• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Angka kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan di Indonesia pada tahun 2006 cukup tinggi dan beragam yaitu 162 kali bencana yang terdiri dari 17 jenis bencana.

2. Sebagian besar kejadian bencana (54,32%) adalah akibat kondisi cuaca yang buruk yang bisa diperkirakan sebelumnya, yaitu banjir (30,86%), longsor (15,43%), angin puting beliung (7,41%), dan banjir yang disertai longsor (4,94%). Hal ini memperlihatkan besarnya pengaruh iklim dan cuaca terhadap kejadian bencana di Indonesia. 3. Bencana yang terjadi menimpa 27 provinsi dengan

frekuensi yang rata-rata sama. Ini menunjukkan bahwa hampir semua wilayah di Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling sering terjadi bencana yaitu 15,57% dari bencana keseluruhan, kemudian Jawa Tengah (14,97%), Jawa Barat (12,57%), Papua (5,99%), NAD (6,59%).

4. Jumlah korban meninggal tertinggi diakibatkan oleh bencana gempa bumi dengan persentase hingga 75,37%. Diikuti gempa bumi dan tsunami (8,91%) dan banjir (3,71%).

Besarnya jumlah korban meninggal akibat gempa bumi pada tahun ini dapat disebabkan antara lain oleh:

Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006.

j. Bantuan tempat penampungan air 1000 liter sebanyak 6 buah dari Depkes telah diterima tanggal 25 Juni 2006

C. Gempa Bumi Dan Tsunami Di Prov. Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta Dan Jawa Timur

a. Kronologis Kejadian

Pada tanggal 17 Juli 2006 telah terjadi gempa bumi tektonik di sebelah selatan pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan pantai Pangandaran tersebut terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang dari 33 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat gempa berada di laut 286 km Selatan Bandung, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.

Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan terjadinya gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran, Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan, gelombang tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen (Jawa Tengah), pantai

selatan Kab. Bantul (DI Yogyakarta) serta Kab. Tulung Agung (Jawa Timur).

Getaran gempa tidak begitu terasa oleh masyarakat sepanjang pantai. Namun, kepanikan terjadi ketika muncul gelombang pasang. Akibat air pasang ini, kurang lebih 500 meter dari bibir pantai Pangandaran terendam hingga ketinggian sekitar lima meter. Getaran gempa cukup dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalam rumah di sekitar pantai selatan Jawa Barat sampai Jawa Tengah. Sementara itu menurut catatan dilaporkan di beberapa kota di Jawa Barat, gempa cukup terasa di gedung berlantai tinggi.

b. Teori Kejadian

Tsunami pada dasarnya adalah bencana ikutan, yaitu bencana yang terjadi karena dipicu oleh bencana lainnya. Yang paling sering memicu terjadinya tsunami adalah gempa bumi. Hanya gempa bumi yang terjadi di bawah permukaan laut dengan pusat gempa berada pada kedalaman kurang dari 30 km dan dengan skala 6,5 Skala Richter atau lebihlah yang dapat memicu terjadinya tsunami. Semua persyaratan itu terpenuhi dalam kasus gempa yang memicu tsunami di pantai Selatan Jawa, Senin 17 Juli 2006. Tsunami Pangandaran terjadi di lepas pantai, dengan pusat gempa pada zona subduksi dipicu oleh pergerakan vertikal (dip-slip) kerak bumi yang terjadi di prisma akresi. Yang perlu dipahami masyarakat adalah merupakan suatu kewajaran bahwa gempa dan

e. Upaya yang dilakukan

Untuk mengatasi permasalah kesehatan yang ada, jajaran kesehatan telah melakukan berbagai upaya, antara lain :

a. Evakuasi korban

b. Mendirikan dan memberikan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan di Poskes, Puskesmas dan RS.

c. Melakukan koordinasi dengan Satlak PBP Kab. Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap dan Kebumen.,

d. Mengirim 1.455 tenaga kesehatan (18 dr spesialis, 269 dr umum, 625 perawat dan 543 tenaga lainnya) serta 75 ambulans

e. Mengirimkan obat-obatan dan logistik yang telah dikirim oleh berbagai instansi ke lokasi bencana

f. Melakukan imunisasi TT, campak serta memberikan vit. A untuk balita di pengungsian. Cakupan imunisasi campak di Kab. Ciamis sebanyak 3.456 balita dan imunisasi TT sebanyak 6.754 penduduk usia 15–60 tahun dan pada relawan sebanyak 516 orang.

Gambar 8

d. Permasalahan Kesehatan

Gempa yang diiringi tsunami ini telah menelan korban jiwa hingga mencapai 684 orang, 11.021 orang mengalami cedera dan 65 jiwa dinyatakan hilang. Ratusan rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotel-hotel di sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran. Di Kabupaten Ciamis sebanyak 2 Puskesmas rusak ringan dan di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 3 unit Pustu rusak berat.

tsunami sering terjadi di wilayah Indonesia baik dulu maupun di masa datang. Hal ini karena sebagian besar wilayah Indonesia terbentuk akibat tumbukan lempeng-lempeng dan berada di atas zona tumbukan itu. Adanya tumbukan ini mengakibatkan terjadinya retakan-retakan atau sesar di kerak bumi diatasnya. Lempeng-lempeng tersebut terus bergerak dan berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga terjadi akumulasi energi. Pada saat akumulasi energi tadi sudah maksimum maka energi tersebut akan dilepaskan (release) dalam bentuk pergeseran kerak bumi baik horizontal maupun vertikal. Maka terjadilah gempa. Jika pergeseran ini terjadi di bawah laut pergeseran kerak yang notabene merupakan deformasi kerak bumi akan mengakibatkan deformasi massa air laut sehingga terjadilah tsunami. (1) Jelasnya dapat dilihat pada gambar 7 dan 8.

Gambar 7

Ketika kita menyatakan bahwa gempa dengan kekuatan lebih dari 6 skala richter yang terjadi di laut berpotensi menimbulkan tsunami, itu hanyalah baru sebagai hipotesis awal. Untuk mengetahui secara lebih baik lagi mekanisme gempa yang berpotensi kita harus banyak melakukan penelitian. Dari hasil penelitian yang ada sekarang ini muncul istilah tsunami earthquake atau slow earthquake. (2)

Tsunami earthquake mengambil istilah dari earthquake atau gempa yang menimbulkan tsunami, sementara slow earthquake mengambil istilah dari sifat karakteristik getaran gempa yang

lambat (slow shaking) yang dapat menimbulkan tsunami. Secara definisi detail bahwa yang dimaksud tsunami earthquake atau slow earthquake yaitu gempa yang cukup kuat (> 6 skala richter) dengan sifat getaran yang lambat (slow shaking) dan terjadi di laut, kemudian menimbulkan tsunami.(2)

Sifat slow shaking ini yang memberikan respon terhadap dinamika air yang lebih besar daripada fast shaking (getaran yang cepat). Respon besar inilah yang dapat membangkitkan gelombang tsunami. Getaran yang lambat ini salah satunya dapat disebabkan oleh tebalnya sedimen di sekitar pusat gempa di laut yang memberikan efek lubrikasi ketika gempa terjadi. Sifat getaran yang lambat ini dapat dicirikan dari rekaman long wavelength seismograf, orang merasakan getaran/goyangan yang lamban dan perbedaan ketinggian model tsunami dengan data fisis di lapangan. Gempa yang terjadi di Pangandaran tahun 2006 mungkin merupakan contoh lain dari slow earthquake (tsunami earthquake) apabila melihat data-data yang ada. Untuk memastikannya maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. (2)

Dokumen terkait