• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.6. Bakteri

Bakteri adalah sel prokariot yang khas dan bersifat uniseluler. Sel bakteri ada yang berbentuk seperti bola, batang atau spiral. Umumnya bakteri berdiameter

antara 0,5 sampai 1,0 µm, dengan panjang antara 1,5 sampai 2,5 µm (Pelczar dan Chan 2005a).

Sel bakteri dikelilingi oleh membran sitoplasma yang bagian luarnya diselubungi oleh dinding sel yang mengandung peptidoglikan. Membran sitoplasma memegang peranan penting dalam kesinambungan fungsi sel, yaitu mengendalikan laju perpindahan bahan dari dalam dan dari luar sel yang bersifat permeabel. Peptidoglikan memberikan bentuk dan menyebabkan kakunya dinding sel. Susunan kimiawi dan struktur peptidoglikan khas untuk masing- masing bakteri (Madigan et al. 2003).

Bakteri Gram positif akan berwarna ungu atau biru pada uji pewarnaan Gram. Bakteri ini mempunyai struktur dinding sel yang tebal, yaitu 15-80 nm dan berlapis tunggal. Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dengan kandungan

13

rendah, peptidoglikan sebagai lapisan tunggal memiliki jumlah sekitar 90% dari berat dinding sel dan mengandung asam tekoat (Madigan et al. 2003). Pori-pori

peptidoglikan bakteri Gram positif lebih rapat dari bakteri Gram negatif (Pelczar dan Chan 2005a).

Bakteri Gram negatif mempunyai struktur dinding sel yang tipis yaitu 10-15 nm dan berlapis tiga (multi). Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dengan kandungan tinggi. Peptidoglikan berada dalam lapisan kaku sebelah dalam dan jumlahnya sedikit sekitar 10% dari berat dinding sel serta tidak mengandung asam tekoat (Madigan et al. 2003). Bakteri Gram negatif mengandung lipopolisakarida yang menyebabkan bakteri ini terlihat berwarna pink atau merah muda pada uji pewarnaan Gram. Lipopolisakarida ini juga berkaitan dengan infeksi dari endotoksin yang dihasilkan ketika selnya mati (Itech 2006).

Berdasarkan suhu lingkungan hidupnya bakteri dapat bersifat mesophil (hidup dengan baik pada suhu 20-500C), termophil (hidup dengan baik pada suhu lebih dari 450C), dan psikrophil (hidup dengan baik pada suhu 0-150C). Ada

beberapa bakteri thermophil yang dapat tumbuh dengan baik pada suhu 100-1200C atau disebut dengan bakteri extremophil dan beberapa dapat

tumbuh dengan baik pada suhu 80-1000C atau disebut bakteri hiperthermophil (Thiel 1999).

Umumnya bakteri dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 6-8. Selain itu ada bakteri yang bersifat toleran terhadap asam atau terhadap basa. Sedikit sekali bakteri yang tahan terhadap asam dibandingkan dengan bakteri yang tahan terhadap lingkungan basa (Thiel 1999).

Berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dapat digolongkan menjadi empat kelompok: (1) bakteri yang hidupnya membutuhkan oksigen atau disebut dengan bakteri aerob, (2) bakteri aerob fakultatif yaitu bakteri yang hidup dengan cepat pada kondisi aerob dan masih dapat hidup tanpa oksigen, (3) bakteri anaerob aerotoleran yaitu bakteri yang dapat hidup dengan cepat pada kondisi tanpa oksigen dan masih dapat hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen, (4) bakteri anaerob yaitu bakteri yang hanya hidup pada suasana tanpa oksigen

14

(Thiel 1999). Bakteri yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri pada penelitian ini adalah Staphylococcus aureus dan Vibrio harveyi.

2.6.1. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan organisme yang biasanya terdapat pada bagian tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit. Kontaminasi S. aureus dapat menyebabkan keracunan (staphylococcal food poisoning) karena enterotoksin yang dihasilkan mikroorganisme tersebut pada makanan (Frazier dan Westhof 1985). Gejala keracunan yang ditimbulkannya antara lain mual, pusing, muntah, dan diare . Hal ini terjadi setelah mengkonsumsi makanan terkontaminasi 1-6 jam (Madigan et al. 2003).

Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif dan berbentuk kokus tunggal, berpasangan dan bergerombol. Diameternya 0,5-1,5 μm, tidak berkapsul dan tidak berspora, non motil, dan tidak ditemukan adanya fase istirahat (Todar 2002). Morfologi sel Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Morfologi sel S. aureus (Todar 2002).

Pertumbuhan dan produksi toksin bersifat anaerob fakultatif, yaitu tumbuh lebih cepat pada kondisi aerobik. Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 37 oC dengan pH 7,0-7,5 dan pada aw 0,99 serta kadar NaCl sebesar 7-10%.

Meskipun demikian, bakteri ini masih dapat tumbuh dan berkembang biak pada suhu 6-48 oC dan pH 4,2-9,3 serta kadar NaCl lebih dari 25%. Bakteri ini dapat memproduksi toksin pada suhu 10-45 oC dengan pH 4,8-9,0 dengan suhu optimum 35-45 oC dan pH optimum 5,3-7,0 serta pada aw optimum 0,86-0,99

15

oranye. Pigmen ini akan jelas terlihat bila biakan mengandung bahan pati atau asam lemak dan pada media yang agak kering seperti serum darah. Bakteri ini

bersifat memfermentasikan manitol dan uji koagulase positif (Lay dan Hastowo 1992).

Bakteri S. aureus memiliki berbagai faktor virulensi yang potensial menyebabkan infeksi, yaitu (1) protein permukaan yang menyebabkan kolonisasi pada jaringan induk semang, (2) enzim (leukosidin, kinase, hyaluronidase) yang dapat merusak jaringan, (3) permukaan penghambat fagositik (protein A dan kapsul), (4) produk bahan (karotenoid, produk katalase) yang dapat mempertahankan diri dari sistem fagosit, (5) sistem imunologi (protein A dan koagulase), (6) produksi toksin (hemolysin, leukotoksin, leukosidin), (7) faktor virulensi (Todar 2002).

Berdasarkan Tortora et al. (1989) bahwa dahulu bakteri ini sensitif terhadap penisilin, akan tetapi sekarang hanya 10% strain S. aureus yang sensitif terhadap penisilin. Daya kerja antibiotik penisilin terhadap S. aureus yaitu

dengan menghambat pembentukan dinding sel bakteri (Lay dan Hastowo 1992).

Saat ini beberapa strain S. aureus umumnya resisten terhadap antibiotik seperti β-lactam, kloramfenikol, ciprofloxacin, clindamycin, eritromisin, rifampin, tetrasiklin, trimetropim, dan vankomisin. Mekanisme resistensi bakteri ini bermacam-macam tergantung pada jenis antimikrobanya, seperti terbentuknya enzim β- lactamase yaitu enzim yang dapat menguraikan penisilin dan mekanisme efflux pada kloramfenikol (Madigan et al. 2003; Lohner dan Austria 2001).

2.6.2. Vibrio harveyi

Bakteri ini termasuk bakteri Gram negatif dan bersifat fermentatif. Sifat fisiknya antara lain bersel tunggal, berbentuk batang pendek, berukuran panjang 1,4-5,0 µm dan lebar 0,3-1,3 µm, motil serta mempunyai flagella untuk bergerak. Sifat biokimia dari Vibrio adalah memproduksi oksidase-katalase, tidak membentuk gas pada produksi asam dari glukosa, dapat menggunakan komponen organik sebagai sumber energi (kemoorganotropik) (Lavilla-Pitogo et al. 1995). Vibriosis merupakan jenis penyakit yang sering ditemukan pada budidaya windu sebagai akibat infeksi bakteri Vibrio. Namun jenis bakteri yang umum dilaporkan

16

sebagai penyebab penyakit kunang-kunang adalah Vibrio harveyi (Rukyani 1992).

Umumnya bakteri Vibrio sp tumbuh secara optimal pada suhu 30 oC dan pada salinitas 20-30 ppt (Holt dan Krieg 1984). V. harveyi tumbuh baik pada medium dengan kadar garam 0,5% NaCl, dan seperti halnya bakteri Vibrio berpendar lain, V. harveyi tumbuh dan berpendar pada medium Tiosulphate- Citrate-Bile-Salt (TCBS). Pendaran ini terjadi karena bakteri ini mempunyai enzim lusiferase yang dapat mengkatalis reaksi yang memancarkan cahaya dengan menggunakan substrat berupa senyawa aldehid yang disebut lusiferin (Meighen 1991). Sel V. harveyi dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi sel Vibrio harveyi (Se-ed 2007).

Senyawa antibakteri kloramfenikol dapat bersifat bakterisidal pada V. harveyi. Kloramfenikol bekerja sebagai bakterisidal dengan cara membuat ikatan dengan subunit ribosom bakteri (50S) sehingga dapat menghambat sintesis protein bakteri (Tufts 2007). Menurut Moriarty (1999), ketika antibiotik digunakan untuk membunuh bakteri, beberapa bakteri akan bertahan hidup baik galur patogen maupun bukan karena mempunyai gen resisten. Bakteri ini akan tumbuh cepat karena tidak ada saingan. Ketika bakteri patogen masuk kembali ke lingkungan budidaya udang terjadi pertukaran gen dengan bakteri resisten yang bertahan hidup di lingkungan. Dengan demikian terjadi resistensi antibiotik pada galur patogen yang akan berkembang secara cepat. Hal inilah yang terjadi sehingga V. harveyi memiliki sifat resisten terhadap berbagai jenis antibiotik antara lain: kloramfenikol, enteromisin, furazolidon, oksitetrasiklin, neomisin, prefuran, streptomisin, sulfadiazin dan trimetoprim (Abraham 2004).

Dokumen terkait