• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Karo

Dalam dokumen Program Aplikasi Kamus Indonesia-Karo. (Halaman 30-34)

BAHASA DAN BUDAYA KARO

3.1 Bahasa Karo

Bahasa Karo merupakan salah satu bahasa daerah diantara ribuan bahsa daerah di nusantara. Sebagai bahasa daerah, bahasa Karo memiliki kekhasan dalam hal tata bahasa dan arti kata. Hal itu membedakannya dari bahasa daerah lain, khususnya bahsa Batak lainnya.

Namun, kekhasan dan kekuatan bahasa Karo ini masih lebih banyak ditemukan dalam wujud lisan daripada tulisan. Belum banyak dalam bentuk tulisan yang sungguh-sungguh lengkap dan menyeluruh.

Bahasa Batak Karo adalah bentuk bahasa Austronesia Barat yang digunakan di dareah Pulau Sumatera sebelah Utara pada wilayah Kepulauan Indonesia (Dyen 1965:26). Istilah Batak sendiri mengacu pada sekumpulan suku atau kelompok yang memiliki kaitan secara cultural (Viner 1979:90).

Bahasa asli Karo disebut sebagai “cakap karo” (istilah dalam bahasa karo”) atau bahasa Karo (istilah dalah bahasa Indonesia). Berbeda halnya dengan kaum masyrakat Batak lainnya, masyarakat Karo belum begitu terpengaruh oleh bahasa dan budaya masyarakat batak lainnya. Selain dari kaum anak-anak dan usia lanjut, orang-orang Karo

21

umunya juga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam bidang pendidikan dan komunikasi masyrakat luas.

Menurut Voorhoeve (1955:9), bahasa suku-suku Batak ini dapat dibagi ke dalam dua kelompok yang masing-masing memiliki karateristik mendasar berbeda satu sama lainnya. Bahasa Karo memiliki keterkaitan erat dengan ketiga bahasa masyarakat di sekitarnya, yaitu masyarakat Alas disebelah barat, masyarakat Pakpak di sebelah selatan dan masyarakat Simalungun di sebelah timur. Dari perbandingan dengan mengambi; 207 pokok perbendaharaan kata dari bahsa karo dan ketiga bahasa masyrakat tetangga ini didapatkan persentase kesamaan perbendaharaan kata sevara berturut-turut yaitu sebesar 76% dengan Alas, 81% dengan Pakpak dan 80% dengan Simalungun. Oleh karena itu, bahsa karo pada umunya lebih mudah dipahami oleh orang batak Pakpak dan Alas dibandingkan dengan pemahaman bahasa Pakpak dan alas oleh orang Karo.

Di dalam masyarakat Batak Karo sendoro terdapat berbagai bentuk perbedaan dialek satu sma lain yang walaupoun demikian tidak sampai menghambat pemahaman satu sama lain. Tarigan dan Tarigan (1979:3) mengidentifikasikan sebanyak tiga dialek utama, yaitu dialek Karo Gunung-gunung yang digunakan di dataran tinggi, dialek Kabanjahe yang digunakan di sebelah timur dataran tinggi serta dialek Jahe-jahe yang digunakn di wilayah tanah Karo di Kabupaten Deli Serdang.

Dengan berbagai dialek yang ada, hanya dialek Karo timur dataran tinggi yang tampaknya diterima oleh orang awam sebagai varian standar bahasa Karo oleh mayarakat pada umunya. Kesimpulan ini didasarkan pada realita bahwa di tengah-tengah wilayah ini terletak kota kabanjahe yang merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Karo.

3.1.1 Sastra Bahasa Karo

1. “Tabas” atau mantra adalah untuk para “guru si baso” (dukun) dan masyaeakat awam jarang mengetahuinya. Umunnya tabas ini digunakan untuk mengobati orang sakit, upacara pemanggilan roh dan sebagainya.

2. Pantun dikenal dengan 2 jenos berupa pantun biasa dan pantun berkias. Biasanya dugunakan untuk golongan muda-mudi yang sedang pacaran, orang tua yang ingin menyampaikan petuah dan nasehat atau bias juga dinyanyikan oleh para biduan di dalam acara pertunjukan kesenian tradisional.

3. Perumpamaan atau tamsil, menurut Singarimbun, perumpamaaan Karo ada yang memakai keterangan dan ada pula yang tidak. Keterenagna itu dapat disebut lebih dahulu dan dibelakang.

4. Turin-turin atau cerita adalah berbentuk prosa mengenai berbagai hal sseperti kesedihan, kesaktian, asal usul kampong, hewan, legenda, dll.

5.Cakep Lumat merupakan dialog diselang-selingi dengan pepatag, perumpamaan, pantun dan gurindam yang dugunkana untuk sepasang kekasih untuk saling menggoda.

6. Bilang-bilang adalah kata-kata yang dilagukan atau didendangkan berupa ratapan peleh orang (bisanya kaum wanita) yang sedang mengalami kemalangan.

7. Ndung-ndungen adalah sejenis puisi tradisional yang hamper sama dengan pantun dalam sastra Melayu, terdiri dari empat baris, dimana dua baris pertama adalah sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi.

8. Ermangmang adalah bila seseorang “guru si baso” atau orang lain mengucapkan pidato tanpa teks dihadapan kaum kerabat yang menghadiri suatu upacara meisalnya memanggil arwah leluhur.

23

3.1.2 Peranan dan Kedudukan Bahasa Karo

Bahasa Karo digunakan oleh masyarakat pemakainya terutama dalam a. Pergaulan sehari-hari

b. Upacara adat

Didalam kedua jenis kegiatan itu jelas terlihat peranan bahasa Karo secara penuh. Masyrakat Karo mempunyai sikap positif terhadap bahsanya. Sikap positif ini tampaknya benar-benar lahir atas kesadaran bahwa tanpa menggunakan bahasa Karo, hubungan antara si pembicara dengan si pendengar terasa kaku atau upacara yang disampaikan dengan memakai bahasa lain dirasakan kurang mantap. Bahasa Indonesia akan digunakan apabila diantara mereka ada yang tidak mengerti bahasa Karo.

Dalam pergaulan sehari-hari peranan bahasa Karo sangat fungisional. Pemakaianya tidak saja terbatas pada suku Karo, tetapi juga oleh suku-suku pendatang. Di kantor-kantor pemerintah dan swasta dpergunakan juga bahasa Karo. Pegawai pemerintah yang memberikan penyuluhan atau penerangan kepada masyraakat desa juga menggunakan bahasa Karo, disamping bahasa Indonesia.

Dalam upacara adapt, bahasa Karo sangat berperan. Apabila dibandingkan pemakaian bahasa Karo sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, penggunaan bahasa Karo pada upacara adat memperlihatkan corak tertentu, yaitu adanya variasi yang tampaknya berbeda dari penggunaan sehari-hari.

3.1.3 Aksara Karo

Huruf (aksara) Karo terdiri atas 21 huruf induk utama ditambah sisipan “Ketelengen” dan lain-lain. Aksara Karo ini digunkan untuk menuliskan bahan ramuan obat, mantra ilmu-ilmu gaib, ilmu-ilmu tenun dan cerita-cerita. Umunya tulisan itu dibuat pada kulit kayu, bambu dan tulang hewan. Gambar Aksara Karo dapat dilihat pada gambar 3.1

Gambar 3.1 Aksara Karo

Jadi induk huruf terdiri dari dua hruf pada tulisan dan bunyi latin. Huruf-huruf Karo semuanya berbunyi akhir dengan “a”, kecuali pada induk “i: dan “u”.

Dalam dokumen Program Aplikasi Kamus Indonesia-Karo. (Halaman 30-34)

Dokumen terkait