seperti timbangan digital, gelas ukur, Erlenmeyer, pengaduk, pH meter dll; alat aplikasi GA3 seperti hand sprayer, plastik pembatas; alat pengambilan

alat tulis serta alat Bantu lainnya seperti botol infuse, tiang penyangga tanaman, tali pengikat tanaman dan tali pembatas.

Metode Penelitian

Rancangan lingkunganyang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan 3 (tiga) faktor penelitian yaitu:

Faktor Jenis Media Pertumbuhan sebagai petak utama dengan 3 (empat) taraf perlakuan yaitu:

M1 = Media Pasir Kali

M2 = Media Serbuk Sabut Kelapa

M3 = Media campuran Pasir Kali dan Serbuk Sabut Kelapa ( 50 : 50 )

Faktor dosis pupuk NPK sebagai anak petak dengan 3 (tiga) taraf perlakuan yaitu: P1 = 0,2 g NPK /tanaman/hari

P2 = 0,4 g NPK /tanaman/hari P3 = 0,6 g NPK /tanaman/hari

Faktor Konsentrasi Gibberelin sebagai anak-anak petak dengan 3 (tiga) taraf Perlakuan yaitu:

G0 = Tanpa Pemberian GA3 G1 = Pemberian GA3 50 ppm G2 = Pemberian GA3 100 ppm G3 = Pemberian GA3 150 ppm

Dari ketiga faktor tersebut diperoleh 36 plot kombinasi perlakuan dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali sehingga diperoleh 108 (seratus delapan) unit percobaan yang tiap unitnya terdiri dari 10 tanaman sehingga total populasi tanaman dalam penelitian ini adalah 1080 tanaman.

Pada setiap unit penelitian ditentukan 6 (enam) tanaman sebagai sample analisis pertumbuhan (sample destruktif) dan 3 (tiga) tanaman sebagai sample non destruktif.

Pelaksanaan Penelitian Pembangunan Tempat Penelitian

Dalam penelitian ini tanaman di tanam pada polibag hitam dalam rumah plastik sehingga dibutuhkan satu unit bangunan yang cukup untuk menampung seluruh tanaman. Rumah plastik yang disediakan adalah berupa bangunan persegi panjang dengan ukuran 10 m x 30 m dengan tinggi pada bagian tengah 4 m dan 2 m pada bagian tepi. Atap bangunan dibuat dari plastik transparan dan seluruh dindingnya dibuat dari kain kasa (screen) yang dilengkapi pintu dan ruang isolasi. (gambar sketsa bangunan tertera pada lampiran 5). Setelah seluruh bangunan selesai dikerjakan, kemudian seluruh bagian bangunan tersebut di sterilisasi dengan menggunakan alcohol dan Curacron 500 EC 2 cc/l air.

Persemaian/pembibitan

Persemaian dan pembibitan dilaksanakan sekaligus dalam polibag berukuran 8 x 12 cm dan ditempatkan pada bangunan persemaian yang keseluruhannya ditutupi dengan kain kasa. Bagian atas diberi atap daun rumbia untuk melindungi tanaman dari sinar matahari yang berlebihan, terpaan air hujan dan embun malam.

Areal persemaian disemprot dengan insektisida curacron 500 EC 2 cc/l air. Untuk memudahkan pemindahan bibit dari polibeg pembibitan ke polibag utama, maka media perkecambahan/pembibitan dibuat sesuai dengan media pertanaman yaitu pasir kali dan serbuk sabut kelapa.

Agar diperoleh bibit yang baik, sebelum digunakan sebagai media, pasir kali dan sabut kelapa terlebih dahulu disterilisasi dengan cara yang akan diterangkan pada bagian persiapan media.

Sebelum disemaikan, benih cabai direndam dahulu dalam air hangat ( 50 0 C) selama 1 (satu) jam untuk menghilangkan hama dan penyakit yang menempel pada benihdan mempercepat perkecambahan, kemudian direndam dalam larutan Natrium fospat (Na2PO4) 0.03 M 10 % selama 1 -2 jam untuk menghilangkan virus yang menempel pada benih.(Duriat dan Gunairi, 2004; Sumarni, N., dan Rini Rosliani, 2003)

Kebutuhan hara dan air pada periode pembibitan disuplai melalui penyiraman dengan larutan pupuk NPK yang dikonversi dari Agro Industri menjadi 2,5 g/l. air dengan interval 5 hari sekali.

Persiapan media tanam

Tanaman cabai di tanam pada media pasir kali dan serbuk sabut kelapa, karena sistim pertanaman yang digunakan adalah sistim hidroponik.

Pasir yang digunakan sebagai media hidroponik terlebih dahulu diayak dengan ayakan halus agar diperoleh butiran pasir yang seragam. Agar media terhindar dari kemungkinan sebagai pembawa gulma hama dan penyakit, maka media tersebut disterilkan dengan cara merendam dalam air dan dicuci sambil membuang sampah dan kotoran yang ada, lalu dipanaskan dengan api dalam wadah seng.

Serbuk sabut kelapa diperoleh dengan menyerut sabut kelapa dengan alat serut yang terbuat dari kayu yang telah diberi paku sehingga serat sabut akan terpisah dari serbuknya. Sebelum digunakan serbuk sabut kelapa tersebut terlebih dahulu harus disterilkan dengan cara direndam dalam air kapur sampai air perendam menjadi bening atau bersih, selanjutnya serbuk sabut tersebut di rebus dalam air sampai mendidih dan kemudian dikering anginkan. Setelah kedua media tersebut disterilkan,

masing-masing media dimasukkan kedalam polibag penanaman dengan ukuran polibag 40 x 50 cm dan dipadatkan.

Penanaman

Setelah bibit berumur 30 hari setekah tanam bibit siap untuk dipindahkan ke polibeg penanaman. Satu hari sebelum pemindahan, bibit disiram terlebih dahulu sampai media menjadi jernih sehingga pada saat pemindahan media menjadi kompak. Pada bagian tengah media tanam dibuat lobang tanam dengan ukuran yang sesuai dengan ukuran polibeg pembibitan.

Bibit yang ditanam adalah bibit yang telah diseleksi dengan kriteria utama adalah keseragaman pertumbuhan baik tinggi maupun jumlah daun. pemindahan bibit dilakukan pada sore hari dimulai jam 15.00 WIB untuk menghindari penguapan yang tinggi.

Pemindahan dilakukan dengan hati-hati dimulai dengan memotong dan membuang bagian bawah polibeg bibit lalu media beserta polibegnya dimasukkan kedalam lobang tanam, selanjutnya plastik polibeg ditarik/dikeluarkan secara perlahan sambil menekan media tanam kearah media bibit sehingga media menjadi padat dan kompak.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan konpensional pada system hidoponik relatif lebih sedikit, terutama karena ditanam pada media yang relatif bebas dari bibit gulma hama dan penyakit dan mikro organisme lain. Namun untuk menghindari serangan hama dan penyakit yang dapat mengganggu perolehan data, tindakan pengendalian dilakukan karena ada gejala serangan, dimulai dengan teknik manual sampai pada tindakan kemis.

Penyiraman seperti yang telah diterangkan diawal dilakukan dengan cara irigasi tetes (Drip Irigation System non Recovery) dimana penyiraman dilakukan sepanjang fase pertumbuhan, tetes demi tetes.

Sebagai perbandingan digunakan hasil penelitian pada cabai paprika, dimana jumlah kebutuhan air pertanaman selama pertumbuhan vegetatif adalah 200 ml tiap dua hari dan meningkat menjadi 400 ml pada vase generatif. (Suwandi, dkk. 2004) Pemupukan

Untuk memenuhi kebutuhan hara, tanaman diberikan pupuk NPK yang dilarutkan dalam air dengan dosis pupuk yang berbeda sesuai perlakuan. Sebagai patokan pemberian dosis pupuk adalah dari hasil penelitian Sumarni, dan Rini Rosliani, 2001 yang merekomendasikan penggunaan pupuk NPK 15:15:15 sebanyak 2 g/l sebanyak 300 – 600 ml/tanaman dengan interval waktu 3 hari sekali.

Dengan mengambil dosis terendah maka diperoleh dosis sebesar 0,2 gr/tan/hari. Sehingga perlakuan dosis pupuk yang dipakai dalam penelitian ini adalah berturut-turut 0,2 – 0,4 – 0,6 g/tan/hari.

Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara mikro, maka diberikan pupuk pelengkap cair Metalik yang mengandung sembilan unsur hara mikro yaitu 5 % Mg, 1,7 % Fe, 0,86 Zn, 2 % B, 0,24 % Mo, 0,87 % Cu, 2% MgO, Co, Ni, 5 % Protein, dan 4,5 % asam orgaik. Pemberian pupuk pelengkap cair Metalik diberikan melalui penyemprotan ketanaman dengan konsentrasi 1 ml/l, dan interval penyemprotan seminggu sekali.

Aplikasi Gibberelin

Pemberian Gibberelin dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada umur 30 hari setelah tanam ( menjelang terbentuknya kuncup bunga ) dan pada umur 50 hari

setelah tanam ( pada saat pembentukan buah). Konsentrasi Gibberelin sesuai dengan perlakuan.

Pemberian dilakukan menggunakan hand sprayer dengan menyemprotkan larutan Gibberelin keseluruh permukaan daun tanaman sesuai dosis yang ditentukan dengan menyemprotkan hanya air pada tanaman kontrol (tanpa GA) sehingga jumlah air yang dibutuhkan untuk membasahi seluruh permukaan daun dijadikan patokan jumlah larutan GA yang diberikan.

Untuk menghindari pembiasan larutan Gibberelin yang diberikan pada satu plot ke plot lainnya, maka pada saat penyemprotan plot tersebut di batasi dengan pembatas plastik dengan ketinggian 1 (satu) meter, sehingga kemungkinan pembiasan larutan GA menjadi lebih kecil.

Pengamatan dan Peubah yang diamati

Data diperoleh dari pengamatan terhadap 9 (sembilan) tanaman sample yang terdiri dari 6 tanaman sample destruktif dan 3 tanaman sample non destruktif untuk tiap unit perlakuan. Sample destruktif digunakan untuk pengamatan terhadap peubah Laju Assimilasi Bersih, Laju pertumbuhan Relatif, Total luas daun, dan Bobot kering tanamaan. Sample non destruktif digunakan untuk pengamatan peubah jumlah cabang produktif, umur panen, jumlah bunga, jumlah bunga gugur, jumlah buah gugur, jumlah buah panen dan bobot buah pertanaman.

1. Bobot Kering Tanaman

Perhitungan laju pertumbuhan relatif, laju Assimilasi Bersih diperolah dengan menggunakan hasil pengukuran terhadap bobot kering tanaman. Pengeringan tanaman dilakukan dengan cara memisahkan tanaman menjadi 3 bagian yaitu, akar, batang/ranting dan daun, ( sebelum pengukuran bobot kering, daun digunakan terlebih

dahulu untuk menghitung luas daun total), kemudian masing-masing organ tersebut di cincang sampai halus dan rata lalu dimasukkan pada wadah kertas yang tebal dan diberi label sesuai perlakuan. Bahan dalam wadah kertas tersebut dikeringkan dalam oven dengan temperatur 600 C lalu ditimbang, kemudian dikeringkan kembali dalam oven dengan waktu dan temperatur yang sama kemudian ditimbang kembali.

Bila hasil penimbangan pertama dan kedua telah menunjukkan angka yang relatif konstan (tidak terjadi penurunan bobot kering) maka pengeringan dihentikan dan diperolehlah nilai bobot kering tanaman, namun bila masih terjadi penurunan bobot kering yang mencolok penimbangan terus dilakukan dengan temperatur dan waktu yang sama sehingga diperoleh bobot yang konstan. Bahan/sample yang belum dikeringkan, setelah ditimbang bobot segarnya segera disimpan dalam lemari es agar tidak terjadi penurunan bobot kering tanaman.

Pengamatan terhadap peubah Bobot kering Tanaman (g) dilakukan pada umur 20, 40, dan 60 hst. Pada saat ini juga dilakukan pengamatan terhadap luas daun total tanaman.

2. Luas Daun Total

Metode yang digunakan dalam mengukur luas daun total adalah dengan metode perbandingan bobot (Sitompul dan Guritno, 1995). Dengan asumsi Perbandingan luas daun sample dan bobot daun sample adalah sama dengan perbandingan antara Luas Daun Total dan Bobot daun total. Sehingga jika bobot dan luas daun sample serta bobot total daun diketahui maka total luas daun dapat dihitung dengan rumus:

LDT = n πr2 BDS BDT

Dimana :

BDT = Bobot Daun Total BDS = Bobot Daun Sampel

n = jumlah potongan daun sample r = jari-jari ukuran daun sample.

Tahapan pengukuran luas daun dimulai dengan memisahkan semua daun dari tangkainya kemudian menimbang bobot total daun sehingga diperoleh Bobot Daun Total (BDT), kemudian sepuluh helai daun yang diambil secara acak disusun secara berlapis lalu dilobangi dengan pelobang kertas pada posisi tengah tepat pada tulang daun, bagian helaian daun dan baian tepi daun (gambar pengambilan sampel daun pada lampiran 3) sehingga diperoleh jumlah potongan daun sample (n ) sebanyak 30. seluruh potongan daun tersebut ditimbang sehingga diperoleh Bobot Daun Sampel (BDS) lalu aangka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus sehingga diperolehlah nilai Luas Daun Total.

3. Laju pertumbuhan relatif

Laju pertumbuhan relatif menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu 20 hari dalam hubungannya dengan bobot awal (Gardner). Perhitungan terhadap LPR dilakukan mengikuti rumus

LPR = 1 2 1 2 T T ln W ln W  

Dimana W1 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 1, W2 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 2 ,

T1 = Umur tanaman pada pengamatan ke 1

T2 = Umur tanaman pada pengamatan ke 2,

4. Laju Assimilasi Bersih (LAB)

Laju Assimilasi Bersih (Net Assimilation Rate/NAR) atau laju satuan daun adalah hasil bersih dari Fotosintesis persatuan luas daun dan waktu (Gardner) yang

dalam banyak literatur disebut Harga Satuan Daun (HSD) (Sitompul, S.M. dan Bambang Guritno. 1995) dengan asumsi luas daun yang meningkat maka LAB dihitung dengan rumus sbb.

LAB = ) LD -(LD ) T -(T ) LD ln -LD (Ln ) W -(W 1 2 1 2 1 2 1 2 dimana:

LAB = Laju Assimilasi Bersih atau Harga Satuan Daun W1 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 1

W2 = Bobot kering tanaman pada pengamatan ke 2

T1 = Umur tanaman pada pengamatan ke 1, T2 = Umur tanaman pada pengamatan ke 2,

LD1 = Luas Daun pada pengamatan ke 1,

LD2 = Luas Daun pada pengamatan ke 2, 5. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai tanaman berumur 2 (dua) minggu setelah tanam dengan interval 2 (dua) minggu sekali sampai tanaman mengeluarkan bunga. Tinggi tanaman diukur dari mulai 5 cm di atas pangkal batang yang ditandai dengan patok, sampai bagian tanaman tertinggi.

6.Umur Berbunga (hari)

Umur berbunga dihitung pada saat 75 % tanaman dalam tiap plot telah mengeluarkan bunga dan perhitungan dimulai sejah tanaman dipindahkan ke pertanaman.

7. Jumlah Bunga (buah)

Jumlah bunga dihitung dengan menggunakan data jumlah bunga dan buah yang gugur serta jumlah buah panen, sehingga penghitungannya dilakukan pada saat panen terakhir dengan asumsi bahwa total jumlah bunga yang terbentuk adalah jumlah dari

jumlah buah yang dipanen ditambah jumlah buah yang gugur dan jumlah bunga yang gugur.

8. Jumlah Bunga Gugur (buah)

Jumlah bunga gugur dihitung setiap hari langsung dilokasi penelitian mulai sejak tanaman mengeluarkan bunga ( 30 hari setelah tanam) sampai panen pertama kemudian dijumlahkan dari penghitungan pertama sampai akhir. Penghitungan dilakukan dengan memungut semua bunga yang gugur dati tanaman dalam setiap plot, lalu di bagi jumlah tanaman yang ada sehingga diperoleh jumlah bunga gugur per tanaman.

9. Jumlah Buah Gugur (buah)

Penghitungan jumlah buah gugur sama dengan penghitungan jumlah bunga gugur hanya saja dimulai dari saat pembentukan buah awal (umur 50 hari stelah tanam).

10. Jumlah buah Panen (buah)

Pemanenan dilakukan dengan interval 3 – 7 hari sekali dengan memanen buah yang telah memenuhi kriteria. Dengan demikian penghitungan jumlah buah panen dilakukan setiap panen dengan menghitung jumlah buah panen setiap tanaman dan akhirnya seluruh angka yang diperoleh tiap panen di jumlahkan pada panen terakhir. 11. Bobot Buah Pertanaman (g)

Buah yang telah dipanen dari tiap tanaman pada setiap periode panen lalu ditimbang dan diperolehlah angka bobot buah panen pertanaman untuk sekali panen, lalu akhirnya pada panen terakhir seluruh angka yang diperoleh untuk tiap tanaman dijumlahkan sehingga diperoleh angka bobot buah panen pertanaman.

Dokumen terkait