• Tidak ada hasil yang ditemukan

Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi

BAB II KRISIS KESEHATAN AKIBAT

B. Banjir Bandang Di Prov. Sulawesi

a. Kronologis Kejadian

Bencana banjir bandang dengan dampak yang luas terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan menerjang 4 kabupaten yaitu Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto. Kabupaten yang paling parah menderita kerusakan akibat bencana ini adalah Sinjai.

Kronologis bencana dimulai pada hari Minggu tanggal 18 Juni 2006 di Kabupaten Sidrap, Kabupaten Luwu Utara (1 kecamatan, 3 desa) dan Kabupaten Bone (8 kecamatan, 12 desa). Pada hari Selasa tanggal 19 Juni 2006 banjir juga terjadi di Kabupaten Bantaeng (4 kecamatan, 11 desa) dan Kabupaten Sinjai (9 kecamatan, 41 desa). Puncaknya pada hari Rabu 20 Juni 2006 banjir juga melanda Kabupaten Bulukumba (7 kecamatan, 8 desa) dan Kabupaten Jeneponto (7 kecamatan, 27 desa).

b. Teori Kejadian

Hasil pemantauan Pusat Informasi Riset Bencana Alam pada tanggal 16, 17, 18 dan 20 Juni 2006 diketahui bahwa kondisi liputan awan di daerah timur dan tenggara Sulawesi Selatan pada umumnya sangat berawan. Pergerakan awan cenderung mengarah ke barat-barat laut sehingga menutup sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan dan puncaknya terjadi pada tanggal 20 Juni 2006. Kondisi curah hujan tanggal 18, 19 dan 20 Juni 2006 menunjukkan kecenderungan yang tinggi (= 100mm/hari). Jelasnya dapat dilihat pada gambar 2-4.

Gambar 2

Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph tanggal 18 Juni 2006

Gambar 3

Kondisi curah hujan di Sulawesi Selatan dari Qmorph tanggal 19 Juni 2006

LAMPIRAN

DATA BENCANA BERDASARKAN PROVINSI PADA TAHUN 2006

Gambar 4

Pemantauan Curah Hujan dari Data Qmorph Tanggal 20 Juni 2006

Secara topografi wilayah Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto terletak pada lereng kaki Gunung Api Lompobattang. Daerah tersebut lebih rentan terhadap bencana banjir dan tanah longsor karena memperhatikan kondisi penggunaan lahan di lereng gunung api tersebut, sejak tahun 2002 telah mengindikasikan adanya lahan gundul. Selain lahan gundul juga terdapat lahan-lahan budidaya yang terletak pada lereng bagian atas. Kondisi demikian tentu saja akan menyebabkan lahan menjadi lebih rentan terhadap bahaya tanah longsor

pada bagian hulu dan juga bahaya banjir pada bagian hilir. Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5-6.

Berdasarkan hasil analisa citra, dapat diketahui beberapa faktor penyebab banjir di Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto adalah:

a. curah hujan yang relatif tinggi

b. posisi topografis yang rawan bencana banjir c. kondisi penutup/penggunaan lahan yang telah

banyak menjadi lahan-lahan terbuka, terutama sekali pada hulu sungai (lereng Gunung api Lompobattang) dimana banyak dijumpai lahan kosong.

Gambar 5

Kondisi Morfologi dari Citra Landsat-7 ETM tahun 2002 dan DEM-SRTM tahun 2000

10. Ada 3 bencana besar yang terjadi pada tahun 2006 yaitu : Gempa bumi tektonik di Prov. DIY dan Jateng (27/5), Banjir bandang di Prov. Sulsel (18-20/6) dan Gempa bumi yang diikuti tsunami di Pangandaran (17/7). Adapun indikatornya adalah: a. jumlah korban jiwa yang besar

b. daerah yang terkena dampak sangat luas c. infrastruktur dan fasilitas umum mengalami

b. sarana sanitasi dan air bersih rusak dan tercemar.

7. Korban hilang akibat bencana pada tahun 2006 sebanyak 712 orang dan paling banyak disebabkan oleh kecelakaan transportasi. Kecelakaan transportasi yang paling banyak mengakibatkan hilangnya korban adalah kecelakaan transportasi laut. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pencarian korban yang tenggelam di laut baik oleh faktor teknis maupun faktor alam. 8. Pengungsi akibat bencana pada tahun 2006

sebanyak 2.485.953 jiwa. Angka pengungsi tertinggi akibat bencana gempa bumi.

9. Bencana banjir, longsor dan banjir yang disertai tanah longsor paling sering terjadi pada bulan Januari 2006. Bencana angin puting beliung mencapai puncaknya pada bulan Februari 2006. Angka KLB tertinggi pada bulan April 2006. Sedangkan banjir bandang dan kecelakaan transportasi paling tinggi angka kejadiannya pada bulan April 2006. Keterkaitan jenis bencana banjir, banjir bandang dan angin puting beliung dengan waktu kejadian dihubungkan dengan siklus musim hujan dan pengaruh iklim global di Indonesia. Tingginya curah hujan adalah salah satu penyebab banjir di Indonesia, selain kerusakan lingkungan seperti bencana banjir yang terjadi di Prov. Sulawesi Selatan (Kab. Sinjai). Bencana longsor terjadi akibat pergeseran tanah yang labil karena kerusakan lingkungan dan dapat dipicu oleh curah hujan yang tinggi.

Gambar 6

Kondisi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat-7 ETM tahun 2004-2005

c. Permasalahan kesehatan

Bencana ini mengakibatkan total 225 orang meninggal, 23 orang dirawat inap dan 2926 orang rawat jalan, 118 orang hilang dan 11.741 orang mengungsi. Di Kab. Sinjai yang paling parah tercatat 210 orang meninggal, 16 orang dirawat inap, 50 orang hilang dan 10.343 orang mengungsi. Selain itu terjadi kerusakan sarana kesehatan yaitu 2 RS, 1 Puskesmas, 7 Pustu, 5 Polindes dan 35 Posyandu.

d. Upaya yang dilakukan

Untuk menanggulangi krisis kesehatan sebagai akibat bencana ini, telah dilakukan berbagai upaya, antara lain:

a. Melanjutkan evakuasi korban/pasien ke pos kesehatan.

b. Melaksanakan pelayanan kesehatan di pos kesehatan sekitar lokasi pengungsian, Puskesmas dan Rumah sakit

c. Melakukan Rapid Need Assessment. d. Melakukan penyuluhan kesehatan

lingkungan.

e. Melaksanakan kegiatan surveilans penyakit untuk mencegah terjadinya KLB.

f. Mendistribusikan obat-obatan, MP-ASI dan masker ke Kab. Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng.

g. Melaksanakan pemantauan dan monitoring ke posko-posko bencana.

h. Dinkes Prov. Sulsel membentuk Tim Satgas yang terdiri dari unsur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSU Haji, RSU Labuang Baji), Rumah Sakit DR. Wahidin Sudirohusodo, BSB/BSC, SAR Unhas, Dinkes Kota Makassar, Dinkes Prov. Sulsel dan BTKL Sulsel dengan jumlah petugas sebanyak 64 petugas terdiri dari 21 dokter (5 orang dokter spesialis terdiri dari bedah umum, anestesi, penyakit dalam dan anak serta 16 orang dokter umum) dan 43 orang perawat.

i. Bantuan Serum ATS 1.500 IU sebanyak 500 AMPL dan 100 vial ATS 20.000 IU dari

a. luasnya wilayah yang terkena dampak b. struktur bangunan yang tidak tahan gempa c. kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai

cara menghadapi gempa.

5. Gempa bumi merupakan bencana yang paling parah sepanjang tahun 2006 dilihat dari besarnya jumlah korban. Jumlah korban meninggal akibat bencana ini dalam satu kali kejadian adalah 1:1447. Disusul oleh bencana tsunami dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal adalah 1:684. Sedangkan bencana banjir walaupun kerapkali terjadi, namun jumlah korban meninggal relatif lebih kecil dengan perbandingan frekuensi kejadian dengan jumlah korban meninggal yang diakibatkan adalah 1:2,62 6. Gempa bumi dan banjir merupakan bencana yang

cukup tinggi mengakibatkan korban luka dan sakit. Hal ini bisa dilihat dari tingginya angka korban rawat jalan serta korban rawat inap akibat kedua bencana tersebut yang menempati peringkat 2 besar dari seluruh bencana yang terjadi pada tahun 2006. Tingginya angka rawat inap dan rawat jalan pada kedua bencana ini dapat disebabkan oleh:

a. lamanya pengungsi berada di tempat penampungan. Pada bencana gempa, hal ini disebabkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi rumah yang rusak membutuhkan waktu cukup lama sehingga menahan pengungsi tetap berada di tempat penampungan. Sedangkan bencana banjir dapat terjadi selama berhari-hari.

BAB III KESIMPULAN

1. Angka kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan di Indonesia pada tahun 2006 cukup tinggi dan beragam yaitu 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis bencana.

2. Sebagian besar kejadian bencana (54,32%) adalah akibat kondisi cuaca yang buruk yang bisa diperkirakan sebelumnya, yaitu banjir (30,86%), longsor (15,43%), angin puting beliung (7,41%), dan banjir yang disertai longsor (4,94%). Hal ini memperlihatkan besarnya pengaruh iklim dan cuaca terhadap kejadian bencana di Indonesia. 3. Bencana yang terjadi menimpa 27 provinsi dengan

frekuensi yang rata-rata sama. Ini menunjukkan bahwa hampir semua wilayah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering terjadi bencana yaitu 15,57% dari bencana keseluruhan, kemudian Jawa Tengah (14,97%), Jawa Barat (12,57%), Papua (5,99%), NAD (6,59%).

4. Jumlah korban meninggal tertinggi diakibatkan oleh bencana gempa bumi dengan persentase hingga 75,37%. Diikuti gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan banjir (3,71%).

Besarnya jumlah korban meninggal akibat gempa bumi pada tahun ini dapat disebabkan antara lain oleh:

Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006.

j. Bantuan tempat penampungan air 1000 liter sebanyak 6 buah dari Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006

C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov. Jawa

Dokumen terkait