• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasan Penelitian: Penentuan Muatan Lokal Berdasarkan Stratigrafi

Bab 5 Hasil dan Luaran yang Dicapai

5.2 Bahasan Penelitian: Penentuan Muatan Lokal Berdasarkan Stratigrafi

Stratigrafi bahasa dan dialek serta lokalisasi budaya di Tapal Kuda: Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan muatan lokal di tiga kabupaten tersebut. Sebagai bahasa ibu, bahasa Jawa dan bahasa Madura di tiga kabupaten tersebut diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun terdapat kendala dalam pewarisan tersebut. Salah satu tekanan dalam pewarisan bahasa ibu adalah tekanan dari pihak sekolah (Barrena dalam Lauder, 2007). Tekanan tersebut berkaitan dengan muatan lokal yang diberlakukan di sekolah. Lauder (2007) menyatakan “urusan muatan lokal yang berupa bahasa daerah, selama ini diputuskan berdasarkan batas administratif provinsi, bukan berdasarkan batas wilayah bahasa”. Hal itu juga terjadi di

Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Muatan lokal yang digunakan di tiga Kabupaten tersebut didasarkan pada batas administratif.

Dalam penentuan muatan lokal pada daerah yang menggunakan lebih dari satu bahasa itu, batas administratif tidaklah cukup untuk digunakan sebagai pedoman. Dibutuhkan gambaran batas bahasa dan dialek yang mencerminkan pemakaian bahasa penuturnya. Sebab itu, tujuan penelitian ini adalah menghasilkan stratigrafi atau lapis bahasa dan dialek di kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang sehingga dapat diketahui daerah mana saja yang merupakan daerah bahasa Jawa dan dialeknya, serta daerah bahasa Madura dan dialeknya. Hasil tersebut dapat dijadikan pedoman dalam penentuan muatan lokal di tiga kabupaten tersebut.

Berdasarkan peta pada gambar 5.3 pada subbab sebelumnya, terdapat batas-batas yang memisahkan daerah bahasa Madura dan Jawa serta dialeknya. Batas yang memisahkan bahasa Jawa dan Madura di sebagian kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengelompokan bahasa dan dialek di tiga kabupaten tersebut. Pengelompokan itu berarti penutur di daerah bahasa Madura menggunakan bahasa Madura dalam situasi komunikasi sehari, begitupula dengan penutur Jawa di daerah bahasa Jawa. Pengelompokan itu disebabkan oleh dua hal. Pertama, kecenderungan penutur bahasa Madura untuk hidup berkelompok dengan sesamanya. Penutur Madura yang ada di daerah tapal kuda merupakan migran dari Pulau Madura yang telah terjadi sejak zaman penjajahan. Salah satu penyebab migrasi saat itu adalah digunakannya penutur Madura sebagai tenaga kerja di perkebunan. Sebab itu, sampai saat ini penutur bahasa Madura yang kemudian menghasilkan daerah berbahasa Madura di Tapal Kuda cenderung berada di daerah pegunungan atau perkebunan. Kedua, penutur bahasa Madura yang tinggal di kantong-kantong Madura cenderung mempertahankan bahasa Madura sebagai alat komunikasi sehari-hari. Kondisi geografis yang berada di daerah pegunungan membuat mereka jarang berinteraksi dengan masyarakat lain, terutama masyarakat suku Jawa. Sebab itu, pemertahanan bahasa Madura tetap dilakukan oleh penutur Madura ke generasi berikutnya. Situasi itu juga tergambar dalam situasi kebahasaan di Tapal Kuda. Daerah bilingual Jawa-Madura cenderung berada di dekat pusat pemerintahan atau daerah-daerah yang

memiliki akses jalan provinsi dan kabupaten. Meskipun begitu, kecenderungan bilingual tersebut adalah penutur bahasa Madura yang cenderung menjadi penutur bilingual Madura-Jawa, bukan sebaliknya.

Batas administratif yang ada di sebuah kabupaten tidak selalu selaras dengan batas bahasanya, terutama di kabupaten yang memiliki dua penutur bahasa. Tidak semua daerah merupakan daerah bilingual, dan tidak semua daerah memiliki situasi kebahasaan yang sama. Hal itu dapat dilihat pada dua peta berikut.

Gambar 5.23 Perbandingan Batas Administratif dengan Batas Daerah Bahasa dan Dialek

di Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang

Berdasarkan gambar 5.23, tampak bahwa batas administratif tidak selaras dengan batas bahasa dan dialek. Batas bahasa Madura dan Jawa melewati batas administratif tiga kabupaten tersebut. Hal yang sama juga terdapat pada batas dialek Tengger. Daerah dialek Tengger meliputi kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang.

Ketidakselarasan antara batas administratif dan bahasa juga pernah dikaji oleh Auer (2005). Dalam kajiannya tersebut, batas bahasa tidak sekadar melewati batas administratif, tetapi juga melewati batas politik. Artinya, dalam wilayah administratif yang berbeda tetapi dalam daerah bahasa yang sama, penutur bahasa merasa bahwa dirinya merupakan bangsa yang sama dengan penutur di daerah administratif yang berbeda. Contoh hal itu adalah masyarakat Belanda yang berada di daerah bahasa Jerman merasa dirinya sebagai bangsa Jerman meskipun secara administratif dia berada di negara Belanda (Auer, 2005). Kasus yang sama juga terdapat di daerah Tapal Kuda. Masyarakat Lumajang yang berada di daerah bahasa

Madura merasa dirinya orang Madura meskipun secara administratif dia berada di Jawa.

Berkaitan dengan muatan lokal, muatan lokal adalah kegiatan kurikuler yang berfungsi untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, yang materinya tidak dapat menjadi bagian dari mata pelajaran lain sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri (BSNP, 2006). Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum—yang terdapat dalam Standar Isi dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan—yang penyelenggaraannya tidak terpusat agar relevan dengan keadaan dan kebutuhan daerah setempat (BSNP, 2006). Muatan lokal merupakan mata pelajaran sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan (BSNP, 2006). Muatan lokal bertujuan untuk 1) memperkenalkan peserta didik pada lingkungan alam, sosial, dan budayanya; 2) membekali peserta didik untuk memiliki kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya; 3) membekali peserta didik agar memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional (BSNP, 2006).

Definisi dan tujuan muatan lokal memberikan pengertian bahwa muatan lokal antara satu daerah dengan daerah lain dapat berbeda. Pada tujuan ketiga, disebutkan “....memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan yang berada di daerahnya...”. Sehubungan dengan itu, salah satu cara penanaman sikap dan perilaku tersebut dilakukan melalui bahasa daerah. Dalam hal ini adalah bahasa daerah yang merupakan bahasa ibu penuturnya. Dengan demikian, jika di Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang memiliki daerah bahasa Jawa dan daerah bahasa Madura, maka muatan lokal di tiga kabupaten tersebut adalah bahasa Jawa dan bahasa Madura.

Berdasarkan pengertian muatan lokal, peta bahasa memiliki fungsi penting untuk menentukan muatan lokal bahasa daerah di kabupaten. Dalam peta bahasa tergambar batas bahasa dan batas dialek yang menunjukkan bahasa dan dialek yang

digunakan penuturnya. Sebab itu, melalui peta bahasa, dapat ditentukan muatan lokal bahasa daerah yang akan diberlakukan.

Pada kasus daerah Tapal Kuda: Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang, batas bahasa Madura berada di tiga kabupaten, begitu pula dengan batas bahasa Jawa, dan dialeknya. Dalam hal ini, yang perlu dibedakan adalah dialek Tengger, karena dialek yang ada di daerah bagian utara Jawa Timur termasuk dialek Jawatimuran (Kisyani, 2004). Dalam figure 5 tampak bahwa dialek Jawatimuran yang ditemukan Kisyani (2004) juga terdapat di Lumajang. Dengan demikian, muatan lokal bahasa Jawa di tiga kabupaten tersebut sama. Hal itu perlu dibedakan dengan titik 1, 5, dan 6. Muatan lokal di daerah tersebut sebaiknya bahasa Jawa dialek Tengger. Hal itu perlu dilakukan karena terdapat banyak variasi antara dialek Tengger dan dialek Jawatimuran. Selain itu, pemberlakuan muatan lokal bahasa Jawa dialek Tengger juga berfungsi untuk melestarikan budaya suku Tengger.

Berkaitan dengan batas bahasa, tampak pada peta 5.23 bahwa bahasa Madura terdapat di tiga kabupaten. Dengan demikian, muatan lokal bahasa daerah di tiga kabupaten tersebut adalah bahasa Jawa dan bahasa Madura. Bahasa Jawa yang dijadikan muatan lokal adalah bahasa Jawa dialek Jawatimuran dan dialek Tengger. Bahasa Madura yang dijadikan muatan lokal di Kabupaten Probolinggo dan Lumajang adalah bahasa Madura dialek Madura Timur, sedangkan bahasa Madura yang dijadikan muatan lokal di Kabupaten Pasuruan adalah bahasa Madura dialek Madura Barat.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat ditentukan peta muatan lokal bahasa daerah di Tapal Kuda: Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang sebagai berikut.

Gambar 5.24 Peta Muatan Lokal Bahasa Daerah

di Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang

Berdasarkan gambar 5.24 muatan lokal yang dapat diberlakukan di tiap kabupaten sebagai berikut.

1) Muatan lokal bahasa daerah di Kabupaten Lumajang terdiri atas empat. Pertama, muatan lokal bahasa Madura di kecamatan Ranuyoso, Randuagung. Hal itu disebabkan daerah tersebut merupakan daerah homogen bahasa Madura. Kedua, muatan lokal bahasa Jawa dan Madura diberlakukan di Klakah hingga Sukodono dan Pasirian karena dua daerah itu merupakan daerah heterogen Jawa Madura (daerah bilingual) dengan jumlah penutur Madura cenderung lebih banyak, sedangkan di Pasirian terdapat satu desa yang homogen Madura. Ketiga, muatan lokal bahasa Jawa dialek Tengger diberlakukan di Senduro karena terdapat daerah homogen Tengger di Argosari Senduro, dan daerah heterogen Jawa-Tengger di Senduro. Keempat, muatan lokal bahasa Jawa di daerah selain yang telah disebutkan.

2) Muatan lokal bahasa daerah di Kabupaten Pasuruan terdiri atas tiga. Pertama, muatan lokal bahasa Jawa dan Madura diberlakukan di kecamatan Lekok dan Grati karena terdapat daerah homogen Madura di daerah itu (desa Wates) dan

terdapat daerah heterogen Jawa Madura (daerah bilingual) dengan jumlah penutur Madura cenderung lebih banyak. Kedua, muatan lokal bahasa Jawa dialek Tengger diberlakukan di Tosari karena terdapat daerah homogen Tengger di Wonokitri Tosari, dan daerah heterogen Jawa-Tengger di Tosari. Ketiga, muatan lokal bahasa Jawa di daerah selain yang telah disebutkan.

3) Muatan lokal bahasa daerah di Kabupaten Probolinggo terdiri atas empat. Pertama, muatan lokal bahasa Madura di kecamatan Leces, Tiris, dan Paiton. Hal itu disebabkan daerah tersebut merupakan daerah homogen bahasa Madura. Kedua, muatan lokal bahasa Jawa dan Madura diberlakukan di Probolinggo, Dringu, Gending karena dua daerah itu merupakan daerah heterogen Jawa Madura (daerah bilingual) dengan jumlah penutur Madura cenderung lebih banyak. Ketiga, muatan lokal bahasa Jawa dialek Tengger diberlakukan di Sukapura karena terdapat daerah homogen Tengger di Ngadisari Sukapura, dan daerah heterogen Jawa-Tengger di Sukapura. Keempat, muatan lokal bahasa Jawa di daerah selain yang telah disebutkan.

Dokumen terkait