• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bangunan-Bangunan dalam Sistem Drainase

LANDASAN TEOR

2.3 Analisis Sistem Drainase

2.3.5 Bangunan-Bangunan dalam Sistem Drainase

Dirunut dari hulu bangunan sistem drainase terdiri dari saluran seperti saluran penerima, saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa, saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving water) dan sepanjang sistem saluran terdapat bangunan penunjang lainnya seperti:

a. Saluran Selokan

Penentuan klasifikasi saluran didasarkan atas dua hal yaitu: 1) Berdasarkan fungsi saluran, saluran dibedakan atas:

a) Saluran primer, sebagai saluran penampungan utama dari seluruh saluran pembuangan sekunder dan penampungan langsung dari daerah sekitarnya, yang termasuk didalam daerah tangkapan dan dialirkan ketempat pembuangan akhir/sungai;

b) Saluran sekunder, sebagai saluran penampungan dari beberapa saluran pembuang tersier serta daerah sekitarnya dan dialirkan ke saluran primer/sungai;

c) Saluran tersier, sebagai saluran penampungan dari beberapa saluran kuarter dan daerah sekitarnya dan dialirkan ke saluran sekunder/primer/sungai;

d) Saluran kuarter, sebagai saluran penampungan air dari got-got atau parit dan daerah sekitarnya dan dialirkan ke saluran tersier/sekunder/primer/sungai.

2) Berdasarkan luas daerah tangkapan:

a) Saluran primer, saluran yang mempunyai daerah tangkapan dengan luas > 50 ha; b) Saluran sekunder, saluran yang mempunyai daerah tangkapan dengan luas 15 – 50 ha; c) Saluran tersier, saluran yang mempunyai daearah tangkapan dengan luas 3 – 15 ha;

d) Saluran kuarter, saluran yang mempunyai daerah tangkapan dengan luas sampai dengan 3 ha.

d) Saluran kuarter, saluran yang mempunyai daerah tangkapan dengan luas sampai dengan 3 ha.

Klasifikasi drainase tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Klasifikasi drainase tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Urban Area Rural Area Cattchment Area 50 ≥ A ≤ 2500 Ha Urban Boundary C C C B A A A C A = Sungai B = Drainase Primer

C = Drainase Sekunder dan Tersier

Gambar 2.15: Klasifikasi drainase (Departemen PU,1999) Gambar 2.15: Klasifikasi drainase (Departemen PU,1999)

3) Berdasarkan bentuk struktur saluran dibedakan atas dua jenis yaitu: 3) Berdasarkan bentuk struktur saluran dibedakan atas dua jenis yaitu: a) Saluran terbuka

a) Saluran terbuka

Saluran terbuka direncanakan dengan elevasi puncak struktur dinding/talud sama atau sedikit lebih rendah dengan permukaan tanah supaya air limpasan langsung memasuki saluran. Pada saluran primer dan sekunder elevasi puncak direncanakan harus mempunyai tinggi jagaan (free board) kecuali pada kasus tertentu karena kondisi saluran penerimaan akhir dan keterbatasan lahan. Tinggi jagaan diberikan rata-rata 40 cm. Pertimbangan dalam pemilihan saluran terbuka ini adalah kemudahan dalam pengoperasian dan perawatan.

Saluran terbuka direncanakan dengan elevasi puncak struktur dinding/talud sama atau sedikit lebih rendah dengan permukaan tanah supaya air limpasan langsung memasuki saluran. Pada saluran primer dan sekunder elevasi puncak direncanakan harus mempunyai tinggi jagaan (free board) kecuali pada kasus tertentu karena kondisi saluran penerimaan akhir dan keterbatasan lahan. Tinggi jagaan diberikan rata-rata 40 cm. Pertimbangan dalam pemilihan saluran terbuka ini adalah kemudahan dalam pengoperasian dan perawatan.

Bentuk-bentuk saluran terbuka dapat berupa segi tiga, trapezium, setengah lingkaran, empat persegi dan elips.

Bentuk-bentuk saluran terbuka dapat berupa segi tiga, trapezium, setengah lingkaran, empat persegi dan elips.

b) Saluran tertutup

Saluran tertutup direncanakan dengan menggunakan konstruksi pipa beton atau konstruksi saluran terbuka dengan plat tutup diatasnya. Pertimbangan dalam pemilihan saluran tertutup adalah dari aspek kesehatan dan estetika, aspek keamanan dan gangguan terhadap saluran dan aspek efektivitas pemanfaatan areal sekitarnya.

b. Gorong-gorong (culvert) dan Jembatan

Gorong-gorong merupakan saluran tertutup pendek yang mengalirkan air melalui suatu timbunan tanah (jalan raya, jalan kereta api). Gorong-gorong mempunyai pengontrol di depan (inlet) apabila kapasitas gorong-gorong lebih besar dari kapasitas pemasukan dan pengontrol di belakang (outlet) apabila kapasitas gorong-gorong lebih kecil dari kapasitas pemasukan.

Kontrol Pemasukan (inlet control)

Aliran dalam gorong-gorong tidak akan penuh jika tinggi tekanan air (H) pada pemasukan kurang dari 1,5D (dapat lebih tinggi untuk bentuk persegi) meskipun pemasukannya tenggelam, H adalah elevasi muka air di hulu gorong-gorong dikurangi dengan elevasi dasar gorong-gorong. Gorong-gorong dengan pemasukan bersudut tajam tidak mengalir penuh, meskipun tinggi tekanan lebih tinggi dari puncak gorong-gorong karena kontraksi pada puncak tersebut (Suripin, 2004). Aliran dalam gorong-gorong adalah superkritis dan aliran tidak tergantung pada kondisi di dalam gorong-gorong atau penampang air buritan.

Besarnya debit yang melalui gorong-gorong dapat dihitung dari persamaan berikut (Handerson, 1966):

a. Pemasukan tidak tenggelam atau H < 1,2D

Q = CBH √ ( g H) (2.26)

dimana C = koefisien kontraksi pada sisi pemasukan, C = 0,9 untuk ujung berbentuk persegi dan bila dibulatkan C = 1,0 dan B = lebar gorong-gorong.

b. Pemasukan tenggelam atau H > 1,2D

dimana C = koefisien kontraksi pada sisi pemasukan, C = 0,8 untuk ujung berbentuk persegi dan bila dibulatkan C = 0,6 dan B = diameter gorong-gorong. Gambar 2.16 dibawah ini menunjukkan kondisi aliran pada gorong-gorong untuk kontrol pemasukan.

Gambar 2.16: Kondisi aliran pada gorong-gorong untuk kontrol pemasukan (Normann, et.al.,1985)

Kontrol Pengeluaran (outlet control)

Pada control pengeluaran, aliran dalam gorong-gorong dapat berupa aliran penuh dan tidak penuh, apabila aliran tidak penuh, maka aliran bersifat subkritis. Aliran pada gorong- gorong dengan kontrol pengeluaran dapat dibedakan dalam berbagai kondisi. Kedalaman air pada buritan (exit) adalah kritis jika tinggi air pada buritan (Z) berada pada atau kurang dari kedalaman kritis. Kedalaman air buritan (Z) adalah kedalaaman air hilir yang diukur dari dasar keluaran gorong-gorong. Gambar 2.17 menunjukkan kondisi aliran pada gorong-gorong untuk kontrol pegeluaran.

Gambar 2. 17: Kondisi aliran pada gorong-gorong untuk kontrol pengeluaran (Normann, et.al.,1985)

Pada gorong-gorong bertekanan, tinggi tekan air ditentukan dengan menggunakan persamaan energi antara hulu dan hilir sebagai berikut:

Zu + V2u/2g = Hf + Zd + V2d/2g (2.28)

dimana Zu = elevasi muka air hulu (upstream) diukur dari datum, Zd = elevasi muka air hilir ( downstream) diukur dari datum dan Hf = total kehilangan energi antara hulu dan hilir gorong- gorong.

Kehilangan energi pada gorong-gorong terdiri dari: 1) Kehilangan energi pada pemasukan (entrance)

He = 0,5 V2/2g (2.29)

2) Kehilangan energi sepanjang gorong-gorong

Hf = ( L/D) (V2/2g) (2.30)

3) Kehilangan energi pada pengeluaran (exit)

Ho = V2/2g (2.31)

dimana V = kecepatan aliran dalam gorong-gorong, = koefisien gesekan pada dinding gorong-gorong, L = panjang gorong-gorong dan D = diameter gorong-gorong.

Rumusan praktis untuk menghitung kapasitas gorong-gorong adalah:

Q = m.Fg (2g Δh total )1/2 (2.32) m = 1/( kin + kg + kex) ½ (2.33) Δh total = ( kin + kg + kex) (V2g/2g) (2.34) 1) Kehilangan tekanan saat masuk Δh in

Δh in = kin (V2g/2g) (2.35)

dimana kin = koefisien masuk, Vg = kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/det), g = percepatan gravitasi (m/det2) dan nilai koef. kin

- untuk gorong-gorong tenggelam dengan bentuk lingkaran 0,1; persegi 0,.2

- untuk gorong-gorong tidak tenggelam berbentuk lingkaran 0,25; persegi 0,5

2) Kehilangan tekanan dalam gorong-gorong Δh g

Δh g = kg (V2g/2g) (2.36)

kg = X.L/4R; X = 8g/C C = R 1/6/n (2.37)

dimana L = panjang gorong-gorong, n = koefisien Manning dan R = jari-jari hidrolis.

3) Kehilangan tekanan saat keluar dari gorong-gorong Δh ex

Δh ex = kex (V2g/2g) (2.38)

Koefisien kex tergantung pada perbandingan luas penampang basah saluran Fs dihilir gorong-gorong dengan luas penampang basah gorong-gorong Fg. Besaran koefisien kex dapat dilihat pada Tabel 2.17.

Tabel 2.17: Tabel yang menunjukkan besaran koefisien kex

Fs/Fg 1,2 1,4 1,6 1,8 2 3 4 5

Kex 0,04 0,16 0,36 0,64 1 4 9 15

c. Pintu Pengatur

Pada daerah datar dimana elevasi outlet lebih rendah dari elevasi genangan air pada saluran pembuang akan mengakibatkan aliran balik, aliran balik dapat mengakibatkan

terjadinya banjir pada daerah pengaliran sehingga untuk mengantisipasi aliran balik ini saluran drainase perlu dilengkapi dengan bangunan pengatur berupa pintu yang dioperasikan secara manual maupun otomatis. Pintu manual jarang digunakan karena mempunyai kelemahan yaitu perlu penjaga yang siaga 24 jam dan pengoperasian pintu membutuhkan waktu dan tenaga.

Oleh karena kelemahan ini maka saat ini pintu yang sering digunakan adalah pintu otomatis. Jenis pintu otomatis yang sering digunakan adalah:

1) Pintu klep sederhana; 2) Pintu klep apung; 3) Pintu Doel Beauchez; 4) Pintu Van Veen; 5) Pintu Vlugter;

6) Pintu S udut Begemann; 7) Pintu Air Elektrik.

Gerakan membuka dan menutup pintu otomatis jenis pintu klep mengandalkan keseimbangan momen akibat pemberat pintu dan tekanan air sedangkan pintu elektrik diatur oleh sensor elevasi muka air yang dihubungkan dengan motor penggerak untuk menutup dan membuka pintu.

d. Pompa

Pompa diperlukan apabila elevasi outlet drainase pembuang lebih rendah dari saluran primer (sungai) atau badan air penerima, air tidak dapat mengalir secara gravitasi, sehingga air buangan harus dinaikkan dengan pompa dan sebelumnya sudah ditampung dalam kolam penampungan.

Hal ini dapat terjadi oleh karena kondisi permukaan tanah yang landai, elevasi muka air tanah yang tinggi, mengindari luapan genangan air sungai/badan penerima air sehingga pada sepanjang daerah yang dilindungi dibangun tanggul pengaman.

Dalam perencanaan sistem pompa perlu diperhitungkan faktor-faktor sebagai berikut: 1) Debit aliran masuk ke kolam penampung;

2) Tinggi muka air sungai/badan penerima air pada titik outlet saluran; 3) Desain kolam penampung dan kapasitasnya;

4) Perencanaan sistem pompa; 5) Dimensi penguras;

Dokumen terkait