• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi dan jeruk milik rakyat di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, pada ketinggian ± 1357 mdpl. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juli sampai dengan September 2019.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan tanaman kopi dan tanaman jeruk yang telah berbuah, air bersih, detergen, plastik transparan, kertas warna kuning, lem perekat, tissue, tali plastik, kertas karton, formalin dan alkohol 70% dan wadah plastik.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol, mikroskop, jaring serangga atau sweeping net, hekter, pinset, gunting, kalkulator, kamera, jarum suntik, sekop, bambu, seng dan buku acuan identifikasi yaitu, Borror et al.

(1996).

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Lokasi Pengamatan

Pengambilan lokasi sampel dilakukan pada pertanaman kopi dan jeruk milik masyarakat yang berada di desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.Luas lahan yang dipakai yaitu 6000 m2 untuk lahan monokultur dan 10.000 m2 untuk lahan tumpang sari. Jarak tanam untuk masing – masing lahan adalah 5,5 m dan jarak antara lahan monokultur dan tumpang sari adalah ± 5 km.

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang dilakukan dengan interval waktu sebanyak enam kali dengan menangkap serangga yang sudah dewasa ( imago ) yang tertangkap pada pertanaman monokultur kopi dan pertanaman tumpang sari kopi dan jeruk. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai perangkap, yaitu: perangkap jaring (sweeping net), perangkap jatuh (pit fall trap), perangkap kuning (yellow trap),perangkap lampu (light trap), dan handpicking yaitu mengambil langsung serangga yang terdapat pada pohon sampel.

Pengambilan sampel dilakukan dengandua metode yaitu pertama pengambilan sampel dengan cara diagonal untuk perangkap jatuh (pit fall trap), dan perangkap kuning (yellow trap), dimana garis diagonal pada lahan akan menjadi titik peletakan perangkap yang akan digunakan. Yang kedua menggunakan metode pengambilan sample secara acak (random) untuk perangkap jaring (sweeping net), perangkap lampu (light trap), dan handpicking yaitu dengan memberi nomor pada seluruh tanaman sampel pada lahan percobaan, kemudian dilakukan pengundian. Angka yang keluar dari pengundian akan menjadi pohon sampel. Penangkapan dilakukan seminggu dua kali dengan interval waktu 3 hari.

Penangkapan dilakukan 1 kali pada sore hari pukul 17.00 - 18.00.

Perangkap Jaring (Sweep Net)

Pengambilan contoh serangga dilakukan dengan menggunakan jaring serangga.Pengambilan serangga ini dilakukan sebanyak 20 ayunan jaring secara kontinu. Setiap satu kali ayunan (kekiri dan kekanan) lalu serangga yang didapat langsung dimasukkan kedalam kantong plastik yang berisi formalin 2% begitu

juga untuk ayunan ke dua dan seterusnya hingga ayunan ke dua puluh (Herlinda, 2004).

Gambar 1. Perangkap Jaring (Swepp Net) Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)

Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dari wadah plastik dengan diameter 9,2 cm dan tinngi 11,5 cm. Kemudian kedalam wadah plastik tersebut dimasukkan air jernih yang telah dicampur dengan deterjen. Jarak antar peragkap yaitu 6 meter dan jumlah perangkap sebanyak 16 perangkap. Wadah plastik tersebut dimasukkan kedalam tanah hingga rata dengan permukaan tanah.

Kemudian diletakkan selama 1 hari pada pohon sampeldan diberi naungan agar apabila hujan datang air tidak memenuhi wadah tersebut sehingga serangga yang tertangkap tidak keluar. Serangga yang jatuh kedalam serangga tersebut dikumpulkan, dihitung dan dimasukkan kedalam botol untuk diidentifikasi.

Gambar 2. Perangkap jatuh (Pit Fall Trap)

Perangkap Kuning (Yellow Trap)

Perangkap kuning (gambar 3) terbuat dari kertas berwarna kuning yang berukuran 30 cm x 20 cm yang diolesi dengan lem perekat. Perangkap kuning menggunakan kayu/bambu sebagai penyanggah dengan tinggi 1,5 meter.

Perangkap ini diletakan pada lahan penelitian secara diagonal dengan jarak antar perangkap sebesar 9 meter. Dipasang pada pagi hari dan diletakkan selama 2 hari.

Serangga yang diperoleh pada perangkap ini dikumpulkan, diidentifikasi, dan dihitung.

Gambar 3. Perangkap kuning (Yellow Trap) Perangkap Cahaya (Light trap)

Perangkap cahaya merupakan perangkap yang digunakan untuk menangkap atau menarik serangga yang tertarik cahaya pada waktu malam hari.

Perangkap ini menggunakan lampu, tali plastik, rangka dan juga wadah. Lampu di letakkan di tengah lahan pertanaman kopi dan tumpang sari jeruk dan kopi Literatur Badan Litbang Pertanian menyatakan dengan daya 100watt lampu perangkap sebagai monitoring dapat digunakan untuk luasan 300-500 ha, sedangkan untuk pengendalian seluas 50 ha. Lampu dinyalakan dari jam 6 sore-jam 8 malam dan hasil tangkapan di ambil kemudian. Hasil tangkapan di hitung dan di masuk kan kedalam botol kocok untuk di identifikasi di laboratorium.

Gambar 4. Perangkap cahaya (Light Trap) Mengambil Serangga Secara Langsung (Handpicking)

Handpicking dilakukan dengan menangkap serangga yang terdapat pada masing-masing pohon sampel yaitu dengan mengambil serangga yang terdapat pada setiap bagian tanaman yang dihinggapi. Serangga yang diperoleh dikumpulkan, dan dimasukkan kedalam wadah penyimpanan untuk diidentifikasi dan dihitung. Interval waktu pengambilan serangga secara langsung (handpicking) yaitu pada pukul 08.00 – 10.00 pagi pada setiap pengambilan.

Identifikasi Serangga

Serangga yang tertangkap dari lapangan di bawa ke Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat famili dengan menggunakan buku acuan Borror.

Peubah Amatan

1. Jumlah dan jenis serangga (penyerbuk, predator, hama) yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai dengan kelompok famili masing-masing setiap serangga, pada setiap hari minggu bulan Juli sampai dengan Agustus dan dilakukan sebanyak 6 kali pengambilan sample.

2. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif pada setiap pengamatan, dengan diketahuinya jumlah populasi serangga

Total individu dalam setiap penangkapan Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan

tertangkap yang telah diidentifikasi maka dapat dihitung nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatife, frekuensi mutlak, frekuensi relatife pada setiap pengamatan.

3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).

Metode Analisa Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu melakukan pengambilan sampel serangga pada lahan tanaman kopi dan jeruk di desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Serangga yang diperoleh pada setiap penangkapan kemudian diidentifikasi dan dihitung kemudian dianalisis sebagai berikut:

Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga:

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Kerapatan Relatif (KR) Suatu Jenis Serangga

KR =

FM

× 100 %

Total individu dalam setiap penangkapan Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan

Pi=

Frekuansi Mutlak (FM) suatu jenis serangga:

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara mutlak.

Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga:

Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

FR =

FR=

(Michael, 1995).

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area (Tambunan, 2013). Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman jenis serangga yaitu keanekaragaman jenis serangga hama dan musuh alami digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:

dimana : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver

FM

× 100 %

N ni

pi = Proporsi jumlah individu ke-1 dengan jumlah total individu ni = Spesies ke-i

N = Jumlah total individu (Purba, 2014).

Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut:

H > 3 = Tinggi 1< H < 3 = Sedang

H < 1 = Rendah (Rosalyn, 2007)

Ordo Famili Monokultur

Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman kopi di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terdiri dari 7 ordo dan 16 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 719 ekor. Pada lahan pertanaman tumpang sari tanaman jeruk dan kopi dan lahan pertanaman kopi, serangga yang tertangkap terdiri dari 7 ordo dan 17 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 302 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan monokultur

Pada pertanaman kopi serangga yang paling banyak dijumpai berasal dari ordo Coleoptera dengan jumlah 208 ekor. Hal ini disebabkan karena bahan organik berupa serasah yang pada lahan pertanaman kopi melimpah dan juga serangga dari Coleoptera banyak beraktivitas di dalam tanah hal ini sesuai literatur Borror (1996) yang menyatakan jumlah jenis dan individu serangga dari ordo Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan Hemiptera lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan ordo yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena serangga tersebut merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah familinya yang beraktivitas di permukaan tanah.

Serangga yang paling sedikit dijumpai pada pertanaman kopi berasal dari famili Scarabidae dan Halictidae dengan masing-masing jumlah serangga sebanyak 5 ekor. Hal ini diduga disebakan karena persaingan memperebutkan sumber makanan antar serangga yang masih dalam satu ordo yang cukup tinggi.

Hal ini dapat kita lihat dari Tabel 1 di mana dari ordo coleoptera serangga dari famili Coccinellidae dan Geotrupidae masing-masing berjumlah 48 dan 208 ekor,

27

Gambar 1. Histogram serangga yang tertangkap di lahan monokultur

berbanding jauh dengan jumlah serangga dari Scarabidae. Pada ordo Hymenoptera serangga dari famili Formicidae, Ichneumonidae, Dan Pompilidae masing-masing berjumlah 98, 46, dan 41 ekor. Berbanding jauh dengan jumlah serangga dari Halictidae. Hal ini sesuai dengan literatur Alrazik (2017) yang menyatakan sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan dapat terjadi dalam mendapatkan makanan atau ruang sehingga membatasi keberadaan populasi hama tersebut.

Ordo Famili Tumpang Sari

Tabel 2. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari kopi dan jeruk

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak tertangkap pada lahan tumpang sari jeruk dan kopi adalah famili Chelisochidae dari ordo Dermaptera yang berjumlah 51 fekor yang dinominasi spesies cocopet.

Hal ini dikarenakan cocopet merupakan predator dari hama-hama yang dapat merusak tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahma dan Salim (2015) yang menyatakan cocopet merupakan predator umum yang dilaporkan bisa memangsa hama perusak tanaman. Cocopet tidak hanya memangsa satu stadia perkembangan hama namun hampir semua stadia perkembangan hama dimulai dari telur, larva, pupa, dan imago dan dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidupnya (Alouw, 2007).

Dari hasil pengamatan pada lahan tumpang sari serangga yang paling sedikit tertangkap terdiri dari 7 famili yaitu Blattellidae, Scolytidae, Ichneumonidae, Pompilidae, Vespidae,Tachinidae dan Cossidae. Ketujuh famili ini tergolong ke dalam 4 ordo yaitu Lepidoptera, Hymenoptera,Diptera dan Blatodea. Hal ini disebabkan karena persaingan memperebutkan sumber makanan

4

Gambar 2. Histogram serangga yang tertangkap di lahan tumpang sari

antar serangga yang masih dalam satu ordo yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 2 bahwa pada ordo hymenoptera famili serangga dari famili formicidae jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan famili lainnya. Begitu juga dengan ordo Lepidopotera dimana famili Cossidae jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan famili lainnya. Hal ini sesuai dengan literaur Alrazik (2017) yang menyatakan sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan dapat terjadi dalam mendapatkan makanan atau ruang sehingga membatasi keberadaan populasi hama tersebut.

Pada lahan pertanaman polikultur dan kopi hama yang tertangkap paling banyak menggunakan perangkap pitfall trap, sementara yang paling sedikit terdapat pada light trap. Hal ini disebabkan sebagian besar serangga pada penelitian ini banyak yang beraktivitas di dalam tanah dan di malam hari. Hal ini sesuai literatur Borror (1996) yang menyatakan serangga dari ordo Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan Hemiptera merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah familinya yang beraktivitas di permukaan tanah.

Serangga yang Diperoleh dari Hasil Perangkap

Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman tumpang sari tanaman jeruk dan kopi dan lahan pertanaman kopi di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terdiri dari 9 ordo dan 16 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 281 ekor. Pada lahan pertanaman kopi serangga yang tertangkap terdiri dari 9 dan 15 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 406 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak tertangkap pada lahan tumpang sari jeruk dan kopi adalah famili

Chelisochidae dari ordo Dermaptera yang berjumlah 51 ekor dan yang paling sedikit tertangkap berasal dari famili Cossidae, Blatteidae, Scolytidae, Ichneumonidae,Tachinidae dan Pompilidae. Pada lahan pertanaman kopi hama yang paling banyak tertangkap berasal dari famili Gryllidae yang berjumlah 142 ekor dan yang paling sedikit berasal dari Scarabidae dan Halictidae dengan jumlah 5 ekor.

Tabel 3. Status fungsi serangga yang tertangkap pada tanaman monokultur dan tumpang sari

Jenis serangga hama dan musuh alami pada lahan tumpang sari lebih beragam dari pada lahan pertanaman kopi dan juga jumlah hama lebih banyak dibandingkan musuh alami. Hal ini disebabkan selain adanya pengaruh

Ordo Famili Tumpang Sari

Jeruk dan

Coleoptera Chrysomelidae 43 0 Hama

Scarabidae 25 5 Hama

Scolytidae 5 0 Hama

Tenebrionnidae 31 0 Hama

Geotropidae 0 208 Dekomposer

Blatodea Blatteidae 4 27 Hama

Ortopthera Acrididae 0 18 Hama

Gryllidae 0 142 Hama

Gryllotalpidae 35 0 Hama

Tettigonidae 0 16 Hama

Hymenoptera Formicidae 32 98 Predator

Halictidae 0 5 Parasitoid

Ichneumonidae 4 46 Parasitoid

Pompilidae 4 41 Polinator

Vespidae 5 0 Polinator

Diptera Tachinidae 3 6 Parasitoid

Tipulidae 0 21 Parasitoid

Coleoptera Coccinelidae 9 43 Predator

Dermaptera Chelisochidae 51 0 Predator

Total 281 614

lingkungan yang sesuai untuk hama sehingga menekan musuh alami yang terdapat pada lahan dan menyebabkan serangga hama meningkat, terdapat juga pengaruh heterogenitas pada masing-masing lahan. Hal ini sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Jenis Perangkap Ordo Famili Total

Pit Fall Trap Blatodea Blattidae 4

Yellow Trap Coleoptera Scolytidae 5

Tenebrionidae 26

Light Trap Lepidoptera Cossidae 3

Noctuidae 16

Sweep Net Coleoptera Coccinellidae 5

Chrysomelidae 10

Tenebrionidae 5

Hand Pick Coleoptera Chrysomelidae 13

Tabel.4. Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan tumpang sari

Tabel.5. Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan monokultur

Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak dan Frekuensi Relatif

Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif setiap penangkapan serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari dan lahan pertanaman kopi dapat diketahui dari Tabel 6.

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi pada lahan tumpang sari terdapat pada famili chelisochidae dengan nilai KM = 51 dan KR = 16,89 % sedangkan yang terendah terdapat pada Cossidae dengan nilai KM = 3 dan KR = 0,99%. Hal ini disebabkan karena Chelisochidae pada lahan pengamatan adalah paling banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah cossidae. Hal ini sesuai dengan Purba (2014)

Jenis

Perangkap Ordo Famili Total

Pit Fall Trap Blatodea Blattidae 20

Coleoptera Geotropidae 190

Hymenoptera Formicidae 80

Orthoptera Acrididae 13

Gryllidae 130

Tettigonidae 16

Yellow Trap Coleoptera Coccinelidae 35

Diptera Muscidae 15

Light Trap Lepidoptera Cossidae 16

Sweep Net Coleoptera Coccinelidae 13

Scarabidae 5

Hymenoptera Ichneumonidae 16

Hand Pick Blatodea Blattidae 7

Coleoptera Geotropidae 18

Hymenoptera Formicidae 18

yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi pada lahan tumpang sari terdapat pada famili Scarabidae, Tenebrionidae, Chelisochidae, Formicidae, dan Gryllotalpidae dengan nilai FM = 6 dan FR = 7,89%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman kopi. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

Tabel 6. Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak dan frekuensi relatif

Ordo Famili

Tumpang Sari Tanaman Jeruk

dan Kopi Monokultur Tanaman Kopi

KM KR (%) FM FR (%) KM KR (%) FM FR (%)

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif terendah pada lahan tumpang sari terdapat pada famili Pompilidae dengan nilai FM = 2 dan FR = 2,63%. Nilai yang rendah disebabkan karena serangga tersebut jarang hadir pada lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut tidak luas pada lahan pengamatan. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut

Pada pengamatan lahan pertanaman kopi diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi adalah famili Gryllidae dengan nilai KM = 142 dan KR = 19,75 % sedangkan nilai yang terendah adalah Scarabidae dengan nilai KM = 5 dan KR = 0,70%. Hal disebabkan karena Gryllidae adalah famili yang paling banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah Scarabidae. Hal ini sesuai dengan Purba (2014) yang menyatakan bahwa kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Pada lahan pertanaman kopi diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif tertinggi terdapat pada famili Coccinellidae, Geotrupidae, Formicidae, Pompilidae, Gryllidae, dengan nilai FM = 6 dan FR = 8,57%. Nilai tersebut karena serangga tersebut sering hadir dalam lahan pengamatan dan penyebaran serangga tersebut luas di daerah lahan pertanaman kopi. Hal ini sesuai literatur Borror (1996) yang menyatakan serangga dari ordo Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan Hemiptera merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah familinya yang beraktivitas di permukaan tanah.

Pada lahan pertanaman kopi diketahui bahwa nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif terendah terdapat pada Scarabidae dengan nilai FM = 2 dan FR = 2,86%. Nilai tersebut karena serangga tersebut jarang hadir dalam lahan pengamatan dan penyebarannya tidak luas di daerah lahan pertanaman kopi.

Penyebarannya yang tidak luas diduga disebakan oleh persaingan dalam memperebutkan tempat dan makanan dengan serangga lain dalam ordo yang sama. Hal ini sesuai dengan literatur Alrazik (2017) yang menyatakan sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi.

Persaingan dapat terjadi dalam mendapatkan makanan atau ruang sehingga membatasi keberadaan populasi hama tersebut.

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan indeks keanekaragaman serangga lahan tumpang sari dan lahan pertanaman kopi. Pada lahan pertanaman kopi dengan nilai indeks kenekaragaman sebesar 2,19 lebih kecil dari pada indeks keanekaragaman lahan tumpang sari dengan nilai sebesar 2.49. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga pada lahan tumpang sari dan lahan pertanaman kopi dapat dilihat pada Tabel 7.

Jenis dan jumlah yang tertangkap pada pada masing-masing lahan berbeda yaitu pada lahan pertanaman kopi jumlah dan jenis serangga lebih sedikit dari pada jumlah dan jenis serangga pada lahan tumpang sari. Hal ini sesuai dengan Tambunan (2013) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area.

Nilai indeks keanekaragaman pada lahan tumpang sari adalah H’ = 2,49 dimana nilai keragaman jenis sedang bila H’= 1-3 (Kondisi lingkungan sedang).

Menurut Michael (1995) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir seimbang.

Pada lahan pertanaman kopi nilai indeks keanekaragaman serangga adalah H’ = 2,19. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan lingkungan dalam keadaan sedang dimana menurut Michael (1995) bila H’ 1-3 berarti keanekaragaman serangga sedang yaitu mengarah hampir baik dimana keberadaan hama dan musuh alami hampir seimbang.

Tabel 7. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga

Ordo Famili

Tumpang Sari Tanaman

Jeruk dan Kopi Monokultur Tanaman Kopi

Pi ln pi H H' Pi ln pi H H'

Pada lahan pertanaman tumpang sari tanaman jeruk dan kopi dan lahan pertanaman kopi di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terdapat 7 ordo dan 17 family sementara pada lahan pertanaman kopi serangga yang tertangkap terdiri dari 7 Ordo dan 16 family. Penyebab perbedaan nilai indeks keanekaragaman disebabkan juga adanya flora dan fauna yang heterogen.

Pada lahan pertanaman tumpang sari terdapat lebih dari satu tanamanan sehingga serangga yang terdapat pada lebih beragam dibandingkan dengan lahan pertanaman kopi yang hanya ditanam kopi saja. Hal ini sesuai dengan Kreb (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Dokumen terkait