• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode penerjemahan yang memiliki kecenderungan pada bahasa sasaran dibagi menjadi empat metode (Newmark, 1988: 45). Metode-metode tersebut anatara lain; metode penerjemahan adaptasi (adaptation translation), metode penerjemahan bebas (free translation), metode penerjemahan idiomatik (idiomatic translation), dan metode penerjemahan komunikatif (communicative translation).

Penerapan seluruh metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran tersebut ditemukan dalam penelitian ini.

2.1. Metode Penerjemahan Adaptasi (Adaptation Translation)

Metode ini merupakan metode penerjemahan yang paling bebas karena tidak terikat dengan teks yang mengandung komponen budaya disepadankan dengan budaya bahasa sasaran, sehingga terjemahan yang dihasilkan mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Biasanya metode ini digunakan dalam drama (Newmark, 1988: 46). Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan adaptasi beserta analisisnya:

Tabel 40. Contoh Metode Penerjemahan Adaptasi dan Analisis No. 10

Bahasa Sumber

... ت ك س ا ك ل ض ف ن م ... ت ك ا س

Uskut... min fadhlika uskut (TSu, hal. 37)

Bahasa Sasaran “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!” (TSa, hal.

22)

Metode Penerjemahan Adaptasi

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 10 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita Pak pos yang menuturkan amarah kepada seorang laki-laki karena mengomentari perbuatan yang dilakukan oleh Pak pos tersebut. Penerjemah telah menggunakan

metode penerjemahan adaptasi. Dilihat kata dalam BSu, yaitu kata

ت / ك ا س

Uskut,

merupakan fi’l amr. Dalam kamus Al-Munawwir (1997: 643) berasal dari kata

س

ت / ك

sakata berarti “diam”. Kemudian, frasa

ك ل ض ف ن م /

min fadhlika, dalam

kamus elektronik Al-Maaniy (2016) berarti “silakan”. Sedangkan dari data di atas, hasil terjemahan menjadi “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!”.

Maka, penerjemah mengambil metode penerjemahan yang paling bebas dan tidak terikat dengan teks serta menyesuaikan komponen budaya BSu ke BSa yang dapat disepadankan. Sehingga terjemahan yang dihasilkan mudah dipahami dan diterima oleh pembaca bahasa sasaran.

2.2. Metode Penerjemahan Bebas (Free Translation)

Metode penerjemahan bebas lebih memperhatikan isi atau pesan yang dimuat dalam teks asli daripada bentuknya. Metode ini biasanya menghasilkan makna yang lebih panjang daripada teks bahasa sumber (Newmark, 1988: 46).

Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan bebas dan uraiannya:

Tabel 41. Contoh Metode Penerjemahan Bebas dan Analisis No. 12

Bahasa Sumber

؟ ة ي ر ج را ح ت ن لا ن أ ف ر ع ت ل أ ... ! ًاب ج ع

‘Ajabān! Allā ta’rifu anna al-intichāra jarīmatun? (TSu, hal. 45)

Bahasa Sasaran “Aneh! Apakah Anda tidak mengetahui bahwa bunuh diri

termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan?” (TSa, hal. 28)

Metode Penerjemahan Bebas

Jenis Tuturan Tuturan Heran

Pada tabel data no. 12 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki yang hendak melakukan aksi bunuh diri tetapi gagal hingga kasus tersebut sampai ke pengadilan. Sang jaksa menuturkan ungkapan heran kepada laki-laki tersebut. Dalam data di atas, penerjemah menggunakan metode penerjemahan bebas. Terdapat pada klausa dalam BSu,

/ ي ة ج ر را ح ت ل ن ا أ ن /

anna

al-intichāra jarīmatun, kemudian hasil terjemahan dalam BSa menjadi “bahwa

bunuh diri termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan”. Maka, penerjemah menerjemahkan secara bebas dengan membuat parafrase dan kreasi makna yang lebih panjang dari teks asli serta strukturnya menyesuaikan bahasa sasaran.

Dengan demikian dapat dipahami dan berterima pada pembaca bahasa sasaran.

2.3. Metode Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)

Metode ini memproduksi pesan asli, tetapi cenderung mendistorsi nuansa makna dengan memilih koloqualisme dan idiom yang tidak terdapat dalam bahasa aslinya atau terjemahan alami. (Newmark, 1988: 47). Berikut contoh penerapan metode penerjemahan idiomatik beserta analisisnya:

Tabel 42. Contoh Metode Penerjemahan Idiomatik dan Analisis

Kafā ... kafā ... mushibatun nazalat ‘ala ra’sī wantahā al-amr! Min aina thala’ta lī ayyatuhā al-makhlūqatu? (TSu, hal. 47)

Bahasa Sasaran “Cukup sudah... cukup! Aku telah tertimpa musibah dan sekarang....selesai! Dari mana

kamu datang wahai makhluk Tuhan?” (TSa, hal. 30)

Metode Penerjemahan Idiom

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 16 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki yang ingin bunuh diri namun digagalkan oleh seorang perempuan, sehingga laki-laki tersebut menuturkan ungkapan amarah. Pada kasus tersebut, penerjemah menggunakan metode penerjemahan idiomatik. Dalam BSu, terdapat klausa

ى س أ ر ى ل ع ت ز ل ن ي ب ة ص م /

mushibatun nazalat ‘alā rasī, dalam BSa diartikan “Aku telah tertimpa musibah”. Jika diterjemahkan secara harfiah, kata

م

ي ب ة / ص

mushibatun dalam kamus Al-Munawwir (2007: 592) berarti musibah, dan

kata

ت / ن ز ل

nazalat dalam kamus Al- Munawwir (2007: 917) berasal dari kata

ل ز ن –

ل ز ن ي /

nazala – yanzilu berarti turun, berkedudukan sebagai fi’l mādhi, kata

ى ع ل

/

‘alā berarti di atas dan berkedudukan sebagai charfun jar, kemudian kata

ى / س ر أ

rasī dalam kamus Al-Munawwir (2007: 424) berarti kepala. Hasil terjemahan

secara harfiah menjadi “musibah telah turun di atas kepalaku”. Penerjemah mencoba memproduksi pesan asli dan memilih nuansa makna idiom yang tidak terdapat pada terjemahan asli. Maka, hasil terjemahan dalam BSa dapat lebih mudah dimengerti dan diterima oleh pembaca bahasa sasaran.

2.4. Metode Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)

Metode penerjemahan komunikatif tidak terikat dengan teks tertulis, tapi lebih mementingkan konteks dalam proses penerjemahannya agar hasilnya baik dari segi isi maupun bahasa dan mudah diterima atau dipahami oleh pembaca (Newmark, 1988: 47). Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan komunikatif dan uraiannya:

Tabel 43. Contoh Metode Penerjemahan Komunikatif dan Analisis No. 3

Bahasa Sumber

... ي ث ك ... ي ث ك ا ذ ه ... ! ع م طل ل ي

Yā li-thama’! hadzā katsīrun... katsīrun (TSu, hal. 14)

Pada tabel data no. 3 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki atau sebagai ayah, ia mencari orang ahli ibadah untuk ditanyai perihal Tuhan. Kemudian, sang ahli ibadah menyuruh laki-laki tersebut untuk berdoa, namun doanya dianggap terlalu serakah hingga sang ahli ibadah mengungkapkan tuturan umpatan. Pada data tersebut, penerjemah menggunakan metode penerjemahan komunikatif. Klausa dalam BSu,

/ ... ي ث ك ... ي ث ك ا ه ذ /

hadzā katsīrun... katsīrun, hasil terjemahan dalam BSa menjadi “itu terlalu

banyak”. Dilihat secara leksikal, kata

ا / ه ذ

hadzā, merupakan isim isyarah untuk mufrad mudzakar (Ni’mah, 2015: 234). Namun, terjemahan dalam BSa menjadi

“itu”. Kemudian kata selanjutnya,

... ي ث ك ... ي ك ث /

katsīrun... katsīrun, dalam

kamus Al-Munawwir (2007: 96)

ي / ك ث

katsīrun berarti “banyak”. Dari hasil

terjemahan, penerjemah mencoba lebih mementingkan konteks dan tidak terikat dengan teks asli. Sehingga, mudah diterima atau dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti terhadap data mengenai metode penerjemahan sesuai dengan jumlah total data yaitu 75, yang terbagi

Bahasa Sasaran “Dasar tamak!... itu terlalu banyak”

(TSa, hal. 4)

Metode Penerjemahan Komunikatif

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

dalam dua kelompok; yakni metode penerjemahan yang cenderung pada bahasa sumber dan metode penerjemahan yang cenderung pada bahasa sasaran. Data yang memiliki kecenderungan pada bahasa sumber terdapat pada metode penerjemahan kata demi kata (5 data), metode penerjemahan harfiah (4 data) dan metode penerjemahan semantik (5 data). Adapun data yang memiliki kecenderungan pada bahasa sasaran terdapat pada metode penerjemahan adaptasi (12 data), metode penerjemahan bebas (35 data), metode penerjemahan idiomatik (2 data) dan metode penerjemahan komunikatif (12 data). Dalam penelitian ini, metode penerjemahan bebas paling mendominasi dengan jumlah 35 data.

Sehingga, berdasar pada tabel 35 sebelumnya mengenai perbandimgan persentase penerapan teknik penerjemahan yang cenderung pada bahasa sumber dan bahasa sasaran terlihat bahwa teknik penerjemahan yang cenderung terhadap bahasa sasaran lebih banyak diterapkan. Oleh karena itu, sesuai dengan teori delapan metode penerjemahan milik Newmark (1988: 45-47), dapat diasumsikan bahwa metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah lebih cenderung atau berorientasi terhadap bahasa bahasa sasaran, yaitu metode penerjemahan bahasa sasaran atau komunikatif (TL Emphasis) karena penerjemah sangat memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam BSu dan BSa, seperti; budaya, penulisan pada teks hingga pesan atau isi dalam keseluruhan teks untuk mendapatkan hasil terjemahan yang mudah dipahami, dimengerti serta berterima terhadap pembaca bahasa sasaran.

Dokumen terkait