• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koefisien Limpasan (run off)

LANDASAN TEOR

2.2 Analisis Hujan

2.2.5 Koefisien Limpasan (run off)

Air hujan yang turun dari atmosfir akan jatuh ke permukaan bumi, sebahagian akan menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan dan sisa air hujan akan mengalir langsung diatas permukaan tanah menuju alur aliran terdekat. Untuk perencanaan drainase yang mendapat perhatian adalah aliran permukaan langsung ( surface runoff).

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah:

a. Faktor meteorologi yang meliputi intensitas curah hujan, durasi curah hujan dan distribusi curah hujan;

b. Karakteristik daerah aliran yang meliputi luas dan bentuk daerah aliran, tofografi dan tata guna lahan.

Salah satu metoda untuk memperkirakan koefisien aliran permukaan (C) adalah metoda rasional USSCS (1973). Berdasarkan metoda ini, faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, vegetasi, sifat

Nilai C yang mempertimbangkan beberapa faktor utama yang mempengaruhi besaran nilai C disajikan oleh Hassing (1995). Besaran faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Nilai C yang mempertimbangkan beberapa faktor utama yang mempengaruhi besaran nilai C disajikan oleh Hassing (1995). Besaran faktor tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5: Koefisien aliran untuk metoda rasional (Suripin, 2004) Tabel 2.5: Koefisien aliran untuk metoda rasional (Suripin, 2004)

Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv

Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv

Tofografi, Ct Tanah, Cs Vegetasi, Cv

Datar (<1%) 0,03 Pasir dan gravel 0,04 Hutan 0,04 Bergelombang (1-10%) 0,08 Lempung berpasir 0,08 Pertanian 0,11 Perbukitan (10-20%) 0,16 Lempung dan lanau 0,16 Padang rumput 0,21 Pengunungan (> 20%) 0,26 Lapisan batu 0,26 Tanpa tanaman 0,28

Penerapan metoda ini sulit dilaksanakan oleh karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Koefisien aliran yang sering digunakan dengan mempertimbangkan kondisi permukaan lahan dengan metoda rasional adalah dengan menggunakan nilai–nilai yang tercantum pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6: Koefisien aliran permukaan (run off) (Mc. Guen, 1989)

Kondisi Lahan Koefisien Run Off (C)

Bisnis

Perkotaan 0,70 – 0,95

Pinggiran 0,50 – 0,70

Perumahan

Rumah tunggal 0,30 – 0,50

Multi unit terpisah 0,40 – 0,60 Multi unit tergabung 0,60 – 0,75 Pemukiman pinggiran kota 0,25 – 0,40

Apartemen 0,50 – 0,70 Industri Ringan 0,50 – 0,80 Berat 0,60 – 0,90 Taman 0,10 – 0,25 Taman bermain 0,20 – 0,35

Perkerasan Aspal dan Beton 0,70 – 0,95

Hutan datar, 0 – 5% 0,10 – 0,40

Jika daerah aliran terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran yang berbeda, nilai C pada daerah aliran dapat dengan persamaan berikut:

CDA = (2.10) Σ Ci Ai n i=1 Σ Ai i=1 n

dimana Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah I (ha), Ci = koefisien aliran permukaan janis penutup tanah I, dan n = jumlah jenis penutup lahan.

dimana Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah I (ha), Ci = koefisien aliran permukaan janis penutup tanah I, dan n = jumlah jenis penutup lahan.

Perubahan tata guna lahan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kenaikan debit, gambaran kenaikan debit akibat perubahan pemanfaatan lahan seperti terlihat pada Gambar 2.5.

Perubahan tata guna lahan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kenaikan debit, gambaran kenaikan debit akibat perubahan pemanfaatan lahan seperti terlihat pada Gambar 2.5. DAS berubah/dikembangkan Batas DAS Sungai Debit Q (m3/det) Industri Q = 60 - 250 m3/det

Jalan Beton/Aspal Q = 63 - 350 m3/det

Gambar 2.5: Pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit aliran (Kodoatie, 2002)

Permukiman Q = 50 - 200 m3/det Sawah Q = 25 - 90 m3/det Taman Q = 17 - 50 m3/det Rumput Q = 23 - 25 m3/det DAS semula hutan: misal debit puncaknya Q =10m3/det akan berubah menjadi:

2.2.6 Debit Banjir 2.2.6 Debit Banjir

Perhitungan debit banjir untuk mengevaluasi tingkat pelayanan dan perencanaan sistem drainase digunakan rumus metode Rasional. Besarnya debit banjir (debit run off) dihitung melalui rumus sebagai berikut:

Perhitungan debit banjir untuk mengevaluasi tingkat pelayanan dan perencanaan sistem drainase digunakan rumus metode Rasional. Besarnya debit banjir (debit run off) dihitung melalui rumus sebagai berikut:

Q = 0,00278 C I A (2.11) Q = 0,00278 C I A (2.11)

dimana Q = debit banjir rencana (m3/det), C = koefisien run off, I = intensitas hujan untuk waktu konstan dalam mm/jam, diambil dari grafik intensitas curah hujan (mm/jam) dan A = luas catchment area (ha).

dimana Q = debit banjir rencana (m3/det), C = koefisien run off, I = intensitas hujan untuk waktu konstan dalam mm/jam, diambil dari grafik intensitas curah hujan (mm/jam) dan A = luas catchment area (ha).

Debit maksimum terjadi apabila lama hujan sama dengan waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh dititik terjauh pada daerah tangkapan (catchment area) yang ditinjau hingga titik pengamatan/pengukuran debit akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan tersebut dinamakan waktu konsentrasi (Tc) seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6.

Debit maksimum terjadi apabila lama hujan sama dengan waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh dititik terjauh pada daerah tangkapan (catchment area) yang ditinjau hingga titik pengamatan/pengukuran debit akan dilakukan, waktu yang dibutuhkan tersebut dinamakan waktu konsentrasi (Tc) seperti yang digambarkan pada Gambar 2.6.

t Tc Q A t < Tc t Tc iT < it iT it i t t = Tc -> Q = Q maks oB o A

Gambar 2.6: Waktu konsentrasi Gambar 2.6: Waktu konsentrasi

Waktu konsentrasi pada daerah aliran dapat dihitung dengan rumus Kirpich (1940): Waktu konsentrasi pada daerah aliran dapat dihitung dengan rumus Kirpich (1940): tc = (0.87L2/1000S)0.385 (2.12) tc = (0.87L2/1000S)0.385 (2.12) atau atau tc = ti + td (2.13) tc = ti + td (2.13)

dimana td = waktu pengaliran (menit), L = panjang saluran (km), S = kemiringan saluran (m/m), ti = waktu konsentrasi awal/waktu pengaliran di atas tanah yaitu waktu yang diperlukan oleh air hujan yang menjadi air permukaan untuk mengalir/melimpas dari titik terjauh pada daerah tangkapan sampai ke titik inlet pada saluran dan td = waktu pengaliran pada saluran yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari inlet sampai ke titik peninjauan di tempat litasan yang akan dihitung.

dimana td = waktu pengaliran (menit), L = panjang saluran (km), S = kemiringan saluran (m/m), ti = waktu konsentrasi awal/waktu pengaliran di atas tanah yaitu waktu yang diperlukan oleh air hujan yang menjadi air permukaan untuk mengalir/melimpas dari titik terjauh pada daerah tangkapan sampai ke titik inlet pada saluran dan td = waktu pengaliran pada saluran yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan air dari inlet sampai ke titik peninjauan di tempat litasan yang akan dihitung.

Besaran ti sulit untuk diperkirakan karena bergantung kepada kemiringan lahan, kekasaran permukaan, karakteristik infiltrasi, tahanan permukaan dan intensitas curah hujan. Untuk menentukan besaran waktu ti dapat digunakan grafik empirik yang menunjukkan hubungan dari beberapa faktor diatas dengan waktu pengaliran di atas tanah dengan persamaan berikut:

Besaran ti sulit untuk diperkirakan karena bergantung kepada kemiringan lahan, kekasaran permukaan, karakteristik infiltrasi, tahanan permukaan dan intensitas curah hujan. Untuk menentukan besaran waktu ti dapat digunakan grafik empirik yang menunjukkan hubungan dari beberapa faktor diatas dengan waktu pengaliran di atas tanah dengan persamaan berikut:

ti = (2/3 x 3,28 x L x nd/ √S)0,167 (menit) (2.14) dimana ti = waktu pengaliran (menit), L = panjang saluran (m), nd = koefisien hambatan dan S = kemiringan saluran (m/m).

sedangkan besaran waktu pengaliran pada saluran (td) dapat dihitung dengan rumusan:

td = 0,0195 (L/√S)0.77 (menit) (2.15) dimana nilai L dan S ditentukan dari peta topografi yang meliputi seluruh daerah tangkapan atau saluran yang ditinjau.

Dokumen terkait