• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi,pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba.

Akan tetapi tidak jarang produsen menggunakannya pada pangan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau memperbaiki tekstur.

Penggunaan bahan pengawet dalam pangan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan pangan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan pangan lainnya karena pangan mempunyai sifat yang berbeda- beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Pada saat ini, masih banyak ditemukan penggunaan bahan – bahan pengawet yang dilarang untuk digunakan dalam pangan dan berbahaya bagi kesehatan, seperti boraks dan formalin ( Cahyadi,2017).

Bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecahkan senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak

dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan (Cahyadi,2017).

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan daging, ikan, dan jagung. Demikian pula pengawetan menggunakan garam, asam, dan gula telah dikenal sejak dulu kala. Secara umum penambahan bahan pengawet bertujuan sebagai berikut

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun tidak pathogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan 2.3.1 Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

Bahan pangan biasanya rusak karena adanya mikroorganisme yang bersifat patogen (menyebabkan kerugian dan kerusakan pada suatu bahan pangan).

Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda – beda antara senyawa yang satu dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Formaldehid dapat merusak bakteri karena

bakteri adalah protein. Pada reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus – gugus polar dari peptidanya. Selain menyerang gugus -NH2 dari lisin formaldehid juga menyerang residu tirosin dan histidin (Cahyadi, 2017).

2.4 Formalin

2.4.1 Pengertian Formalin

Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin. Formaldehid merupakan bahan tambahan kimia yang efisien, tetapi dilarang ditambahkan pada bahan pangan (makanan), tetapi ada kemungkinan formaldehid digunakan dalam pengawetan susu, tahu, mie, ikan asin, ikan basah, dan produk pangan lainnya (Cahyadi,2017).

Gambar 2 Struktur Kimia Formalin (sumber : Cahyadi, 2017)

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10 – 40 % dari formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptic, germisida dan pengawet non makanan. Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol. Dipasaran, formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah diencerkan, dengan kandungan formaldehid 10 – 40 persen

2.4.2 Sifat Formalin

Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar 20-40%, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah metanol hingga 15% sebagai stabilisator.

Sifat fisik larutan formaldehida adalah merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh.

Biasanya disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya dengan suhu tempat penyimpanan di atas 20. Formaldehida dalam udara bebas berada dalam bentuk gas, namun bisa larut dalam air. Larutan formaldehida yang dijual di pasaran menggunakan merek dagang formalin atau formol. Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi (sangat sedikit yang berada dalam bentuk monomer CH2O) (Tangdiongga, 2015).

2.4.3 Fungsi Formalin

Fungsi formalin sebagai antiseptik, germisida, dan pengawet non-makanan.

Penggunaan formalin yang salah kerap sekali dilakukan dalam mengawetkan pangan untuk memperpanjang umur simpan, walaupun senyawa ini sesungguhnya dilarang mengingat bahayanya bagi kesehatan, seperti dapat menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan saraf serta kegagalan peredaran darah. Pada jangka panjang formalin dalam dosis rendah dapat memicu perkembangan sel-sel kanker. Pada konsentrasi sangat tinggi dapat menyebabkan kematian (Adwiria, 2019).

Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan

efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin dapat digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dalam dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat yang akan dipelajari dalam Pendidikan mahasiswa kedokteran maupun kedokteran hewan.

Untuk pengawetan, biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10 % (Yuliarti, 2007).

2.4.4 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan

Departemen Kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan seperti yang disusun oleh komisi Codex Alimentarius. Formalin bersama – sama boraks termasuk dalam daftar bahwa tambahan kimia yang dilarang digunakan. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hamper semua zat di dalam sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh. Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan berifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Cahyadi,2017).

Formaldehida yang terhirup lewat pernafasan (inhalasi) akan segera diabsorbsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar dan lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis yang lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema pulmonary atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis. Jika masuk lewat penelanan (ingestion) sebanyak 30 ml (2 sendok makan) dari larutan formaldehida dapat menyebabkan kematian, hal ini disebabkan sifat korosif larutan formaldehida terhadap mukosa saluran cerna lambung, disertai mual, muntah, nyeri, pendarahan dan perforasi. Jika terpapar secara terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada hati, ginjal dan jantung (Tangdiongga, 2015).

2.4.5 Cara Menyimpan Formalin Cara Penyimpanan formalin

1) Jangan di simpan di lingkungan bertemperatur di bawah 150 C.

2) Tempat penyimpanan harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen atau polyester yang dilapisi fiberglass.

3) Tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja besi, tembaga, nikel atau campuran seng dengan permukaan yang tidak dilindungi / dilapisi.

4) Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan berada di atas 600 C (Malau,2019).

Dokumen terkait