• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari bit atau tebu. Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert. Inversi sukrosa terjadi dalam suasana asam (Winarno, 2004).

Gula adalah karbohidrat murni yang tidak tersusun atas nutrien lainnya seperti:

lemak, protein, vitamin, dan mineral karena gula merupakan karbohidrat yang murni maka gula disebut kalori kosong. Gula pasir merupakan hasil dari batang tebu yang digiling dan diperas kemudian cairannya yang manis diolah menjadi gula, gula pasir atau sukrosa adalah disakarida yang tersusun dari satu gugus glukosa dan satu gugus fruktosa (Tirtowinata, 2006).

Industri-industri makanan biasanya mengunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan sukrosa yang disebut

11 dalam air, mudah terhidrolisis oleh asam, berasa manis dan mempunyai titik leleh 60oC (Winarno, 1997).

Adapun standar mutu gula pasir menurut standar industri di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Syarat mutu gula pasir

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

GKP GKM Belerang Dioksida (SO4) mg/Kg Cemaran Logam :

Air yang berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan harus memenuhi standar mutu yang harus diperlukan untuk air minum dengan nilai pH satu larutan ialah angka antara 0 sampai dengan 14 yang menunjukan keasaman (acidity) atau pengaraman (alkality) dalam larutan. Apabila nilai pH 7 berarti netral, bila di bawah 7 larutan asam (acid), semakin rendah pH larutan semakin asam, sebaliknya semakin tinggi pH berarti larutan bersifat alkali (Stanley et al., 2000).

2.6.3 Penstabil (stabilizer)

Stabilitas merupakan kemampuan larutan untuk bercampur secara merata.

Setiap partikel dalam larutan akan memiliki karakteristik kohesif atau adesif.

Kemampuan untuk bersifat kohesif inilah yang akan menentukan kualitas homogenasi dari sebuah larutan. Larutan dengan partikel lain jenis terpisah (lebih bersifat adesif) dapat dicampur salah satunya dengan menggunakan penstabil (hidrokoloid) sehingga tingkat homogenasinya jadi lebih baik (Anonim, 2008).

2.6 CMC (Carboxyl Methil Celulose)

Winarno (1991), Natrium CMC merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan adalah garam Na CMC murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan Adapun struktur kimia CMC disajikan pada Gambar 2 berikut ini:

Gambar 2. Struktur kimia CMC (Kamal, 2010)

CMC adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan penyebaran antibiotik (Winarno, 1995).

CMC dalam produk minuman berperan sebagai bahan penstabil. CMC dapat membentuk sistem disperse koloid dan meningkatkan viskositas sehingga

partikel-13 gugus karboksil CMC dengan gugus muatan positif dari protein (Kusbiantoro, et al., 2005).

Dewayani et al. (2002), pada sari buah markisa yang diberi agar dan CMC padatan tersuspensi masih terdispersi merata dan tinggi supernatant belum berubah sampai satu bulan penyimpanan, kecuali sari buah yag diberi agar mengalami pengendapan. Hal ini yang menunjukkan yang paling konsistensi sebagai bahan penstabil sari buah markisa adalah CMC. Viskositas lebih besar (lebih kental) pada nectar buah jambu biji yang diberi perlakuan dengan bahan penstabil CMC 0,75%

dan 0,10% (Tamaroh, 2004).

2.7 Karaginan

Karaginan merupakan komoditif industri yang penambahannya semakin meluas dan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan berkembangnya industri-industri terutama industri-industri dairy product (Fahmitasari, 2004). Banyak industri-industri-industri-industri makanan yang sudah menggunakan karaginan sebagai bahan tambahan untuk mendapatkan produk yang bernilai tinggi. Pasta gigi, sabun mandi cair, ice cream adalah contoh produk industri yang menggunakan karaginan sebagai pengentalnya (Asis, 2009). Adapun struktur kimia karaginan disajikan pada Gambar 3 berikut ini:

Gambar 3. Struktur kimia karaginan (Imenson, 2000)

Sifat-sifat kadar kimia karaginan ditentukan oleh kelarutan, viskositas, kekuatan gel, dan stabilitasnya. Karaginan biasanya mengandung unsur berupa garam sodium dan potassium yang berfungsi untuk menentukan sifat-sifat karaginan (Fahmitasari 2004).

Karaginan dapat diaplikasikan pada berbagai produk seperti pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi, dan pembentuk tekstur emulsi. Karaginan dapat diaplikasikan terutama dalam produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, dan produk susu. Saat ini karaginan bahkan diaplikasikan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, pakan ternak dan lain sebagainya (Suptijah, 2002).

Standar mutu karaginan menurut Food Chemical Codex (FCC), Food and Drugs Administration (FDA) dan Food and Agriculture Organization (FAO) disajikan pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Standar mutu karaginan

Spesifikasi FCC FDA FAO

Kadar air (%) Maks. 12 - Maks.12

Sulfat (%) 18-40 20-40 15-40

Abu (%) Maks. 35 - 15-40

Abu tak larut asam (%) Maks.1 - Maks. 1

Bahan tak larut asam (%) - - Maks. 2

Timbal (ppm) Maks.4 - Maks. 10

Viskositas 1,5 % sol (cP) Min.5 Min.5 Min. 5 Sumber : Purnama (2003)

Sifat karaginan sebagai pembentuk gel yang fleksibel juga dapat dipakai sebagai penstabil dan pengental. Karaginan digunakan dalam konsentrasi yang rendah untuk menstabilkan sistem suspensi dan emulsi. Ketika digunakan dalam konsentrasi rendah, struktur gel karaginan tidak terdeteksi (gel tidak terbentuk), dan sebagai gantinya viskositas sistem bertambah. Dalam hal ini karaginan dapat digunakan pula sebagai bahan penstabil dan pengental suatu sistem suspensi atau emulsi tanpa adanya pembentukan gel. Sifat karaginan yang seperti itu dimanfaatkan dalam industri daging atau ikan kaleng, susu, dan pasta gigi. Dalam produk gel dari susu seperti flan, kappa karaginan merupakan bahan pembentuk gel paling ekonomis (Skensved, 2004).

Karaginan diekstrak dari rumput laut dan hanya menghasilkan serat dan tidak

15 bahan penstabil pada produk pangan. Beberapa rumput laut merah komersial menyediakan berbagai jenis ekstrak karaginan dengan perbedaan pada komposisi dan pembentukan molekulnya yang menyebabkan adanya profil rheology yang berbeda satu sama lain, pembentukan gel dan teskturnya, serta perubahan densitas molekul dan interaksi dengan pengental dan protein lainnya. Karaginan memegang peranan dan fungsi penting dalam formulasi untuk membentuk tekstur dan struktur, dan kestabilan fisik pada produk pangan. Karaginan banyak digunakan dalam pembuatan salad dressing, olahan daging, es krim, pudding jeli dan berbagai macam produk lain (Imeson, 2010).

2.8 Viskositas

Viskositas adalah pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir. Satuan dari viskositas adalah poise (1 poise =100 cP). Makin tinggi viskositas menandakan makin besarnya tahanan cairan yang bersangkutan (FMC Corp. 1977). Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid. Pada prinsipnya pengukuran viskositas adalah mengukur ketahanan gesekan lapisan molekul cairan yang berdekatan. Viskositas yang tinggi dari suatu materi disebabkan karena gesekan internal yang besar sehingga cairannya mengalir. Viskositas meningkat secara eksponensial dengan konsentrasi. Sifat ini berlaku pada polimer linear yang mempunyai beberapa gugus dan sebagai akibat meningkatnya konsentrasi interaksi antara rantai-rantai polimer (Winata, 2008).

Dokumen terkait