• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Landasan Teori

2. Bank Syariah

a. Definisi Bank Syariah

Perbankan Syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak Islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Bank syariah berarti juga bank yang tata cara pengoprasianya berdasarkan tata cara bermuamalah secara Islami, yakni mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Muhammad, 2004: 20).

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang operasionalnya dengan cara menggunakan prinsip-prinsip syariah. Bedanya dengan bank konvensional adalah tidak mengenal sistem bunga sedangkan bagi bank syariah sistem bunga adalah riba (Muhammad dan Lukman, 2008:75). Riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil, umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya, larangan riba terdapat dalam Al-Qur’an dan al-hadist.

1. Riba dalam Al-Qur’an

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (ar-Ruum:39)

2. Riba dalam hadits

Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah, Rasullulah saw masih menekankan sikap Islam yang melarang riba Antonio (2001:51).

“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, utang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan diatur bahwa fungsi utama perbankan nasional adalah sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan asas dan tujuan perbankan syariah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam

rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Perbankan mempunyai fungsi intermediasi yaitu sebagai media yang menghubungkan pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana.

b. Fungsi dan Peran Bank Syariah

Fungsi dan peran Bank Syari'ah yang di antaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang di keluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut:

1. Manajer investasi, Bank Syari’ah dapat mengelola investasi dana nasabah.

2. Investor, Bank Syari’ah dapat menginvestasikan dana yang dimiliknya maupun nasabah yang dipercayakan padanya.

3. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran.

4. Pelaksanaan kegiatan sosial, contoh : Kewajiban mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana social lainnya.

c. Tujuan Bank Syariah

Tujuan bank syariah didirikan yaitu untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip dasar yang diikuti oleh bank Islam itu adalah (Ahmad Rodoni, 2009:121) :

1. Larangan riba dalam transaksi.

2. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang salah.

3. Memberikan zakat.

d. Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah

Bank Syariah memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan antara lain sebagai berikut : (Wibowo, 2005: 45).

a. Keunggulan Bank Syariah :

1. Mekanisme Bank Syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan.

2. Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter. Penentuan harga bagi bank bagi hasil didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah, penyimpanan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.

3. Bank Syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya.

pemerintah.

5. Terhindar dari praktik money laundering.

b. Kelemahan Bank Syariah adalah:

1. Terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang terlihat jujur dan dapat dipercaya, sehingga rawan terhadap itikad baik.

2. Metode bagi hasil memerlukan perhitungan rumit, sehinga resiko salah hitung lebih besar dari pada bank konvensional. 3. Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar dari pada

bank konvensional.

4. Produk-produk Bank Syariah belum biasa mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan kurang kompetitif, karena manajemen Bank Syariah cenderung mengadopsi produk perbankan konvensional yang disyariahkan, dengan variasi produk yang terbatas (Wibowo, 2005:45).

e. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan selalu berkaitan dengan akrivitas bisnis. Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan ( Muhammad, 2005:17).

Dalam kegiatan penyaluranan dana bank syariah melakukan pembiayaan disebut pembiayaan karena bank syariah menyediakan dana guna membiayai kebutuhan nasabah yang memerlukannya dan layak memperolehnya.

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian faisilitas dana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit (Antonio,2011:106).

Menurut UU No 21 tahun 2008 pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudhrabah dan musyarakah. b) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam

bentuk ijarah muntahiya bittamilk.

c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah,salam dan istishna.

d) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi. f. Sistem Pembiayaan pada Bank Syariah

Menurut Antonio (2001:161) secara umum, jenis-jenis pembiayaan dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Pembiayaan Modal Kerja

Bank konvensional memberikan kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan

produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga. Sedangkan, bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib).

Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut:

a. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing)

Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash autflow pada perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank konvensional adalah fasilitas cerukan (overdraft facilities) atau yang biasa disebut kredit rekening koran. Atas pemberian fasilitas ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut. Bank syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut

compensating balanc. Melalui fasilitas ini, nasabah harus membuka rekening giro dan bank tidak memberikan bonus

atas giro tersebut.

b. Pembiayaan Piutang (Receivable Financing)

Pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya. Bank Syariah biasanya memberikan fasilitas berupa hal-hal berikut.:

a) Bai’ al-Murabahah

Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri atas biaya pengadaan bahan baku dan bahan penolong. Melalui proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi barang setengah jadi, kemudian menjadi barang jadi yang siap untuk dijual. Bila barang jadi itu dijual dengan kredit, ia berubah menjadi piutang dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas kembali.

b) Bai’ al-Istishna’

Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses produksi sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai’ al-Istishna’. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan

bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap, sesuai dengan tahap-tahap proses produksi.

c) Bai as-Salam

Untuk produksi yng prosesnya tidak dapat diikuti, seperti produksi pertanian, bank dapat memberikan fasilitas bai’ as-salam. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di muka secara sekaligus dan nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang disepakati dalam kontrak.

2. Pembiayaan Modal Kerja untuk Perdagangan a. Perdagangan Umum

Perdagangan umum adalah perdagangan yang dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual, baik pedagang eceran (retailer) maupun pedagang besar (whole seller).

b. Perdagangan Berdasarkan Pesanan

Perdagangan ini biasanya dilakukan atau diselesaikan di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan antar kota, perdagangan antar pulau, atau perdagangan antar negara. Berdasarkan pesanan itu, penjual lalu mengumpulkan

barang-barang yang diminta dengna cara membeli atau memesan, baik dari produsen maupun dari pedangan lainnya. Setelah terkumpul, barulah dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim, penjual juga menghadapi kemungkinan resiko tidak dibayarnya barang yang dikirimnya itu. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua belah pihak, bank konvensional telah memberikan jalan keluarnya, yaitu fasilitas letter of credit (L/C). Bank syariah telah mengadopsi mekanisme L/C itu dengan menggunakan skema

wakalah, musyarakah, mudharabah, ataupun al-murabahah.

c. Pembiayaan Investasi

Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang

saham baru.

d. Pembiayaan Konsumtif

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini: al-bai’ bi tsaman ajil

(salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran,

al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli, al musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya, ar-Rahn

untuk memenuhi kebutuhan jasa. Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolongan fakir atau miskin. Oleh karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.

g. Produk-produk dalam Pembiayaan Syariah

Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu (Karim, 2004:97):

1. Prisip jual-beli (Ba’i)

Prinsip jual beli di laksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property).

Tingkat keuntungan bank ditentutkan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, yaitu sebagai berikut:

a. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan Murabahah berasal dari kata “ribhu” (keuntungan), adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah akad jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli (Karim, 2004:113).

b. Pembiayaan Salam

Pembiayaan salam adalah berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran dimuka sebelum barang atau jasa

diantarkan. Nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntngan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah (Wirdyaningsih, 2005:111-1112)

c. Pembiayaan Istishna

Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran dimuka, dicicil, atau tangguh bayar. Nasabah wajib mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan dari transaksi jual beli antara bank dan pemasok dan antara bank dengan nasabah (Perwaatmaja dan Tanjung,2007:78).

2. Prinsip Sewa

Dalam Syariah Islam prinsip sewa menyewa dibedakan beradasarkan akad, yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik. a. Ijarah

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional NO.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas barang atau jasa dalam waktu tertentu

melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan(hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang pada ijarah transaksinya adalah barang maupun jasa (Karim, 2004:137).

b. Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT)

Al-Bai’wal Ijarah Muntahia Bit-Tamlik (IMBT) merupakan rangakaian dua buah akad, yakni akad al-bai’ dan akad Ijarah Muntahia Bit-Tamlik(IMBT). Al-bai’ merupakan akad jual-beli, sedangkan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik(IMBT) merupakan akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam Ijarah Muntahia Bit-Tamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut ini (Karim,2004:149):

1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

3. Prinsip bagi hasil a. Mudharabah

Bank dan nasabah dapat melakukan kerja sama dalam mengadakan suatu usaha. Mudharabah merupakan salah satu upaya untuk membiayai usaha tersebut. Dalam hal ini, bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) menyediakan sejumlah dana untuk suatu usaha yang akan dikelola oleh nasabah (Mudharib). Pada awal akad, keduanya telah menyepakati nisbah yang akan dibagikan dari hasil keuntungan yang diperoleh dari usahanya. Jenis mudharabah yang dapat digunakan adalah baik mudharabah muthlaqah (pembiayaan untuk jenis usaha yang tidak ditentukan) maupun mudharabah muqayyadah (pembiayaan untuk jenis usaha tertentu). Perikatan mudharabah ini dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi khusus.

b. Musyarakah

Jenis kerja sama lainnya yang dapat dilakukan antara bank dan nasabah adalah musyarakah, yaitu masing-masing pihak (bank dan nasabah) memberikan kontribusi dana untuk suatu usaha tertentu dengan keuntungan dan risiko yang terjadi akan ditanggung bersama. Aplikasinya dalam perbankan, musyarakah dapat digunakan untuk pembiayaan proyek dan juga pembiayaan modal ventura (Dewi dkk, 2005:169).

4. Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh

Qardh merupakan pemberian pinjaman oleh bank kepada nasabahnnya tanpa adanya imbalan. Perikatan jenis ini bertujuan untuk menolong, bukan sebagai perikatan yang mencari untung (komersil). Oleh karena itu, bank hanya akan mendapatkan kembali sejumlah modal yang diberikan kepada nasabah. Bank syariah dapat menyediakan fasilitas ini dalam bentuk berikut ini:

a. Sebagai dana talangan untuk jangka waktu singkat, maka nasabah akan mengembaliknnya dengan cepat, seperti

compensating balance dan factoring (anjak piutang).

b. Sebagai fasilitas untuk memperoleh dana cepat karena nasabah tidak bisa menarik dananya, misalnya karena tersimpan dalam deposito.

c. Sebagai fasilitas membantu usaha kecil atau sosial. 3. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

a. Definisi Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Usaha mikro merupakan usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga atau beberapa orang yang belum memiliki izin usaha secara lengkap (Nizarul Alim, 2009:14). Usaha mikro kecil dan menengah adalah usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tenaga kerja yang digunakan tidak melebihi dari 50 orang (Sumitro, 2004:168).

b. Karakterisik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) a) Usaha Mikro

Terjadi perbedaan pendapat dalam mendefinisikan usaha kecil karena perbedaan dalam menentukan sebuah usaha itu pada skala kecil bila dihubungkan dengan usaha menengah dan usaha besar. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan dalam memberikan skala kecil dalam usaha. Tiap-tiap negara berbeda-beda dalam memberikan skala usaha kecil. Di Indonesia, usaha kecil sering dihubungkan dengan pemberdayaan usaha kecil. Artinya, usaha kecil yang bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Memenuhi kekayaan bersih paling banyak 200 juta tidak termasuk tanah dan tempat pembangunan usaha.

b. Atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar.

c. Milik warga negara Indonesia, berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berfaliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

d. Bentuk usaha perorangan, koperasi, dan badan usaha berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum (Prawirokusumo, 2010: 48).

Karakteristik Usaha Kecil :

Menurut Suharto Prairokusumo, Karakterisik usaha kecil :

a. Biasanya usaha kecil dikelola oleh pemiliknya sehingga disebut

owner-manager yang biasanya bertindak sebagai pimpinan yang memberikan arahan kepada beberapa staf yang tidak terlalu banyak dan tidak berspesialisasi untuk menjalankan usaha. Mereka disebut managemen team yang biasanya berasal dari anggota keluarga, sanak saudara atau teman dekat.

b. Usaha kecil biasanya hanya mempunyai singel produk line tidak diverivikasi usaha, volume usaha relatif kecil.

c. Penanggung jawab pengambilan keputusan biasanya dipegang oleh satu orang dan kurang memberikan wewenang kepada orang lain (very little or no delegation of authority).

d. Hubungan antara managemen dengan pekerjanya bersifat sangat dekat (close management-employee relationship).

e. Biasanya organisasi usaha tanpa adanya spesialisasi fungsional (has few or functional specialist, such as a full time accountant or a personal manager).

f. Dalam sistem pelaporan juga tidak bertingkat (has no more than two tiers of managemen reporting).

g. Kurang mempunyai long term planning . h. Biasanya tidak go public.

dari pada provit maximusasi. Tidak dominan dalam pasar (Prawirokusumo,2010:48).

b) Usaha Menengah

Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersil dan mempunyai omset penjualan lebih dari 1 (satu) miliar. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UKM menyebutkan bahwa usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Lebih lanjut, undang-undang tersebut menegaskan bahwa kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut.

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000,00 (Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar).

c. Jenis Usaha Kecil dan Menengah

Jenis-jenis Usaha Kecil dan Menengah. Adapun jenis-jenis usaha kecil dan menengah yang mungkin untuk dimasuki di Indonesia (Lupiyoadi, 2004) antara lain:

1) Bisnis jasa

Bisnis jasa dewasa ini merupakan yang terbesar dan cepat pertumbuhannya dalam dunia bisnis kecil. Jasa juga membawa keuntungan yang sangat besar bagi usaha kecil yang mampu berinovasi tinggi. Misalnya: persewaan mobil, konsultan manajemen, jasa layanan internet, dan lain-lain.

2) Bisnis Eceran

Bisnis eceran adalah bentuk bisnis kecil yang ditekuni oleh wirausaha kecil dan menengah. Bisnis eceran adalah satu-satunya usaha yang menjual produk manufaktur yang langsung kepada toko konsumen.

3) Bisnis Distribusi

Sama seperti bisnis jasa dan eceran, wirausaha kecil dan menengah sudah mulai mendominasi seluruh penjualan dalam jumlah besar. Bisnis ini adalah satu-satunya bisnis yang membeli barang dari pabrik atau produsen dan menjual kepada pedagang

eceran. 4) Pertanian

Pertanian barangkali adalah bentuk usaha kecil yang tertua. Pada awalnya hasil pertanian digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga, namun lama kelamaan menjadi usaha yang cukup besar karena adanya ketergantungan satu sama lain. Contoh dari hal ini adalah sebagian petani membutuhkan tanah dan sebagian lagi membutuhkan alat-alat dan sebagian lagi ada yang membutuhkan pekerja

5) Bisnis Manufaktur

Bisnis manufaktur merupakan suatu bisnis kecil yang memerlukan modal untuk investasi yang cukup besar dibanding empat jenis usaha lainnya karena memerlukan tenaga kerja, teknologi, dan bahan mentah untuk mengoperasikannya. Contohnya: Kerajinan tangan, percetakan, dan lain-lain.

d. Penyebab kegagalan dalam Usaha Kecil dan Menengah

` Meskipun UKM menjanjikan bagi masa depan ekonomi nasional, namun dalam perkembangannya sering kali dihadapkan oleh berbagai dilema. Persoalaan pendanaan merupakan salah satu dilema yang sangat krusial bagi kelanjutan UKM. Lembaga keuangan formal (bank)