• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dunia manufaktur telah mengalami perubahan dramatis dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Tantangan bagi perusahaan untuk menjadi dan tetap kompetitif belum pernah sekeras sekarang. Landasan persaingan bukan berpusat pada biaya saja, tetapi pada sejumlah faktor kesuksesan lain seperti mutu, pelayanan, dan inovasi. Perusahaan dengan mutu bagus dapat mengendalikan harga yang lebih tinggi dan akan selalu diingat konsumen. Mutu merupakan istilah yang mempunyai makna berbeda bagi setiap orang. Memahami dimensi mutu produk perusahaan merupakan langkah awal dalam mengembangkan dan memelihara keunggulan produk dalam persaingan bisnis. Disukai atau tidak, konsumen merupakan pihak yang paling berkepentingan dalam menilai mutu produk yang dikonsumsinya. Nasution (2005) mengatakan ada hubungan yang erat antara mutu produk (barang dan jasa), kepuasan pelanggan, dan laba perusahaan. Semakin tinggi mutu, semakin tinggi kepuasan pelanggan dan pada waktu yang bersamaan mendukung harga jual yang tinggi dan seringkali biaya produksi menjadi rendah. Oleh karena itu program perbaikan mutu umumnya meningkatkan laba.

Dalam pemilihan setiap produk yang akan dikonsumsi, konsumen seringkali mempertimbangkan mutu dari produk tersebut. Sama halnya dengan perusahaan dalam memproduksi dan menyalurkan suatu produk selalu mengaitkan dengan mutu produk tersebut. Jelas dapat kita lihat bahwa mutu memegang peranan yang penting baik bagi pihak konsumen maupun produsen. Beberapa pakar mutu mendefinisikan mutu dalam pengertian yang berbeda. Berikut merupakan definisi mutu yang dikemukakan oleh para ahli:

- Joseph M. Juran

Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitness for use). Juran menjelaskan arti fitness for use sebagai: (1) quality of design (mutu rancangan) atausering disebut sebagai mutu absolut artinya mutu yang dirancang dan direncanakan dan (2) quality of conformance (mutu kesesuaian), yaitu tingkat kesesuaian produk atau jasa terhadap rancangan yang sudah dibuat. Produk dan jasa dapat mempunyai rancangan yang baik tetapi dalam pembuatannya memiliki kemungkinan terjadinya ketidaksesuaian (kekurangan). Hal ini dapat mengakibatkan scrap (waste), pekerjaan ulang, penurunan mutu, dan jika lolos ke pasar tidak laku atau malah akan menimbulkan citra negatif (Muhandri dan Kadarisman, 2008).

- Philips B. Crosby

Didefinisikan bahwa mutu sebagai conformace to requirement. Dengan definisi ini Crosby menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk mencoba mengerti harapan-harapan konsumen, memenuhi harapan-harapan konsumen tersebut, sehingga perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan dan keinginan (Tenner, 1992).

- Feigenbaum

Feigenbaum mengemukakan bahwa mutu sebagai total composite product and service characteristics of marketing, engineering, manufacture, and maintenance through which the

20 product and service in use will meet the expectation of the customer. Memiliki pengertian bahwa mutu merupakan keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembikinan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan (Feigenbaum, 1996).

- ISO 9000

ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001).

Muhandri dan Kadarisman (2008) menyimpulkan bahwa mutu adalah kesesuaian serangkaian produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Pemahaman mengenai mutu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pemahaman mengenai mutu (Feigenbaum, 1996).

Dari berbagai definisi mutu yang ada Manik (2004) juga menjelaskan bahwa semuanya mengacu pada suatu konsep mutu, yakni total customer satisfaction yang dijelaskan pada Gambar 2.

Ð Ð

Ð Ð

Gambar 2. Konsep mutu (Manik, 2004).

Menurut Hubeis (1999), konsep mutu pada bidang pangan erat kaitannya dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an yang menekankan pada pengukuran.

Tanpa definisi yang jelas maka mutu sulit untuk dibangun, diukur, dikendalikan, dan dikembangkan

Karena mutu memiliki berbagai karakteristik maka perlu didefinisikan dengan tepat Diperlukan pengembangan metode atau pendekatan (tools) untuk menghasilkan mutu

yang baik

Persyaratan mutu juga berkembang Permintaan konsumen terus berkembang

21 Pada tahun 1960 mengarah ke pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika berupa grafik, histogram, tabel, diagram pencar, dan perancangan percobaan. Sedangkan tahun 1980-an berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM)

Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa, dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Gatchallan (1989) dalam Hubeis dan Kadarisman (2007) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya.

Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu : Pertama, karakteristik fisik/tampak, meliputu: penampilan (warna, ukuran, bentuk, cacat fisik); kinestika (tekstur, kekentalan, dan konsistensi); flavor (sensasi dari kombinasi bau dan cicip). Kedua, karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa, dan warna juga ikut menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan); kimiawi (mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan); dan mikrobiologi (tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).

1.

Alasan Memproduksi Barang Bermutu

Produk bermutu prima memang akan lebih atraktif bagi konsumen, bahkan akhirnya dapat meningkatkan volume penjualan. Tetapi, produk bermutu mempunyai aspek penting lain, yakni (Prawirosentono, 2004):

Pertama, konsumen yang membeli produk berdasarkan mutu, umumnya dia mempunyai loyalitas produk yang besar dibandingkan dengan konsumen yang membeli berdasarkan orientasi harga.

Kedua, Bersifat kontradiktif dengan cara pikir bisnis tradisional. Ternyata memproduksi barang bermutu tidak secara otomatis lebih mahal dibandingkan dengan memproduksi produk bermutu rendah.

Ketiga, menjual barang tidak bermutu, kemungkinan akan banyak menerima keluhan dan pengambilan barang dari konsumen. Atau biaya untuk memperbaikinya (after sales services) menjadi sangat besar, selain memperoleh citra tidak baik. Belum lagi kecelakaan yang diderita konsumen akibat pemakaian produk yang bermutu rendah. Konsumen tersebut mungkin akan menuntut ganti rugi melalui pengadilan.

Jadi, berdasarkan ketiga hal atau alasan di atas, memproduksi produk bermutu tinggi lebih banyak akan memberi keuntungan bagi produsen, bila dibandingkan dengan produsen yang menghasilkan produk bermutu rendah (Prawirosentono, 2004).

2.

Fungsi Mutu Produk

Menurut Shigeru Mizuno (1994), pada dasarnya terdapat tiga fungsi utama mutu suatu produk, yaitu:

22 a. Pemeriksaan mutu (Quality inspection)

Dengan adanya mutu suatu produk maka dapat dilakukan pemeriksaan mutu, yaitu tindakan untuk mengetahui produk sesuai dengan yang dimaksud atau tidak.

b. Pengendalian mutu (Quality control)

Bila suatu produk telah melalui tahap pemeriksaan mutu, ternyata diketahui bahwa produk tersebut tidak sesuai dengan persyaratan, maka dilakukan tindakan pengendalian terhadap kondisi tadi, dengan membawa produk tersebut kedalam kondisi sesuai dengan yang dimaksud.

c. Pemastian mutu (Quality assurance)

Mutu tidak dijamin melalui pemeriksaan saja. Mutu memerlukan desain yang rasional, pelaksanaan operasi, dan prosedur pengendalian mutu yang benar. Mutu dapat dipastikan sedemikian rupa sehingga konsumen yang membeli bebas dari rasa cemas, dalam jangka panjang tanpa kesulitan.

3.

Mempertahankan Mutu Produk

Menurut Suardi (2001), untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan konsumen dan mampu bersaing secara global dapat ditempuh upaya-upaya berikut, khususnya yang menyangkut hubungan antar penjamin mutu, yaitu:

a. Pengadaan bahan baku

Baik bahan utama maupun bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik. Baik atau buruknya bahan baku yang digunakan akan berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan sehingga dapat menjadi evaluasi untuk quality control. Walaupun demikian hasil yang didapatkan harus menjadi perhatian untuk quality assurance yang bertugas menjamin mutu ditingkat yang lebih luas.

b. Pengendalian produksi

Pengendalian produksi dilakukan secara terus. Pengendalian produksi menjadi tanggung jawab dibagian quality control untuk menjamin proses produksi berjalan dengan baik. Proses yang baik akan menghasilkan produk yang baik yang sesuai standar perusahaan.

c. Pengemasan

Pengemasan dilakukan dengan benar dan memenuhi persyaratan teknis untuk kepentingan distribusi dan promosi. Dalam industri pangan, pengemasan merupakan tahap terakhir produksi sebelum didistribusikan.

d. Penyimpanan dan penanganan produk jadi

Penyimpanan dan penanganan produk jadi bertujuan untuk mencegah kerusakan akibat vibrasi, shok, abrasi, korosi, pengaruh suhu, Rh, sinar, dan sebagainya selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan.

e. Pemeriksaan dan pengujian selama proses dan produk akhir

Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang dihasilkan memenuhi persyarakatan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Quality control memegang peran pada tahap ini, karena pengujian produk akhir akan menjadi penentu keputusan produk jadi.

f. Keamananan dan tanggung jawab produk

Karakteristik mutu keamanan dalam industri pangan semakin hari semakin penting karena banyak kasus yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode atau peraturan tentang praktek pengolahan pangan yang baik.

23 Produk yang dihasilkan bukan hanya menjadi tanggung jawab bagian produksi, namun juga semua pihak yang terkait produksi.

Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upaya– upaya perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada kegiatan– kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses produksi.

Dokumen terkait