• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASAN Nisbah Kelamin

Dalam dokumen BAWAL WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP (Halaman 32-35)

DI WADUK KEDUNG OMBO PROPINSI JAWA TENGAH SOME ASPECT OF REPRODUCTION BIOLOGY OF FISH BETUTU

BAHASAN Nisbah Kelamin

Ratio kelamin diperlukan untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin, sehingga diduga keseimbangan populasinya. Populasi ikan betutu betina di daerah penelitian lebih banyak dibandingkan dengan jantan. Dikatakan oleh Pralampita et al. (2003) bahwa individu betina yang lebih banyak daripada jantan atau sebaliknya dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku yang bersifat spasio-temporal, misalnya yang berkaitan dengan proses reproduksi, tabiat pakan dan makan (food and feeding habits), ruaya dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Effendie (2002), kenyataan di alam perbandingan kelamin jantan dan betina tidak mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh pola penyebaran yang disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi dan keseimbangan rantai makanan.

Tingkat Kematangan Gonad

Kematangan gonad ikan adalah tahapan pada saat perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Utiah, 2007). Perkembangan gonad pada ikan secara garis besarnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertumbuhan dan tahap pematangan (Lagler et al., 1977).

Dari gambar 4, Apabila dilihat dari bulan Maret sampai bulan Oktober menunjukkan bahwa ikan betutu matang gonad (TKG IV) terjadi pada setiap bulan pengamatan, begitu pula terjadi pada ikan jantan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ikan betutu dapat memijah sepanjang tahun. Puncak pemijahan ikan betutu terjadi pada bulan Oktober, saat hujan sudah mulai turun sehingga mempengaruhi fluktuasi permukaan air. Welcomme (1985) menyatakan puncak pemijahan pada kebanyakan spesies ikan didaerah tropis adalah pada saat air melimpah atau banjir, ditambahkan juga Lagler (1972), bahwa perubahan ketinggian permukaan air dapat mempengaruhi atau merangsang ikan untuk melakukan reproduksi.

Udupa dalam Susilawati (2000) menyatakan, ukuran ikan pada waktu mencapai matang gonad pertama kali bervariasi di antara dan di dalam spesies. Hal ini di duga karena faktor ketersedian pakan disuatu perairan, pola adaptasi dan strategi hidup ikan yang berbeda, selain itu adanya kecepatan pertumbuhan pada masing-masing ikan juga menyebabkan ikan akan mencapai tingkat kematangan gonad yang berbeda.

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Menurut (Bagenal, 1978 dalam Nasution, 2005), mengatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20 % adalah kelompok ikan yang dapat memijah

lebih dari satu kali setiap tahunnya. Dari hasil penelitian ikan betutu mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20 %, sehingga dikategorikan ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahun. Hal ini sesuai dengan laporan Pulungan et.al., (1994) menyatakan bahwa pada umumnya ikan yang hidup di perairan tropis dapat memijah sepanjang tahun dengan nilai IKG yang lebih kecil pada saat ikan tersebut matang gonad.

Fekunditas

Fekunditas ikan betutu pada penelitian ini selalu berfluktuasi, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan ikan-ikan yang didapat tidak berumur sama. Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relatif lebih kecil dibandingkan ikan-ikan yang lebih muda. Fekunditas maksimum dicapai pada ikan yang masih muda

(www.seafooddict.com). Fekunditas telur betutu hasil penelitian Soewardi (2006) melaporkan bahwa fekunditas telur ikan betutu di sungai cisadane berkisar antara 11.000-145.000 butir dan di waduk saguling berkisar antara 14.000-180.000 butir, hal ini relatif lebih besar dibandingkan fekunditas telur ikan betutu di waduk Kedung ombo hal ini disebabkan karena ikan di Waduk Kedung Ombo mempunyai ukuran yang kecil jika dibandingkan dengan ikan betutu di sungai Cisadane dan di waduk Saguling. Faktor lain yang mempengaruhi fekunditas adalah umur ikan, panjang atau bobot dan spesies ikan (Andamari et.al, 2003).

Berdasarkan Sukendi (2001), nilai fekunditas suatu spesies ikan selain dipengaruhi oleh ukuran panjang total juga dipengaruhi oleh bobot tubuh. Bobot tubuh ikan betutu lebih baik untuk menduga nilai fekunditas jika dibandingkan dengan panjang total tubuhnya. Menurut Effendie (1997), fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan bobot ikan, karena bobot ikan lebih mendekati kondisi ikan tersebut daripada panjang tubuh.

Diameter Telur

Pada gambar 5 terlihat bahwa ukuran telur ikan betutu tidak seragam. Ukuran diameter telur yang paling banyak ditemukan antara 0,29 – 0,32 mm (26,2%), selanjutnya ukuran 0,32 – 0,35 mm (23,61%). Kelompok ukuran diameter telur yang didapat dari hasil penelitian menyebar secar mencolok, hal ini menujukkan bahwa ikan betutu melakukan pemijah secara parsial atau tipe pemijahan panjang. Menurut Soewardi (2006), melaporkan bahwa ikan betutu di sungai Cisadane dan di waduk Saguling melakukan pemijahan secara partial atau tipe pemijahan panjang. Berdasarkan Lumbanbatu (1979) dalam Susilawati (2000), bahwa ikan yang melakukan pemijahan secara parsial berarti waktu pemijahanya panjang yang ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovariumnya. Ukuran telur yang berbeda atau tidak

95

seragam menyebakan ikan melakukan pemijahan secara partial karena telur belum siap dipijahkan secara keseluruhan.

KESIMPULAN

Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) di waduk Kedungombo Propinsi Jawa Tengah dapat memijah sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Oktober bersama dengan musim penghujan. Ukuran pertama kali matang gonad terdapat pada panjang total antara 16,5 – 18,1 cm. Nilai IKG pada ikan betutu jantan berkisar antara 0,03 % - 0,65 %, sedangkan ikan betutu betina berkisar antara 0,11 % - 5,57 %. Fekunditas berkisar antara 6414-56.302 butir dan diameter telur berkisar antara 0,2 – 0,67 mm

PERSANTUNAN

Tulisan ini merupakan kontribusi dari kegiatan hasil riset bio-ekologi ikan red devil dan ikan betutu di perairan waduk Kedung Ombo Jawa Tengah T.A. 2011, di Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum-Mariana, Palembang.

DAFTAR PUSTAKA

Andamari, R., Sjahrul, B & Hasmi, B. 2003. Aspek Reproduksi Ikan Kurisi Bali (Pristipomoides typus) dari Perairan Kei Kecil, Maluku Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan (9) 3 : 57 -62.

Blaxter, 1969. Oxyeleotris marmorata. www,dmandiri or.id, 23 November 2011.

Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006. Studi Penatagunaan Kawasan Kedung Ombo. PT Terta Buana Manggala Jaya dan PT Virema Karya. Semarang. 60 hal.

Dinas Peternakan dan perikanan Sragen, 2006. Profil Waduk Kedung Ombo Sentra Perikanan Kabupaten Sragen. 70 hal.

Dharyati, E., A.D. Utomo., S. Adjie., Asyari., D. Wijaya., G. Subroto., B. Waro., D. Ismeywati., E.D. Harmilia., R. Ridho., D. Putranto & S. Sukimin. 2010. Bio-ekologi dan potensi sumberdaya perikanan di waduk Kedung Ombo dan Gajah Mungkur Jawa Tengah. Laporan Akhir. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 145 hal.

Effendie, M.I. 1992. Metoda biologi perikanan. Fakultas Perikanan. Bagian Ichtiology IPB. 112 hal.

Effendie, M. I. 1997. Metoda Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. Yayasan Agromedia. Bogor. 112 hal.

Effendie, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.

Gunawan., S. Diana., S. Astuty & Iskandar. 1999. Studi biologi ikan betutu ((Oxyeleotris marmorata) di perairan Waduk Cirata. Tesis Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. 20 hal. (Tidak dipublikasikan). Haryani, G.S. 1998. Analisa Histologi Gonad Ikan-Ikan di Perairan Danau Semayang Kalimantan Timur. Hasil Penelitian Puslitbang Limnologi 1997/1998. Puslitbang Limnologi LIPI Cibinong : 632-637. Kottelat, M., A.J. Whitten., Kartikasari S.N. & S.

Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Editions Limited. Jakarta 293 hal.

Lagler, K.F. 1972 Freshwater Fishery Biologi. Second Edition. W. M.C. Brown Company Publishers. Dubuque Iowa. 302 hal.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller & D.M.Passiano. 1977. Ichthyologi. John Willey and Sons. Inc. New York. 505 p.

Nasution, S.H. 2005. Karakteristik reproduksi ikan endemic rainbow selebensis (Telmatherina celebencis Boulenger) di Danau Towuti. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan : 11(2):29-37.

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. 352 p.

Pralampita, A.P., Umi, C & Johanes, W. 2003. Panjang, Bobot dan Nisbah Kelamin Cucut Lanjam dari Genus Carcharhinus dan Cucut Selendang, Prionace glauca (Famili Carcharnidae) Yang Didaratkan dari Perairan Samudra Hindia Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan: (9) 3 : 33 – 47.

Pulungan, C. P. Nuraini & Efriyeldi. 1994. Aspek Biologi Reproduksi ikan bujuk (Ophicephalus lucius C.V) dari Perairan Sekitar Teratak Buluh, Riau. Tesis Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 15 hal. Soewardi, K. 2006. Studi Beberapa Aspek Biologi

Reproduksi Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata

Bleeker) di Sungai Cisadane dan Waduk saguling, Jawa Barat. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Jurnal Natur Indonesia. (8) 2 : 105-113. Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliaanya

dalam upaya pembinihan ikan baung (Mystus nemurus C) dari perairan sungai Kampar Riau. Disertasi Program Pascasarjana IPB. 178 p.

Susilawati, R. 2000. Aspek biologi reproduksi, makanan, dan pola pertumbuhan ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di Perairan Teluk Labuan, Jawa Barat. Skripsi Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. 99 hal.

Udupa, K.S. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity in fishes. Fishbyte. ICLARM. 4 (2): 8-10.

Utiah, A. 2007. Penampilan reproduksi induk ikan baung (Mystus nemurus) dengan pemberian pakan buatan yang ditambah asam lemak N-6 dan N-3 dan dengan implantasi estradiol-17 B dan tiroksin. Makalah Laporan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2006. 78 hal.

Walpole, R.V.E.1993. Pengantar Statistik. Terjemahan Bambang Sumantri (edisi tiga). PT. Gramedia. Jakarta 521 hal.

Weber, M & De Beaufort, 1913. The fishes of the Indo-Australian Archipelago. E.J Brill Ltd. Leiden. I-XII. Welcome, R.L. 1985. River Fisheries. FAO Fisheries

Technical Paper 262. 330 p.

WWW.Seafooddict.com. (2011). diunduh 12 Februari 2012.

97

HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI LOBSTER BATU

Dalam dokumen BAWAL WIDYA RISET PERIKANAN TANGKAP (Halaman 32-35)

Dokumen terkait