• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Dialek Jawa Timuran

Bab 5 Hasil dan Luaran yang Dicapai

5.1.1.3 Variasi Dialek Jawa Timuran

Bahasa Jawa dialek Jawa Timuran adalah bahasa Jawa yang tersebar di daerah Tapal Kuda dan sekitarnya. Dialek Jawa Timuran ini berbeda dengan dialek Jawa standar yang cenderung berada di Jawa timur bagian barat, seperti Madiun, Kediri, Ngawi, Magetan, dan sekitarnya. Dalam Kisyani (2004), bahasa Jawa yang terdapat di daerah Tapal Kuda merupakan bahasa Jawa yang mendapat pengaruh bahasa Madura dalam tingkat sedang dan kuat. Hal itu dapat dibuktikan dari bentuk-bentuk pinjaman bahasa Madura yang terdapat pada kosakata dialek Jawa timuran. Berikut adalah beberapa contoh variasi leksikal yang ada pada dialek Jawa Timuran.

Tabel 5.2 Variasi Leksikal pada Bahasa Jawa Dialek Jawa Timuran

no glos 1 5 6

1 kepala [sirah] [nas] -

2 kalau [n] [le] -

3 karena [plae] [sale] -

4 Panggilan Kakak laki-laki

[caca] [mas] [us]

5 dan [ambe], [amb] [karo] -

6 mangga [p] [plm] -

7 Panggilan Kakak perempuan

[mba] [yu] -

9 kawin [kawn] [rabi] -

10 Ruang depan [ampr] [ptamoan] [payan]

Variasi leksikal dialek Jawa Timuran dapat berupa bentuk relik maupun inovasi. Bentuk relik berarti terdapat bentuk-bentuk kuno atau bentuk yang mempertahankan bentuk prabahasanya. Bentuk inovasi berarti terdapat bentuk baru atau pinjaman dari bahasa dan dialek lain. Berdasarkan contoh yang tersaji pada tabel 5.4, terdapat bentuk relik yaitu [sirah], [mas], [karo], [mba], [k], [rabi].

Etima [sirah] berasal dari bahasa Jawa kuna sirah. Meskipun terdapat dua etima, yaitu [sirah] dan [nas], etima [sirah] memiliki sebaran yang lebih sempit. Hanya ada dua titik saja yang memunculkan etima [sirah], satu titik juga memunculkan etima [nas] selain etima [sirah].

Glos kalau memiliki dua etima, yaitu etima [n] dan [le]. Sebenarnya, dua etima ini merupakan leksikal yang sama. Terdapat variasi fonologis pada dua etima tersebut, yaitu [n][l] dan [][e]. Etima tersebut merupakan bentuk inovatif bahasa Jawa dialek Jawa timuran.

Glos karena memiliki dua etima yaitu [plae] dan [sale]. Kedua etima tersebut merupakan bentuk inovatif yang berupa pinjaman. Etima [plae] adalah bentuk pinjaman dari bahasa Madura [plan:ah] „karena‟. Bentuk tersebut dipinjam dengan perubahan bunyi, yaitu elisi silabel akhir [nah]. Setelah itu, dibubuhkan [e] yang berfungsi sebagai pronomina posesif atau partikel dalam bahasa Jawa, seperti sekolahe „sekolahnya‟, adik‟e „adiknya, mangkane „makanya‟, dsb. Prosesnya sebagai berikut, [plan:ah][pla][plae]. Sama halnya dengan etima [plae], etima [sale] juga merupakan bentuk pinjaman. Dalam bahasa Indonesia ada terdapat bentuk soalnya „karena‟ yang sering digunakan dalam ragam nonformal. Bentuk tersebut dipinjam dan nya dalam bentuk tersebut diubah menjadi e atau [a][e] sehingga muncul etima [sale]. Dengan demikian, etima [sale] merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Indonesia.

Ada tiga etima yang muncul pada glos panggilan kakak laki-laki, yaitu [mas], [caca], dan [us]. Etima [mas] merupakan bentuk relik, sedangkan etima [caca] merupakan bentuk inovatif yang sekaligus menjadi ciri khas dialek Jawa Timuran.

Etima tersebut tidak sekadar digunakan untuk kakak laki-laki dalam sistem kekerabatan saja, tetapi juga digunakan untuk panggilan pada laki-laki yang lebih tua atau sebaya—fungsinya sama dengan mas dalam bahasa Jawa. Etima [caca] tersebut bukan bentuk pinjaman melainkan bentuk baru yang mendapat pengaruh bahasa Madura. Bentuk yang digunakan dalam bahasa Madura untuk glos panggilan kakak laki-laki adalah kakak [kaka]. Etima [caca] dihasilkan dari [kaka] dengan perubahan fonologis [k][c], sehingga dihasilkan etima [caca] yang menjadi salah satu ciri dialek Jawa timuran.

Selain dua etima tersebut terdapat etima [us] untuk glos panggilan kakak laki-laki. Munculnya etima tersebut dipengaruhi oleh bahasa Madura. Dalam bahasa Madura terdapat bentuk [as] „panggilan kakak laki-laki‟. Etima tersebut digunakan oleh sebagian penutur Bangkalan dan Sampang, serta penutur Madura di daerah Tapal Kuda. Sebab itu, etima [as] merupakan bentuk inovatif yang berupa bentuk pinjaman.

Ada tiga etima yang terdapat pada glos dan, yaitu [ambe], [amb], dan [karo]. Etima [ambe] dan [amb] merupakan leksikal yang sama. Variasi yang terdapat pada dua etima tersebut adalah variasi fonologis, yaitu [e][]. Etima [ambe] dan [amb] tersebut merupakan bentuk baru yang disebabkan pengaruh bahasa Madura. Dalam bahasa Madura, terdapat etima [bi] „dan/dengan‟. Bentuk tersebut dipinjam oleh penutur dialek Jawa timuran dengan menambahkan [am] sehingga muncul [ambi]. Voikoid [i] bervariasi dengan [e]/[] sehingga muncul etima [ambe] dan [amb]. Berikut gambaran prosesnya,

[am]+[bi][ambi] [ambe] [amb]

Glos mangga memiliki dua etima, yaitu [p] dan [plm]. Etima [p] merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Madura. Biasanya, etima tersebut digunakan oleh penutur bahasa Jawa dialek Jawa timuran di daerah bilingual atau yang dekat dengan daerah bahasa Madura. Hal itu diperkuat dengan ketidakmunculan etima tersebut di daerah dialek Jawa Timuran lain seperti Surabaya dan Sidoarjo. Bentuk yang digunakan di daerah itu adalah [plm]. Dalam

bahasa Madura, terdapat etima [pao] „mangga‟. Bentuk itu dipinjam oleh penutur dialek Jawa timuran dengan menghilangkan vokoid [a], sehingga muncullah etima [p].

Jika etima [p] merupakan bentuk pinjaman, maka tidaklah demikian dengan etima [plm]. Bentuk tersebut merupakan bentuk relik bahasa Jawa dan cenderung digunakan oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa.

Variasi leksikal berikutnya terdapat pada glos panggilan untuk kakak perempuan. Ada dua etima yang muncul pada glos tersebut, yaitu [mba] dan [yu]. Kedua etima tersebut merupakan bentuk relik, yaitu dari [ayu] dan [mbayu].

Ada dua etima yang terdapat pada glos jejaka, yaitu [lace] dan [k]. Etima [lace] merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Madura. Dalam bahasa Madura terdapat etima [lac] „jejaka‟. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa etima [lace] merupakan bentuk pinjaman dengan perubahan bunyi [][e]. Etima [k] berasal dari bahasa Jawa, yaitu jaka. Dengan demikian etima [jk] merupakan bentuk relik yang dipertahankan dalam dialek Jawa timuran.

Variasi leksikal berikutnya terdapat pada glos kawin. Ada dua etima yang muncul pada glos tersebut, yaitu [kawn] dan [rabi]. Dari dua etima tersebut, yang merupakan bentuk relik bahasa Jawa adalah [rabi], sedangkan yang merupakan bentuk inovasi dialek Jawa timuran adalah [kawn].

Contoh berikutnya adalah variasi leksikal pada glos ruang depan. Ada tiga etima yang terdapat pada glos tersebut, yaitu [ampr], [ptamoan], dan [payan]. Ketiga etima tersebut merupakan bentuk inovasi dengan pengaruh bahasa Madura. dalam tata ruang rumah etnik Madura, bagian depan rumah disebut dengan [prrampr]. Bagian depan itu—atau yang dikenal secara umum sebagai teras— merupakan tempat untuk menerima tamu. Sebab itu, rumah-rumah etnik Madura yang masih mempertahankan budayanya selalu meletakkan kursi tamu di bagian depan (teras), bukan di dalam rumah. Bagian itulah yang disebut dengan [prrampr].

Etima berikutnya, [petamoan] juga mendapat pengaruh dari bahasa Madura. Dalam bahasa Madura terdapat etima [tami] „tamu‟ dan [patamyan] „tempat

menerima tamu‟, tetapi etima [patamyan] sudah jarang digunakan saat ini. Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa [petamoan] merupakan bentuk pinjaman dari bahasa Madura.

Tidak berbeda dengan etima [petamoan], etima [payan] juga merupakan bentuk pinjaman. Perbedaannya bentuk etima [payan] tersebut merupakan penggabungan antara konsep yang ada dalam bahasa Madura dengan leksikal bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa terdapat leksikal dayo „tamu‟, sedangkan dalam bahasa Madura terdapat istilah patamoyan „tempat menerima tamu‟. Konsep patamoyan tersebut dipinjam oleh penutur dialek Jawa timuran dengan menggabungkan leksikal dayo „tamu‟ sehingga terbentuk etima [payan].

Dokumen terkait