• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Hubeis dan Kadarisman (2007), teknik-teknik peningkatan mutu erat kaitannya dengan upaya mencapai tingkat kerusakan nol (zero defect), mengurangi keragaman, dan merangsang inovasi di tingkat produsen. Program pengendalian dan peningkatan mutu di perusahaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tidak didasarkan pada data kondisi kineja nyata perusahaan tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat dan sekaligus untuk analisis yang valid, terdapat tujuh alat bantu yang dikenal dengan istilah seven tools, yakni: lembar pemeriksaan (check sheet), stratifikasi, grafik dan bagan kendali, Diagram Pareto, Diagram Ishikawa (sebab-akibat), diagram pencar, dan histogram. Pemilihan jenis tools yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tim perbaikan mutu dan permasalahan yang akan dipecahkan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Maka dari itu pada penelitian ini hanya digunakan empat dari tujuh tools yang ada, yakni: lembar pemeriksaan (check sheet), stratifikasi, Diagram Pareto, dan Diagram Ishikawa (sebab-akibat).

1.

Lembar Pemeriksaan (Check Sheet)

Check sheet adalah alat bantu manajemen mutu sederhana yang bentuknya menyerupai tabel dan digunakan untuk mengoleksi data. Check sheet dalam pengertian yang sebenarnya tak lain adalah tempat menuliskan catatan tentang jumlah sesuatu, di mana jumlah tersebut diisikan satu demi satu, sehingga pada akhirnya dapat dijumlahkan nilai totalnya. Lembar pemeriksaan memiliki banyak tujuan, tetapi yang utama adalah untuk memudahkan pengumpulan data dalam bentuk yang dapat dengan mudah digunakan, dan dianalisis secara otomatis. Lembar pemeriksaan yang biasanya digunakan pada suatu pabrik mempunyai fungsi pemeriksaan distribusi proses produksi, pemeriksaan item cacat, pemeriksaan lokasi cacat, pemeriksaan penyebab cacat, pemeriksaan konfirmasi pemeriksaan, dan lain-lain. Salah satu fungsi yang disebutkan adalah pemeriksaan item cacat, untuk mengurangi jumlah cacat yang terjadi dalam

32 suatu proses perlu diketahui macam kerusakan dan persentasenya. Karena setiap kerusakan mempunyai penyebab yang berlainan, maka tidak tepat kalau hanya mencatat jumlah total kerusakan (Ishikawa, 1989).

Check sheet dapat dibuat kapan saja dibutuhkan adanya pencatatan data, meski demikian dalam penerapannya untuk tujuan manajemen mutu, perlu dilakukan analisa terlebih dahulu terhadap jenis kategorinya. Oleh karena itu dalam penyusunan check sheet perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini (Alli, 2004):

a. Tentukan tujuan pengumpulan data.

b. Lakukan terlebih dahulu brainstorming untuk menentukan jenis-jenis kategori yang perlu diamati.

c. Defenisikan tiap-tiap kategori dengan baik agar pengumpulan data dilakukan dengan konsisten.

d. Tentukan keadaan atau keterangan lain mengenai darimana data tersebut akan diperoleh, misalnya pada hari apa, shift berapa, dan di mesin yang mana.

e. Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap pengumpulan data.

f. Buatlah petunjuk singkat tentang tata cara pengumpulan data dan sampaikan kepada penanggung jawab pengumpulan data beserta anggotanya yang terlibat.

g. Buatlah tabel check sheet berdasarkan jenis kategori yang telah ditentukan.

h. Lakukan uji coba pengumpulan data untuk memastikan bahwa semua data telah dimasukkan ke kategori yang sesuai.

2.

Stratifikasi

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengurai/mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok/golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari data/masalah sehingga menjadi lebih jelas. Misalnya mengurai menurut:

a. Jenis kesalahan/kerusakan.

b. Penyebab dari kesalahan/kerusakan. c. Lokasi kesalahan/kerusakan.

d. Material, hari pembuat, unit kerja, orang yang mengerjakan, penyalur, waktu, lot, dan lain-lain.

Data hasil pengumpulan menggunakan lembar pemeriksaan sulit untuk dianalisa jika bentuk tabulasinya hanya berdasarkan jenis cacat saja. Dengan teknik stratifikasi, data menjadi tersebar secara lebih rinci dan lebih mudah untuk dipahami serta dianalisa (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

3.

Diagram Pareto

Nama Diagram Pareto diambil dari nama seorang ahli eknonomi berkebangsaan Italia, Vilfredo Pareto, yang hidup disekitar awal abad ke-20. Diagram Pareto didasarkan pada fakta bahwa sebagian besar dari masalah yang timbul berakar pada sebagian kecil masalah utama. Diagram ini pada awalnya menampilkan distribusi frekuensi tentang kesejahteraan beberapa negara, yang kemudian ternyata sesuai untuk diterapkan pada manajemen mutu. Diagram Pareto menunjukkan bahwa sekitar 80 % dari kekayaan atau kesejahteraan negara-negara dikuasai oleh sekelompok kecil negara. Jika diterapkan pada manajemen mutu, Diagram Pareto

33 umumnya mengatakan bahwa 80% dari problem dapat diselesaikan jika penyebab utamanya, yang umumnya ditimbulkan oleh sekelompok kecil penyebab utama (20%), dapat diselesaikan (Hoyle, 1994).

Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Sebuah Diagram Pareto seperti ini, menunjukkan masalah apa yang pertama harus kita pecahkan untuk menghilangkan kerusakan dan memperbaiki operasi. Walaupun ini terlihat sangat sederhana, grafik balok ini sangat berguna dalam pengendalian mutu pabrik (Ishikawa, 1989). Secara rinci, Diagram Pareto berguna untuk hal-hal berikut (Muhandri dan Kadarisman, 2008):

a. Menunjukkan masalah utama.

b. Menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap keseluruhan.

c. Menunjukkan tingkat perbandingan setelah dilakukan tindakan pada masalah terpilih. d. Menunjukkan perbandingan masing-masing masalah sebelum dan sesudah perbaikan.

Langkah-langkah pembuatan Diagram Pareto (Muhandri dan Kadarisman, 2008): b. Stratifikasi masalah dan nyatakan dengan angka.

c. Tentukan jangka waktu pengumpulan data.

d. Atur masing-masing penyebab (dari hasil stratifikasi dibuat berurutan sesuai dengan besarnya nilai dan gambarkan grafik kolom (balok). Penyebab terbesar ada di sebelah paling kiri.

e. Gambar grafik baris yang menunjukkan jumlah persentase pada bagian atas grafik kolom, dimulai dari yang terbesar. Di bagian bawah masing- masing kolom ditulis nama atau keterangan kolom.

f. Pada bagian atas atau sampingdiberikan keterangan atau nama diagram dan jumlah unit seluruhnya.

4.

Diagram Ishikawa (Sebab-Akibat)

Diagram tulang ikan (fish bond diagram) atau Diagram Ishikawa pertama kali diperkenalkan oleh ahli management berkebangsaan Jepang yang bekerja di perusahaan Kawasaki bernama Kaoru Ishikawa pada sekitar awal tahun 1960. Oleh karena diagram ini berbentuk seperti tulang ikan, maka sering disebut juga Diagram Tulang Ikan. Selain itu, karena penggunaannya untuk mengungkapkan semua kemungkinan faktor yang menjadi menyebab suatu masalah, maka dinamakan diagram sebab-akibat. Diagram ini dapat dikategorikan atas jenis klasifikasi proses, dengan identifikasi proses dibuat terpisah atas dua bagian, dan jenis analisis keragaman yang didasarkan pada faktor sebab utama dan lainnya (faktor pendukung) atau hubungan sekuensial (Hubeis dan Kadarisman, 2007).

Penyusunan Diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menemukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah. Sumber-sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antar faktor penyebab masalah menuju akibat yang ditimbulkannya. Mutu yang ingin kita perbaiki dan kendalikan secara jelas disajikan dengan angka-angka yang menunjukkan panjang, kekerasan, persentase cacat, dan sebagainya. Mereka disebut dengan “karakteristik mutu”. Komposisi kimia, ukuran, dan seterusnya yang dapat menyebabkan penyebaran, disebut faktor. Untuk mengilustrasikan pada sebuah diagram hubungan antara

34 sebab dan akibat, kita ingin mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyat. Oleh karenanya, akibat adalah karakteristik mutu dan sebab adalah faktor (Ishikawa, 1989).

Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), secara umum terdapat lima faktor utama yang berpengaruh terhadap suatu masalah, yaitu: lingkungan, manusia, metode, bahan, dan mesin peralatan. Faktor penyebab akan digolongkan ke dalam beberapa faktor utama tersebut yang diyakini sebagai sumber penyebab dari masalah. Penyebab turunannya kemudian disusun berdasarkan hirarki kepentingannya atau menurut detilnya, sehingga mampu mengungkap dan menggambarkan hubungan sebab-akibat yang terjadi antar golongan penyebab itu. Dengan demikian, diagram ini akan sangat bermanfaat untuk menelusuri akar permasalahan, mengidentifikasi daerah-daerah di mana dapat timbul masalah serius serta berguna dalam membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab masalah tersebut.

Bentuk umum Diagram Ishikawa adalah bentuk tulang ikan yang disertai berbagai tulang-tulang cabang dan ranting tergambarkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk Diagram Ishikawa.

Perlu diingat bahwa diagram diatas hanya merupakan alat untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab masalah, bukan mengidentifikasi penyebab masalah. langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di industri untuk menjawab pertanyaan “apakah setiap faktor sudah sesuai dengan SOP atau aturan baku?”. Dari kegiatan verifikasi ini akan diperoleh faktor-faktor yang diduga kuat menjadi penyebab masalah, perbaikan mutu dapat difokuskan pada faktor-faktor ini (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

35

IV.

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan data, sampai akhirnya dapat memberi suatu kesimpulan dari masalah yang diteliti.

Dokumen terkait