• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Makanan

2.2.3. Bahan Pencemar Makanan

Bahan pencemar makanan adalah bahan-bahan asing yang keberadaannya tidak diinginkan dalam makanan, kecuali yang secara alami terdapat pada bahan makanan dalam jumlah yang sedikit, di luar dari bakteri.

Bahan pencemar makanan di luar bakteri adalah : 1. Bahan pencemar oleh virus

2. Bahan pencemar makanan yang bersifat kimia, adalah kontaminan makanan berupa bahan-bahan kimia. Beradanya jenis bahan pencemar ini karena dimasukkan sengaja kedalam makanan seperti bahan pengawet, pewarna, dan bahan tambahan lainnya dalam jumlah yang melebihi takarannya.

3. Bahan pencemar makanan fisik, adalah berupa kontaminan yang dapat terlihat secara kasat mata. Keberadaannya karena dibawa oleh hewan maupun karena manusia atau penjamah makanan yang mengelola makanan dengan tidak hygienis (bersih). (Depkes RI, 2004)

2.3. Bahan Tambahan Pangan (BTP) 2.3.1. Defenisi Bahan Tambahan Pangan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan atau minuman dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan, untuk menghasilkan atau

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.

Menurut FAO di dalam Saparinto (2006), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan, dimana bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama. (Saparinto dkk, 2006)

Penggunaan bahan tambahan pangan sangat sulit dihindari, mengingat bahan ini sangat bermanfaat dalam pengolahan makanan. Lagi pula, tidak semua bahan tambahan pangan memiliki efek samping terhadap kesehatan. Namun, masyarakat harus memiliki pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan sebelum menggunakannya. (Saparinto dkk, 2006).

Untuk membuat makanan yang lezat, menarik, dan tahan lama, diperlukan penanganan serta penambahan tambahan pangan yang tepat. Memang penggunaan bahan tambahan pangan bukan merupakan keharusan, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa bahan ini dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk makanan. (Saparinto dkk, 2006)

Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersial dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau menikmati pangan yang disajikan,

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang terdapat di dalamnya. (Cahyadi, 2008)

Penggunaan BTP dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Dibidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient) merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan BTP. (Cahyadi, 2008)

2.3.2. Sumber-sumber Bahan Tambahan Pangan

Berdasarkan sumbernya, bahan tambahan pangan dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yakni bahan tambahan alami dan buatan, (Saparinto dkk, 2006)

1. Bahan tambahan pangan alami

Bahan tambahan pangan alami hingga saat ini masih mendapat tempat di hati masyarakat. Bahan ini dipandang lebih aman bagi kesehatan dan mudah didapat. Namun disisi lain, bahan tambahan pangan alami mempunyai kelemahan, yaitu relatif kurang stabil kepekatannya karena mudah terpengaruh oleh panas. Selain itu, dalam penggunaannya dibutuhkan jumlah yang cukup banyak.

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

Bahan tambahan pangan sintetis merupakan hasil sintetis secara kimia. Keuntungan menggunakan bahan tambahan pangan sintetis adalah lebih stabil, lebih pekat, dan penggunaannya hanya dalam jumlah sedikit. Namun kelemahannya, bahan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan efek samping terhadap kesehatan, bahkan ada beberapa bahan tambahan pangan yang bersifat karsinogenik (dapat memicu timbulnya kanker).

2.3.3. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis. (Cahyadi, 2008)

2.3.4. Jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan

Adapun jenis-jenis bahan tambahan pangan adalah : 1. Pengikat Logam (Sekuestran)

Sekuestran atau zat pengikat logam merupakan bahan penstabil yang digunakan dalam berbagai pengolahan bahan makanan. (FAO, 2005)

2. Zat Antikerak

Zat antikerak biasanya ditambahkan pada bahan-bahan berbentuk tepung atau butiran yang bersifat higroskopik untuk mempertahankan sifat butirannya. Zat antikerak akan melapisi partikel-partikel bahan dan menyerap air yang berlebihan atau membentuk campuran senyawa yang tidak dapat larut. Karena itulah Ca-silikat sering dipakai dalam campuran tepung maupun rempah-rempah yang mengandung minyak atsiri. (FAO, 2005)

3. Zat Pemantap

Pada proses pengolahan, pemanasan, atau pembekuan dapat melunakkan sayuran sehingga menjadi lunak yang sebelumnya ’tegar’. Hal ini karena komponen penyusun dinding sayuran tersebut yang disebut pektin. Agar tetap menjadi ’tegar’, maka ditambahkan zat pemantap yang umumnya dibuat dari garam seperti CaCl2, Ca-sitrat, CaS04, Ca-laktat, dan Ca-monofosfat , namun rasanya pahit dan sulit larut. (FAO, 2005)

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

Zat pemanis sintetik biasanya digunakan sebagai pemanis yang menggantikan gula tetapi memiliki nilai kalori yang lebih rendah daripada gula. Meskipun telah banyak ditemukan zat pemanis sintetik, tetapi beberapa saja yang boleh dipakai dalam bahan makanan. Seperti Natrium siklamat, kalsium siklamat yang dilarang penggunaannya di Amerika Serikat sedangkan natrium sakarin telah dilarang di Kanada karena diperkirakan bersifat karsinogen (penyebab kanker). Di Indonesia pengunaan siklamat masih diijinkan, tetapi sebenarnya hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksamina merupakan senyawa karsinogenik, pembuangan sikloheksamina melalui urin dapat merangsang tumbuhnya tumor kandung kemih pada tikus. (FAO, 2005)

5. Penjernih Larutan

Masalah yang utama dalam pembuatan bit, anggur, dan sari buah adalah timbulnya kekeruhan, pengendapan, dan oksidasi yang menyebabkan perubahan warna. Untuk menghilangkan kekeruhan itu dapat dipakai enzim yang dapat menjernihkan larutan, tetapi kadang-kadang terbentuk busa bila kadar enzim terlalu banyak. (FAO, 2005)

6. Zat Pemucat

Tepung terigu yang baru berwarna kekuningan dan bersifat kurang elastis. Bila dijadikan adonan roti, tidak dapat mengembang dengan baik. Untuk memperoleh terigu dengan mutu baik, terigu dibiarkan (diperam) lebih kurang enam minggu. Tentu saja proses pemeraman ini sangat tidak praktis, oleh karena itu untuk mempercepatnya

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

biasanya ditambahkan zat pemucat. Zat pemucat ini bersifat oksidator. Pemakaian zat pemucat yang berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya tidak merata, berwama keabu-abuan, dan volumenya menyusut. (FAO, 2005)

7. Asidulan (Zat Pengasam)

Asidulan berguna sebagai penegas rasa dan wama yang tidak disukai. Sifat asamnya dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet. Asam yang banyak digunakan pada bahan makanan adalah asam organik seperti asam asetat, asam laktat, asam sitrat, asam fumarat, asam malat, asam suksinat, dan asam tartrat. Sedangkan satu-satunya asam organik yang digunakan sebagai pengasam makanan adalah asam fosfat. (FAO, 2005)

8. Pengembang Adonan

Bahan pengembang adonan yang sekarang dipakai menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat menghasilkan gas C02 sehingga adonan menjadi bervolume. (FAO, 2005)

9. Zat Pengawet

- Zat Pengawet Organik. - Zat Pengawet Anorganik.

Salah satu zat pengawet anorganik yang tidak boleh digunakan adalah formalin dan boraks. Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. (FAO, 2005)

12. Surfaktan

Surfaktan digunakan dalam pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Pemakaian surfaktan selama produk disimpan akan mempertahankan viskositas, tekstur, mouthfeel, dan memperpanjang masa simpannya. Yang termasuk dalam golongan surfaktan adalah pengemulsi, penstabil, pengental, dan pembasah. (FAO, 2005)

13. Pewarna

- Pewarna Alami.

Adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik.

- Pewarna sintetis.

Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril

metana, quinolin, xantin dan indigoid. (FAO, 2005)

2.3.5. Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1186/Menkes/Per/X/1999, Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan digunakan pada makanan adalah :

1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang terdiri dari golongan : a. Antioksidan

BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.

Contoh : asam askorbat, asam eritorbat, butyl hidroksi toluene. b. Antikempal

BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.

Contoh : aluminium silikat, magnesium karbonat, miristat. c. Pengatur keasaman (pengasam, penetral, pendapar)

BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman.

d. Pemanis buatan

BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

Contoh : sakarin, siklamat sorbitol. e. Pemutih dan pematang tepung

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

Contoh : natrium karbonat, natrium sitrat, natrium malat. f. Pengemulsi, pemantap, pengental

BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan system disperse yang homogen pada makanan.

Contoh : agar, ammonium arginat, gelatin. g. Pengawet

BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.

Contoh : natrium benzoat, asam sorbat, natrium bisulfit. h. Pengeras

BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contoh : aluminium sulfat, kalsium glukonat, kalsium laktat.

i. Pewarna

BTP yang dapat memperbaiki dan memberi warna pada makanan. Contoh : caramel, kantasatin, betakaroten.

j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa

BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contoh : asam butirat, etil vanillin, benzal dehida.

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstur.

Contoh : asam fosfat, asam sitrat, natrium pirofosfat.

2. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu makanan antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

3. Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam pengawet, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

4. Batas penggunaan ”secukupnya” adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan tambahan pangan tersebut.

5. Pada bahan tambahan pangan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan garam benzoate dihitung sebagai asam benzoate, garam sorbet sebagai asam sorbet.

2.3.6. Persyaratan Bahan Tambahan Pangan

Pada dasarnya persyaratan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang digunakan adalah sebagai berikut (Depkes, 2004) :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi.

2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang diperlukan dalam penggunaannya.

3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali jika perlu sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang telah ditetapkan.

5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain secara ekonomis dan teknis.

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah mungkin tetapi masih berfungsi seperti yang dikehendaki.

2.3.7. Bahan Tambahan Pangan Yang Tidak Diizinkan

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1186/Menkes/Per/X/1999, bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan atau dilarang digunakan dalam makanan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan, terdapat secara tidak sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi, pengolahan, atau pengemasan.

Bahan kimia berbahaya juga sering disalahgunakan pada pangan antara lain boraks, formalin, rhodamin B, dan kuning metanil. Keempat bahan kimia tersebut dilarang digunakan untuk pangan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berikut ini merupakan sejumlah tujuan penggunaan dari senyawa-senyawa tersebut yaitu (Joomla, 2006) :

a. Boraks digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, anti jamur kayu, pembasmi kecoa, antiseptik, obat untuk kulit dalam bentuk salep, campuran pembersih.

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

b. Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain, bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan peledak, dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan untuk pengawet mayat, bahan pembuatan pupuk lepas lambat

(slow- release fertilizer) dalam bentuk urea, formaldehid: bahan untuk pembuatan

parfum, bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk insulasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood), dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan pembersih karpet. c. Rhodamin B digunakan sebagai zat warna untuk kertas, tekstil (sutra, wool, kapas),

sabun, kayu dan kulit, sebagai reagensia di laboratorium untuk pengujian antimon, kobal, niobium, emas, mangan, air raksa, tantalum, talium dan tungsten; untuk pewarna biologik.

d. Kuning metanil selain digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat, juga digunakan sebagai indikator reaksi netralisasi (asam-basa).

Ada beberapa jenis bahan tambahan pangan yang dilarang penggunaannya, sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tanggal 22 September 1988 dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1186/Menkes/Per/X/1999. Beberapa bahan tambahan pangan tersebut yaitu : Asam borat dan senyawanya, Asam salisilat dan garamnya,

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

Dietilpirokarbonat, Dulsin, Kalium klorat, Kloramfenikol, Minyak nabati yang dibrominasi, Nitrofurazon, dan Formalin.

2.3.8. Efek Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya

Pada umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau mempertahankan mutu. Beberapa bahan kimia yang bersifat toksik (beracun) jika digunakan dalam pangan akan menyebabkan penyakit atau bahkan kematian. Oleh karena itu, dalam peraturan pangan dilarang menggunakan bahan kimia berbahaya dalam pangan. Adapun masalah yang dapat timbul apabila menggunakan bahan kimia berbahaya untuk pangan seperti berikut adalah : 1. Rhodamin B

Rhodamin B adalah pewarna merah terang komersial, ditemukan bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Rhodamin B bisa menumpuk di lemak sehingga lama-kelamaan jumlahnya akan terus bertambah. Rhodamin B diserap lebih banyak pada saluran pencernaan dan menunjukkan ikatan protein yang kuat. Kerusakan pada hati tikus terjadi akibat makanan yang mengandung rhodamin B dalam konsentrasi tinggi. Paparan Rhodamin B dalam waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.(Joomla, 2006)

2. Formalin

Formalin adalah larutan formaldehida dalam air dan dilarang digunakan dalam industri pangan sebagai pengawet. Paparan formaldehid melalui saluran pencernaan dapat mengakibatkan luka korosif terhadap selaput lendir saluran pencernaan disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat dan perforasi lambung. Efek sistemik dapat berupa depresi susunan syaraf pusat, koma, kejang, albuminaria, terdapatnya sel darah merah di urine

Helena Sinaga : Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Guru Sekolah Dasar Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Tambahan Pangan Dan Bahan Kimia Berbahaya Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009, 2009.

(hematuria) dan asidosis metabolik. Dosis fatal formalin melalui saluran pencernaan pernah dilaporkan sebesar 30 ml. Formaldehid dapat mematikan sisi aktif dari protein- protein vital dalam tubuh, maka molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya fungsi sel akan terhenti. Pada dasarnya, formaldehid dalam jaringan tubuh sebagian besar akan dimetabolisir kurang dari 2 menit oleh enzim formaldehid dehidrogenase menjadi asam format yang kemudian diekskresikan tubuh melalui urin dan sebagian dirubah menjadi CO2 yang dibuang melalui nafas. Fraksi formaldehid yang tidak mengalami metabolisme akan terikat secara stabil dengan makromolekul seluler protein DNA yang dapat berupa ikatan silang (cross-linked). Ikatan silang formaldehid dengan DNA dan protein ini diduga bertanggungjawab atas terjadinya kekacauan informasi genetik dan konsekuensi lebih lanjut seperti terjadi mutasi genetik dan sel kanker. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir generasi dengan cacat gen. Dalam pada itu, International Agency Research on Cancer (IARC) mengklasifikasikannya sebagai karsinogenik golongan 1 (cukup bukti sebagai karsinogen pada manusia), khususnya pada saluran pernafasan. (Joomla, 2006)

3. Boraks

Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur

Dokumen terkait