• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.8 Bahan Pembuatan Masker Clay

Bentonit merupakan lempung yang mempunyai sifat plastin dan koloidal tinggi dengan kandungan utama mineral smektit (mon-morillonit). Bentonit adalah bahan pelembut yang dapat menyerap kotoran yang menyumbat pori-pori kulit wajah (Fauziah, 2017).

2. Kaolin

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin merupakan bahan pengental pada sediaan masker yang berfungsi menyerap kotoran pada pori-pori, memperhalus kulit wajah, mencegah timbulnya jerawat serta memperlancar peredaran darah (Fauziah, 2017).

3. Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit merupakan zat yang umumnya digunakan sebagai antioksidan pada sediaan topikal (0,01-1,0%). Natrium metabisulfit merupakan antioksidan yang larut air yang digunakan untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi (Rowe, dkk., 2009).

4. Nipagin

Nipagin berbentuk kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan berasa sedikit terbakar. Nipagin umumnya digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetik (Rowe, dkk., 2009).

5. Gliserin

Gliserin tidak berwarna, tidak berbau, cairan kental bersifat higroskopis yang berasa manis (Rowe, dkk., 2009). Gliserin adalah humektan karena gliserin merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat air pada sediaan agar tidak menguap, menstabilkan sediaan dan sebagai pelembab (Hendradi, dkk., 2013).

6. Xanthan Gum

Xanthan gum berupa bubuk berwarna krem yang cepat larut dalam air panas atau dingin membentuk larutan kental. Xanthan gum adalah bahan pengental yang berfungsi meningkatkan viskositas sediaan (Aryani dan Widjaja, 2015).

7. Titanium Dioksida

Titanium dioksida berupa kristal padat, putih, tidak berbau, tidak berasa.

Titanium dioksida merupakan pigmen sintesis yang berwarna putih dan termasuk ke dalam zat pemburaman warna kosmetik. Pencampuran titanium dioksida dan bentonite menghasilkan sediaan berwarna putih (Wibowo, 2017).

8. Sodium Lauril Sulfat

Sodium lauril sulfat adalah surfaktan anionik yang digunakan dalam sediaan farmasetik dan kosmetik yang berfungsi sebagai pembersih dan zat pembasah (Rowe, dkk., 2009). Sodium lauril sulfat berfungsi dengan baik dan kuat dalam membersihkan kotoran dan minyak (Faisal, 2017).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan bahan tumbuhan, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis), pembuatan sediaan masker clay, evaluasi terhadap mutu fisik sediaan seperti: uji homogenitas sediaan, uji stabilitas sediaan berupa perubahan bau, warna dan konsistensi sediaan, uji pH, uji waktu sediaan mengering, uji iritasi kulit dan uji efektivitas sediaan anti-aging terhadap perawatan kulit sukarelawan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi, Laboratorium Kosmetologi dan Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat-alat

Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat- alat gelas, alu, aluminium foil, batang pengaduk, blender, cawan porselen, corong, kertas perkamen, kertas saring, lemari pengering, lumpang, moisture checker (Aramo Huvis), neraca analitik (Boeco Germany), penangas air, pH meter (Hanna Instrument), pipet tetes, pot, rotary evaporator, spatula, sudip dan skin analyzer (Aramo-SG).

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuades, bentonit, ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis), etanol 96%,

gliserin, kaolin, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01), natrium metabisulfit, nipagin, pewangi, sodium lauril sulfat, titanium dioksida dan xanthan gum.

3.4 Penyiapan Sampel 3.4.1 Pengambilan sampel

Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga merah, buah yang telah matang dibeli dan diperoleh secara langsung dari seorang pedagang buah di Pasar Tradisional Jalan Cahaya, Kecamatan Durian, Kabupaten Medan Timur, Medan Kota, Provinsi Sumatera Utara.

3.4.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.4.3 Pengolahan simplisia

Buah naga merah dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu kulitnya dipisahkan dari buahnya, kulit yang telah dikupas lalu dikeruk bagian dalamnya untuk memastikan tidak ada lagi sisa buah yang masih melekat pada kulit, lalu kulit yang telah bersih dipotong dengan ukuran ± 3cm x 3cm untuk memudahkan dan mempercepat pengeringan kulit. Kemudian kulit buah naga merah yang telah dipotong-potong dikeringkan dalam lemari pengering dengan suhu 40-50 selama 7 hari. Setelah kering kulit buah naga merah ditimbang sebagai berat kering kemudian diserbukkan dengan menggunakan blender dan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia kulit buah naga merah.

3.4.4 Skrining fitokimia simplisia

Skrining fitokimia dilakukan menurut Depkes RI (1995) untuk mengetahui golongan senyawa alkaloida, flavonoid, glikosida, saponin dan tanin.

3.4.4.1 Pemeriksaan alkaloid

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah 0,5 g lalu ditambahkan sebanyak 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 mL filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Meyer b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.4.4.2 Pemeriksaan flavonoid

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 0,5 g dan ditambahkan 20 mL air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 mL filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.

Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

3.4.4.3 Pemeriksaan glikosida

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 mL campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 mL asam klorida 2N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 mL filtrat

ditambahkan 25 mL air suling dan 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 mL campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50 . Sisanya dilarutkan dalam 2 mL methanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 mL larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch.

Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.4.4.4 Pemeriksaan saponin

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.4.4.5 Pemeriksaan tanin

Ditimbang simplisia kulit buah naga merah 0,5 g, disari dengan 10 mL air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna.

Larutan diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tannin (Farnsworth, 1966).

3.4.5 Pemeriksaan karakterisasi simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995).

3.4.5.1 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).

Cara penetapan:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 mL toluen dan 2 mL air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 mL (Depkes RI, 1995).

2. Penetapan kadar air simplisia

Sebanyak 5 g simplisia kulit buah naga merah yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik sampai bagian air terdestilasi.

Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.4.5.2 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL air-kloroform (2,5 mL kloroform dalam aquadest sampai 1

liter) dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.3 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah masing-masing dimaserasi selama 24 jam dalam 100 mL etanol 96% dengan menggunakan botol bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 5 g serbuk simplisia kulit buah naga merah yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam kurs porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs porselen bersama isinya dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.

Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.5.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam klorida 2N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, lalu dicuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar

abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah

Pembuatan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber)) dilakukan secara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979) caranya adalah sebagai berikut:

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan kedalam sebuah bejana, dituangi dengan 75 bagian (3750 mL) etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian diserkai dan diperas.

Dicuci ampas dengan 25 bagian (1250 mL) etanol 96% pada bejana tertutup hingga diperoleh 5L etanol 96%. Biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Setelah 2 hari diserkai, disaring. Maserat lalu diuapkankan dengan alat rotary-evaporator pada suhu 40-50 sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.5 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panelis adalah 12 orang mahasiswi Fakultas Farmasi USU dengan kriteria sebagai berikut:

1. Wanita berbadan sehat;

2. Usia antara 20-30 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan (Ditjen POM, 1985).

3.6 Formula Sediaan 3.6.1 Formula standar

Formula standar masker clay yang digunakan (Harry, 2000)

R/ Bentonite 1 to 8%

Xanthan Gum 0.1 to 1.0%

Kaolin 5 to 40 %

Gliserin 2 to 10%

Sodium Lauril Sulfat 2 to 20%

TiO2 < 1%

Nipagin < 1%

Parfum q.s

Aquadest ad 100%

3.6.2 Formula modifikasi masker clay blanko

R/ Bentonite 1%

Xanthan Gum 0.8%

Kaolin 32%

Gliserin 2%

Sodium Lauril Sulfat 2%

TiO2 0.5%

Nipagin 0.1%

Natrium metabisulfit 0.2%

Parfum q.s

Aquadest ad 100%

3.7 Prosedur Kerja

3.7.1 Formulasi sediaan basis masker

Cara pembuatan untuk formula basis masker clay yaitu akuades dituangkan dalam lumpang dan ditambahkan bentonit. Bentonit dibiarkan terbasahi lalu ditambahkan xanthan gum dan digerus cepat sampai seluruh gum melarut. Kaolin ditambahkan sedikit demi sedikit dalam lumpang sambil digerus dan ditambahkan TiO2 dan gliserin dalam lumpang. Disamping itu, dilarutkan natrium metabisulfit dengan nipagin dalam air panas (Larutan A) dan juga sodium lauril sulfat dilarutkan dalam akuades (Larutan B). Larutan A dituangkan kemudian digerus pelan setelah itu tuangkan perlahan-lahan larutan B dan gerus perlahan sampai terbentuk masker clay homogen.

3.7.2 Formulasi sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah

Masker clay dibuat dalam 4 formula yang dibedakan oleh konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah. Sediaan masker clay dibuat berdasarkan formulasi standar masker clay (Harry, 2000). Ekstrak kulit buah naga merah digunakan sebagai bahan aktif. Konsentrasi ekstrak yang digunakan untuk membantu masker clay anti-aging adalah 2,5%, 5% dan 7,5% dalam komposisi basis yang sama.

Sebagai blanko (F0) digunakan masker clay tanpa esktrak kulit buah naga merah.

Cara pembuatan untuk formula yang mengandung ekstrak kulit buah naga merah adalah basis masker yang telah dibuat lalu ditambahkan ekstrak kulit buah naga merah sesuai dengan berat yang ditentukan dalam formula. Formula sediaan masker clay dapat dilihat pada Tabel 3.1 halaman 39.

Tabel 3.1 Formula sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah

No. Bahan Konsentrasi (% b/b)

F0 FI FII FIII

1. Ekstrak kulit buah naga

merah 0 2,5 5 7,5

Keterangan: F0 : Masker clay tanpa ekstrak (blanko)

FI : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 2,5%

FII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 5%

FIII : Masker clay dengan ekstrak kulit buah naga merah 7,5%

3. 8 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan

Pemeriksaan mutu fisik sediaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan masker wajah. Pemeriksaan mutu fisik meliputi: pemeriksaan homogenitas, pengamatan stabilitas sediaan, pengukuran pH sediaan, pengukuran lama pengeringan sediaan masker, pengujian iritasi kulit dan pengujian efektivitas anti-aging.

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan objek gelas. Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan suasana yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM, 1979).

3.8.2 Pengamatan stabilitas sediaan

Masing-masing formula sediaan dimasukkan ke dalam pot plastik dengan masing-masing konsentrasi seberat 50g, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan meliputi bau, warna dan konsistensi sediaan masker clay. Pengamatan stabilitas sediaan masker clay dievaluasi setiap minggu selama penyimpanan 12 minggu (Sembiring, 2016).

3.8.3 Pengukuran pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan pH netral (pH 7.01) dan larutan dapar pH asam (pH 4.01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut.

Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu.

Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% (b/v) yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam akuades hingga 100 mL. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2012).

3.8.4 Pengukuran lama pengeringan sediaan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar ±25 dengan mengambil sediaan masker clay 1g dan dioleskan pada daerah wajah lalu diukur waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Dilakukan 3 kali pengukuran lama pengeringan dengan sukarelawan yang berbeda-beda (Ditjen POM, 1985).

3.8.5 Uji iritasi pada sukarelawan

Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan. Sediaan sebanyak 500mg dioleskan dibelakang telinga dengan diameter 3 cm, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan dilihat perubahan yang terjadi berupa kemerahan, gatal dan pembengkakan pada kulit (Wasitaatmadja, 1997).

3.8.6 Pengujian efektivitas anti-aging

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap sukarelawan wanita sebanyak 12 orang. Pengujian dilakukan pada daerah kulit wajah. Pengelompokan dibagi menjadi:

a. Kelompok I : 3 pengujian terhadap formula masker clay F0 (blanko) b. Kelompok II : 3 pengujian terhadap formula masker clay FI (2,5%) c. Kelompok III : 3 pengujian terhadap formula masker clay FII (5%) d. Kelompok IV : 3 pengujian terhadap formula masker clay FIII (7,5%)

Semua sukarelawan diukur terlebih dahulu kondisi kulit awal/ sebelum perlakuan dengan menggunakan perangkat skin analyzer. Parameter pengukuran meliputi:

1. Kadar air (moisture), dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat skin analyzer

2. Kehalusan (evenness), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan sensor warna biru

3. Pori wajah (pore), menggunakan lensa perbesaran 60x (normal lens) dengan sensor warna biru

4. Noda (spot), menggunakan lensa perbesaran 60x (polarizing lens) dengan sensor warna jingga

5. Keriput (wrinkle), menggunakan lensa perbesaran 10x (normal lens) dengan sensor warna biru

3.8.7 Analisis data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 19. Data terlebih dahulu dianalisis kenormalannya menggunakan Shapiro-Wilk Test untuk menentukan normalitasnya. Selanjutnya

data dianalisis menggunakan Kruskal Wallis Test untuk mengetahui efektivitas anti-aging pada kulit diantara semua formula. Selanjutnya untuk menganalisis pengaruh formula terhadap kondisi kulit selama empat minggu perawatan digunakan Mann-Whitney Test.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identitas Tumbuhan

Identifikasi sampel tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA) Departemen Biologi FMIPA, Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa sampel adalah buah naga merah spesies Hylocereus costaricensis (F.A.C Weber) Britton & Rose, family Cactaceae. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 69.

4.2 Hasil Pembuatan Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Pada pembuatan simplisia kulit buah naga merah diperoleh hasil berat simplisia sebesar 1250 gram dari 15300 gram berat kulit buah naga merah basah yang telah dikeringkan pada lemari pengering dengan suhu 40-50 selama 7 hari.

4.3 Hasil Skrining Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia kulit buah naga merah

No Golongan Senyawa Hasil

1. Alkaloid +

2. Flavonoid +

3. Glikosida +

4. Saponin +

5. Tanin -

UJi skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung pada simplisia kulit buah naga merah. Flavonoid sebagai antioksidan dapat menghambat reaksi peroksidasi lipid dan senyawa pereduksi

yang baik. Flavonoid berlaku sebagai penghambat yang baik untuk radikal hidroksil dan superoksida yang dengan demikian melindungi membran lipid yang dapat menyebabkan berkurangnya ukuran pori-pori dan meningkatkan tekstur kulit (Tapas, dkk., 2008).

4.4 Karakteristik Simplisia Kulit Buah Naga Merah

Karakteristik dari simplisia kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik simplisia kulit buah naga merah

Karakterstik Hasil Pemeriksaan (%)

Kadar air 5,996

Kadar sari larut air 42,30

Kadar sari larut etanol 33,74

Kadar abu total 7,74

Kadar abu tidak larut asam 1,663

Hasil penetapan kadar air yang terkandung dalam simplisia kulit buah naga merah yaitu 5,996% dan memenuhi persyaratan dari buku Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari 10%. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan bahan menjadi rusak ketika disimpan karena adanya pertumbuhan mikroba dan hidrolisis senyawa kimia. Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui adanya zat berkhasiat yang dapat terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin tinggi kadar yang dihasilkan berarti semakin tinggi kandungan zat berkhasiatnya (Gaman dan Sherington, 1992). Senyawa-senyawa yang dapat larut air adalah glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organik. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakinon, steroid terikat, klorofil, flavonoid dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Ditjen POM, 1979).

Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam (Ditjen POM, 1979).

4.5 Hasil Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga Merah

Hasil penyarian 1100 gram serbuk simplisia kulit buah naga merah dengan pelarut etanol 96% secara maserasi. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary-evaporator (suhu ±40 ). Ekstrak kental diperoleh sebesar 68 gram, sehingga rendemen yang diperoleh 6,18%. Ekstrak kulit buah naga merah memiliki bau khas asam dan warna coklat kehitaman.

4.6 Hasil Pembuatan Sediaan Masker

Sediaan masker clay anti-aging dibuat dengan menggunakan formula standar clay face mask neutral pH (Harry, 2000). Formula standar ini dimodifikasi agar sesuai dengan bentuk masker clay dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah sebagai anti-aging. Konsentrasi ekstrak kulit buah naga merah yang digunakan adalah konsentrasi 2,5%, 5%, dan 7,5%. Bentuk akhir dari sediaan ini adalah pasta. Warna sediaan masker adalah putih hingga putih kecoklatan dengan aroma stroberi. Formula blanko berwarna putih, sedangkan konsentrasi 2,5%, 5%

dan 7,5% berwarna putih kecoklatan. Formulasi sediaan masker clay terdiri dari ekstrak kulit buah naga merah, bentonite, xanthan gum, kaolin, gliserin, nipagin, natrium metabisulfit, titanium dioksida, sodium lauril sulfat, akuades dan parfum dengan aroma stroberi.

Kaolin merupakan bahan pengental pada sediaan masker yang berfungsi menyerap kotoran pada pori-pori, memperhalus kulit wajah, mencegah timbulnya

jerawat serta memperlancar peredaran darah. Bentonite berfungsi sebagai pelembut dengan menyerap kotoran yang menyumbat pori-pori kulit wajah.

Dilihat dari fungsi kedua bahan yang hampir sama maka dapat dikombinasikan sebagai basis masker lumpur (Fauziah, 2017).

Natrium metabisulfit merupakan antioksidan untuk mengatasi kerusakan bahan akibat adanya oksidasi. Untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh jamur/ mikroba dapat ditambahkan nipagin sebagai pengawet (Sembiring, 2016).

Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan salah satu bahan yang dapat mengikat air pada sediaan agar tidak menguap, menstabillkan sediaan dan sebagai pelembab (Hendradi, dkk., 2013).

Xanthan gum adalah bahan pengental yang berfungsi meningkatkan viskositas sediaan (Aryani dan Widjaja, 2015).

Titanium dioksida merupakan pigmen sintesis yang berwarna putih dan termasuk ke dalam zat pewarna kosmetik. Pencampuran titanium dioksida dan bentonite menghasilkan sediaan berwarna putih (Wibowo, 2017).

Sodium lauril sulfat merupakan surfaktan yang larut dalam air dan berfungsi dengan baik dan kuat dalam membersihkan kotoran dan minyak (Faisal, 2017).

4.7 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan 4.7.1 Hasil pengujian homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada objek gelas.

Lalu diratakan, jika tidak ada butiran-butiran maka sediaan dikatakan homogen (Ditjen POM, 1979). Dari keempat sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah yang diformulasikan tidak ditemukan adanya butiran kasar dari berbagai

konsentrasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah adalah homogen. Hasil homogenitas dapat dilihat

konsentrasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sediaan masker clay ekstrak kulit buah naga merah adalah homogen. Hasil homogenitas dapat dilihat

Dokumen terkait