• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENERAPAN TEKNIK, METODE DAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM ANTOLOGI CERPEN ARINĪLLAH KARYA TAUFIK AL- HAKIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III PENERAPAN TEKNIK, METODE DAN IDEOLOGI PENERJEMAHAN TINDAK TUTUR EKSPRESIF DALAM ANTOLOGI CERPEN ARINĪLLAH KARYA TAUFIK AL- HAKIM"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

75

ANTOLOGI CERPEN ARINĪLLAH KARYA TAUFIK AL- HAKIM

Pada bab ini akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai rumusan masalah yang terakhir. Pembahasan dalam bab ini meliputi; penerapan teknik, metode dan ideologi penerjemahan, serta hubungan antara tindak tutur ekspresif dengan variabel penerjemahan.

Data jenis tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah yang sudah dibahas sebelumya, akan dipaparkan dalam variabel penerjemahan tersebut secara berurutan. Bagian pertama memaparkan pembahasan analisis mengenai klasifikasi dan identifikasi penerapan teknik penerjemahan, kemudian bagian kedua analisis klasifikasi dan identifikasi penerapan metode penerjemahan, selanjutnya, bagian ketiga memaparkan pembahasan mengenai ideologi penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah berdasarkan perolehan klasifikasi dan identifikasi penerapan teknik dan metode penerjemahan, pada bagian ini merupakan puncak penelitian untuk mengetahui hasil terjemahan akan condong pada bahasa sumber (BSu) atau bahasa sasaran (BSa). Kemudian, pemaparan mengenai hubungan antara tindak tutur ekspresif dengan variabel penerjemahan dalam antologi cerpen Arinīllah karya Taufik Al-Hakim.

(2)

A. Teknik Penerjemahan

1. Penyebaran Penerapan Teknik Penerjemahan

Identifikasi dan klasifikasi temuan data jenis tindak tutur ekspresif telah dilakukan, pada tahap selanjutnya yaitu menganalisis penyebaran penerapan teknik penerjemahan pada keseluruhan data tuturan ekspresif tersebut. Analisis teknik penerjemahan dilakukan dengan menuliskan data tuturan ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah dari BSu dan BSa sehingga dapat diketahui penerapan kategori teknik penerjemahan tersebut.

Hasil penelitian dari 75 data jenis tuturan ekspresif ditemukan sebanyak 15 macam teknik penerjemahan yakni dengan sajian beserta persentase sebagai berikut; adaptasi 14 data (19%), harfiah 9 data (12%), kreasi diskursif 7 data (9%), transposisi 7 data (9%), amplifikasi 6 data (8%), reduksi 6 data (8%), peminjaman murni 5 data (7%), amplifikasi linguistik 4 data (5%), partikularisasi 4 data (5%), kompensasi 3 data (4%), generalisasi 3 data (4%), padanan lazim 2 data (3%), kompresi linguistik 2 data (3%), modulasi 2 data (3%), variasi 1 data (1%).

(3)

19%

12%

9%

8% 9%

8%

7%

5%

5%

4%

4%

3% 3% 3% 1% Teknik Penerjemahan

Adaptasi Harfiah Kreasi Diskursif Transposisi Amplifikasi Reduksi

Peminjaman Murni Amplifikasi Linguistik Partikularisasi Kompensasi Generalisasi Padanan Lazim

Berikut tabel dan diagram hasil data penerapan serta penyebaran teknik penerjemahan tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah:

Tabel 19. Hasil Data Penerapan Teknik Penerjemahan

NO. TEKNIK PENERJEMAHAN JUMLAH PENERAPAN NO. DATA PERSENTASE 1 Adaptasi 14 9, 18, 31, 33, 37, 47, 51, 57,

61, 62, 65, 71, 74, 75 19%

2 Harfiah 9 5, 22, 24, 26, 27, 28, 36, 53,

68 12%

3 Kreasi Diskursif 7 10, 38, 46, 55, 63, 64, 66 9%

4 Transposisi 7 6, 11, 15, 19, 43, 69, 70 9%

5 Amplifikasi 6 4, 12, 29, 48, 54, 67 8%

6 Reduksi 6 3, 14, 25, 35, 45, 58 8%

7 Peminjaman Murni 5 2, 32, 40, 56, 60 7%

8 Amplifikasi Linguistik 4 17, 21, 41, 49 5%

9 Partikularisasi 4 1, 20, 59, 72 5%

10 Kompensasi 3 8, 13, 16 4%

11 Generalisasi 3 34, 39, 73 4%

12 Padanan Lazim 2 30, 44 3%

13 Kompresi Linguistik 2 7, 50 3%

14 Modulasi 2 42, 52 3%

15 Variasi 1 23 1%

75 100%

TOTAL

Diagram 2. Data Penyebaran Penerapan Teknik Penerjemahan

(4)

2. Analisis Data Penerapan Teknik Penerjemahan

Analisis data tuturan ekspresif dilakukan dengan menerapkan teori yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2002: 509) terdapat 18 macam teknik penerjemahan. Peneliti memilih teori milik Molina dan Albir dikarenakan kategori macam teknik penerjemahan tersebut lebih relevan dan lengkap jika dibandingkan dengan teori para ahli lainnya. Berikut uraian penerapan macam-macam teknik penerjemahan dari data tuturan ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah:

2.1. Teknik Adaptasi

Teknik penerjamahan ini dilakukan dengan mengganti unsur budaya yang khas dalam BSu dengan komponen budaya dalam BSa (Molina & Albir, 2002:

509). Hal tersebut dilakukan apabila unsur budaya dalam BSu dapat disepadankan dengan yang ada pada BSa, ataupun unsur budaya pada BSa lebih akrab bagi pembaca sasaran. Dalam penelitian, penerapan teknik adaptasi paling banyak ditemukan yaitu sejumlah 14 data (19%). Berikut contoh analisisnya:

Tabel 20. Data Penerapan Teknik Adaptasi No. 9

Bahasa Sumber

ة ح ل ص م لا ف د ج و ي ل و أ ... ! ب ج ع ل ل ي م و ز

ع و ن ي غ ك

Yā lal’ajabi! Aulā yūjadu fī al-mashlachati muwazzi’ūna ghairuka (TSu, hal.34)

Bahasa Sasaran “Aneh sekali! Apakah tidak ada pegawai lain di kantor pos ini selain dirimu?!” (TSa, hal. 19)

(5)

Teknik Penerjemahan Adaptasi

Jenis Tuturan Tuturan Heran

Pada tabel data no. 9 di atas, terdapat teknik adaptasi yang diterapkan pada frasa

! ب ج ل ع ي ل /

Yā lal’ajabi!, yang diterjemahkan ke dalam BSa “Aneh sekali!”.

Sedangkan dalam kamus Al-Munawwir (1997: 896)

ب ج ل ع ل ي

/ Yā lal’ajaba,

berarti “alangkah ajaibnya”, dan frasa tersebut merupakan uslub ta’ajjub yaitu uslub yang digunakan untuk memberi berita tentang suatu kedahsyatan atau pengagungan sifat sesuatu (Ni’mah, 2015: 336). Penerjemah mengganti unsur budaya yang khas dalam BSu dengan komponen budaya yang dapat disepadankan dalam BSa. Padanannya yaitu kata

اًب ج ع – ب ج ع /

‘ajaba – ‘ajabān

,

berarti

“heran, kagum, takjub” (Al-Munawwir, 1997: 896). Kemudian, kata “aneh” dalam KBBI (2008:64) berarti “tidak seperti yang biasa, menimbulkan keheranan; ajaib;

ganjil”. Penerapan teknik tersebut dilakukan karena menyesuaikan konteks situasi dalam cerita sehingga memunculkan tuturan ekspresif heran. Dalam masyarakat BSa, untuk mengungkapkan suatu keheranan ditandai dengan kata “aneh”. Maka, hasil terjemahan tersebut lebih mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat BSa.

2.2. Teknik Harfiah

Teknik penerjemahan harfiah dilakukan dengan mengalihkan suatu kata atau ungkapan yang ada dalam BSu ke dalam BSa secara kata per kata, tetapi

(6)

strukturnya sudah mengikuti aturan BSa. (Molina & Albir, 2002: 510). Dari 75 data tuturan ekspresif dalam penelitian, temuan penerapan teknik harfiah terdapat 9 data (12%). Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 21. Data Penerapan Teknik Harfiah No. 22

Bahasa Sumber

؟ ة ث ي ب لا ة ي لا ا ه ت ي أ ي ل و ق ت ا ذا م

5 4 3 2 1 Mādzā taqūlīna ayyatuhā al-chayyatu al-khabitsatu? (TSu, hal. 62)

Bahasa Sasaran “Apa yang kamu ucapkan tadi wahai 1 2 3

ular hina?” (TSa, hal. 41) 4 5

Teknik Penerjemahan Harfiah

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

Pada tabel data no. 22 di atas, terdapat penerapan teknik penerjemahan harfiah pada satuan lingual kalimat

؟ ة ب ي ث لا ة لا ي ها ي ت أ ي ق و ل ا ت م ذا /

Mādzā taqūlīna ayyatuhā al-chayyatu al-khabitsatu?, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia

(BSa) menjadi “apa yang kamu ucapkan tadi wahai ular hina?”. Penerapan teknik ini dapat diamati pada unit terkecil mulai dari kata seperti yang tertera pada penomoran masing-masing data BSu dan BSa tersebut. Dalam kasus ini

(7)

penerjemah mempertahankan pola struktur dari BSu ke dalam BSa dengan makna dan urutan kata perkata yang relatif sama.

2.3. Teknik Kreasi Diskursif

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan memakai padanan sementara yang jauh dari konteks aslinya (Molina & Albir, 2002: 510). Teknik ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan judul film, novel atau buku. Dalam penelitian, penerapan teknik kreasi diskursif ditemukan sebanyak 7 data (9%). Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 22. Data Penerapan Teknik Kreasi Diskursif No. 10

Bahasa Sumber

... ت ك س ا ك ل ض ف ن م ... ت ك ا س

Uskut... min fadhlika uskut (TSu, hal. 37)

Bahasa Sasaran “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!” (TSa, hal.

22)

Teknik Penerjemahan Kreasi Diskursif

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 10 di atas, terdapat penerapan teknik kreasi diskursif yaitu kata

ت / ك ا س

Uskut, merupakan fi’l amr. Dalam kamus Al-Munawwir (1997:

643) berasal dari kata

ت / ك س

sakata berarti “diam”. Untuk kata yang pertama

(8)

dalam BSa tidak diterjemahkan. Kemudian, frasa

ك ل ض ف ن م /

min fadhlika, dalam kamus elektronik Al-Maaniy (2016) berarti “silakan”. Sedangkan dari data di atas, hasil terjemahan menjadi “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!”.

Maka, penerjemah menerapkan teknik memakai padanan sementara yang jauh dari konteks aslinya agar makna dari kalimat tersebut dapat tersampaikan dikarenakan sesuia dengan tuturan ekspresif tersebut mengungkapkan amarah, sehingga dapat lebih mudah dan dimengerti oleh pembaca atau masyarakat BSa.

2.4. Teknik Transposisi

Teknik ini dilakukan dengan mengganti kategori gramatikal BSu ke dalam BSa, misalnya mengganti kata menjadi frasa atau sebaliknya (Molina & Albir, 2002: 511). Biasanya digunakan karena tata bahasa BSu dengan BSa berbeda.

Teknik penerjemahan transposisi merupakan bagian dari pergeseran kategori, struktur, dan unit yang dilakukan dalam penerjemahan karena adanya perbedaan unsur-unsur gramatikal antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dalam penelitian, temuan penerapan teknik transposisi terdapat sebanyak 7 data (9%).

Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 23. Data Penerapan Teknik Transposisi No. 15

Bahasa Sumber

! ًاعا د و ... ى ت د ي س ي ًاعا د و

Wadā’an yā sayyidatī ... wadā’an! (TSu, hal. 47)

Bahasa Sasaran “Selamat tinggal nona, selamat

(9)

tinggal!” (TSa, hal. 30) Teknik Penerjemahan Transposisi

Jenis Tuturan Tuturan Selamat tinggal

Pada tabel data no. 15 di atas, terdapat penerapan teknik transposisi pada kata dalam Bsu

! ًاعا / و د

wadā’an!, berasal dari kata

ع د و /

wada'a berarti

“meninggalkan” (Al-Munawwir, 1997: 1547). Kata

ًاعا / و د

wadā’an tersebut

sebagai maf’ul muthlaq yang manshub dengan penanda fatchah. Dalam kasus penerjemahan ini, diterapkan teknik mengganti kategori gramatikal BSu ke dalam BSa, misalnya mengganti kata menjadi frasa atau sebaliknya. Kata

ًاعا / و د

wadā’an dalam BSu tersebut hasil terjemahan dalam BSa menjadi sebuah frasa

yaitu “selamat tinggal”.

2.5. Teknik Amplifikasi

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan cara penambahan detail informasi pada teks BSa melalui parafrase dan eksplisitasi untuk membantu pembaca dalam memahami teks yang dibaca (Molina & Albir, 2002: 510). Dalam proses tersebut, pesan yang terkandung dalam BSu tidak boleh berubah. Peneliti menemukan penerapan teknik amplifikasi sejumlah 6 data (8%). Berikut contoh analisis datanya:

(10)

Tabel 24. Data Penerapan Teknik Amplifikasi No. 12

Bahasa Sumber

را ح ت ن لا ن أ ف ر ع ت ل أ ... ! ًاب ج ع ؟ ة ي ر ج

‘Ajabān! Allā ta’rifu anna al-intachāra jarīmatun? (TSu, hal. 45)

Bahasa Sasaran “Aneh! Apakah Anda tidak mengetahui bahwa bunuh diri

termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan?” (TSa, hal. 28)

Teknik Penerjemahan Amplifikasi

Jenis Tuturan Tuturan Heran

Pada tabel data no. 12 di atas, penerapan teknik amplifikasi terjadi pada klausa

؟ ي ة ج ر را ح ن ت ل ا أ ن /

anna al-intachāra jarīmatun?, yang diterjemahkan

menjadi “bahwa bunuh diri termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan?”.

Dilihat dari makna leksikal, kata

أ ن /

anna berarti “bahwa” merupakan charf inna,

dan charf nashab dan taukid untuk penegasan harus didahului kalimat (Ni’mah, 2015: 69). Kemudian,

را / ح ن ت ل ا

al-intachāra merupakan isim inna (manshub

dengan fatchah) (Ni’mah, 2015: 122), dalam Al-Munawwir (2007: 164) berarti

“bunuh diri”. Dan

ي ة / ج ر

jarīmatun merupakan khabar inna marfu’ dengan dhammah (Ni’mah, 2015: 69), berarti “kejahatan” (Al-Munawwir, 2007: 348).

Jika diterjemahkan secara makna leksikal tersebut menjadi “bahwa bunuh diri

(11)

termasuk kejahatan”. Dalam kasus ini, maka penerjemah mereapkan cara penambahan detail informasi pada teks BSa melalui parafrase, sehingga hasil terjemahan menjadi “bahwa bunuh diri termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan” dapat membantu pembaca atau masyarakat BSa dalam memahami cerita.

2.6. Teknik Reduksi

Teknik reduksi yaitu memadatkan informasi yang terdapat dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran tanpa mengubah pesan yang terkandung di dalamnya (Molina & Albir, 2002: 510). Temuan penerapan teknik reduksi dalam penelitian ditemukan oleh peneliti sejumlah 6 data (8%). Berikut contoh analisisnya:

Tabel 25. Data Penerapan Teknik Reduksi

Pada tabel data no. 3 di atas, penerapan teknik reduksi terdapat pada klausa dalam BSu yaitu

... ي ث ك ... ي ث ك ا ه ذ /

hadzā katsīrun... katsīrun, yang kemudian

No. 3 Bahasa Sumber

... ي ث ك ... ي ث ك ا ذ ه ... ! ع م طل ل ي

Yā li-thama’! hadzā katsīrun... katsīrun (TSu, hal. 14)

Bahasa Sasaran “Dasar tamak!... itu terlalu banyak” (TSa, hal. 4)

Teknik Penerjemahan Reduksi

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

(12)

diterjemahkan dalam BSa menjadi “itu terlalu banyak”. Dilihat secara leksikal, kata

ا / ه ذ

hadzā, merupakan isim isyarah untuk mufrad mudzakar (Ni’mah, 2015:

234). Namun, terjemahan dalam BSa menjadi “itu”. Kemudian kata selanjutnya,

ك ث ي ك ...

ي ث

... /

katsīrun... katsīrun, dalam kamus Al-Munawwir (2007: 96)

ي ك ث /

katsīrun berarti “banyak”. Data terjemahan dalam BSa, kata tersebut hanya

diterjemahkan sekali. Hasil terjemahan menjadi “itu terlalu banyak” maka, kasus penerjemahan ini diterapkan pemadatan informasi yang terdapat dalam BSu ke dalam BSa tanpa mengubah pesan yang terkandung di dalamnya. Serta penerjemah mencoba menyesuaikan situasi konteks dalam cerita yang tuturan tersebut merupakan sebuah umpatan. Sehingga, didapatkan hasil terjemahan yang dapat dimengerti oleh pembaca BSa.

2.7. Teknik Peminjaman Murni

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan cara mengambil kata atau ungkapan langsung yang terdapat dalam BSu untuk digunakan di dalam BSa (Molina & Albir, 2002: 505). Teknik ini terdiri dari dua macam; pertama peminjaman murni (pure borrowing) yaitu peminjaman yang murni atau langsung mengambil kata dari BSu tanpa diubah sedikitpun. Dalam penelitian, peneliti hanya menemukan yang memuat teknik peminjaman murni terdapat 5 data (7%):

berikut contoh uraian datanya:

(13)

Tabel 26. Data Penerapan Teknik Peminjaman Murni No. 40

Bahasa Sumber

حا تَ ق لا ا ذ ه ل با ق أ نّ إ ... ! الله بِ ذ و ع أ ض ف رل بِ

A’ūdzubillah! Innī uqābilu hadzā al-iqtarācha bir-rafdhi (TSu, hal.

123)

Bahasa Sasaran “ A’udzu Billah!...yang pasti aku tidak akan setuju!” (TSa,

hal. 83) Teknik Penerjemahan Peminjaman Murni

Jenis Tuturan Tuturan Membantah

Pada tabel data di atas, teknik peminjaman murni terjadi pada kata

! الله بِ ذ و ع أ /

A’ūdzubillah!/ yang kemudian diterjemahkan dalam BSa menjadi

“ A’udzu Billah!”. Dalam kasus penerjemahan ini, penerjemah mengambil kata dari BSu tanpa diubah sedikitpun ke dalam BSa. Maksud penerjemah dari penerapan teknik ini yaitu secara langsung menyesuaikan konteks situasi tuturan ekspresif membantah agar para pembaca atau masyarakat BSa lebih mudah memahami cerita. Namun, jika dilihat dari terjemahan secara makna leksikal, maka hasil terjemahan menjadi “aku berlindung kepada Allah”.

2.8. Amplifikasi Linguistik

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan menambahkan komponen linguistik teks BSu dalam teks BSa (Molina & Albir, 2002: 510). Dalam

(14)

penelitian, penerapan teknik amplifikasi linguistik ditemukan sebanyak 4 data (5%). Berikut analisisnya:

Tabel 27. Data Penerapan Teknik Amplifikasi Linguistik No. 17

Bahasa Sumber

ت و م لا ل ل ج ن ه ت ت ل ... ت د ي س ي ل ...

Lā yā sayyidati... lā tamtahinī jalāla al-mauti (TSu, hal. 50)

Bahasa Sasaran “Tidak nyonya besar! Aku tidak mau agungnya sebuah nilai kematian menjadikan diriku orang yang hina.” (TSa, hal. 32) Teknik Penerjemahan Amplifikasi Linguistik

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

Penerapan teknik amplifikasi linguistik pada data di atas terjadi pada klausa

ي ل س ي د

ت /

Lā yā sayyidati, yang diterjemahkan menjadi “tidak nyonya besar!”.

Jika dilihat dari terjemahan secara harfiah, kata

ل /

Lā dalam kamus Al-

Munawwir (1997: 1245) berarti “tidak”, dan kata

ي /

yā merupakan charfun nida’

dalam Al-Munawwir (1997: 1587) berarti “hai, ai (kata seru)”, kemudian kata

س ي د

ت /

sayyidati berasal dari

د ة / س ي

sayyidatun yang berarti “nyonya” (Al-

Munawwir, 2007: 610). Penerjemah menerapkan teknik menambahkan komponen

(15)

linguistik teks BSu dalam teks BSa yaitu kata “besar” sehingga hasil terjemahan menjadi “tidak nyonya besar!”. Penerapan teknik ini terjadi karena penyesuaian dengan konteks situasi dalam cerita dan memuat ungkapan yang mengandung umpatan. Sehingga hasil terjemahan dapat dipahami oleh pembaca BSa.

2.9. Teknik Partikularisasi

Teknik partikularisasi dilakukan dengan mengubah istilah yang umum dalam BSu dengan istilah yang lebih konkret dan khusus dalam BSa (Molina &

Albir, 2002: 510). Teknik ini berkebalikan dengan teknik generalisasi. Dalam penelitian, penerapan teknik partikularisasi ditemukan sejumlah 4 data (5%).

Berikut contoh analisisnya:

Tabel 28. Data Penerapan Teknik Partikularisasi No. 72

Bahasa Sumber

د ص ق ا ًاو ف ع ... ) ة با ص علا( ب نَ فِ

! ) دا تّ لا(

Fī nakhb (al-‘ishābati)... ‘afwān aqshidu (al-ittichāda)! (TSu, hal.

150)

Bahasa Sasaran “Untuk pemimpin mafia...

maaf... maksud saya, pemimpin persatuan para ilmuan!” (TSa,

hal. 104) Teknik Penerjemahan Partikularisasi

Jenis Tuturan Tuturan Maaf

(16)

Penerapan teknik partikularisasi terdapat pada kata

) ة با ص علا( /

(al-‘ishābati),

yang diterjemahkan menjadi “pemimpin mafia”. Berdasarkan kamus Al- Munawwir (1997: 936) kata

ة با ص علا /

al-‘ishābatu memiliki arti “kelompok;

perkumpulan”. Penerapan istilah yang lebih konkret dan khusus digunakan karena menyesuaikan konteks situasi dalam cerita “Mafia Terpilih” dan tuturan tersebut diungkapkan oleh Al-Capone yang merupakan pimpinan kelompok mafia saat sedang berlangsungnya sebuah perjamuan, sehingga menyebabkan perkumpulan tersebut. Maka, dalam kasus penerjemahan di atas penerjemah menerapkan teknik partikularisasi agar hasil terjemahan dengan mudah dapat dipahami oleh pembaca atau masyarakat BSa.

2.10. Teknik Kompensasi

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan memperkenalkan unsur pesan, informasi atau efek stilistik dalam BSu pada tempat yang berbeda dalam BSa, karena tidak dapat diaplikasikan pada tempat yang sama (Molina & Albir, 2002:

510). Dalam penelitian, penerapan teknik kompensasi ditemukan sejumlah 3 data (4%). Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 29. Data Penerapan Teknik Kompensasi No. 16

Bahasa Sumber

ى ل ع ت ل ز ن ة ب ي ص م ... ى ف ك ... ى ف ك

ل ت ع ل ط ن ي أ ن م ! ر م لا ى ه ت نا و ي س أ ر

(17)

أ ي ت ه لا ا م خ ل و ق ة ؟

Kafā ... kafā ... mushibatun nazalat ‘ala ra’sī wantahā al-amr! Min aina thala’ti lī ayyatuhā al-makhlūqatu? (TSu, hal. 47)

Bahasa Sasaran “Cukup sudah... cukup! Aku telah tertimpa musibah dan sekarang....selesai! Dari mana

kamu datang wahai makhluk Tuhan?” (TSa, hal. 30)

Teknik Penerjemahan Kompensasi

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 16 di atas, terdapat klausa

ى س أ ر ى ع ل ت ز ل ن ي ب ة ص م /

mushibatun nazalat ‘alā rasī, dalam BSa diartikan “Aku telah tertimpa musibah”,

dari kasus penerjemahan tersebut terdapat teknik kompensasi. Jika diterjemahkan secara harfiah, kata

ي ب ة / ص م

mushibatun dalam kamus Al-Munawwir (2007: 592) berarti musibah, dan kata

ت / ن ز ل

nazalat dalam kamus Al- Munawwir (2007: 917)

berasal dari kata

ل ز ن ي – ل ز ن /

nazala – yanzilu berarti turun, berkedudukan sebagai fi’l mādhi, kata

ى / ع ل

‘alā berarti di atas dan berkedudukan sebagai charfun jar,

kemudian kata

ى / س ر أ

rasī dalam kamus Al-Munawwir (2007: 424) berarti kepala.

Hasil terjemahan secara harfiah menjadi “musibah telah turun di atas kepalaku”, terjemahan tersebut mengandung informasi atau efek stilistik, maka penerjemah

(18)

menerapkan teknik kompensasi yaitu dengan memperkenalkan unsur pesan, informasi atau efek stilistik dalam BSu pada tempat yang berbeda dalam BSa, karena di dalam BSa tidak dapat direalisasikan pada tempat yang sama. Sehingga, terjemahan dalam BSa diartikan “Aku telah tertimpa musibah”, hasil terjemahan ini dapat lebih diterima dan mudah dipahami oleh masyarakat atau pembaca BSa.

2.11. Teknik Generalisasi

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan menerjemahkan istilah yang khusus atau yang menunjukkan bagian definit dari BSu, yang tidak ditemukan padanannya dalam BSa dengan istilah yang sudah umum dan dikenal masyarakat luas (Molina & Albir, 2002: 510). Dalam penelitian, sebanyak 75 data tuturan ekspresif ditemukan penerapan teknik generalisasi sejumlah 3 data (4%). Berikut contoh penerapan teknik generalisasi:

Tabel 30. Data Penerapan Teknik Generalisasi No. 39

Bahasa Sumber

ت ل ح د ق ل ... ! ك را ب م لا ل ج رلا ا ه ي أ ب ر ك

ك ت دلا فِ

را

Ayyuhā ar-rajulu al-mubāraku! Laqad challat barakatuka fī ad-dāri (TSu, hal. 113)

Bahasa Sasaran “Wahai manusia pembawa berkah... engkau telah mengisi rumah ini dengan keberkahan.”

(TSa, hal. 76) Teknik Penerjemahan Generalisasi

(19)

Jenis Tuturan Tuturan Memuji

Pada tabel data no. 39 di atas, terdapat frasa dalam BSu,

! ك را ب لا م ل ج رلا /

ar-

rajulu al-mubāraku! yang diterjemahkan ke BSa menjadi “manusia pembawa

berkah”. Dari kasus penerjemahan tersebut terdapat teknik generalisasi. Kata

ل ج رلا /

ar-rajulu dalam kamus Al-Munawwir (1997: 479) berarti orang laki, sedangkan

dalam BSa diterjemahkan menjadi manusia. Kemudian kata

ك / را ب لا م

al-mubāraku

dalam kamus Al-Munawir (1997: 78) berarti yang bahagia, diberkati, sedangkan dalam BSa diterjemahkan menjadi pembawa berkah, dan pada frasa tersebut juga menjadi bukti bahwa tuturan tersebut adalah pujian. Maka, penerjemah menerapkan teknik generalisasi yaitu menerjemahkan istilah yang khusus dengan istilah yang sudah umum dan dikenal masyarakat luas dengan tujuan hasil terjemahan tersebut dapat diterima dan mudah dipahami oleh masyarakat BSa.

2.12. Teknik Padanan Lazim

Teknik padanan lazim yaitu teknik yang menerjemahkan kata dari BSu dengan kata yang sudah umum dipakai berdasarkan kamus atau ungkapan harian dalam BSa (Molina & Albir, 2002: 510). Peneliti menemukan penerapan teknik padanan lazim dalam penelitian sejumlah 2 data (3%). Berikut contoh analisis penerapannya:

(20)

Tabel 31. Data Penerapan Teknik Padanan Lazim No. 44

Bahasa Sumber

ص ر لا د ي ر ت ة ل ضا ف ة أ ر م ا ! ب ج ع ل ل ي ع ل

ش ى ر ف ك ل م ت ه ا

Yā lal’ajaba! Imraatu fādhilatun turīdul- chirsha ‘alā syarafi kalimatihā (TSu, hal. 136)

Bahasa Sasaran “Betapa menakjubkan! Seorang perempuan terhormat ingin memegang kata-katanya.” (TSa,

hal. 92) Teknik Penerjemahan Padanan Lazim

Jenis Tuturan Tuturan Takjub

Pada tabel data no. 44 di atas, penerapan teknik padanan lazim terdapat pada frasa

! ب ج ل ع ل ي /

Yā lal’ajaba!, yang diterjemahkan menjadi “Betapa

menakjubkan!”. Ungkapan tersebut merupakan uslub ta’ajjub yaitu uslub yang digunakan untuk memberi berita tentang suatu kedahsyatan atau pengagungan sifat sesuatu (Ni’mah, 2015: 336). Hasil terjemahan tersebut memiliki kemiripan atau persamaan yang terdapat pada kamus Al-Munawwir (1997: 896) bahwa

ي

ل ل ع ج

ب

/ Yā lal’ajaba, berarti “alangkah ajaibnya”. Maka, data tersebut termasuk

ungkapan takjub kemudian diterapkan teknik padanan lazim karena menerjemahkan kata dari BSu dengan kata yang sudah umum dipakai berdasarkan

(21)

kamus atau ungkapan harian dalam BSa, sehingga hasil terjemahan dapat dipahami oleh masyarakat Bsa.

2.13. Teknik Kompresi Linguistik

Teknik kompresi linguistik yaitu teknik yang dilakukan dengan cara memadatkan unsur linguistik yang terkandung dalam BSu (Molina & Albir, 2002:

510). Teknik ini sering digunakan untuk penerjemahan lisan dan penerjemahan teks film (subtitling). Teknik ini berlawanan dengan teknik amplifikasi linguistik.

Penerapan teknik kompresi linguistik dalam penelitian ditemukan sebanyak 2 data (3%). Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 32. Data Penerapan Teknik Kompresi Linguistik No. 50

Bahasa Sumber

الله و نّ إ ... ا ن و ي ع ب نّ ر ك ذ ت ل ... هآ

!! ا ن و ي ع ن و ل ا م ر د أ ل ى ت ر ب ن م

Ah... lā tudzakkirnī bi’uyūnihā... innī wallahi min bahratī lam adri mā launu ‘uyūnihā (TSu, hal. 142)

Bahasa Sasaran “Ah.. aku tidak mengingat warna bola matanya. Demi Tuhan...

aku tidak tahu apa warna bola matanya!!” (TSa, hal. 96) Teknik Penerjemahan Kompresi Linguistik

Jenis Tuturan Tuturan Sumpah

(22)

Penerapan teknik kompresi linguistik pada data di atas terdapat pada

الله و نّ إ ن م

ب ر ت

ى /

innī wallahi min bahratī, yang dalam BSa hanya

الله / و

wallahi saja yang

diterjemahkan menjadi “demi Tuhan”. Frasa tersebut termasuk dalam uslub qasam yaitu salah satu uslub taukid atau penegasan (Ni’mah, 2015: 329). Hasil

terjemahan dilakukan dengan cara memadatkan unsur linguistik yang terkandung dalam BSu. Sehingga, kata atau komponen linguistik lainya seperti

ى ب ر ت ن م نّ إ /

innī min bahratī tidak diterjemahkan, namun jika diterjemahkan maka hasilnya,

“sesungguhnya aku terpesona” kalusa tersebut tidak diterjemahkan maka penyampaian pesan masih dapat diterima oleh pembaca atau masyarakat BSa karena penyesuaian situasi dan konteks tuturan ekspresif tersebut yaitu mengungkapkan sumpah dengan kata

الله / و

wallahi sudah mewakili seluruh makna.

2.14. Teknik Modulasi

Teknik penerjemahan ini dilakukan dengan mengubah sudut pandang atau aspek kognitif yang ada dari BSu secara leksikal maupun struktural (Molina &

Albir, 2002: 510). Dalam penelitian, temuan penerapan teknik modulasi terdapat 2 data (3%). Berikut uraiannya:

(23)

Tabel 33. Data Penerapan Teknik Modulasi No. 42

Bahasa Sumber

... ؟ ة سا ي سلا ن ع ا ن ر ج خ ا و ن ن س ب تّ ل و ه ا ي ن دلا ل ث م ا ن إ ! ة أ ر م ل ل ي

Wa hal tachsabūnanā kharajna ’ani as-siyāsati? Yā lilmar`ati!

Innahā mitslu ad-dunyā (TSu, hal. 128)

Bahasa Sasaran “Siapa bilang kita telah keluar dari permasalahan politik? Ah dasar perempuan! Perempuan tidak ada bedanya dengan dunia”

(TSa, hal. 87)

Teknik Penerjemahan Modulasi

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

Pada tabel data no. 42 di atas, penerapan teknik modulasi terdapat pada kalimat

ن يا دلا ل م ث /

mitslu ad-dunyā, terjemahan dalam BSa menjadi “tidak ada bedanya dengan dunia”. Kata

ل / م ث

mitslu, berasal dari kata

ل / م ث

matsala dalam

kamus Al-Munawwir (1997: 1309) berarti “menyerupai”. Kata “dunia” dalam BSu dituliskan

ن يا / دلا

ad-dunyā tersebut sesuai dengan kamus Al-Munawwir

(2007: 240). Hasil terjemahan “tidak ada bedanya dengan dunia” termasuk penerapan teknik modulasi karena mengubah sudut pandang pembaca atau masyarakat BSa yang ada dari BSu secara leksikal maupun struktural.

(24)

2.15. Teknik Variasi

Teknik variasi ini terjadi karena unsur-unsur linguistik atau paralinguistik diganti dengan komponen yang mempengaruhi variasi linguistik, seperti perubahan gaya bahasa, dialek geografis, dan dialek sosial. Teknik ini biasanya digunakan untuk menerjemahkan naskah drama dan cerita anak (Molina & Albir, 2002: 511). Dalam penelitian, dari 75 data tuturan ekspresif temuan penerapan teknik variasi hanya terdapat 1 data (1%). Berikut contoh analisis datanya:

Tabel 34. Data Penerapan Teknik Variasi No. 23

Bahasa Sumber

ن ل أ ... ! ر و ك و ر و ص قا ف نلا ل إ ت ن أ ا م الله

ه و لا خ ى ذ ل ق ه ؟

Mā anti illā an-nifāqa shuwarun wukūrun! Ali-annallaha huwa alladzī khalaqahu? (TSu, hal. 62)

Bahasa Sasaran “Dasar makhluk munafik! Yang aku lihat hanyalah makhluk yang

bolong! Benarkah Allah yang telah menciptakannya dengan bentuk seperti itu?” (TSa, hal.

41)

Teknik Penerjemahan Variasi

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

Pada tabel data no. 23 di atas, penerapan teknik variasi terdapat pada kata yang dalam BSu

و ر / و ك

wukūrun, dalam kamus elektronik Al-Maaniy (2016)

(25)

terdapat padanan kata tersebut yaitu

ر و ك ي - ر و ك /

kawwara – yukawwiru, berarti

“menggumpal bulat”

.

Maka, kata

و ر / و ك

wukūrun merupakan bentuk mashdarnya.

Penerjemah menerapkan penggantian unsur-unsur linguistik atau paralinguistik dengan unsur-unsur yang mempengaruhi variasi linguistik, seperti perubahan gaya bahasa, dialek geografis, dan dialek sosial di suatu daerah dalam BSa. Sehingga, hasil terjemahan ke dalam BSa menjadi “bolong”. Seperti halnya kata “bolong”

tersebut tidak terdapat dalam KBBI, hal itu sudah menjadi gaya bahasa atau dialek pada BSa dan dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca atau masyarakat BSa.

B. Metode Penerjemahan

Metode penerjemahan merupakan suatu cara yang teratur dan rinci pada istilah-istilah dalam proses penerjemahan serta pemilihan global yang memberi dampak terhadap keseluruhan teks untuk kesesuaian dari tujuan penerjemah.

Menurut Molina & Albir (2002: 507) metode penerjemahan merupakan cara sebuah proses penerjemahan dilakukan sesuai tujuan penerjemah, yaitu opsi global yang berdampak pada teks bahasa sasaran secara keseluruhan atau konteks makro yang memberi pengertian bahwa metode tersebut telah ditentukan atau direncanakan sebelumnya. Berbeda dengan teknik penerjemahan yang mengkaji satuan lingual dalam bentuk mikro, metode penerjemahan mengkaji satuan lingual yang berukuran makro.

(26)

Dalam menerjemahkan suatu teks, seorang penerjemah dapat menggunakan lebih dari satu metode penerjemahan. Pada penelitian menentukan metode penerjemahan, peneliti menggunakan teori metode penerjemahan milik Peter Newmark (1988: 45-47) yang mengidentifikasikan delapan metode penerjemahan, empat metode berorientasi pada bahasa sumber (SL Emphasis) atau berbasis semantik, diantaranya; kata demi kata, harfiah, setia dan semantik. Kemudian, empat sisanya berorientasi pada bahasa sasaran (TL Emphasis) atau berbasis komunikatif, diantaranya; adaptasi, bebas, idiomatik dan komunikatif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai teknik penerjemahan beserta frekuensi penerapannya pada tabel 20 sebelumnya, ditemukan sebanyak 15 teknik penerjemahan dalam 75 data. Data yang memiliki kecenderungan pada BSu (bahasa sumber) terdapat 14 data (19%) yang terbagi dalam 2 bentuk teknik penerjemahan, yaitu; 1) harfiah dan 2) peminjaman murni. Sedangkan data yang tersisa sebanyak 61 data (81%) memiliki kecenderungan pada BSa (bahasa sasaran) yang terbagi dalam 13 bentuk teknik penerjemahan, yaitu; 1) adaptasi, 2) kreasi diskursif, 3) transposisi, 4) amplifikasi, 5) reduksi, 6) amplifikasi linguistik, 7) partikularisasi, 8) kompensasi, 9) generalisasi, 10) padanan lazim, 11) kompresi linguistik, 12) modulasi, dan 13) variasi. Berikut metode penerjemahan yang disesuaikan dengan penerapan teknik penerjemahan dalam menerjemahkan jenis tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah:

Tabel 35. Frekuensi Penerapan Metode Penerjemahan

METODE JUMLAH PENERAPAN

PADA NO. PERSENTASE

(27)

PENERJEMAHAN DATA (%)

BSu (SL Emphasis)

Kata demi kata

5 5, 22, 24, 26, 27

7%

Harfiah 4 28, 36, 53, 68 5%

Semantik 5 2, 32, 40, 56, 60

7%

Total 14 Data 19%

BSa (TL Emphasis)

Adaptasi 12

10, 17, 18, 20, 23, 31, 38, 43, 52, 55, 62, 66

16%

Bebas 35

1, 4, 6, 8, 11, 12, 13, 15, 19, 21, 29, 30, 33, 34, 35, 39, 41, 45, 46, 48, 49, 51, 54, 57, 61, 63, 64, 65, 67, 69, 70, 71, 72, 73, 75

47%

Idiom 2 16, 42 3%

Komunikatif 12

3, 7, 9, 14, 25, 37, 44, 47, 50, 58, 59, 74

16%

Total 61 Data 81%

(28)

Kemudian, berikut merupakan tabel yang penerapan teknik, metode dan kecenderungan ideologi penerjemahan pada jenis tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah:

Tabel 36. Penerapan Teknik, Metode dan Kecenderungan Ideologi Penerjemahan dalam Antologi Cerpen Arinīllah

Penerapan Teknik Penerjemahan

Persentase (%)

Pilihan Metode Penerjemahan

Kecenderungan Ideologi Penerjemahan Harfiah

Peminjaman

Murni 19%

Kata demi kata Harfiah

Semantik

Foreignisasi (Bahasa Sumber)

Adaptasi Kreasi Diskursif

Transposisi Amplifikasi Reduksi Amplifikasi Linguistik

Partikularisasi Kompensasi Generalisasi Padanan Lazim

Kompresi Linguistik

Modulasi Variasi

81%

Adaptasi Bebas Idiomatik Komunikatif

Domestikasi (Bahasa Sasaran)

Berdasarkan tabel 36 di atas, berupa penerapan teknik, metode dan kecenderungan ideologi penerjemahan dalam antologi cerpen Arinīllah, maka data

(29)

jenis tindak tutur ekspresif dan teknik penerjemahan dalam antologi cerpen tersebut diketahui metode penerjemahan yang terbagi menjadi dua, yaitu metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sumber dan metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran. Berikut contoh dari pembagian metode penerjemahan yang ada pada tabel di atas:

1. Bahasa Sumber (SL Emphasis)

Menurut (Newmark, 1988: 45) metode penerjemahan yang memiliki kecenderungan pada bahasa sumber terbagi menjadi empat, yaitu penerjemahan kata demi kata (word for word translation), penerjemahan harfiah (literal translation), penerjemahan setia (faithful translation), dan penerjemahan semantik

(semantic translation). Adapun dalam penelitian ini, peneliti menemukan tiga penerapan metode yang memiliki kecenderungan pada bahasa sumber, yaitu metode penerjemahan kata demi kata (word for word translation), metode penerjemahan harfiah (literal translation) dan penerjemahan semantik (semantic translation).

1.1. Metode Penerjemahan Kata demi kata (Word for word Translation)

Metode ini sering disebut sebagai penerjemahan antar baris, dimana kata- kata terjemahan BSa berada tepat di bawah kata-kata BSu. Urutan kata dari BSu dipertahankan sedangkan penerjemahan katanya dilakukan secara tunggal tanpa mempedulikan konteks (Newmark, 1988: 45-46). Berikut contoh analisis penerjemahan yang menggunakan metode kata demi kata:

(30)

Tabel 37. Contoh Metode Penerjemahan Kata demi kata dan Analisis No. 27

ذلا ك ي

ة ة لا ي ت ق د ي ص ي ن د ي عا س

adz- dzakiyyatu

al-chayyatu Shadīqatī Sā’idīnī

yang cerdik

Ular Sahabatku wahai tolonglah

aku

Metode Penerjemahan Kata demi kata

Jenis Tuturan Tuturan Memohon

Pada tabel data no. 27 di atas, penggalan tuturan tersebut terdapat pada konteks cerita iblis dan seekor ular. Ungkapan memohon diucapkan sang iblis saat ingin meminta bantuan kepada ular. Penerjemah dalam menerjemahkan tuturan tersebut mencari padanan dan makna kata yang dasar atau umum, yang digunakan oleh hampir seluruh masyarakat pemakai bahasa dalam BSa. Kemudian, hasil terjemahan kata demi kata disesuaikan dan diurutkan berdasarkan susunan dalam BSu tanpa mengindahkan pemakaiannya.

1.2. Metode Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)

Metode penerjemahan harfiah mengubah susunan gramatikal BSu ke padanan BSa terdekatnya, dengan menerjemahkan kata-kata secara tunggal di luar konteks (Newmark, 1988: 46). Metode ini disebut juga dengan penerjemahan

(31)

lurus (linear translation). Berikut contoh penerapan metode harfiah beserta analisisnya:

Tabel 38. Contoh Metode Penerjemahan Harfiah dan Analisis No. 36

Bahasa Sumber

... ك ذ ل د ص أ ق ل ... ف و علا ... ف و علا

Al-‘afwu... al-‘afwu... lam aqshid dzalika (TSu, hal. 107)

Bahasa Sasaran “Maaf... maaf... saya tidak bermaksud seperti itu.” (TSa, hal.

72)

Metode Penerjemahan Harfiah

Jenis Tuturan Tuturan Maaf

Pada tabel data no. 36 di atas merupakan penggalan dialog seorang tukang cukur yang menuturkan maaf karena telah berfirasat aneh terhadap pelanggannya.

Dalam menerjemahkan tuturan tersebut penerjemah telah menggunakan metode penerjemahan harfiah. Semula penerjemah menerjemahkan sesuai dengan urutan kata demi kata yang ada dalam bahasa sumber, namun kemudian menyesuaikan struktur gramatikal yang ada pada bahasa sasaran. Hal tersebut ditunjukkan pada klausa yang dalam BSu,

/ د ص ق ل أ /

lam aqshid, jika diterjemahkan secara leksikal menjadi “tidak saya bermaksud”. Maka, penerjemah menerjemahkan klausa tersebut dengan menyesuaikan kaidah gramatikal yang ada dalam bahasa sasaran,

(32)

kemudian hasil terjemahan menjadi “saya tidak bermaksud”. Dengan demikian hasil terjemahan dari tuturan tersebut tidak terkesan kaku dan dapat diterima.

1.3. Metode Penerjemahan Semantik (Semantic Translation)

Metode penerjemahan semantik lebih luwes dibandingkan metode penerjemahan yang sebelumnya dengan memperhatikan nilai estetik atau keindahan dari teks BSu, kemudian memilih makna yang tepat, sehingga tidak ada permainan kata atau pengulangan bunyi (Newmark, 1988: 46). Berikut contoh penerapan metode semantik dan uraiannya:

Tabel 39. Contoh Metode Penerjemahan Semantik dan Analisis No. 32

Bahasa Sumber

ك ع ش ج كا ع م أ ق د ل ! عا م طلا نا ن س لا ا ه أ ي ي ت ن ث لا ت ي س ن ف

Ayyuhā al-insānu at-thammā’u! Laqad a’māka jasya’uka fanasīta al- itsnataini (TSu, hal. 78)

Bahasa Sasaran “Hai manusia tamak! Rasa tamakmu telah membuatmu buta.”

(TSa, hal. 53)

Metode Penerjemahan Semantik

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

Pada tabel data no. 32 di atas, penggalan tuturan tersebut terdapat pada cerita seekor burung yang mengungkapkan umpatan atas perbuatan tamak

(33)

manusia. Penerjemah menerapkan metode penerjemahan semantik. Terdapat pada kalimat dalam BSu,

/ ي ت ن ث لا ت ي س ن ف ك ع ش ج كا م أ ع د ل ق /

Laqad a’māka jasya’uka fanasīta al-itsnataini, hasil terjemahan dalam BSa menjadi “rasa tamakmu telah

membuatmu buta”. Hasil terjemahan dalam BSa tersebut mengandung unsur estetik pada penggunaan susunan bahasa. Kata “tamak” dalam KBBI (2008: 1425) berarti “selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri”, dan kata “buta” memiliki arti “tidak dapat melihat karena rusak matanya” (KBBI, 2008: 243). Kata tamak berkaitan dengan rasa atau hasrat sedangkan buta berkaitan dengan mata. Jika dilihat dari konteks cerita, klausa tersebut mengandung makna bahwa ketamakan membuat buta akan hal duniawi. Maka, hasil penerjemahan dalam BSa mengandung komponen estetik kebahasaan dan lebih mudah diterima oleh masyarakat pembaca BSa. Dalam kasus tersebut, penerjemah lebih memperhatikan nilai estetik atau keindahan dalam susunan kata BSu kemudian memilih makna yang tepat, sehingga tidak ada permainan kata atau pengulangan bunyi hasil terjemahan dalam BSa.

2. Bahasa Sasaran (TL Emphasis)

Metode penerjemahan yang memiliki kecenderungan pada bahasa sasaran dibagi menjadi empat metode (Newmark, 1988: 45). Metode-metode tersebut anatara lain; metode penerjemahan adaptasi (adaptation translation), metode penerjemahan bebas (free translation), metode penerjemahan idiomatik (idiomatic translation), dan metode penerjemahan komunikatif (communicative translation).

(34)

Penerapan seluruh metode penerjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran tersebut ditemukan dalam penelitian ini.

2.1. Metode Penerjemahan Adaptasi (Adaptation Translation)

Metode ini merupakan metode penerjemahan yang paling bebas karena tidak terikat dengan teks yang mengandung komponen budaya disepadankan dengan budaya bahasa sasaran, sehingga terjemahan yang dihasilkan mudah dipahami oleh pembaca bahasa sasaran. Biasanya metode ini digunakan dalam drama (Newmark, 1988: 46). Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan adaptasi beserta analisisnya:

Tabel 40. Contoh Metode Penerjemahan Adaptasi dan Analisis No. 10

Bahasa Sumber

... ت ك س ا ك ل ض ف ن م ... ت ك ا س

Uskut... min fadhlika uskut (TSu, hal. 37)

Bahasa Sasaran “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!” (TSa, hal.

22)

Metode Penerjemahan Adaptasi

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 10 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita Pak pos yang menuturkan amarah kepada seorang laki-laki karena mengomentari perbuatan yang dilakukan oleh Pak pos tersebut. Penerjemah telah menggunakan

(35)

metode penerjemahan adaptasi. Dilihat kata dalam BSu, yaitu kata

ت / ك ا س

Uskut,

merupakan fi’l amr. Dalam kamus Al-Munawwir (1997: 643) berasal dari kata

س

ت / ك

sakata berarti “diam”. Kemudian, frasa

ك ل ض ف ن م /

min fadhlika, dalam

kamus elektronik Al-Maaniy (2016) berarti “silakan”. Sedangkan dari data di atas, hasil terjemahan menjadi “Tolong, anda tidak usah ikut berbicara lagi. Diam!”.

Maka, penerjemah mengambil metode penerjemahan yang paling bebas dan tidak terikat dengan teks serta menyesuaikan komponen budaya BSu ke BSa yang dapat disepadankan. Sehingga terjemahan yang dihasilkan mudah dipahami dan diterima oleh pembaca bahasa sasaran.

2.2. Metode Penerjemahan Bebas (Free Translation)

Metode penerjemahan bebas lebih memperhatikan isi atau pesan yang dimuat dalam teks asli daripada bentuknya. Metode ini biasanya menghasilkan makna yang lebih panjang daripada teks bahasa sumber (Newmark, 1988: 46).

Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan bebas dan uraiannya:

Tabel 41. Contoh Metode Penerjemahan Bebas dan Analisis No. 12

Bahasa Sumber

؟ ة ي ر ج را ح ت ن لا ن أ ف ر ع ت ل أ ... ! ًاب ج ع

‘Ajabān! Allā ta’rifu anna al-intichāra jarīmatun? (TSu, hal. 45)

Bahasa Sasaran “Aneh! Apakah Anda tidak mengetahui bahwa bunuh diri

(36)

termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan?” (TSa, hal. 28)

Metode Penerjemahan Bebas

Jenis Tuturan Tuturan Heran

Pada tabel data no. 12 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki yang hendak melakukan aksi bunuh diri tetapi gagal hingga kasus tersebut sampai ke pengadilan. Sang jaksa menuturkan ungkapan heran kepada laki-laki tersebut. Dalam data di atas, penerjemah menggunakan metode penerjemahan bebas. Terdapat pada klausa dalam BSu,

/ ي ة ج ر را ح ت ل ن ا أ ن /

anna

al-intichāra jarīmatun, kemudian hasil terjemahan dalam BSa menjadi “bahwa

bunuh diri termasuk ke dalam salah satu tindak kejahatan”. Maka, penerjemah menerjemahkan secara bebas dengan membuat parafrase dan kreasi makna yang lebih panjang dari teks asli serta strukturnya menyesuaikan bahasa sasaran.

Dengan demikian dapat dipahami dan berterima pada pembaca bahasa sasaran.

2.3. Metode Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)

Metode ini memproduksi pesan asli, tetapi cenderung mendistorsi nuansa makna dengan memilih koloqualisme dan idiom yang tidak terdapat dalam bahasa aslinya atau terjemahan alami. (Newmark, 1988: 47). Berikut contoh penerapan metode penerjemahan idiomatik beserta analisisnya:

(37)

Tabel 42. Contoh Metode Penerjemahan Idiomatik dan Analisis No. 16

Bahasa Sumber

ى ل ع ت ل ز ن ة ب ي ص م ... ى ف ك ... ى ف ك ل ت ع ل ط ن ي أ ن م ! ر م لا ى ه ت نا و ي س أ ر

أ ي ت ه لا ا م خ ل و ق ة ؟

Kafā ... kafā ... mushibatun nazalat ‘ala ra’sī wantahā al-amr! Min aina thala’ta lī ayyatuhā al-makhlūqatu? (TSu, hal. 47)

Bahasa Sasaran “Cukup sudah... cukup! Aku telah tertimpa musibah dan sekarang....selesai! Dari mana

kamu datang wahai makhluk Tuhan?” (TSa, hal. 30)

Metode Penerjemahan Idiom

Jenis Tuturan Tuturan Marah

Pada tabel data no. 16 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki yang ingin bunuh diri namun digagalkan oleh seorang perempuan, sehingga laki-laki tersebut menuturkan ungkapan amarah. Pada kasus tersebut, penerjemah menggunakan metode penerjemahan idiomatik. Dalam BSu, terdapat klausa

ى س أ ر ى ل ع ت ز ل ن ي ب ة ص م /

mushibatun nazalat ‘alā rasī, dalam BSa diartikan “Aku telah tertimpa musibah”. Jika diterjemahkan secara harfiah, kata

م

ي ب ة / ص

mushibatun dalam kamus Al-Munawwir (2007: 592) berarti musibah, dan

(38)

kata

ت / ن ز ل

nazalat dalam kamus Al- Munawwir (2007: 917) berasal dari kata

ل ز ن –

ل ز ن ي /

nazala – yanzilu berarti turun, berkedudukan sebagai fi’l mādhi, kata

ى ع ل

/

‘alā berarti di atas dan berkedudukan sebagai charfun jar, kemudian kata

ى / س ر أ

rasī dalam kamus Al-Munawwir (2007: 424) berarti kepala. Hasil terjemahan

secara harfiah menjadi “musibah telah turun di atas kepalaku”. Penerjemah mencoba memproduksi pesan asli dan memilih nuansa makna idiom yang tidak terdapat pada terjemahan asli. Maka, hasil terjemahan dalam BSa dapat lebih mudah dimengerti dan diterima oleh pembaca bahasa sasaran.

2.4. Metode Penerjemahan Komunikatif (Communicative Translation)

Metode penerjemahan komunikatif tidak terikat dengan teks tertulis, tapi lebih mementingkan konteks dalam proses penerjemahannya agar hasilnya baik dari segi isi maupun bahasa dan mudah diterima atau dipahami oleh pembaca (Newmark, 1988: 47). Berikut contoh penggunaan metode penerjemahan komunikatif dan uraiannya:

Tabel 43. Contoh Metode Penerjemahan Komunikatif dan Analisis No. 3

Bahasa Sumber

... ي ث ك ... ي ث ك ا ذ ه ... ! ع م طل ل ي

Yā li-thama’! hadzā katsīrun... katsīrun (TSu, hal. 14)

(39)

Pada tabel data no. 3 di atas merupakan penggalan dialog pada cerita seorang laki-laki atau sebagai ayah, ia mencari orang ahli ibadah untuk ditanyai perihal Tuhan. Kemudian, sang ahli ibadah menyuruh laki-laki tersebut untuk berdoa, namun doanya dianggap terlalu serakah hingga sang ahli ibadah mengungkapkan tuturan umpatan. Pada data tersebut, penerjemah menggunakan metode penerjemahan komunikatif. Klausa dalam BSu,

/ ... ي ث ك ... ي ث ك ا ه ذ /

hadzā katsīrun... katsīrun, hasil terjemahan dalam BSa menjadi “itu terlalu

banyak”. Dilihat secara leksikal, kata

ا / ه ذ

hadzā, merupakan isim isyarah untuk mufrad mudzakar (Ni’mah, 2015: 234). Namun, terjemahan dalam BSa menjadi

“itu”. Kemudian kata selanjutnya,

... ي ث ك ... ي ك ث /

katsīrun... katsīrun, dalam

kamus Al-Munawwir (2007: 96)

ي / ك ث

katsīrun berarti “banyak”. Dari hasil

terjemahan, penerjemah mencoba lebih mementingkan konteks dan tidak terikat dengan teks asli. Sehingga, mudah diterima atau dipahami oleh pembaca bahasa sasaran.

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti terhadap data mengenai metode penerjemahan sesuai dengan jumlah total data yaitu 75, yang terbagi

Bahasa Sasaran “Dasar tamak!... itu terlalu banyak”

(TSa, hal. 4)

Metode Penerjemahan Komunikatif

Jenis Tuturan Tuturan Mengumpat

(40)

dalam dua kelompok; yakni metode penerjemahan yang cenderung pada bahasa sumber dan metode penerjemahan yang cenderung pada bahasa sasaran. Data yang memiliki kecenderungan pada bahasa sumber terdapat pada metode penerjemahan kata demi kata (5 data), metode penerjemahan harfiah (4 data) dan metode penerjemahan semantik (5 data). Adapun data yang memiliki kecenderungan pada bahasa sasaran terdapat pada metode penerjemahan adaptasi (12 data), metode penerjemahan bebas (35 data), metode penerjemahan idiomatik (2 data) dan metode penerjemahan komunikatif (12 data). Dalam penelitian ini, metode penerjemahan bebas paling mendominasi dengan jumlah 35 data.

Sehingga, berdasar pada tabel 35 sebelumnya mengenai perbandimgan persentase penerapan teknik penerjemahan yang cenderung pada bahasa sumber dan bahasa sasaran terlihat bahwa teknik penerjemahan yang cenderung terhadap bahasa sasaran lebih banyak diterapkan. Oleh karena itu, sesuai dengan teori delapan metode penerjemahan milik Newmark (1988: 45-47), dapat diasumsikan bahwa metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah lebih cenderung atau berorientasi terhadap bahasa bahasa sasaran, yaitu metode penerjemahan bahasa sasaran atau komunikatif (TL Emphasis) karena penerjemah sangat memperhatikan unsur- unsur yang terdapat dalam BSu dan BSa, seperti; budaya, penulisan pada teks hingga pesan atau isi dalam keseluruhan teks untuk mendapatkan hasil terjemahan yang mudah dipahami, dimengerti serta berterima terhadap pembaca bahasa sasaran.

(41)

C. Ideologi Penerjemahan

Sebuah terjemahan yang baik dan benar bergantung pada ideologi penerjemahan yang dianut oleh seorang penerjemah dalam melakukan proses penerjemahan. Dalam bidang penerjemahan, ideologi diartikan sebagai keyakinan tentang “benar atau salah” suatu terjemahan (Hoed, 2006: 83). Dalam penerjemahan, terdapat dua kutub ideologi penerjemahan yaitu cenderung terhadap bahasa sasaran (BSa) atau foreignisasi dan cenderung terhadap bahasa sumber (BSu) atau domestikasi. Pada kasus ini, akan diketahui kecenderungan ideologi yang dianut oleh penerjemah.

1. Ideologi Foreignisasi

Pertama, ideologi foreignisasi adalah ideologi yang berasumsi bahwa hasil terjemahan yang baik, berterima, sesuai dengan selera dan harapan pembaca dengan menghadirkan kedekatan dengan budaya BSu, sehingga karya yang dihasilkan terasa seperti karya terjemahan. Menurut Hoed (2006: 87) ideologi foreignisasi adalah suatu hasil terjemahan yang betul, berterima dan baik adalah yang sesuai dengan selera dan harapan pembaca dengan menghadirkan budaya bahasa sumber yang memberikan manfaat untuk pembaca. Ideologi foreignisasi ini dapat diketahui mengacu metode penerjemahan milik Newmark (1988: 45-47) yaitu; metode penerjemahan kata demi kata (word for word translation), metode penerjemahan harfiah (literal translation), metode penerjemahan setia (faithful translation), dan metode penerjemahan semantik (semantic translation).

(42)

2. Ideologi Domestikasi

Kedua, ideologi domestikasi yang berasumsi bahwa hasil terjemahan yang betul, baik, dan berterima sesuai dengan latar belakang budaya masyarakat bahasa sasaran atau cenderung terhadap bahasa sasaran (BSa), sehingga hasil terjemahan terasa seperti tulisan oleh penulis asli dalam bahasa sasaran. Menurut Hoed (2006:

88) ideologi domestikasi merupakan kebalikan dari ideologi foreignisasi, yaitu penerjemahan yang benar, berterima dan baik adalah yang sesuai dengan kebudayan masyarakat bahasa sasaran. Kemudian, mengacu pula pada teori metode penerjemahan milik Newmark (1988: 45-47), metode penerjemahan yang memicu munculnya ideologi domestikasi antara lain; metode penerjemahan adaptasi (adaptation translation), metode penerjemahan bebas (free translation), metode penerjemahan idiomatik (idiomatic translation), dan metode penerjemahan komunikatif (communicative translation).

Ideologi penerjemahan berada pada level super makro. Sebagai penelitian produk maka ideologi ini dianalisis dari kajian level mikro dan makro terhadap data hasil terjemahan atau teks. Penelitian mikro yaitu pada penerapan teknik penerjemahan, kemudian penelitian makro yaitu pada penerapan atau penggunaan metode penerjemahan, sehingga dapat diambil kesimpulan yang mengerucut dari ideologi yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan keseluruhan teks.

Berdasarkan kriteria-kriteria dari kedua ideologi penerjemahan di atas yang diadaptasi dari Venuti (1995: 20-21) pada kajian teori dan temuan data penerapan teknik dan metode penerjemahan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

(43)

diidentifikasi kecenderungan ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah seperti pada tampilan tabel berikut:

Tabel 44. Kecenderungan Ideologi Penerjemahan Kecenderungan Ideologi Bahasa

Sumber (Foreignisasi)

Kecenderungan Ideologi Bahasa Sasaran (Domestikasi)

Teknik Jumlah Teknik Jumlah

Harfiah

Peminjaman Murni

9 5

Adaptasi

Kreasi Diskursif Transposisi Amplifikasi Reduksi

Amplifikasi Linguistik Partikularisasi

Kompensasi Generalisasi Padanan Lazim Kompresi Linguistik Modulasi

Variasi

14 7 7 6 6 4 4 3 3 2 2 2 1

14 (19%) 61 (81%)

(44)

Berdasarkan pada tabel 44 di atas, terlihat jumlah perbandingan persentase kecenderungan ideologi bahasa sasaran atau domestikasi yang lebih mendominasi dari pada kecenderungan ideologi bahasa sumber atau foreignisasi. Tabel tersebut menunjukkan penerapan teknik penerjemahan yang memicu dan mendominasi ideologi domestikasi sejumlah 61 data (81%) dan penerapan teknik penerjemahan yang memicu ideologi foreignisasi sejumlah 14 data (19%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerjemah lebih mempertahankan dan condong terhadap bahasa sasaran (BSa). Dengan demikian, peneliti menarik kesimpulan bahwa penerjemah dalam menerjemahkan tindak tutur ekspresif dalam antologi cerpen Arinīllah menunjukkan kecenderungan menganut ideologi penerjemahan domestikasi dengan mementingkan penyampaian pesan atau isi dari hasil terjemahan dapat dipahami, dimengerti dan berterima terhadap masyarakat pembaca bahasa sasaran (BSa). Hal itu didasari oleh data-data yang diperoleh peneliti dari analisis teknik dan metode penerjemahan yang diterapkan dalam objek material penelitian ini.

D. Hubungan antara Jenis Tindak Tutur Ekspresif dengan Variabel Penerjemahan

Ada empat komponen utama dalam penelitian ini, yaitu; yang pertama, tindak tutur ekspresif kemudian tiga lainnya merupakan variabel atau teori penerjemahan yakni teknik, metode dan ideologi penerjemahan. Penelitian ini menggunakan objek material antologi cerpen yang di dalamnya memuat susunan bahasa; kata, frasa, klausa dan kalimat yang berunsur ekspresif cenderung lebih banyak

(45)

ditemukan. Kemudian keterkaitannya dengan teori penerjemahan, karena penerjemahan merupakan suatu ilmu interdisipliner maka dapat diterapkan pada bidang ilmu lainnya, seperti; pragmatik.

Temuan data tindak tutur ekspresif dalam cerpen dikaji berurutan dengan teori penerjemahan; teknik, metode dan ideologi. Pada proses analisis dilakukan dengan tiga tahapan utama di antaranya; pada tahap pertama yaitu mengidentifikasi; memilih, menandai dan mengumpulkan seluruh data berupa ungkapan atau tuturan ekspresif beserta jenisnya. Ditemukan sejumlah 17 jenis tuturan ekspresif pada penelitian ini. Kemudian tahap kedua; klasifikasi dan identifikasi data tuturan ekspresif tersebut ke dalam penerapan teknik penerjemahan. Dalam hal ini, dilakukan analisis data pada tingkat mikro yaitu terhadap satuan lingual terkecil; kata, frasa, klausa atau kalimat pada data jenis tuturan ekspresif yang dikategorikan dalam penerapan variasi teknik penerjemahan. Teknik penerjemahan yang diterapkan akan berpengaruh pada kategori metode penerjamahan. Dalam penelitian ini, penerapan teknik penerjemahan ditemukan sejumlah 15 jenis, dengan dominasi teknik adaptasi 14 data (19%).

Selanjutnya, tahap ketiga yaitu klasifikasi dan identifikasi penerapan metode penerjemahan kemudian kecenderungan ideologi penerjemahan. Dalam proses klasifikasi dan identifikasi penerapan metode penerjemahan merupakan analisis data pada tingkat makro karena dilakukan terhadap satuan lingual yang lebih besar, seperti kalimat atau dalam satu data utuh. Kemudian, kecenderungan ideologi penerjemahan. Dalam hal ini, penentuan kecenderungan ideologi

(46)

memiliki keterikatan atau bergantung dengan penerapan teknik dan metode penerjemahan yang mengerucut. Ideologi berada pada tingkat super makro, yaitu pada keseluruhan teks atau data. Jika, penerapan teknik lebih banyak diterapkan mengacu pada bahasa sasaran, maka memberi dampak yang sama terhadap penerapan metode dan kecenderungan ideologi penerjemahan. Dari hasil analisis data dalam penelitian ini, berdasarkan dominasi hasil penerapan teknik adaptasi, maka ditemukan dominasi metode penerjemahan bebas 35 data (47%), dan kecenderungan ideologi domestikasi 61 data (81%). Dengan simpulan, penerjemah condong terhadap ideologi domestikasi atau pada bahasa sasaran.

Dengan demikian, penerjemah dapat dinilai memiliki kecenderungan atau condong ideologi foreignisasi (BSu) atau domestikasi (BSa) berdasarkan pada karya terjemahan yang telah dihasilkan dan dikaji secara mendalam melalui penelitian. Dikarenakan tidak semua pembaca memiliki latar belakang dan keilmuan yang sama untuk menyimpulkan kecenderungan ideologi yang diyakini oleh penerjemah.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini operator harus input data yang diperoleh saat melakukan. inspeksi FO sesuai dengan jumlah sampling yang

Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Armiyati dan Soesanto (2014) tentang pemberdayaan kader posbindu lansia sebagai upaya peningkatan

Tipe angket dalam penelitian ini adalah tipe pilihan dalam bentuk multiple choice yang disusun berdasarkan skala pengukuran model Likert, yaitu dengan memberikan

menjual saham; (8) Berbagai proteksi bagi investor di pasar modal. Dengan pemaparan materi yang dikemas dalam berbagai gambar, foto, infografis dan bahkan video

Adanya praktik poligami suami yang istrinya menjadi tenaga kerja Indonesia di Desa Bulubrangsi Kecamatan Laren Kabupaten Lamongan, jika dipandang dalam hukum Islam tidak

Jika sebuah perusahaan yang terdaftar di Uni Eropa memegang produk yang tidak memenuhi syarat misalnya (kapal yang tidak sesuai peraturan) atau kondisi (disetujui tetapi

Transformator ( Transformer ) atau disingkat dengan Trafo yang digunakan untuk DC Power supply adalah Transformer jenis Step-down yang berfungsi untuk menurunkan tegangan

 Persilangan sapi $ertanduk hetero%igot dengan Persilangan sapi $ertanduk hetero%igot dengan sapi tidak $ertanduk hetero%igot& dihasilkan ' sapi tidak $ertanduk