• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minggu, 24 Mei

Dalam dokumen B J. Habibie - Detik-detik yang Menentukan (Halaman 129-132)

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan politik, ekonomi, dan penegakan hukum yang saling memengaruhi dan berkaitan, maka transparansi antaranggota kabinet harus terjamin dan terus dipelihara. Pada sidang yang dilaksanakan secara rutin tiap minggu sekali, tanpa dibatasi oleh waktu, semua anggota kabinet harus hadir. Setelah mendengarkan laporan dari para menteri terkait mengenai subjek permasalahan, Presiden dapat proaktif segera mengambil kebijakan yang tegas dan pragmatis, mendahului permasalahan yang berkembang.

Besok pagi sebelum sidang kabinet dimulai, saya bermaksud melaksanakan rapat khusus dengan Menko Polkam, Menteri Kehakiman, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Penerangan, Menteri Sekretaris Negara, Jaksa Agung, dan Kapolri khusus mengenai pembebasan tahanan politik sebagai akibat dari pelaksanaan Undang-Undang Pemberantasan Kegiatan Subversi dan pemantauan keadaan di lapangan.

Saya sangat menyadari bahwa Undang-Undang No. 11 PNPS Tahun 1963, tentang pemberantasan kegiatan subversi untuk menjaga stabilitas politik dari ancaman subversi baik dari dalam maupun dari luar negeri, sangat penting untuk memelihara momentum pembangunan berjalan lancar dan berkesinambungan. Namun, saya menyadari pula bahwa dalam pelaksanaannya, undang-undang tersebut telah mengalami distorsi selama 35 tahun dan berdampak negatif terhadap kehidupan berpolitik. Karena itu adalah wajar jikalau undang-undang tersebut harus ditinjau kembali.

Setelah mempelajari, mengecek, dan melaksanakan beberapa perubahan seperlunya pada materi pengarahan Presiden yang akan saya ucapkan dalam sidang pertama

Kabinet Reformasi Pembangunan, maka saya berkonsultasi dengan Harmoko, ketua Golkar, mengenai pentingnya diadakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar secepatnya. Akhirnya kami sepakat agar pada rapat pengurus harian yang akan diselenggarakan, dibicarakan, dan ditentukan jadwal munaslub. Jikalau mungkin, munaslub sudah dapat dilaksanakan dalam bulan Juli 1998. Munaslub tersebut akan dapat membicarakan pelaksanaan reformasi di dalam tubuh Golkar sesuai dengan tuntutan masyarakat yang terus berkembang. Saya menyadari, agar munaslub tersebut dapat berhasil, diperlukan informasi yang tepat tentang situasi dan aspirasi yang berkembang di kalangan kader-kader Golkar sendiri. Untuk ini saya meminta masukan dari beberapa kader Golkar, terutama dari Haryanto Dhanutirto, yang memang sudah lama bekerja sama dengan saya sebagai Deputi Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Untuk mengetahui perkembangan politik dan gerakan di lapangan, saya juga memanfaatkan sumber-sumber informasi “nonformal” dari beberapa tokoh, termasuk adik kandung saya J.E. Habibie (Fanny) bersama Hariman Siregar. Fanny mempunyai jaringan yang cukup luas, lintas golongan dan lintas partai. Sementara Hariman Siregar

yang sejak

almarhumah ibu saya masih ada sudah kami anggap sebagai ‘adik’ dalam keluarga Habibie

adalah salah seorang tokoh

gerakan mahasiswa sejak zaman Malari. Masukan dari Fanny dan Hariman penting saya perhatikan karena dapat saya manfaatkan untuk mengecek kembali objektivitas masukan dari lapangan yang saya peroleh melalui sumber-sumber resmi. Seperti telah dikemukakan di depan, saya memutuskan untuk memberikan kebebasan pers sebagai wahana untuk menyalurkan kebebasan menyampaikan pendapat. Saya meyakini sepenuhnya bahwa kemerdekaan pers yang sehat

dan profesional merupakan salah satu pilar penting demokrasi. Oleh karena itu, saya juga memantau situasi dan perkembangan dunia pers —baik media elektronik maupun media cetak, termasuk persepsi dan aspirasi para tokohnya— berkenaan dengan proses reformasi. Untuk ini saya amat terbantu oleh dua orang insan pers, Andi Makmur Makka dan Parni Hadi, orang yang amat dekat dan yang telah lama bekerja sama membantu saya. Dari Parni dan Makka, saya banyak mendapat informasi dan masukan dalam rangka mendorong terciptanya pers yang bebas dan sehat.

Secara khusus saya juga memantau perkembangan yang terjadi di kalangan umat Islam. Saya beruntung karena semenjak berdirinya ICMI, sudah terbentuk networking yang bersifat lintas kelompok dalam tubuh umat Islam. Sejumlah tokoh yang memberi masukan, antara lain, K.H. Ali Yafie, Anwar Haryono, Achmad Tirtosudiro, Wardiman Djojonegoro, Marwah Daud Ibrahim, dan Trulyanti Sutrasno. Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang ikut membidani kelahiran ICMI di tahun 1990, dan selama delapan tahun ikut membesarkannya. Informasi dari mereka amat membantu saya dalam memahami situasi dan aspirasi yang berkembang di kalangan umat Islam.

Situasi yang berkembang di kalangan umat Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha juga saya perhatikan. Saya beruntung karena mempunyai banyak kawan yang menjadi tokoh dari komunitas umat agama tersebut. Di samping itu, saya juga memperoleh masukan dari para cendekiawan agama mereka, yang telah lama menjalin kerja sama dengan ICMI. Organisasi cendekiawan agama tersebut adalah Ikatan Sarjana Katolik (ISKA), Persatuan Intelektual Kristen Indonesia (PIKI), Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI), dan Forum Cendekiawan Hindu Indonesia (FCHI). Dalam rangka mengamati perkembangan ekonomi, saya

memantau berbagai informasi dan indikator ekonomi serta dunia bisnis. Masukan informasi ekonomi

baik nasional

maupun global

yang saya peroleh dari sumber resmi saya

cross-check dan lengkapi dengan sumber-sumber tidak resmi, baik dari jaringan global yang saya miliki maupun dari beberapa tokoh yang dekat dengan saya. Salah satunya adalah dari Satrio B. Joedono (Billy), yang memang sudah lama bekerja sama dengan saya sebagai asisten saya sewaktu menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi/Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Sementara itu, untuk mengetahui informasi lapangan dari dunia bisnis, saya minta informasi pada Suyatim A. Habibie (Timmy), adik bungsu saya. Masukan dari Timmy ini saya perlukan untuk mengecek laporan yang saya peroleh dari saluran resmi, pemberitaan koran/TV maupun internet. Ini saya perlukan untuk menghindari salah interpretasi yang dapat mengakibatkan salah kebijakan dan merugikan stabilitas. Di samping dari Timmy, informasi lapangan dari dunia usaha juga saya peroleh dari Adrie Soebono, kemenakan saya yang pernah ikut saya sewaktu masih tinggal di Jerman. Dari Adrie juga saya memperoleh informasi masalah keamanan, karena ia memiliki jaringan cukup luas dengan aparat keamanan.

Kegiatan saya hari ini berakhir pukul 01.00 setelah mempelajari masukan melalui internet, TV, jaringan resmi maupun tidak resmi. Semuanya membingungkan tetapi tetap terkendali.

Dalam dokumen B J. Habibie - Detik-detik yang Menentukan (Halaman 129-132)

Dokumen terkait