• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Balanced Scorecard

1. Pengertian Balanced Scorecard

Konsep Balanced Scorecard (BSC) merupakan pendekatan baru terhadap manajemen, yang dikembangkan pada tahun 1990-an oleh David Norton dan Robert Kaplan. Balanced Scorecard adalah sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang digunakan secara luas baik dalam organisasi yang berorientasi laba maupun dalam organisasi nirlaba di seluruh dunia dalam kegiatan-kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan

mengawasi kinerja organisasi sesuai dengan tujuan strategik perusahaan menurut Sumarsan (2013: 219).

Balanced Scorecard telah berevolusi yang pada mulanya digunakan sebagai kerangka pengukuran kinerja yang sederhana menjadi sebuah alat perencanaan strategik dan sistem manajemen. Balanced Scorecard tidak hanya merupakan kerangka kerja yang menyediakan pengukuran kinerja, tetapi juga membantu perencana untuk mengidentifikasikan apa yang harus dilakukan dan diukur.

Balanced Scorecard adalah sebuah sistem manajemen dimana organisasi dapat menjelaskan visi dan strategi mereka dan sekaligus menerjemahkannya kedalam tindakan. Balanced Scorecard menyediakan umpan balik baik dalam proses bisnis inernal maupun hasil eksternal untuk meningkatkan kinerja secara terus-menerus. Jika dipahami dan digunakan Balanced Scorecard secara optimal, maka Balanced Scorecard dapat mentransformasikan perencanaan strategis dari latihan akademis untuk diterapkan dalam sistem suatu perusahaan.

Kaplan dan Norton menggambarkan inovasi dari Balanced Scorecard sebagai berikut: Balanced Scorecard tetap mempertahankan ukuran kinerja keuangan tradisional. Tetapi ukuran keuangan memberikan gambaran peristiwa masa lalu, akan tetapi gambaran tersebut cukup untuk sebuah perusahaan yang ukuran kesuksesannya tidak mementingkan kemampuan perusahaan untuk melakukan investasi pada jangka panjang dan hubungan dengan pelanggan tidak penting. Ukuran kinerja keuangan tidak cukup bagi

perusahaan untuk mengevaluasi perjalanan perusahaan pada abad informasi yang menuntut perusahaan untuk menciptakan nilai di masa depan melalui investasi pada pelanggan, pemasok, karyawan, proses bisnis internal, teknologi dan inovasi.

Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi dengan mencakup empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

2. Perspektif Balanced Scorecard

Dengan Balanced Scorecard perusahaan harus mengukur kinerjanya dari empat perspektif dan untuk megembangkan metrik, mengumpulkan data dan menganalisis masing-masing perspektif.

a. Perspektif Keuangan

Balanced Scorecard tidak mengabaikan kebutuhan akan data keuangan. Data yang tepat waktu dan akurat mengenai data pendanaan akan selalu menjadi prioritas, dan para controller atau manajer akan melakukan apa saja yang diperlukan untuk menyediakan data tersebut menurut Sumarsan (2013: 221). Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan menjadi tiga tahap dalam siklus bisnis oleh Kaplan dan Norton:

1) Tahap Pertumbuhan (Growth)

Tahap pertumbuhan merupakan tahapan awal dari siklus hidup bisnis. Pada tahap ini sebuah perusahaan memiliki produk baik barang dan

jasa yang memiliki potensi untuk berkembang dan tumbuh. Untuk mewujudkan potensi ini, seorang controller/manajer harus berkomitmen untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan fasilitas produksi, mengembangkan sistem dan prosedur operasional, memperbaiki infrastruktur dan membangun jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta berorientasi dengan pelanggan. 2) Tahap Bertahan (Sustain) merupakan tahap kedua dari siklus hidup

bisnis di mana perusahaan masih melakukan investasi akan tetapi mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Pada tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar yang ada. Tujuan investasi yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk memperlancar operasional perusahaan dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang, perusahaan mengukur kinerja perusahaan berdasarkan marjin laba yang pada akhirnya lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

3) Tahap Panen (Harvest) merupakan tahap kematangan (mature) di mana perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Pada tahap ini perusahaan sudah tidak lagi melakukan investasi karena hasil kas yang diperoleh dari operasional telah cukup untuk memelihara dan perbaikan fasilitas. Sasaran utama dalam tahap

ini adalah memaksimumkan arus kas yang masuk ke perusahaan sehingga arus kas yang masuk mampu mengembalikan investasi yang dilakukan pada tahap pertumbuhan dan tahap bertahan.

b. Perspektif Pelanggan

Dalam mengembangkan dan meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan, maka perusahaan harus menganalisis pelanggan dan proses-proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyediakan produk atas jasa kepada kelompok pelanggan tersebut. Dalam perspektif pelanggan, Kaplan dan Norton menjelaskan ada dua kelompok pengukuran yang terkait, yaitu: 1) Pengukuran Inti Pelanggan (Customer Core Measurement) adalah

seperangkat indikasi pengukuran yang dapat digunakan oleh semua jenis bentuk organisasi, baik perusahaan jasa, perusahaan dagang maupun perusahaan manufaktur. Pengukuran inti ini terdiri dari: a) Pangsa Pasar (Market Share), pengukuran ini mencerminkan

bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, baik diukur dengan jumlah pelanggan, jumlah rupiah yang dikeluarkan atau jumlah unit yang dijual.

b) Retensi Pelanggan (Customer Retention), mengukur tingkat di mana perusahaan berhasil memelihara dan mempertahankan hubungan baik yang terus-menerus dengan pelanggannya.

c) Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition), mengukur berapa banyak perusahaan mempu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisinis baru. Baik pada pengukuran akuisisi

pelanggan atau retensi pelanggan menunjukkan apakah perusahaan telah menyediakan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.

d) Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction), mengukur tingkat kepuasan pelanggan yang terkait dengan kriteria kinerja perusahaan. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen merupakan umpan balik seberapa baiknya pelanggan perusahaan telah dilayani. e) Profitabilitas Pelanggan (Customer Profitability), mengukur laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan dari pelanggan setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau mempertahankan pelanggan tersebut.

2) Proposisi Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition) adalah atribut yang diberikan perusahaan kepada barang dan jasanya untuk menciptakan kepuasan dan loyalitas perusahaan. Proposisi nilai pelanggan didasarkan pada atribut sebagai berikut:

a) Atribut Produk/Jasa (Product / Service Attributes), atribut suatu produk atas jasa yang meliputi atribut fungsi, harga, kualitas dan waktu. Para pelanggan memiliki preferensi yang berbeda-beda atas produk atau jasa yang ditawarkan.

b) Hubungan Pelanggan (Customer Relationship), menyangkut penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu penyerahan dan ketanggapan perusahaan atas permintaan pelayanan setelah produk atau jasa dibeli, serta

bagaimana perasaan pelanggan terhadap proses pembelian yang dilayani perusahaan pada saat membeli produk atau jasa tersebut. c) Citra dan Reputasi (Image and Reputation), menggambarkan

faktor-faktor yang tidak terwujud yang menarik seorang pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun citra dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan selalu menjaga kualitas seperti yang dijanjikan perusahaan.

c. Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam proses bisnis internal, perusahaan pada umumnya tidak terlepas dari kegiatan inovasi, operasi dan layanan purna jual. Ketiga hal tersebut merupakan pedoman dalam pengukuran kinerja di perspektif proses bisnis internal.

1) Inovasi (Innovation)

Pada proses inovasi, perusahaan berhasil menggali pemahaman tentang kebutuhan dari pelanggan dan menciptakan produk atau jasa yang mereka butuhkan. Kegiatan perusahaan pada proses ini adalah melakukan riset pasar sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan dalam hal bentuk, cita rasa, kualitas dan harga.

2) Operasi (Operations)

Proses operasi adalah proses untuk memproduksi dan mendistribusikan produk atau jasa ke tangan konsumen.

3) Proses Pelayanan Purna Jual (Post Sales Service)

Pada proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah dilakukan penjualan produk atau jasa.

d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Perspektif ini meliputi pelatihan karyawan dan sikap budaya perusahaan yang berkaitan dengan perbaikan diri bagi individu dan korporasi. Perspektif ini dapat menjadi panduan bagi controller/manajer untuk menggunakan dana pelatihan secara tepat kepada karyawan yang tepat. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kerja jangka panjang, yang merupakan suatu perspektif yang tidak dimiliki oleh perspektif lain.

1) Kemampuan Pekerja (Employee Capabilities)

Tantangan bagi perusahaan adalah berusaha agar para pegawai dapat menyumbang segenap kemampuannya untuk organisasi sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan oleh perusahaan.

2) Kemampuan Sistem Informasi (Information Systems Capabilities) Untuk mencapai tujuan perusahaan maka keahlian pekerja saja tidak cukup tetapi masih diperlukan sistem informasi yang terbaik, yaitu informasi yang tepat waktu, cepat dan akurat sebagai umpan balik.

Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan akan informasi yang akurat dan tepat waktu oleh seluruh tingkatan manajemen dan pekerja dapat dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

3) Motivasi, Pemberdayaan dan Keselarasan (Motivation, Empowerment, and Alignment)

Merupakan hal yang sangat penting untuk manjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi para pekerja, agar para pekerja mempunyai wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. 3. Keunggulan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard memiliki keunggulan yang menjadikan sistem manajemen strategik saat ini berbeda secara signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam manajemen tradisional menurut Mulyadi (2001). Manajemen strategik tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan sistem manajemen strategik kontemporer mencakup perspektif yang luas yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Selain itu berbagai sasaran strategik yang dirumuskan dalam sistem manajemen strategik tradisional tidak koheren satu dengan lainnya, sedangkan berbagai sasaran strategik dalam sistem manajemen strategik kontemporer dirumuskan secara koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard menjadikan sistem manajemen strategik kontemporer memiliki

karakteristik yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen strategik tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan.

Menurut Mulyadi (2001: 582), keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Komprehensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif yang ada dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain, yaitu: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat sebagai berikut:

1) Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang.

2) Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.

b. Koheren

Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan

kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Dengan demikian, kekoherenan sasaran strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja keuangan. Sistem perencanaan strategik yang menghasilkan sasaran strategik yang koheren akan menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan berjangka panjang karena personel dimotivasi untuk mencari inisiatif strategik yang mempunyai manfaat bagi perwujudan sasaran strategik di perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Kekoherenan sasaran strategik yang menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif.

c. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang. Jadi perlu diperlihatkan garis keseimbangan yang harus diusahakan dalam menerapkan sasaran-sasaran strategik di keempat perspektif.

d. Terukur

Keterukuran sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik menjanjikan ketercapaian berbagai sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Semua sasaran strategik ditentukan oleh ukurannya, baik untuk sasaran strategik di perspektif keuangan maupun sasaran strategik di perspektif non keuangan.

Dengan Balanced Scorecard, sasaran-sasaran strategik yang sulit diukur, seperti sasaran-sasaran strategik di perspektif non keuangan, ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian keterukuran sasaran-sasaran strategik di perspektif non keuangan tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka panjang.

4. Balanced Scorecard sebagai Sistem Pengendalian Strategis

Pengendalian (control) merupakan salah satu fungsi manajemen yang menempati posisi kritis dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi. Menurut Anthony dan Vijay (2000), management control is the process by which managers influence other members of the organization’s strategies”.

Kenneth A Merchant (1998) membedakan management control dengan strategic control dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut:

Strategic control involves managers addressing the question: Is our strategy valid? Or, more appropriately in changing environments, they ask: Is our strategy still valid, and if not, how should it be changed?

Management control involves addressing the general question: Are our employees likely to behave appropriately? This question can be decomposed into several parts. First, do our employees understand what we expect of them? Second, will they work consistently hard and try to do what is expected of them? Third, are they capable of doing a good job? Finally, what can be done to solve the management control problem?

Bentuk sistem pengendalian manajemen yang baik amat tergantung dari karakteristik suatu organisasi. Karakteristik pengendalian yang baik (good control) adalah suatu sistem pengendalian yang berorientasi ke depan, objective driven, dan tidak selalu harus ekonomis. Suatu sistem pengendalian juga harus mencakup sistem operasioanal yang menyeluruh; goal congruence, bermuara ke perspektif keuangan, memiliki pola dan jadwal yang jelas, dan terintegrasi (Anthony & Young; 1999) dalam (Yuwono: 2002).

Dokumen terkait