• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa Tabu yang Mengacu pada Keadaan

Dalam dokumen Bea Anggraini dan Sri Wiryanti BU (Halaman 100-106)

DAFTAR PUSTAKA

3. Bahasa Tabu yang Mengacu pada Keadaan

orang, yaitu antara penutur (Pn) dengan l a wa n t ut ur ( Lt ) ke t i ka m e re ka membicarakan seorang suami (Pak Haryono) ketika ditinggal istrinya pergi TKI ke Arab. Dalam tuturan itu, Lt menggunakan istilah 'berkarat' yang dimaksudkan untuk mengganti konsep tertentu yang mengacu pada aktivitas seseorang laki-laki (suami) yang sudah lama tidak melakukan hubungan intim dengan istrinya.Dengan demikian, istilah ini lebih tepat merujuk pada alat kelamin seorang laki-laki yang tidak bias berfungsi sebagai suami, yaitu mengalami impoten.

c. Sego pecel

Perhatikan konteks tuturan di bawah ini: Pn : “Hati-hati Bu nek nyabrang”.

'Hati-hati Bu kalau menyebarang'. Lt : “ Iyo to, lawong sego pecel sek enak.

'Iya, kan nasi pecel masih enak'.

Tuturan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi perbincangan dua orang, yaitu antara penutur (Pn) dengan lawan tutur (Lt) ketika mereka berada di perjalanan. Pada tuturan itu, Lt

menggunakan istilah 'nasi

p e c e l ' ya n g d i m a k su d k a n un t u k mengganti konsep tertentu yang mengacu padaseseorang yang masih ingin menikmati hidup. Selain itu, penggunaan istilah ini merefleksikan bahwa kebosanan hidup itu dapat diatasi dengan sesuatu yang mudah diperoleh, tidak sulit bahkan dengan harga murah sekali pun.

d. Nyetrum

Perhatikan konteks tuturan di bawah ini:

Pn : “Aku nek ndelok arek ayu yo sek nyetrum”.

'Aku kalau lihat perempuan cantik ya masih kesetrum'.

Lt : “Yo sek normal, Cak”. 'Ya masih normal, Cak'.

Tuturan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi perbincangan dua orang, yaitu antara penutur (Pn) dengan lawan tutur (Lt) ketika membicarakan tentang masalah pribadinya. Dalam tuturan itu, Pn menggunakan istilah 'kesetrum' yang dimaksudkan untuk mengganti konsep tertentu yang merujuk pada hubungan batin antara seorang laki-laki keti ka mel ihat perempuan atau sebaliknya. Penggunaan istilah ini lebih tepat digunakan untuk mengacu pada kedekatan hati dan perasaan sehingga ada kontak antara keduanya.

e. Ngingu wedhus

Perhatikan konteks tuturan di bawah ini: Pn : “Kok gak kawin-kawin Cak, gak payu

ta?

'Kok tidak menikah Cak, tidak laku ya?”

Lt : ”Timbangane ngingu wedhus, tuku satene iso kok?”

' D a r i p a d a m e m e l i h a r a kambing,beli satenya saja bisa kok?'

Tuturan di atas menunjukkan bahwa telah terjadi perbincangan dua orang, yaitu antara penutur (Pn) dengan lawan tutur (Lt) ketika mereka berada di b a l a i RT. P a d a t u t u r a n i t u , L t menggunakan istilah karaten sego pecel sego pecel nyetrum nyetrum ngingu wedhus

'memelihara kambing' yang dimaksudkan untuk mengganti konsep tertentu yang me ngacu pada m em eli hara i s tri . Penggunaan istilah tersebut seolah memberikan gambaran bahwa seorang istri kadang-kadang membuat masalah terhadap suaminya. Selain itu, perilaku seorang istri disamakan dengan sifat binatang, seperti seekor kambing yang

memiliki sifat Dengan

demikian, konteks tuturan tersebut mengindikasikan bahwa daripada menikah dengan seorang perempuan yang memilki sifat tidak benar, maka lebih baik berhubungan dengan orang lain di luar pernikahan.

Penggunaan bahasa tabu yang digunakan oleh masyarakat di Jawa Timur dalam konteks tuturan bahasa Jawa dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Asosiasi

Penggunaan bahasa tabu yang masih digunakan oleh masyarakat dapat disebabkan adanya asosiasi. Adapun asosiasi ini selalu berkaitan dengan hal lain yang merujuk pada konsep tertentu. Setiap benda atau sesuatu yang lain selalu dihubungkan dengan asosiasi, baik yang bersifat positif maupun negatif. Selain itu, faktor asosiasi ini menimbulkan persepsi masyarakat terhadap nilai rasa dalam bahasa.

b. Eufemia

Faktor eufemia berhubungan

dengan bentuk penghalusan bahasa yang sering digunakan oleh pemakai bahasa atau masyarakat untuk menimbulkan efek-efek tertentu. Bentuk penghalusan bahasa ini dapat menimbulkan bentuk kesopanan di dalam bentuk pergaulan.

Selain itu, bentuk eufemia juga dikaitkan dengan faktor emotif seseorang untuk mengungkapkan sesuatu yang sifatnya kasar sehingga berubah menjadi sesuatu yang sudah diperhalus dengan permaianan kata-kata.

c. Hubungan Keakraban

Hubungan keakraban merupakan suatu situasi dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya bahasa tabu sehingga terjalin hubungan yang baik antara penutur dengan lawan tutur. Segala bentuk yang berkaitan dengan bahasa tersebut selalu berkaitan dengan tata pergaulan antaranggota masyarakat di lingkungan mereka berada. Situasi dalam k o n t e k s t u t u r a n k e t i k a t e r j a d i p e r b i n c a n g a n , k e b a y a k a n p a r a p e m a k a i n y a m e m i l i k i h u b u n g a n keakraban dengan penutur lain sehingga bahasa yang digunakan terkesan terang-terangan.

d. Humoris

Selain hubungan akrab, salah satu penyebab terjadi penggunaan bahasa tabu yang dilakukan oleh masyarakat, yaitu adanya faktor humoris. Faktor ini dapat menimbulkan efek kelucuan antara penutur dan lawan tutur sehingga perbincangan mereka menjadi semarak. Hal ini memang tampak bahwa aplikasi penggunaan bahasa tabu lebih cenderung dilakukan dalam situasi informal sak karepe dewe.

4 . F a k t o r - F a k t o r P e n y e b a b Penggunaan Bahasa Tabu

sehingga suasana menjadi santai dan dapat menghindari sesuatu yang kurang menyenangkan.

e. Sindiran

S e l a i n a l a s a n - a l a s a n y a n g disebutkan di atas, penggunaan bahasa tabu juga digunakan untuk menyindir seseorang atau sekelompok orang yang memang menjadi sasaran perbicangan. Bentuk sindiran tersebut memang sengaja ditujukan dengan tujuan-tujuan tertentu agar orang lain tidak merasa tersinggung, sakit hati, kecewa,dan sebagainya. Hal ini para penutur dan lawan tutur akan menggunakan bahasa dengan kata-kata yang sudah dialihkan ke dalam konsep lain sehinggan dapat dikategorikan sebagaiungkapan yang tidak terkesan menjatuhkan orang lain atau sekelompok orang.

P e n e l i t i a n d e n ga n j u d u l ” Penggunaan Bahasa Tabu dalam Konteks Tuturan Bahasa Jawa pada Masyarakat di Jawa Timur” ini merupakan hasil penelitian yang berhubungan dengan pemakaian kata atau istilah dari bahasa Jawa yang tidak mengalami perubahan makna karena hanya digantikan dengan konsep lain. Penggantian konsep-konsep tersebut dapat merefleksikan sesuatu sehingga menimbulkan persepsi terhadap sebuah rujukan tertentu.

Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh kontek tuturan dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh penutur dan lawan tutur. Dari tuturan tersebut, ada beberapa kata atau istilah yang sudah berubah tetapi masih mengacu atau merujuk pada konsep

yang sama. Misalnya, untuk mengatakan alat atau jenis kelamin laki-laki, sering dikatakan dengan menggunakan

dan .

Selain itu, untuk menyatakan hal-hal yang berhubungan aktivitas jenis kelamin seseorang, sering digunakan istilah

dan lain sebagainya. D e n g a n d e m i k i a n d a p a t disimpulkan bahwa penggunaan bahasa tabu dalam konteks tuturan bahasa Jawa dapat dikelompokan menjadi beberapa variasi, yaitu bahasa tabu yang mengacu pada sebuah bentuk benda, aktivitas dan keadaan tertentu. Hal ini dapat dikatakan bahwa variasi-variasi tersebut mengacu pada bnetuk metofora, yaitu semacam analogi yang membandingkan dua hal, gagasan, objek atau sifat dengan sesuatu yang lain. Adapun bentuk perbandingan ini lebig dikaitkan dengan hubungan secara langsung yang meujuk pada objek yang ada sehingga menimbulkan asosiasi dalam suatu bahasa.

Aminuddin. 1988.

Bandung: SinarBaru.

Bloomfield, Leonard. 1933.

Holt, Rinehart and Winston,Inc.

Chaer, Abdul, 1994.

Jakarta: Rineka Cipta.

_______________, 1994.

Jakarta: Rineka Cipta. SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

keris, penthungan, selang, senggotan, botol

senggotan, menak-menek, nyorang-nyorong, ngumpoh,

Semantik: Pengantar Sutudi tentang Makna.

Language.

Semantik Bahasa Indonesia.

Linguistik Umum.

__________ dan Leonie Agustina. 2004. Jakarta: Rineka Cipta.

Cruse, D.A. 1986.

Cambridge: Cambridge University Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Jakarta: Balai Pustaka.

Djajasudarma, Fatimah. 1999. . Bandung: Refika. __________________. 1999. Bandung: Refika. ____________________. 2006. Bandung: Refika Aditama. Frawly, William. 1992. London: Lawrence Erlbaum. Halliday, MAK. 1978. London:Edward Arnold.

George, Yul & Gilian Brown. 1996. J a k a r t a Gramedia Pustaka Utama.

Goddard, Cliff. 1998. .

Oxford: Oxford University Press.

Katz, Jerrold J. 1972. .

New York: Harper & Row, Publisher. Keraf Gorys. 1996. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kreidler, Charles W. 1998. Londong: Rouledge. Leech, Geoffrey. 1981. New York:Pelican Book. ____________________. 1983. Longman Group Limited: New York. Lyons, John 1968. . C a m b r i d g e : C a m b r r i d g e University Press. Palmer, F.R. 1976. CambridgeUniversity Press. Pateda, Mansoer. 2001. Jakarta: Rineka Cipta.

Parera, Jos Daniel. 2004. . Jakarta: Erlangga. Ramlan,M. 1985. Yogyakarta: CV.Karyono. Subroto, Edi dkk. 1999. J a k a r t a : P u s a t Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Sudaryanto. 1988. Yo g y a k a r t a : G a j a h M a d a University Press. Sosiolinguistik:Perkenalan Awal. Lexical Semantics.

Kamus Baru Bahasa Indonesia.

Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna

Semantik II: Pemahaman Ilmu Makna Makna.

Metoda Linguistik: Ancangan Metoda Penelitian dan Kajian.

Linguistic Semantics. Languge as Social Semiotics. A n a l i s i s Wa c a n a : Semantik Analisys Semantic Theory

Diksi dan Gaya Bahas a. Intoducing English Semantics Semantics: Study of Meaning. The Pr i nci pl es of Pragr mati c s.

Linguistics Semantics Semantics.Cambridge: Semantik Leksikal. Teori Semantik Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Telaah Stilistika Novel Berbahasa Jawa Tahun 1 9 8 0 - a n .

___________. 1991.

Yoyakarta: Duta Wacana University Press.

Rahardi, Kunjana.2002.

Jakarta : Erlangga.

Sudikan, Setya Yuwono. 2000.

Jakarta : Ciitra Wacana.

Sumarsono dan Paina Partana. 2004. .Yogyakarta: SABDA.

Ullman, Stephen. 1962.

Oxford: Basil Blackwell.

Wierzbicka, Anna. 1991.

Moutonde Gruyter Berlin New York.

Wijana, I Dewa Putu. 1996.

Yogyakarta:ANDI.

________________ dan Mohammad Rohmadi. 2006.

ogyakarta: Pustaka Pelajar. Tata baku Bahasa Jawa.

Pragmatik : Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.

Metode Penelitian Kebudayaan.

Sosiolinguistik

Semantics: An Introduction to the Study of Meaning.

Cross-Cultural Pragmatics: The Semantics of Humam Interaction.

Dasar-Dasar Pragmatik.

Sosiolinguistik: Kajian Teori dan Analisis. Y

Terbitnya Mozaik, edisi Vol 8 no 2 Tahun 2010 ini tidak lepas dari kerjasama berbagai pihak, terutama kehadiran Mitra Bestari yang turut serta memberikan masukan kelayakan artikel yang akan diterbitkan. Sebagai jurnal ilmu humaniora, maka Mozaik juga melibatkan sejumlah Mitra bestari yang kompeten dalam kajian tersebut. Itulah sebabnya, atas terbitnya jurnal kali ini, kami sampaikan terimakasih kepada Mitra Bestari seperti Prof. Dr. Aminudin Kasdi (sejarah), Prof. Dr. Setyo Yuwono Sudikan (Sastra dan Budaya), Dr. Myrtati D.Artaria (Antropolog), dan Prof. Dr.Ayu Sutarto (Antropolog).

Dalam dokumen Bea Anggraini dan Sri Wiryanti BU (Halaman 100-106)

Dokumen terkait