• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMA ARYA PERKASA/ HAMA PENYAKIT TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIMA ARYA PERKASA/ HAMA PENYAKIT TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KOPI YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANG SARI JERUK DI DESA HINALANG

KECAMATAN PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH :

BIMA ARYA PERKASA/140301150 HAMA PENYAKIT TANAMAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANAMAN KOPI YANG DITANAM SECARA MONOKULTUR DAN TUMPANG SARI JERUK DI DESA HINALANG

KECAMATAN PURBA KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI OLEH :

BIMA ARYA PERKASA /140301150

AGROTEKNOLOGI – HAMA PENYAKIT TANAMAN

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas SumateraUtara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

Kopi yang Ditanam secara Monokultur dan Tumpang Sari jeruk di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Dibimbing oleh Syahrial Oemry dan Suzanna Fitriany Sitepu. Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam sektor perkebunan dan sebagai salah satu sumber pendapatan devisa negara. Salah satu permasalahan yang menyebabkan naik turunnya produksi kopi di Indonesia yaitu adanya serangga berupa hama pada komoditi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman serangga pada pertanaman kopi yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari jeruk di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi dan jeruk milik rakyat di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun dan identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Universitas Sumatera Utara mulai bulan bulan Juli sampai dengan September 2019 menggunakan metode survei dan identifikasi dilakukan sampai pada tingkat famili dengan menggunakan buku acuan Borror.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat jumlah serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman kopi yaitu 719 ekor dan pada pertanaman tumpang sari lebih sedikit yaitu 299 ekor. Status serangga sebagai hama pada pertanaman tumpangsari terdiri dari 5 ordo dan 9 famili sementara status serangga sebagai predator terdiri dari 3 ordo dan 6 famili. Serangga sebagai hama pada pertanaman kopi terdiri dari 6 ordo dan 8 famili sementara status serangga sebagai predator terdiri dari 3 ordo dan 7 famili

Kata kunci : serangga, kerapatan, kopi, jeruk, kabupaten Simalungun

(5)

Planted in Monoculture and Orange Intercropping in Hinalang Village, Purba District, Simalungun Regency. Supervised by Syahrial Oemry and Suzanna Fitriany Sitepu. Coffee is one of the leading commodities in the plantation sector and as a source of foreign exchange income. One of the problems that causes the ups and downs of coffee production in Indonesia is the presence of insects in the form of pests on this commodity. The purpose of this research was to obtain information about the diversity of insects in coffee plantations planted in monoculture and orange intercropping in Hinalang Village, Purba District, Simalungun Regency. The research was conducted in Hinalang Village, Purba District and the pests were identified in Laboratory of pests and plant diseases, University of North Sumatera from July until September 2019, using survey methode and indetification was carried out at the family level based on Borror.

The result showed that there 719 insects were caught in the coffee crop area and 299 insects in the intercropping area. Insect status as a pest in intercropping consists of 5 orders and 9 families while insect status as a predator consists of 3 orders and 6 families. Insects as pests in coffee plantations consist of 6 orders and 8 families while the status of insects as predators consists of 3 orders and 7 families

Keywords : insect, density, coffee, orange, Simalungun regency

(6)

ayahanda Abdul Razak dan ibunda Agustina Harahap. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah TK Swasta Perguruan Sultan Agung lulus pada tahun 2002, SD Negeri No 091697 lulus tahun 2008, SMP Negeri 2 Medan lulus tahun 2011 dan tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru melalui jalur SBMPTN pada program studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK).

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun Ajamu III, Labuhan Batu Selatan dari bulan Juli hingga Agustus 2017.

(7)

berkat rahmat dan lindungan-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Keanekaragaman Serangga pada Pertanaman Kopi yang Ditanam Secara Monokultur dan Tumpangsari Jeruk di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun” yang ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Ir. Syahrial Oemry, MS. selaku Ketua dan Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si. selaku Anggota yang telah berkenan untuk membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian ini adalah kajian keanekaragaman serangga pada pertanaman kopi yang ditanam secara monokultur dan tumpangsari jeruk. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengenali keanekaragaman jenis serangga bagi para petani kopi dan tumpangsari jeruk. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2020

Penulis

(8)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penulisan ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kopi ... 4

Botani Tanaman Jeruk. ... 6

Status Serangga pada Pertanaman Kopi ... 8

Status Serangga pada Pertanaman Jeruk ... 10

Pengendalian Hama Terpadu... 12

Keanekaragaman Serangga ... 13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

Penentuan Lokasi Pengamatan ... 16

Pengambilan Sampel ... 17

Perangkap Jaring (Sweep Net) ... 17

Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap) ... 18

Perangkap Kuning (Yellow Trap)... 19

Perangkap Lampu (Light Trap) ... 19

Handpicking ... 20

Identifikasi Serangga ... 20

Peubah Amatan ... 20

Metode Analisa Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap... 24

Serangga yang Diperoleh dari Hasil Perangkap... 28

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 37 Saran ... 37

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA

(10)

1. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan monokultur 24 2.

3.

Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari kopi dan jeruk

Status fungsi serangga yang tertangkap pada tanaman monokultur dan tumpang sari

26

29

4. Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan tumpang sari

30

5.

6.

Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan monokultur

Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak dan frekuensi relatif

31

32

7. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga 35

(11)

1. Perangkap Jaring (Swepp Net) 18

2. Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) 18

3. Perangkap Kuning (Yellow Trap) 19

4.

5.

6.

Perangkap Cahaya (Light trap)

Histogram serangga yang tertangkap di lahan monokultur Histogram serangga yang tertangkap di lahan tumpang sari

20 25 27

(12)

1 Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari kopi dan jeruk

41 2 Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman

kopi

42 3 Status dan fungsi serangga yang tertangkap pada tanaman

monokultur dan tumpang sari

43 4 Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada

pertanaman tumpang sari

44

5 Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan pertanaman monokultur

45 6 Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak dan

frekuensi relatif

46 7 Indeks keanekaragaman jenis serangga pada lahan tumpang sari

tanaman jeruk dan kopi, dan pada lahan monokultur tanaman kopi

47

8 Lahan tumpang sari tanaman kopi dan jeruk 48

9

10

11

12

Lahan monokultur tanaman kopi Jenis – jenis perangkap

Penangkapan serangga Serangga yang tertangkap

48 49 50 51

(13)

Kopi merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang sudah lama dibudidayakan dan memiliki nilai ekonomis yang lumayan tinggi.

Kopi berasal dari Afrika, yaitu daerah pegunungan di Etopia. Namun, kopi sendiri baru dikenal oleh masyarakat dunia setelah tanaman tersebut dikembangkan di luar daerah asalnya, yaitu Yaman di bagian selatan Arab. Di Indonesia sendiri ditemukan sebanyak 39 jenis varian kopi (Rahardjo, 2012).

Produksi kopi Indonesia pada tahun 2011 sebesar 709.000 ton atau meningkat 3,5% dari tahun sebelumnya (684.076 ton), sementara pada tahun 2013 total produksi kopi Indonesia sebesar 675.881 ton (Raharjo, 2013). Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam dan menyumbang sekitar 6% dari produksi total kopi dunia (Dirjenbun, 2011).

Salah satu permasalahan yang menyebabkan naik turunnya produksi kopi di Indonesia yaitu adanyaserangga berupa hama pada komoditi ini. Beberapa hama yang sering menyerang tanaman kopi adalah hama penggerek buah (Hypothenemus hampei), hama penggerek cabang (Xylosandrus spp), ulat penggerek batang kopi (Zeuzera coffeae) (Departemen Pertanian, 2002).

Meskipun hama pada tanaman kopi cukup banyak, namun jenis serangga yang terdapat pada tanaman kopi bukan hanya dalam bentuk hama saja, namun ada juga predator ( musuh alami) dari hama tersebut seperti Valanga nigricornis, Anax sp, Neoconocephalus sp, Oecopylla smaragdina, Gryllus miratus, Hydrophilus sp.

(14)

Hanya saja keberadaan musuh alami ini belum dapat menekan popolasi hama pada tanaman kopi (Busnia, 2006).

Jenis dan populasi setiap organisme pada suatu ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke waktu, tetapi naik turun. Begitu juga sebaliknya ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang waktu (Rizali et al., 2002). Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978). Untuk memperoleh keragaman jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat mengindentifikasikan jenis hama (Odum, 1971).

Begitu pula dengan keragaman jenis serangga pada pertanaman secara monokultur dan polikultur. Serangan hama pada umumnya berkurang pada areal pertanaman tumpang sari (polikultur) dari pada serangan hama pada suatu areal pertanaman tunggal (monokultur). Penerapan polatanam tumpang sari akan lebih efisien dalam menekan serangan hama apabila tanaman sela yang digunakan dapat menjadi penolak hama dari tanaman utama. Menurut Chandra (2013) sistem tumpang sari, mampu menurunkan kepadatan populasi hama dibanding sistem monokultur, dikarenakan peran senyawa kimia mudah menguap dan ada gangguan visual oleh tanaman bukan inang, yang mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman inang.

Uraian diatas menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap keanekaragaman jenis serangga pada pertanaman pertanaman kopi yang ditanam secara monokultur dan tumpang sari jeruk di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

(15)

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman serangga dan statusnya pada pertanaman kopi yang ditanam secara monokultur dan tumpang sari jeruk di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Hipotesis Penelitian

- Terdapat perbedaan keanekaragaman serangga pada lahan tumpang sari dan monokultur pertanaman kopi

- Terdapat perbedaan fungsi serangga pada pertanaman tumpang sari dan pertanaman kopi.

Kegunaan Penelitian

Untuk mendapatkan gelar sarjana di program studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Kopi

Klasifikasi tanaman kopi (Coffea sp.) adalah sebagai berikut : Kigdom : Plantae Subkigdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Coffea Spesies : Coffea sp. [Cofffea arabica L., Coffea canephora, Coffea liberica, Coffea excelsa] (Rahardjo 2012).

Tanaman kopi memiliki sistem perakaran tunggang yang tidak rebah, perakaran tanaman kopi relatif dangkal, lebih dari 90% dari berat akar terdapat lapisan tanah 0-30 cm (Najiyati dan Danarti, 2012).

Batang tanaman kopi memiliki dua tipe percabangan, yaitu cabang yang tumbuh tegak (orthotrop) dan cabang yang tumbuh mendatar (plagiotrop). Cabang plagiotrop berfungsi sebagai penghasil bunga, sedangkan cabang orthotrop tumbuh pesat dengan ruas yang relatif panjang sehingga banyak digunakan sebagai sumber stek (Steenis et al., 2008).

Daun berbentuk menjorong, berwarna hijau dan pangkal ujung meruncing.

Bagian tepi daun bersipah, karena ujung tangakai tumpul. Pertulangan duan menyirip, dan memiliki satu pertulangan terbentang dari pangkal ujung hingga terusan dari tangkai daun. Selain itu, daun juga berombak dan tampak mengkilap tergantung dengan spesiesnya. Daun kopi memiliki panjang antara 15-40 cm dan lebarnya antara 7-30 cm serta memiliki tangkai daun dengan panjang antar 1-1,5 9 cm. Daun kopi memiliki 10-12 pasang urat daun dengan pangkal daun tumpul dan ujung meruncing (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1968). Tepi daunnya berombak dengan urat daun yang tenggelam. Akibatnya, permukaan daun kopi

(17)

nampak berlekuk-lekuk. Daun tanaman kopi tumbuh berhadapan pada batang, cabang, dan ranting-ranting (Steenis et al., 2008).

Tanaman kopi umumnya berbunga setelah berumur lebih kurang dua tahun. Bunga kopi tersusun dalam kelompok, masing-masing terdiri dari 4-6 kuntum bunga, pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 2-3 kelopak bunga sehingga setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8-18 kuntum bunga atau setiap buku menghasilkan 16-36 kuntum bunga. Bunga kopi berukuran kecil, mahkota berwarna putih dan harum, kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah yang mengandung dua bakal biji, benang sari terdiri dari 5-7 tangkai berukuran pendek. Bunga kopi biasanya akan mekar pada awal musim kemarau dan berkembang menjadi buah serta siap dipetik pada akhir musim kemarau (PTPN XII, 2013).

Buah kopi juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi lainnya. Secara umum, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata (Panggabean 2011). Daging buah terdiri atas 3 bagian yaitu lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging (mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis dan keras. Buah kopi menghasilkan dua butir biji tetapi da juga yang tidak menghasilkan biji atau hanya menghasilkan satu butir biji. Biji kopi terdiri atas kulit biji dan lembaga. Secara morfologi, biji kopi berbentuk bulat telur, berstekstur keras dan berwarna kotor (Najiyati dan Danarti, 2012).

Perakaran tanaman kopi adalah akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Akar tunggan tersebut dimiliki oleh kopi yang pada awal pembibitannya

(18)

menggunakan bibit semai atau bibit sambung (okulasi) pada batang bawah kopi berasal dari bibit yang telah disemai.Tanaman kopi mudah rebah karena tidak memiliki akar tunggang. Tanaman kopi mudah rebah apabila kopi tersebut berasal dari bibit yang di setek, cangkok dan okulasi. Tanaman kopi memiliki bentuk batang yang tegak, bercabang dan tingginya bisa mencapai 12 m.percabangan kopi berbeda dengan jenis-jenis tanaman lain. Sifat dan cabang kopi memiliki fungsi yang berbeda-beda, untuk cabang yang tegak lurus berfungsi sebagai reproduksi (cabang reproduksi), fungsi cabang ini sama dengan cabang yang utama jika cabang utama mati maka cabang reproduksi dapat berperan seperti cabang utama (Dirjenbun, 2011).

Botani Tanaman Jeruk

Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut: Divisi:

Spermatophyta; Sub divisi: Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Rutales;

Keluarga: Rutaceae; Genus: Citrus; Spesies : Citrus sp. (Prihatman, 2000).

Batang tanaman jeruk berkayu dan keras. Batang jeruk tumbuh tegak dan memiliki percabangan serta ranting yang jumlahnya banyak sehingga dapat membentuk mahkota yang tinggi hingga mencapai 15 m atau lebih. Cabang tanaman jeruk ada yang tumbuh tegak bersudut >450 dan ada yg bersudut <450 tergantung jenisnya. Batang tanaman jeruk ada yang berduri dan tidak, batang tanaman jeruk berkulit halus, warna kulit batang kecoklatan (Cahyono, 2005).

Daunnya berbentuk bulat telur sampai elips panjang bertangkai, tangkai daun bersayap dan berbau sedap (Rukmana, 2003). Daun tanaman jeruk panjangnya 5-15 cm dan lebar 2-8 cm, ujungnya runcing sedikit tumpul dan biasanya sedikit berlekuk. Bagian tepi daun kadang-kadang bergerigi, halus tidak

(19)

berbulu pada kedua permukaannya. Permukaan atas berwarna hijau tua mengkilat dengan titik-titik kuning muda dan permukaan bawah berwarna hijaun muda sampai berwarna hijau kekuningan kusam dan titik-titik hijau tua. Tulang daun bagian tengah bila dilihat dari permukaan bawah berwarna hijau muda, mempunyai cabang berjumlah 7-15 pasang (Pracaya, 1998).

Cahyono (2005) menambahkan bunga tanaman jeruk tergolong bunga sempurna, yakni dalam satu bunga terdapat kelamin jantan dan kelamin betina.

Tanaman jeruk berbunga tunggal, tetapi kadang-kadang 2-4 (majemuk), bunga tanaman jeruk berbentuk bintang dan memiliki tipe bunga radikal simetris. Bunga berbau harum dan banyak mengandung nektar.

Buah jeruk manis berbentuk bulat atau hampir bulat, berukuran agak besar, bertangkai bulat, kulit buah berwarna hijau sampai kuning mengkilat, kulit buah sulit dilepaskan. Bunga jeruk manis berukuran agak besaryang mempunyai kelopak bunga membentuk cawan bertangkai bunganya berwarna atau kuning dengan daun bunga sebanyak 5 helai. Bunga yang masih kuncup berwarna putih atau putih kekuningan dan mempunyai 20-30 benang sari (Rukmana, 2003).

Akar tanaman jeruk memiliki akar tunggang dan akar serabut (akar rambut). Akar tunggang tumbuh cukup dalam bisa mencapaiu kedalaman 4 m lebih (bibit bersalah dari biji). Akar serabut tumbuh agak dangkal, akar serabut (akar lateral) memiliki dua tipe yaitu akar cabang yang berukuran besar dan akar serabut yang berukuran kecil. Pada akar serabut yang kecil hanya terdapat bulu akar. Sel-sel akar tanaman jeruk sangan lembut dan lemah sehingga sulit tumbuh pada tanah yang keras dan padat (Cahyono, 2005).

(20)

Status Serangga pada Pertanaman Kopi

Tanaman kopi dikenal sebagai salah satu tanaman yang disukai oleh banyak jenis serangga hama (CABI, 2000).Di Indonesia terdapat beberapa jenis yang merupakan hama utama kopi, yaitu hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampe,Penggerek cabang hitam Xylosandrus compactus, dan penggerek batang merah Zuezera coffea (Manurung, 2008).

Hama penggerek buah kopi (PBKo) merupakan hama kopi yang berasal dari Afrika Tengah. Hama ini pertama kali ditemukan Tahun 1867 oleh Ferrari di dalam biji kopi yang dijual di pasar Afrika. Tahun 1901, serangga ini tersebar di Gabon Afrika Tengah.Kumbang ini juga ditemukan pada perkebunan kopi di Meksiko, Brazil, Kuba, Jamaika, Republik Dominika, dan Puerto Rico. Pada tahun 2010, kumbang ini baru di laporkan menyerang kopi di Kona Selatan, Kepulauan Hawai. Penyebaran hama PBKo di Indonesia telah merata di hampir semua wilayah perkebunan kopi, yaitu Irian Jaya, Sulawesi, Sumatera dan Jawa (CABI, 2000).

Penggerek buah kopi (PBKo) merupakan hama yang sangat merugikan, karena mampu merusak biji kopi dan sering mencapai populasi yang tinggi. Pada umumnya, hanya kumbang betina yang sudah kawin yang akan menggerek buah kopi; biasanya masuk kedalam buah dengan membuat lubang kecil dari ujungnya.

Kumbang betina menyerang buah kopi yang sedang terbentuk, dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua paling disukai.

Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore. PBKo mengarahkan serangan pertamanya pada bagian kebun kopi yang bernaungan, lebih lembab atau di perbatasan kebun. Jika tidak dikendalikan, serangan dapat menyebar ke seluruh

(21)

kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal (Departemen Pertaniana, 2002).

Penggerek ranting kopi (Xylosandrus compactus) merupakan hama utama yang menyerang tanaman kopi dan menyebabkan penurunan hasil kopi secara nyata. Proses pembuatan lubang yang dilakukan oleh X.compactus menyebabkan ujung ranting layu, menguning dan mati. Serangan X.compactus dicirikan oleh adanya lubang gerek berdiameter sekitar 1-2 mm pada permukaan ranting tanaman kopi hingga mencapai panjang 20-50 mm. Lubang gerek dibuat oleh X. compactus betina dewasa sebagai tempat tinggalnya. Setelah menggerek, serangga betina meletakkan telur dalam lubang tersebut hingga menetas dan sampai tumbuh dewasa. Larva yang berada di dalam lubang gerek tidak memakan jaringan tanaman tetapi memakan jamur ambrosia (Fusarium solani) yang tumbuh dan berkembang dalam lubang gerek. Spora jamur tersebut dibawa oleh X. compactus betina dewasa sewaktu menggerek lubang. Aktivitas larva ketika makan jamur tersebut menyebabkan rusaknya jaringan tanaman pada lubang, sehingga mengakibatkan semakin lebar dan panjangnya lubang gerek (Rahayu et al., 2006).

Penggerek batang merah Zeuzera coffeae (Lepidoptera: Cossidae) merupakan hama polifagus yang menyerang berbagai jenis tanaman berkayu, seperti: kopi, kakao, kelengkeng, jati dan teh. Sebaran geografi dari hama ini meliputidataran Asia antara lain Banglades, Burma,Kamboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Pilipina, Sri Lanka, Taiwan, Thailand dan Vietnam.

(22)

Hama ini juga telah dijumpai di daratan Australia dan Kepulauan Pasifik (Samsudin dan Soesanthy, 2014).

Penggerek batang/cabang (Z. coffeae) merusak bagian batang/cabang dengan cara menggerek empulur (xylem) batang/cabang, selanjutnya gerekan membelok ke arah atas. Menyerang tanaman muda. Pada permukaan lubang yang baru digerek sering terdapat campuran kotoran dengan serpihan jaringan. Akibat gerekan ulat, bagian tanaman di atas lubang gerekan akan merana, layu, kering dan mati (Departemen Pertaniana, 2002).

Status Serangga pada Pertanaman Jeruk

Menurut Kalshoven, (1981) beberapa jenis serangga hama yang menyerang tanaman jeruk antara lain : kutu sisik salku (Unaspis citri Comst.), kutu psyllid jeruk (Diaphorina citri), lalat hitam jeruk (Aleurocanthus woglumi), lalat putih jeruk (Dialeurodes citri), aphis jeruk tropis (Toxoptera citricidus), aphis jeruk hitam (Toxoptera aurantii.), aphis kapas (Aphis goosypii), kutu tepung jeruk (Pseudoccocus citri), ulat trowongan daun jeruk (Phyllocnistis citrella), ulat kulit jeruk (Prays endocarpar), ulat bunga jeruk (Prays citri), penggerek buah jeruk (Citripestis sagitiferella), lalat buah asia (Bactrocera spp.), kupu-kupu gajah (Papilio memnon L.), dan tungau merah (Tetranychus cinnabarinus). Sementara berdasarkan Kusdiana (2017) beberapa serangga dengan status predator yang banyak ditemukan berasal dari ordo Araneae seperti famili Tetragnathidae dan serta ordo Coleoptera seperti famili Coccinellidae.

Pengorok daun P. citrella merupakan hama yang menyerang tanaman jeruk pada bagian daun. Hama ini biasanya disebut sebagai pengorok daun karena gejala yang ditimbulkan berupa korokan pada jaringan daun. Imago P. citrella

(23)

meletakkan telur pada bagian bawah daun, kemudian telur menetas dalam waktu 2-10 hari, larva kemudian segera masuk ke dalam jaringan daun dan mulai membuat lubang pada daun muda sehingga daun menjadi keriting dan layu. Larva memiliki empat instar dan perkembangannya berkisar antara 5 hingga 20 hari.

Menurut Heppner dan Thomas (2016), pupa terbentuk dibagian tepi daun, dan perkembangannya berkisar 6-22 hari.

Hama tungau merah menyerang dengan cara menghisap klorofil daun, sehingga daun tampak bintik-bintik kelabu dan keperakan. Serangan lebih parah di musim kering dimana kelembaban dalam tanaman menurun. Pada kondisi demikian kombinasi dari efek serangan tungau, iklim dan faktor fisiologis dapat mengakibatkan gugurnya buah dan daun (Wuryantini dan Endarto, 2003). Buah yangmasih hijau lebih disenangi dari pada yang tua, namun gejala serangan lebih jelas pada buah yang tua dan bersifat permanen.

Hama Penggerek buah menyerang mulai dari umur buah 2-5 bulan terutama jeruk yang di tanam di dataran tinggi. Stadium hidup yang berperan sebagai hama adalah fase ulat (larva). Hama ini diidentifikasi dari jenis Citripestis sagittiferella, family Pyralidae, ordo Lepidoptera. Ngengat betina meletakkan telur secara berkelompok pada separuh bagian bawah kulit buah. Telur menetas dalam waktu 5-7 hari, kemudian menetas menjadi ulat. Ulat menggerek buah dan memakan daging buah fase ini berlangsung antara 13-21 hari. Dengan perantara benang sutra, ulat turun dan masuk ke tanah siap untuk menjadi kepompong selama 10-11 hari, setelah itu menjadi ngengat dewasa. Siklus hidup dari telur sampai menjadi ngengat dewasa berlangsung 29-39 hari (Kalshoven, 1981).

(24)

Pengendalian Hama Terpadu

Gagasan untuk mengurangi dan membatasi penggunaan pestisida kimia dalam upaya pengendalian hama supaya dapat mengurangi dampak samping yang merugikan telah lama dibahas oleh pakar-pakar dunia demikian pula di Indonesia.

Konsep pengendalian hama secara terpadu (Integrated Pest Control =IPM) pertama dikemukakan oleh Stern et al. (1959) yaitu pengendalian dengan sistem kombinasi rasional antara penggunaan pestisida kimia dan pengendalian alamiserta cara pengendalian yang lain untukmengendalikan populasi hama.

Empat elemen dasar dalam IPM yang dikemukakan Stern et al. (1959) yaitu:

(1) penentuan ambang kendali untuk menentukan saat perlunya dilakukan tindakan pengendalian (2) sampling untuk menentukan titik kritis tanaman atau stadium pertumbuhan hama (3) pemahaman tentang kemampuan pengendalian alami yang ada dan (4) penggunaan jenis insektisida yang selektif dan cara aplikasinya. Konsep yang sama di Indonesia dikenal sebagai PHT (Oka 2005), dengan sasaran mengurangi penggunaan pestisida kimia yang dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya.

Dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, PHT memperoleh dukungan yang kuat. Strategi pengendalian hama yang dapat digunakan dalam PHT yaitu: (1) mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, (2) pengendalian hayati, (3) penggunaan varietas tahan, (4) pengendalian secara mekanik, (5) pengendalian secara fisik, (6), pengendalian dengan menggunakan senyawa kimia semio (semiochemicals) yaitu dengan memanfaatkan senyawa kimia alami yang dihasilkan oleh organisme tertentu untuk mempengaruhi sifat

(25)

serangga hama, (7) pengendalian secara genetik, dan (8) penggunaan pestisida kimia.

Keanekaragaman Serangga

Serangga merupakan bioindikator kesehatan hutan. Penggunaan serangga sebagai bioindikator akhir-akhir ini dirasakan semakin penting dengan tujuan utama untuk menggambarkan adanya keterkaitan dengan kondisi faktor biotik dan abiotik lingkungan. Sejumlah kelompok serangga seperti kumbang (terutama kumbang pupuk), semut, kupu-kupu dan rayap memberikan respons yang khas terhadap tingkat kerusakan hutan sehingga memiliki potensi sebagai spesies indicator untuk mendeteksi perubahan lingkungan akibat konversi hutan oleh manusia yang sekaligus menjadi indikator kesehatan hutan (Subekti, 2013).

Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai, predator dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruhi oleh biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi (Putra, 1994).

Populasi setiap organisme pada ekosistem tidak pernah sama dari waktu ke waktu lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan bertumbuh sepanjang waktu (Rizali et al., 2002). Keragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat keanekaragaman jenis organisme yang ada didalamnya (Krebs, 1978 dalam Rosalyn, 2007). Untuk memperoleh keragaman jenis ini

(26)

cukup diperlukan. kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak dapat mengidentifikasikan jenis hama (Odum, 1971 ; Rosalyn, 2007).

Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi suatu jenis organisme selalu dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme lainnya dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat antar spesies

(persaingan predasi), dan tingkat inter spesies (persaingan teritorial) (Rosalyn, 2007).

Ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya keanekaragaman jenis, yaitu: (a). Waktu, keanekaragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organism daripada komunitas muda yang belum berkembangan. Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi, (b). Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya, (c). Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun ketersediaanya cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila organism- organisme itu, (d). Pemangsaan yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemungkinan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemangsaan terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan keragaman jenis, (e). Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan, maka semakin banyak

(27)

jenis dalam lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi, (f). Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi (Krebs, 1978 ; Rosalyn, 2007).

Keenam faktor ini saling berintekrasi untuk menetapkan keanekaragaman jenis dalam komunitas yang berbeda. Keanekaragaman spesies sangatlah penting dalam menenutkan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem sangatlahpenting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem akan akibat turut campur tangan manusia (Firmansyah, 2008).

Faktor – faktor yang mengatur kepadatan suatu populasi dapat dibagi 2 golongan yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain persaingan antar individu dalam satu populasi atau dengan spesies lain perubahan lingkungan kimia akibat adanya sekresi dan metabolisme, kekurangan makanan, serangan predator parasit penyakit, emigrasi, faktor iklim misalnya cuaca, suhu, dan kelembaban. Sedangkan faktor internal ialah perubahan genetik dari populasi (Oka,1995).

(28)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kopi dan jeruk milik rakyat di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun, pada ketinggian ± 1357 mdpl. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada bulan Juli sampai dengan September 2019.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lahan tanaman kopi dan tanaman jeruk yang telah berbuah, air bersih, detergen, plastik transparan, kertas warna kuning, lem perekat, tissue, tali plastik, kertas karton, formalin dan alkohol 70% dan wadah plastik.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah stoples, botol, mikroskop, jaring serangga atau sweeping net, hekter, pinset, gunting, kalkulator, kamera, jarum suntik, sekop, bambu, seng dan buku acuan identifikasi yaitu, Borror et al.

(1996).

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Lokasi Pengamatan

Pengambilan lokasi sampel dilakukan pada pertanaman kopi dan jeruk milik masyarakat yang berada di desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.Luas lahan yang dipakai yaitu 6000 m2 untuk lahan monokultur dan 10.000 m2 untuk lahan tumpang sari. Jarak tanam untuk masing – masing lahan adalah 5,5 m dan jarak antara lahan monokultur dan tumpang sari adalah ± 5 km.

(29)

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang dilakukan dengan interval waktu sebanyak enam kali dengan menangkap serangga yang sudah dewasa ( imago ) yang tertangkap pada pertanaman monokultur kopi dan pertanaman tumpang sari kopi dan jeruk. Penangkapan serangga dilakukan dengan menggunakan berbagai perangkap, yaitu: perangkap jaring (sweeping net), perangkap jatuh (pit fall trap), perangkap kuning (yellow trap),perangkap lampu (light trap), dan handpicking yaitu mengambil langsung serangga yang terdapat pada pohon sampel.

Pengambilan sampel dilakukan dengandua metode yaitu pertama pengambilan sampel dengan cara diagonal untuk perangkap jatuh (pit fall trap), dan perangkap kuning (yellow trap), dimana garis diagonal pada lahan akan menjadi titik peletakan perangkap yang akan digunakan. Yang kedua menggunakan metode pengambilan sample secara acak (random) untuk perangkap jaring (sweeping net), perangkap lampu (light trap), dan handpicking yaitu dengan memberi nomor pada seluruh tanaman sampel pada lahan percobaan, kemudian dilakukan pengundian. Angka yang keluar dari pengundian akan menjadi pohon sampel. Penangkapan dilakukan seminggu dua kali dengan interval waktu 3 hari.

Penangkapan dilakukan 1 kali pada sore hari pukul 17.00 - 18.00.

Perangkap Jaring (Sweep Net)

Pengambilan contoh serangga dilakukan dengan menggunakan jaring serangga.Pengambilan serangga ini dilakukan sebanyak 20 ayunan jaring secara kontinu. Setiap satu kali ayunan (kekiri dan kekanan) lalu serangga yang didapat langsung dimasukkan kedalam kantong plastik yang berisi formalin 2% begitu

(30)

juga untuk ayunan ke dua dan seterusnya hingga ayunan ke dua puluh (Herlinda, 2004).

Gambar 1. Perangkap Jaring (Swepp Net) Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)

Perangkap jatuh (Pit Fall Trap) digunakan untuk menangkap serangga yang hidup diatas permukaan tanah. Perangkap ini dibuat dari wadah plastik dengan diameter 9,2 cm dan tinngi 11,5 cm. Kemudian kedalam wadah plastik tersebut dimasukkan air jernih yang telah dicampur dengan deterjen. Jarak antar peragkap yaitu 6 meter dan jumlah perangkap sebanyak 16 perangkap. Wadah plastik tersebut dimasukkan kedalam tanah hingga rata dengan permukaan tanah.

Kemudian diletakkan selama 1 hari pada pohon sampeldan diberi naungan agar apabila hujan datang air tidak memenuhi wadah tersebut sehingga serangga yang tertangkap tidak keluar. Serangga yang jatuh kedalam serangga tersebut dikumpulkan, dihitung dan dimasukkan kedalam botol untuk diidentifikasi.

Gambar 2. Perangkap jatuh (Pit Fall Trap)

(31)

Perangkap Kuning (Yellow Trap)

Perangkap kuning (gambar 3) terbuat dari kertas berwarna kuning yang berukuran 30 cm x 20 cm yang diolesi dengan lem perekat. Perangkap kuning menggunakan kayu/bambu sebagai penyanggah dengan tinggi 1,5 meter.

Perangkap ini diletakan pada lahan penelitian secara diagonal dengan jarak antar perangkap sebesar 9 meter. Dipasang pada pagi hari dan diletakkan selama 2 hari.

Serangga yang diperoleh pada perangkap ini dikumpulkan, diidentifikasi, dan dihitung.

Gambar 3. Perangkap kuning (Yellow Trap) Perangkap Cahaya (Light trap)

Perangkap cahaya merupakan perangkap yang digunakan untuk menangkap atau menarik serangga yang tertarik cahaya pada waktu malam hari.

Perangkap ini menggunakan lampu, tali plastik, rangka dan juga wadah. Lampu di letakkan di tengah lahan pertanaman kopi dan tumpang sari jeruk dan kopi Literatur Badan Litbang Pertanian menyatakan dengan daya 100watt lampu perangkap sebagai monitoring dapat digunakan untuk luasan 300-500 ha, sedangkan untuk pengendalian seluas 50 ha. Lampu dinyalakan dari jam 6 sore- jam 8 malam dan hasil tangkapan di ambil kemudian. Hasil tangkapan di hitung dan di masuk kan kedalam botol kocok untuk di identifikasi di laboratorium.

(32)

Gambar 4. Perangkap cahaya (Light Trap) Mengambil Serangga Secara Langsung (Handpicking)

Handpicking dilakukan dengan menangkap serangga yang terdapat pada masing-masing pohon sampel yaitu dengan mengambil serangga yang terdapat pada setiap bagian tanaman yang dihinggapi. Serangga yang diperoleh dikumpulkan, dan dimasukkan kedalam wadah penyimpanan untuk diidentifikasi dan dihitung. Interval waktu pengambilan serangga secara langsung (handpicking) yaitu pada pukul 08.00 – 10.00 pagi pada setiap pengambilan.

Identifikasi Serangga

Serangga yang tertangkap dari lapangan di bawa ke Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Identifikasi dilakukan sampai pada tingkat famili dengan menggunakan buku acuan Borror.

Peubah Amatan

1. Jumlah dan jenis serangga (penyerbuk, predator, hama) yang tertangkap dikumpulkan, diidentifikasi dan dihitung sesuai dengan kelompok famili masing-masing setiap serangga, pada setiap hari minggu bulan Juli sampai dengan Agustus dan dilakukan sebanyak 6 kali pengambilan sample.

2. Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak, Frekuensi Relatif pada setiap pengamatan, dengan diketahuinya jumlah populasi serangga

(33)

Total individu dalam setiap penangkapan Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan

tertangkap yang telah diidentifikasi maka dapat dihitung nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatife, frekuensi mutlak, frekuensi relatife pada setiap pengamatan.

3. Nilai indeks keanekaragaman jenis serangga Setelah jumlah serangga yang tertangkap pada setiap pengamatan diketahui, maka dihitung nilai indeks keanekaragaman pada masing-masing pengamatan dengan menggunakan rumus indeks Shanon-Weiner (H).

Metode Analisa Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu melakukan pengambilan sampel serangga pada lahan tanaman kopi dan jeruk di desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun. Serangga yang diperoleh pada setiap penangkapan kemudian diidentifikasi dan dihitung kemudian dianalisis sebagai berikut:

Kerapatan Mutlak (KM) suatu jenis serangga:

Kerapatan mutlak menunjukkan jumlah serangga yang ditemukan pada habitat yang dinyatakan secara mutlak.

Kerapatan Relatif (KR) Suatu Jenis Serangga

KR =

KR =

(Michael, 1995).

KM

KM

× 100 %

× 100 %

(34)

FM

× 100 %

Total individu dalam setiap penangkapan Jumlah individu suatu jenis dalam setiap penangkapan

Pi=

Frekuansi Mutlak (FM) suatu jenis serangga:

Frekuensi mutlak menunjukkan jumlah kesering hadiran suatu serangga tertentu yang ditemukan pada habitat tiap pengamatan yang dinyatakan secara mutlak.

Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis serangga:

Frekuensi relatif menunjukkan keseringhadiran suatu jenis serangga pada habitat dan dapat menggambarkan penyebaran jenis serangga tersebut.

FR =

FR=

(Michael, 1995).

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga

Indeks keanekaragaman merupakan suatu penggambaran secara matematik untuk mempermudah dalam menganalisis informasi mengenai jumlah jenis indvidu serta berapa banyak jumlah jenis individu yang ada dalam suatu area (Tambunan, 2013). Untuk membandingkan tinggi rendahnya keanekaragaman jenis serangga yaitu keanekaragaman jenis serangga hama dan musuh alami digunakan indeks Shanon-Weiner (H) dengan rumus:

dimana : H´ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weaver

FM

× 100 %

N ni

(35)

pi = Proporsi jumlah individu ke-1 dengan jumlah total individu ni = Spesies ke-i

N = Jumlah total individu (Purba, 2014).

Dengan kriteria indeks keanekaragaman menurut Krebs (1978) sebagai berikut:

H > 3 = Tinggi 1< H < 3 = Sedang

H < 1 = Rendah (Rosalyn, 2007)

(36)

Ordo Famili Monokultur

Pengamatan

1 2 3 4 5 6 Total

Blatodea Blattellidae 17 0 3 2 5 0 27 Coleoptera Crytophagidae 0 0 0 0 0 0 0

Coccinellidae 18 3 7 4 6 10 48

Chrysomelidae 0 0 0 0 0 0 0

Geotrupidae 40 30 30 32 44 32 208

Scarabidae 0 0 3 2 0 0 5

Scolytidae 0 0 0 0 0 0 0

Tenebrionidae 0 0 0 0 0 0 0

Dermaptera Chelisochidae 0 0 0 0 0 0 0

Diptera Muscidae 6 3 3 0 3 0 15

Tachinidae 0 3 2 1 0 0 6

Tipulidae 10 0 0 2 8 1 21

Hemiptera Pentatomidae 4 0 0 2 1 0 7 Hymenoptera Formicidae 18 25 5 35 5 10 98

Halictidae 2 1 1 0 1 0 5

Ichneumonidae 11 20 5 5 5 0 46

Pompilidae 16 5 4 6 7 3 41

Vespidae 0 0 0 0 0 0 0

Lepidoptera Cossidae 3 3 4 6 0 0 16

Noctuidae 0 0 0 0 0 0 0

Orthoptera Acrididae 8 0 0 3 2 5 18

Gryllidae 42 20 20 5 35 20 142

Gryllotalpidae 0 0 0 0 0 0 0

Tettigonidae 6 0 0 5 5 0 16

Total 201 113 87 110 127 81 719 HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah dan Jenis Serangga yang Tertangkap

Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman kopi di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terdiri dari 7 ordo dan 16 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 719 ekor. Pada lahan pertanaman tumpang sari tanaman jeruk dan kopi dan lahan pertanaman kopi, serangga yang tertangkap terdiri dari 7 ordo dan 17 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 302 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan monokultur

(37)

Pada pertanaman kopi serangga yang paling banyak dijumpai berasal dari ordo Coleoptera dengan jumlah 208 ekor. Hal ini disebabkan karena bahan organik berupa serasah yang pada lahan pertanaman kopi melimpah dan juga serangga dari Coleoptera banyak beraktivitas di dalam tanah hal ini sesuai literatur Borror (1996) yang menyatakan jumlah jenis dan individu serangga dari ordo Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan Hemiptera lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan ordo yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena serangga tersebut merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah familinya yang beraktivitas di permukaan tanah.

Serangga yang paling sedikit dijumpai pada pertanaman kopi berasal dari famili Scarabidae dan Halictidae dengan masing-masing jumlah serangga sebanyak 5 ekor. Hal ini diduga disebakan karena persaingan memperebutkan sumber makanan antar serangga yang masih dalam satu ordo yang cukup tinggi.

Hal ini dapat kita lihat dari Tabel 1 di mana dari ordo coleoptera serangga dari famili Coccinellidae dan Geotrupidae masing-masing berjumlah 48 dan 208 ekor,

27

208

0

21 7

98

16

142

0 50 100 150 200 250

Gambar 1. Histogram serangga yang tertangkap di lahan monokultur

(38)

berbanding jauh dengan jumlah serangga dari Scarabidae. Pada ordo Hymenoptera serangga dari famili Formicidae, Ichneumonidae, Dan Pompilidae masing-masing berjumlah 98, 46, dan 41 ekor. Berbanding jauh dengan jumlah serangga dari Halictidae. Hal ini sesuai dengan literatur Alrazik (2017) yang menyatakan sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan dapat terjadi dalam mendapatkan makanan atau ruang sehingga membatasi keberadaan populasi hama tersebut.

Ordo Famili Tumpang Sari

Pengamatan

1 2 3 4 5 6 Total

Blatodea Blattellidae 1 0 1 1 1 0 4 Coleoptera Crytophagidae 7 3 1 5 5 0 21

Coccinellidae 3 0 0 1 2 3 9

Chrysomelidae 7 0 14 7 8 7 43

Geotrupidae 0 0 0 0 0 0 0

Scarabidae 5 6 4 2 3 5 25

Scolytidae 2 0 0 1 2 0 5

Tenebrionidae 5 2 3 11 6 4 31

Dermaptera Chelisochidae 11 15 5 6 4 10 51

Diptera Muscidae 3 0 3 2 2 1 11

Tachinidae 1 0 1 1 0 0 3

Tipulidae 0 0 0 0 0 0 0

Hemiptera Pentatomidae 0 0 0 0 0 0 0 Hymenoptera Formicidae 7 5 4 6 7 3 32

Halictidae 0 0 0 0 0 0 0

Ichneumonidae 1 0 1 1 1 0 4

Pompilidae 1 0 0 3 0 0 4

Vespidae 3 0 0 1 1 0 5

Lepidoptera Cossidae 0 0 1 1 1 0 3

Noctuidae 6 1 2 3 0 4 16

Orthoptera Acrididae 0 0 0 0 0 0 0

Gryllidae 0 0 0 0 0 0 0

Gryllotalpidae 10 2 2 1 15 5 35

Tettigonidae 0 0 0 0 0 0 0

Total 73 34 42 53 58 42 302

Tabel 2. Jumlah dan jenis serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari kopi dan jeruk

(39)

Hasil pengamatan menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak tertangkap pada lahan tumpang sari jeruk dan kopi adalah famili Chelisochidae dari ordo Dermaptera yang berjumlah 51 fekor yang dinominasi spesies cocopet.

Hal ini dikarenakan cocopet merupakan predator dari hama-hama yang dapat merusak tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahma dan Salim (2015) yang menyatakan cocopet merupakan predator umum yang dilaporkan bisa memangsa hama perusak tanaman. Cocopet tidak hanya memangsa satu stadia perkembangan hama namun hampir semua stadia perkembangan hama dimulai dari telur, larva, pupa, dan imago dan dapat memangsa secara berkelanjutan sepanjang hidupnya (Alouw, 2007).

Dari hasil pengamatan pada lahan tumpang sari serangga yang paling sedikit tertangkap terdiri dari 7 famili yaitu Blattellidae, Scolytidae, Ichneumonidae, Pompilidae, Vespidae,Tachinidae dan Cossidae. Ketujuh famili ini tergolong ke dalam 4 ordo yaitu Lepidoptera, Hymenoptera,Diptera dan Blatodea. Hal ini disebabkan karena persaingan memperebutkan sumber makanan

4

43

51

11

0

32

16

35

0 10 20 30 40 50 60

Gambar 2. Histogram serangga yang tertangkap di lahan tumpang sari

(40)

antar serangga yang masih dalam satu ordo yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat dari Tabel 2 bahwa pada ordo hymenoptera famili serangga dari famili formicidae jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan famili lainnya. Begitu juga dengan ordo Lepidopotera dimana famili Cossidae jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan famili lainnya. Hal ini sesuai dengan literaur Alrazik (2017) yang menyatakan sejumlah organisme bergantung pada sumber yang sama, persaingan akan terjadi. Persaingan dapat terjadi dalam mendapatkan makanan atau ruang sehingga membatasi keberadaan populasi hama tersebut.

Pada lahan pertanaman polikultur dan kopi hama yang tertangkap paling banyak menggunakan perangkap pitfall trap, sementara yang paling sedikit terdapat pada light trap. Hal ini disebabkan sebagian besar serangga pada penelitian ini banyak yang beraktivitas di dalam tanah dan di malam hari. Hal ini sesuai literatur Borror (1996) yang menyatakan serangga dari ordo Hymenoptera, Orthoptera, Celeoptera dan Hemiptera merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah familinya yang beraktivitas di permukaan tanah.

Serangga yang Diperoleh dari Hasil Perangkap

Hasil pengamatan serangga yang tertangkap pada lahan pertanaman tumpang sari tanaman jeruk dan kopi dan lahan pertanaman kopi di Desa Hinalang Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun terdiri dari 9 ordo dan 16 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 281 ekor. Pada lahan pertanaman kopi serangga yang tertangkap terdiri dari 9 dan 15 famili dengan jumlah populasi serangga sebesar 406 ekor. Hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan jumlah serangga yang paling banyak tertangkap pada lahan tumpang sari jeruk dan kopi adalah famili

(41)

Chelisochidae dari ordo Dermaptera yang berjumlah 51 ekor dan yang paling sedikit tertangkap berasal dari famili Cossidae, Blatteidae, Scolytidae, Ichneumonidae,Tachinidae dan Pompilidae. Pada lahan pertanaman kopi hama yang paling banyak tertangkap berasal dari famili Gryllidae yang berjumlah 142 ekor dan yang paling sedikit berasal dari Scarabidae dan Halictidae dengan jumlah 5 ekor.

Tabel 3. Status fungsi serangga yang tertangkap pada tanaman monokultur dan tumpang sari

Jenis serangga hama dan musuh alami pada lahan tumpang sari lebih beragam dari pada lahan pertanaman kopi dan juga jumlah hama lebih banyak dibandingkan musuh alami. Hal ini disebabkan selain adanya pengaruh

Ordo Famili Tumpang Sari

Jeruk dan Kopi

Kopi Status

Hemiptera Pentatomidae 0 7 Hama

Diptera Muscidae 11 15 Hama

Lepidoptera Cossidae 3 16 Hama

Noctuidae 16 0 Hama

Coleoptera Chrysomelidae 43 0 Hama

Scarabidae 25 5 Hama

Scolytidae 5 0 Hama

Tenebrionnidae 31 0 Hama

Geotropidae 0 208 Dekomposer

Blatodea Blatteidae 4 27 Hama

Ortopthera Acrididae 0 18 Hama

Gryllidae 0 142 Hama

Gryllotalpidae 35 0 Hama

Tettigonidae 0 16 Hama

Hymenoptera Formicidae 32 98 Predator

Halictidae 0 5 Parasitoid

Ichneumonidae 4 46 Parasitoid

Pompilidae 4 41 Polinator

Vespidae 5 0 Polinator

Diptera Tachinidae 3 6 Parasitoid

Tipulidae 0 21 Parasitoid

Coleoptera Coccinelidae 9 43 Predator

Dermaptera Chelisochidae 51 0 Predator

Total 281 614

(42)

lingkungan yang sesuai untuk hama sehingga menekan musuh alami yang terdapat pada lahan dan menyebabkan serangga hama meningkat, terdapat juga pengaruh heterogenitas pada masing-masing lahan. Hal ini sesuai dengan Krebs (1978) yang menyatakan semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebut dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

Jenis Perangkap Ordo Famili Total

Pit Fall Trap Blatodea Blattidae 4

Coleoptera Cryptophagidae 21

Scarabidae 25

Dermaptera Chelisochidae 51

Hymenoptera Formicidae 32

Orthoptera Gryllotalpidae 35

Yellow Trap Coleoptera Scolytidae 5

Tenebrionidae 26

Coccinellidae 4

Chrysomelidae 20

Diptera Muscidae 11

Tachinidae 3

Hymenoptera Ichneumonidae 4

Pompilidae 4

Vespidae 5

Light Trap Lepidoptera Cossidae 3

Noctuidae 16

Sweep Net Coleoptera Coccinellidae 5

Chrysomelidae 10

Tenebrionidae 5

Hand Pick Coleoptera Chrysomelidae 13

Tabel.4. Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan tumpang sari

(43)

Tabel.5. Jumlah serangga yang tertangkap pada berbagai perangkap pada lahan monokultur

Nilai Kerapatan Mutlak, Kerapatan Relatif, Frekuensi Mutlak dan Frekuensi Relatif

Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak, frekuensi relatif setiap penangkapan serangga yang tertangkap pada lahan tumpang sari dan lahan pertanaman kopi dapat diketahui dari Tabel 6.

Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif tertinggi pada lahan tumpang sari terdapat pada famili chelisochidae dengan nilai KM = 51 dan KR = 16,89 % sedangkan yang terendah terdapat pada Cossidae dengan nilai KM = 3 dan KR = 0,99%. Hal ini disebabkan karena Chelisochidae pada lahan pengamatan adalah paling banyak tertangkap dan yang paling sedikit tertangkap adalah cossidae. Hal ini sesuai dengan Purba (2014)

Jenis

Perangkap Ordo Famili Total

Pit Fall Trap Blatodea Blattidae 20

Coleoptera Geotropidae 190

Hymenoptera Formicidae 80

Orthoptera Acrididae 13

Gryllidae 130

Tettigonidae 16

Yellow Trap Coleoptera Coccinelidae 35

Diptera Muscidae 15

Tipolidae 21

Tachinidae 6

Hemiptera Pentatomidae 7

Hymenoptera Halichidae 5

Ichneumonidae 30

Pompilidae 41

Light Trap Lepidoptera Cossidae 16

Sweep Net Coleoptera Coccinelidae 13

Scarabidae 5

Hymenoptera Ichneumonidae 16

Hand Pick Blatodea Blattidae 7

Coleoptera Geotropidae 18

Hymenoptera Formicidae 18

Gambar

Gambar 1. Perangkap Jaring (Swepp Net)  Perangkap Jatuh (Pit Fall Trap)
Gambar 1. Histogram  serangga yang tertangkap di lahan monokultur
Gambar 2. Histogram  serangga yang tertangkap di lahan tumpang sari
Tabel 6. Nilai kerapatan mutlak, kerapatan relatif, frekuensi mutlak dan frekuensi                 relatif
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan secara visual di lapangan menunjukkan bahwa klon IRR Seri 300 memiliki tingkat resistensi yang lebih baik terhadap serangan penyakit gugur daun

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai pelaksanaan tax amnesty di beberapa negara yang relatif lebih berhasil dalam melaksanakan kebijakan pengampunan pajak seperti di

Hasil sifat fisikokimia selama penyimpanan menunjukkan telur itik asin hasil perendaman dengan tekanan lebih baik dibandingkan telur itik asin hasil peren- daman tanpa tekanan,

Gerund juga memiliki beberapa fungsi dalam kalimat, yaitu : gerund sebagai subjek, gerund sebagai objek, gerund setelah preposisi, gerund setelah possessive adjective, gerund

Janji pemerintah daerah untuk mengangkat tenaga dokter sebagai PNS dan memberikan insentif untuk mengisi kekosongan tenaga kesehatan tampaknya belum cukup ampuh untuk membuat

Penelitian menunjukan bahwa Variabel pemberian motivasi memiliki dimensi sebagai berikut: motivasi langsung pegawai langsung mempersiapkan kelengkapan pekerjaan yang akan digunakan

Hasil mikroskopis pewarnaan Gram dari buffy coat dan hasil kultul darah agar bifasik pasien tersangka demam dapat dilihat pada tabel 5..

a. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. Penilaian Barang Milik Negara dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan