• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bank Indonesia dan Pemulihan Ekonom

Dalam dokumen B J. Habibie - Detik-detik yang Menentukan (Halaman 194-200)

Rapat Konsultasi dengan DPR/MPR

B. Bank Indonesia dan Pemulihan Ekonom

Makro

Transparansi dan pengawasan yang efektif dibantu oleh kebebasan pers yang berbudaya dan bertanggung jawab dapat membantu sinergi antara pemerintah dan Bank Sentral dalam mengamankan pembangunan yang berkesinambungan.

Satu hari setelah pengambilan sumpah sebagai Presiden di Istana Merdeka, saya memisahkan Bank Indonesia, dari Kabinet Reformasi Pembangunan yang saya bentuk kurang dari 24 jam. Sebagaimana telah saya sampaikan, saya tidak memperoleh kesempatan untuk membaca atau mempelajari sesuatu yang berbentuk laporan, baik yang terkait dengan masalah ekonomi ataupun masalah lain, kecuali pidato pengunduran diri Presiden Soeharto sebagai presiden, tidak ada laporan timbang terima dalam bentuk apa pun. Pertemuan empat mata dengan Pak Harto, yang saya minta dan harapkan, juga tidak pernah dikabulkan. Oleh karena itu, saya tidak memiliki bahan masukan kecuali yang pernah ditulis dalam surat kabar mengenai bantuan dan persyaratan IMF serta beberapa hal lainnya.

Seperti telah saya jelaskan sebelumnya, keadaan di Indonesia begitu ruwet, begitu kompleks, tidak menentu dan cepat berkembang, sehingga saya harus berhati-hati sekali dalam mengambil kebijakan yang tepat dan cepat. Saya harus menghadapi perubahan yang tidak menentu dan terus berkembang ke arah destabilisasi politik dan ekonomi.

Oleh karena itu, peran BI akan lebih pasti dan harus dikelola oleh tim yang profesional serta berdedikasi tinggi. Tim tersebut harus dapat berkarya tanpa menghadapi

kendala politik, bebas berpikir dan beranalisis murni secara profesional.

Tim tersebut tidak boleh diatur dan diarahkan oleh presiden yang kedudukannya sangat politis dan kepentingannya mungkin dapat bertentangan dengan hasil analisis dan kebijakan profesional. Dengan kata lain, tim pimpinan Bank Indonesia (BI) harus memberi perhatian penuh pada tugas yang diharapkan oleh rakyat, yaitu menghasilkan mata uang rupiah yang kuat, nilai tukar yang stabil dan berkualitas tinggi.

Tim pimpinan BI harus berperan aktif dalam memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan ekonomi diarahkan pada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, bersifat merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional.

Untuk mendukung terwujudnya perekonomian nasional tersebut, dan sejalan dengan tantangan perkembangan dan pembangunan ekonomi yang semakin kompleks, maka sistem keuangan yang semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan terintegrasi perlu dikembangkan. Kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk memelihara stabilitas nilai rupiah.

Untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien diperlukan sistem keuangan yang sehat, transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sistem tersebut perlu didukung oleh mekanisme pembayaran yang lancar, cepat, tepat, dan aman, serta pengaturan dan pengawasan bank yang memenuhi prinsip kehati-hatian.

stabilitas nilai rupiah diperlukan Bank Sentral yang memiliki kedudukan yang independen.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral tidak sesuai lagi dan perlu diganti. Alhamdulillah, Undang- Undang baru tentang Bank Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 dapat saya tandatangani pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini, merupakan hasil kerja keras para pakar perbankan dan keuangan dan komisi bersangkutan di DPR.

Pengalaman negara lain, seperti Jerman, dapat dimanfaatkan dengan memerhatikan masukan dan nasihat pakar Jerman Prof. Dr. Schessinger, mantan Presiden Deutsche Bundesbank, dan para Pakar dari IMF.

Dalam undang-undang ini, tim pimpinan Bank Indonesia BI diberi nama Dewan Gubernur (DG) yang dipimpin oleh Gubernur BI merangkap anggota DG dan wakil gubernur BI adalah Deputi Gubernur Senior merangkap Anggota DG.

Sistem pembayaran, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 ini.

Peraturan BI adalah ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mengikat setiap orang atau badan dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, sedangkan Peraturan DG hanya berlaku intern di BI.

Kebijakan Moneter BI untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan suku bunga.

Untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, maka dibutuhkan cadangan umum yang berasal dari sebagian surplus BI.

Cadangan tersebut dapat digunakan antara lain untuk penggantian atau pembaruan harta tetap dan perlengkapan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenang BI serta untuk penyertaan.

Dengan demikian diharapkan kualitas nilai rupiah terjamin tinggi dan stabil. Namun ini belum berarti bahwa dengan sendirinya sistem perbankan di Indonesia langsung menjadi sehat.

Jikalau dipelajari masalah perbankan di Indonesia yang sedang kita hadapi, maka perkembangan krisis perbankan tahun antara 1997-1999 dapat kita bagi dalam tiga fase yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya:

Fase pertama dimulai sejak krisis berlangsung pada bulan Juli 1997 hingga akhir Januari 1998, yaitu pada saat pemerintah mengambil kebijakan untuk meredakan krisis melalui program jaminan pemerintah terhadap kewajiban membayar bank umum serta pendirian Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Fase kedua berlangsung sejak awal Februari 1998 hingga meredanya gelombang bank rush pada akhir Oktober 1998.

Fase ketiga merupakan periode pemulihan kembali perbankan sejak bulan Oktober 1998 hingga selesai.

Saya memutuskan untuk melanjutkan kebijakan yang telah diambil oleh Pak Harto dengan memanfaatkan “Tim Ekonomi” yang disempurnakan dengan pelaksanaan yang lebih transparan, cepat dan tegas, untuk mendahului permasalahan yang cepat berkembang.

tuntas dalam waktu sesingkat-singkatnya dan selanjutnya meletakkan dasar pemikiran, prinsip dan sistem untuk memasuki fase ketiga, yaitu fase pemulihan kembali perbankan yang harus dilanjutkan oleh siapa saja yang menjadi Presiden keempat nanti.

Untuk itu, dalam rangka meredam krisis perbankan perlu dilaksanakan program jaminan pemerintah terhadap kewajiban bank umum. Di samping itu, perlu lebih difungsikannya BPPN untuk menerima penyerahan sejumlah bank yang tidak sehat dari Bank Indonesia, untuk disertakan dalam program penyehatan.

Di samping itu BPPN harus menyusun mekanisme program jaminan pemerintah. Pada awal pelaksanaan tugasnya BPPN belum memiliki pegawai dan belum dilengkapi dengan sarana dan prasarana serta sistem dan prosedur kerja. Sementara itu BPPN telah dihadapkan kepada berbagai tugas yang harus segera dilaksanakan.

Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan BPPN untuk sementara dilakukan oleh personalia yang diperbantukan oleh Bank Indonesia, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Departemen Keuangan.

Selain itu, BPPN juga belum memiliki dana atau anggaran sehingga untuk memenuhi segala kebutuhan kerja para karyawan BPPN masih mengandalkan bantuan sepenuhnya dari Bank Indonesia, antara lain gedung kantor, inventaris, perlengkapan kantor, dan lain-lain.

Organisasi dan susunan pengurus mulai terbentuk serta karyawan mulai direkrut setelah pada bulan Maret 1998. BPPN menempati ruang kerja di gedung Bank Indonesia. Sejak tanggal 26 Januari 1998 sampai dengan tanggal 25 Juni 1998, BPPN mengalami dua kali pergantian pimpinan, sehingga selama kurun waktu kurang dari enam bulan BPPN secara bergantian dipimpin oleh tiga orang ketua.

Program jaminan pemerintah ternyata tidak segera meredakan penarikan dana masyarakat dari perbankan. Sementara itu, terjadi berbagai peristiwa seperti kerusuhan Mei 1998 dan Tragedi Semanggi yang menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga bank rush masih terus terjadi sampai akhir Agustus 1998.

Keadaan mulai menunjukkan tanda-tanda mereda sejak bulan September 1998. Perkembangan ini disebabkan oleh membaiknya ekspektasi masyarakat terhadap kestabilan harga dan nilai tukar serta setelah masyarakat melihat pelaksanaan pembayaran jaminan pemerintah sejak bulan Juli 1998 dalam rangka penutupan bank beku operasi yang tidak merugikan nasabah penyimpan.

Dengan meredanya kesulitan likuiditas perbankan dan berkurangnya gelombang penarikan dana, Pemerintah dan Bank Indonesia kemudian menyiapkan Program Restrukturisasi Perbankan.

Pada awal Maret 1998, BPPN mulai menggariskan rencana kerjanya. Pada saat itu jabatan ketua BPPN telah dialihkan dari Bambang Subianto kepada Iwan Prawiranata yang juga memegang jabatan sebagai direktur (anggota direksi) Bank Indonesia. Sejak awal Maret 1998 badan tersebut telah dilengkapi dengan tiga orang Deputi Ketua dan sejumlah pegawai serta telah menempati ruang kerja di gedung Bank Indonesia.

Langkah pertama yang diprioritaskan adalah menangani 54 bank yang diserahkan oleh Bank Indonesia pada tanggal 14 Februari 1998, untuk dimasukkan dalam program penyehatan oleh BPPN.

Bank-bank yang diserahkan pengawasannya kepada BPPN terdiri atas empat bank persero, 37 bank umum Swasta nasional, dua bank campuran dan 11 bank pembangunan daerah (BPD).

Penyerahan tersebut didasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 12 Februari 1998 yaitu:

1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang digunakan oleh bank telah mencapai lebih dari 200 persen modal disetor;

2. Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequate Ratio/CAR), lebih kecil atau sama dengan 5 persen;

3. Bank gagal melunasi fasilitas diskonto lebih dari 21 hari setelah jatuh tempo.

Dalam rangka pelaksanaan tugas penyehatan bank, dengan Keputusan Presiden No.34 Tahun 1998 tanggal 5 Maret 1998, ditetapkan tugas dan kewenangan BPPN. Hal- hal yang diatur dalam Keputusan Presiden tersebut antara lain adalah:

(1) Meminta pernyataan bank dalam penyehatan BPD untuk menaati persyaratan-persyaratan praktik perbankan yang sehat dan meningkatkan kinerja bank termasuk, peningkatan yang berkaitan dengan aspek keuangan, operasional dan manajemen;

(2) Meminta direksi, komisaris dan pemegang saham BPD untuk menandatangani dokumen-dokumen yang bersifat mengikat. Dokumen tersebut diperlukan guna penyehatan bank dimaksud, dan untuk memastikan pengembalian jaminan baik yang akan, sedang, atau telah dicairkan;

(3) Meminta BPD untuk mengajukan rencana perbaikan dengan mengikuti persyaratan, ketentuan dan peraturan BPPN, termasuk penetapan jadwal, tindakan yang akan dilakukan serta hal-hal lain yang perlu dilakukan; (4) Melaksanakan penelitian dan penyelidikan, memperoleh

Dalam dokumen B J. Habibie - Detik-detik yang Menentukan (Halaman 194-200)

Dokumen terkait